Monday, September 28, 2015

Hukum Nonton TV di Jaman ini. Di Balik Tayangan Televisi Umum.. Mayoritas Acaranya Merusak Generasi Bangsa (Ghazwul fikri )

no-televisionacara televiisi merusak generasi bangsa
Hukum Nonton TV di Jaman ini
Syeikh Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullah mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Apa hukum menonton televisi di masa kini?”.

الجواب: التلفزيون اليوم لا شك أنه حرام، لأن التلفزيون مثل الراديو والمسجل، هذه كغيرها من النعم التي أحاط الله بها عباده

Jawaban beliau, “Tidaklah diragukan bahwa hukum menonton televisi pada masa kini adalah haram. Televisi itu seperti radio dan tape recorder. Benda-benda ini dan yang lainnya adalah di antara limpahan nikmat Allah kepada para hamba-Nya.

كما قال: {وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها}

Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Dan jika kalian menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak bisa menghitungnya”

فالسمع نعمة والبصر نعمة والشفتان نعمة واللسان، ولكن كثيرا من هذه النعم تصبح نقما على أصحابها لأنهم لم يستعملوها فيما أحب الله أن يستعملوها؛

Pendengaran adalah nikmat Allah. Penglihatan juga merupakan nikmat. Dua bibir dan lidah juga nikmat. Akan tetapi, banyak dari berbagai nikmat yang menjadi sumber bencana bagi orang yang mendapatkan nikmat tersebut karena mereka tidak mempergunakan nikmat dalam perkara yang Allah inginkan.

فالراديو والتلفزيون والمسجل أعتبرها من النعم ولكن متى تكون من النعم؟ حينما توجه الوجهة النافعة للأمة،

Radio, televisi dan tape recorder adalah nikmat ketika dipergunakan untuk perkara yang mendatangkan nikmat bagi umat.

التلفزيون اليوم بالمئة تسعة وتسعون فسق، خلاعة، فجور، أغاني محرمة، إلى آخره،

Isi televisi pada masa kini 99 persen adalah kefasikan, pornografi atau porno aksi, kemaksiatan, nyanyian yang haram dst.

بالمئة واحد يعرض أشياء قد يستفيد منه بعض الناس

Sedangkan hanya 1% saja dari tontonannya yang bisa diambil manfaatnya oleh sebagian orang.

فالعبرة بالغالب،

Sedangkan kaedah mengatakan bahwa nilai sesuatu itu berdasarkan unsur dominan dalam sesuatu tersebut.

فحينما توجد دولة مسلمة حقا وتضع مناهج علمية مفيدة للأمة حينئذ لا أقول : التلفزيون جائز، بل أقول واجب.

Ketika ada negara Islam yang sesunggunnya lalu negara membuat program acara TV yang ilmiah dan bermanfaat bagi umat maka –pada saat itu- kami tidak hanya mengatakan bahwa hukum menonton TV adalah boleh bahkan akan kami katakan bahwa menonton TV hukumnya wajib.

Sumber:

http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=342586

Catatan:
Jika demikian hukum menonton TV –menurut al Albani- di zaman beliau padahal beliau tinggal di Yordania, lalu bagaimana dengan hukum menonton TV saat ini di negeri kita??!!
Fatwa di atas mengisyaratkan bahwa al Albani tidak mengharamkan gambar bergerak yang tentu ada di layar TV.

sumber: http://ustadzaris.com/hukum-menonton-televisi-di-zaman-ini

Di Balik Tayangan Televisi Umum.. Mayoritas Acaranya Merusak Generasi Bangsa

Bahaya Tayangan Televisi Umum Terhadap Generasi Bangsa Indonesia
Acara televisi umum itu merusak moral bangsaSaudaraku kaum muslimin kalian jangan tergiur dengan acara-acara televisi yang bernuasa agamis ternyata hampir 99% menyeret anda kedalam pelanggaran aqidah dan moral, karena tayangan-tayangan yang disuguhkan kepada permisa sekalipun bermanfaat seperti program agama, keilmuan dan pendidikan tidak pernah lepas dari selingan-selingan yang berupa musik, nyanyian, tari-tarian dan para wanita yang mengumbar aurat dan berhias secara berlebihan atau perkara lain yang diharamkan oleh Islam.

Media Antara Nikmat Materi dan Bencana Peradaban

Di awal abad ke-21 berbagai macam kemajuan peradaban dan teknologi telah dicapai oleh manusia baik dalam bidang pendidikan, pemikiran, industri, pertanian, ekonomi, politik, sosial budaya, militer, transportasi, komunikasi, maupun hubungan diplomatik antar bangsa serta yang lainnya, maka tidak bisa dipungkiri berbagai macam lembaga pendidikan dan lembaga pengkajian serta penelitian mengundang para cendikiawan dan pakar dari seluruh penjuru dunia untuk melakukan kajian empiris dan penelitian ilmiyah dalam rangka pengembangan dalam seluruh bidang kehidupan.

Para petualang ekonomi dan pasar modal berebut investasi dan peluang pasar untuk mengeruk kekayaan, memperkuat permodalan dan mengais keuntungan, begitu juga para birokrat dan politikuspun tidak tinggal diam bahkan rame-rame ambil peran di masing-masing posisinya ikut nimbrung dalam acara Kenduri Bisnis dan pesta Sunatan Anggaran dalam rangka menikmati hasil keuntungan bisnis dan pengerukan kekayaan hasil bumi dan tambang milik Negara.

Berbagai macam sarana komunikasi dan transportasi diciptakan untuk mempermudah segala urusan kehidupan sehingga dunia laksana satu daratan yang bisa dijangkau dengan mudah dalam waktu sekejab tanpa menyisakan letih dan lelah, padahal enam puluh tahun yang lalu sarana komunikasi dan transportasi masih sangatlah minim, segala sesuatu hanya bisa ditempuh dengan waktu yang sangat lama namun saat ini semuanya serba instant, hubungan jarak jauh bisa dilakukan tanpa jeda waktu, karena ransportasi semakin canggih dan teknologi semakin mutakhir.

Saudaraku kaum muslimin perkembangan yang sangat pesat ini kalau tidak diwaspadai bisa menimbulkan malapetaka dan bencana yang sangat dasyat bagaikan benalu yang tumbuh di tangkai gandum atau laksana rumput yang bagus tumbuh diatas kotoran kerbau sehingga bisa memberi pengaruh buruk bagi kehidupan dan peradaban manusia baik pada tingkat pribadi dan masyarakat.

Pengaburan sejarah berhasil dengan sempurna melalui apa yang dinamakan dengan “Serial Film Agama” yang ditulis dan diproduksi oleh kalangan yang tidak mengerti tentang ajaran Islam sedikitpun.

Akibatnya mereka memberikan informasi yang salah dan fenomena yang dusta. Sebagian aktor yang dikenal oleh para pemirsa memerankan peran tokoh-tokoh besar Islam, seperti Shalahudin Al Ayyubi, Nuruddin A Zanki, Harun Ar RAsyid dan Abdullah bin Mubarak suatu hal yang membuat gambaran pahlawan tersebut berkecamuk di benak para pemirsa.

Adakalanya para produser melihat bahwa realitas sejarah terasa kering, menurut perkiraannya, maka harus dikenyalkan dan membuat improvisasi untuk menarik para pemirsa.

Lalu ia menciptakan kisah cinta dan dusta lainnya di tengah-tengah sebagian figure Islam dalam film tersebut, sehingga dapat mengaburkan sejarah Islam dalam benak kaum muslimin. Tetap produser berpendapat bahwa itu suatu keharusan, karena itu merupakan dharurat dalam masalah seni, sedangkan keadaan dharurat itu membolehkan sesuatu yang dilarang.

Akhirnya para pemirsa melihat bahwa aktor yang memerankan dalam film tersebut sebagai seorang pecinta wanita, sementara dalam film lainnya sebagai penjahat kelas kakap. Akibatnya gambaran orang alim tersebut menjadi kabur dalam benak kaum muslimin terutama kaum awwam.

Liberalisasi Budaya dan Agama

Di antara beberapa contoh dampak negatif media elektronik adalah munculnya liberalisme agama, pluralisme peradaban, pembauran budaya, kebebasan berfikir, kebebasan berkreasi dan berekspresi dalam dunia media serta timbulnya gaya hidup freesex yang telah mewarnai corak kehidupan bangsa barat dan eropa.

Merekapun mengusung budaya rusak dan kebiasaan buruk tersebut ke tengah keluarga dan kehidupan masyarakat Muslim di seluruh belahan dunia, bersama kekuatan kristenisasi dan imprialisme mereka menebarkan dan menularkan virus kerusakan moral dan akhlak serta pendangkalan aqidah.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. 2:217)

Tanpa disadari kaum muslimin telah merasakan secara langsung radiasi kerusakan media tersebut ditambah lagi oleh buaian syaithan yang terus berusaha menggoda agar mereka jauh dari jalan lurus dan melenceng dari petunjuk, sehingga secara perlahan-lahan mereka keluar dari nilai agama dan ajaran Allah subhanahu wata’ala, dan memenuhi segala panggilan syahwat yang mengundang murka dan kemarahan Allah subhanahu wata’ala yang akhir hidupnya menemui kesengsaraan dan tempat kembali yang buruk, seperti yang telah ditegaskan firman Allah subhanahu wata’ala:

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan. (QS. 19:59)

Di antara dampak negatif akibat dari kemajuan tehnologi dan sains adalah banyaknya kaum muslimin yang bodoh terhadap perbedaan dan kesamaan dengan kaum Nasrani dalam satu sisi dan kurang begitu sadar terhadap gelombang pemikiran sesat dan ideologi beracun dalam sisi lain, hingga sekelompok mereka mencoba mengadopsi sistim dan ideologi kuffar baik dalam bidang sosial dan ekomoni.

Bahkan sebagian mereka dengan tegas menolak atau alergi dengan segala yang berbau Islam dan nilai moral karena terpengaruh dan silau oleh kemajuan tehnologi dan keunggulan materi para penentang Islam yang hanya menjanjikan kesuksesan semu.

Media Penebar Maksiat dan Pengusung Laknat

Saudaraku kaum muslimin berhati-hatilah kalian terhadap bencana televisi yang telah memasuki setiap rumah kecuali rumah orang-orang yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala dan mereka itu sangat sedikit.

Televisi lebih berbahaya dari pada para perampok yang mungkin hanya menjarah harta dan melukai jiwa kita, sementara televisi disamping menguras harta benda yang lebih kejam lagi acara televisi merampok kehormatan dan merampas kesucian serta menghancurkan moral keluarga kita namun hanya sedikit diantara kita yang sadar akan dampak dan bahaya yang ditimbulkan televisi, sehingga tanpa merasa dosa maupun menyesal mereka menghabiskan waktunya di depan televisi.

Nabi bersabda shallallahu ‘alaihi wasalam:

Dua kenikmatan banyak manusia yang tertipu dengannya, kesehatan dan kesempatan.[1]

Seorang muslim yang mengagungkan Allah subhanahu wata’ala, membesarkan dan mencintai-Nya akan terpanggil nuraninya  untuk membasmi kemungkaran dan menghalau kemkasiatan apalagi sudah masuk ke dalam ruangan bilik rumahnya melalui saluran televisi. Bagaimana tidak, seorang muttaqin yang telah berikrar bahwa hanya Allah subhanahu wata’ala yang pantas untuk ditaati tidak boleh didurhakai, wajib diingat tidak boleh dilupakan dan Dzat yang pantas sebagai tempat bersyukur dan dia mengetahui bahwa ia akan berdiri dihadapan Allah subhanahu wata’ala dan akan dimintai pertanggungjawaban mengenai segala apa yang dilihatnya dan segala apa yang didengarnya, seperti firman Allah subhanahu wata’ala :

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.”(Al Isra’:36)

Saudaraku kaum muslimin kalian jangan tergiur dengan acara-acara televisi yang bernuasa agamis ternyata hampir 99% menyeret anda kedalam pelanggaran aqidah dan moral, karena tayangan-tayangan yang disuguhkan kepada permisa sekalipun bermanfaat seperti program agama, keilmuan dan pendidikan tidak pernah lepas dari selingan-selingan yang berupa musik, nyanyian, tari-tarian dan para wanita yang mengumbar aurat dan berhias secara berlebihan atau perkara lain yang diharamkan oleh Islam.

Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

Telah ditetapkan atas setiap anak Adam bagian dari zina dan pasti mendapati, tidak bisa mengelak darinya, kedua mata zinanya memandang, kedua telinga zinanya mendengar, lisan zinanya berbicara, tangan zinanya memukul, kaki zinanya berjalan, dan hati zinanya menghayal dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang mengiyakan atau mendustakannya. [2]

[1] . H.R Bukhari dalam Kitabur Riqaq (6412), at-Tirmidzi dalam Kitab Zuhud (2304) dan Ibnu Majah dalam Kitab Zuhud (4170).

[2] .  H.R. Bukhari dalam Kitabul Isti’dzan (6343), Muslim dalam Kitabul Qadar (6612) dan Abu Daud dalam kitab an-Nikah (2152).

sumber: http://www.zainalabidin.org/

Ketika Televisi Menjadi Orangtua Ketiga

no-televisionAda dua fakta televisi yang tidak diperdebatkan lagi. Pertama, televisi merupakan faktor perusak dan penghancur di sebagian besar program acaranya. Kedua, televisi merupakan faktor pembangun di beberapa program, namun ini sangat minim. Itulah opini para ibu di beberapa negara yang menjawab angket pendukung penulisan buku ini.

Saya menemukan 85% para ibu berpendapat bahwa televisi merupakan faktor negatif yang memengaruhi pendidikan anak. Mereka mengatakan bahwa televisi sangat berbahaya, bahayanya melebihi menfaatnya, perusak perilaku anak, dan penyebab munculnya problematika anak.

Sementara itu, para ibu yang lainnya berpendapat bahwa televisi merupakan suatu kebutuhan, namun penggunaannya harus dengan beberapa persyaratan tertentu. Disini, kita membahas bahaya televisi karena kita sedang membahas televisi sebagai pengaruh negatif dalam pendidikan anak.

Bahaya Televisi terhadap Anak

Selama menelaah buku-buku yang berbicara seputar pengrah televisi terhadap anak, saya menemukan banyak penelitian yang menjelaskan bahaya televisi yang diklasifikasikan dalam beberapa bagian, diantaranya: bahaya dari sisi keberagaman anak, bahaya dari sisi perilaku anak, bahaya dari sisi kesehatan, dan bahaya dari sisi kemasyarakatan. Berikut ini beberapa bahaya yang paling tampak.

1) Televisi dan Agama

Tidak sedikit program televisi yang menyuguhkan acara anak yang merupakan hasil impor dari negara-negara Barat, yang dapat merusak fitrah keimanan anak kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Terlebih lagi, ada program acara anak yang menceritakan adanya tuhan dengan nama tertentu, seperti bernama “Tuhan” Zella (Godzila) sang penyelamat manusia dari kejahatan. Ada cerita tentang peperangan di luar angkasa; menggambarkan adanya musuh manusia di planet lain yang dapat menghancurkan bumi. Acara tersebut menggambarkan alam semesta dan kehidupan seakan-akan sebuah dongeng, jauh dari gambaran islami tentang alam semesta, kehidupan, dan manusia. Kebanyakan program acara tersebut menceritakan tentang alam semesta yang besar tanpa ada kendali dari kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Acara ini justru menceritakan bahwa alam semesta ini dikendalikan oleh dua kekuatan: kekuatan jahat dan kekuatan bagi yang saling berebut kekuasaan, padahal sebenarnya hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang kuasa mengatur dan mengendalikan segala sesuatu di alam semesta ini. Contoh (buruk yang bertentangan dengan prinsip keimanan ini adalah) film yang menggambarkan akal di sentral alam semesta ini dan akal itulah sumber peraturan alam semesta ini[1].

Bila kita perhatikan program acara tersebut, kita dapat menemukan bahwa sebagian besar acara anak itu tidak sesuai dengan ajaran agama kita.
Contohnya, acara anak “Hai Simsim, bukalah!” Acara ini merupakan terjemahan dari film Amerika. Meskipun program acara ini lebih sedikit efek negatifnya bagi anak, tetapi memiliki beberapa unsur negatif. Akibat pengaruh negatif program acara anak ini, salah seorang anak yang menonton acara tersebut bersujud kepada boneka agar mengabulkan semua permintaannya![2]

2) Televisi dan Perilaku Anak

Secara umum, televisi dapat membuat anak –dengan menyempatkan diri untuk menontonnya- berkepribadian negatif, menyebabkan anak menjadi bodoh, kurang peduli, kurang peka, dan dapat menyebabkan anak melakukan tindak anarkis, jauh dari sifat kasih sayang[3].
Anak menjadi korban iklan perdagangan yang acapkali mengandung norma-norma negatif bagi para pemirsanya, seperti sifat tamak, mubadzir, saling membanggakan diri, tidak peduli suka menguasai, bertindak anarkis, dan berusaha untuk menarik perhatian lawan jenis. Banyak iklan yang menayangkan orang telanjang, padahal iklan seperti ini mendapatkan kritik di negara-negara Barat sendiri![4] Terlebih lagi iklan-iklan seperti itu menarik simpati anak untuk membeli produk yang terkadang berbahaya bagi kesehatan anak![5]
Penayangan informasi internasional maupun nasional tentang para artis dan atlet sebagai bintang dan pahlawan, hal ini dapat mendorong anak untuk mengagumi dan mengidolakan mereka dan tidak mengetahui para bintang dan pahlawan sebenarnya, orang-orang yang terkemuka dalam sejarah, ilmu pengetahuan, dan perjuangan, khususnya di negerinya sendiri, juga dalam sejarah Islam.[6]
Para dokter ahli menilai bahwa televisi merupakan sumber bahaya bagi perilaku anak yang memiliki kecenderungan seksual.[7] Televisi juga berperan sebagai pembangkit diri naluri seksual pada anak.[8]
Televisi dapat mencetuskan sifat anarkis (kekerasan) pada jiwa anak atau menambah kenakalan anak. Ada penelitian yang menjelaskan bahwa 70% orang tua mencela tindakan anarkis anak yang disebabkan oleh cerita-cerita dan tayangan kriminal secara brutal di televisi atau disiarkan di radio.[9] Tayangan tentang tindakan kriminal dan brutal tersebut mendorong anak yang tidak memiliki kecenderungan bersikap anarkis untuk mencoba dan menirunya, juga dapat menambah kenakalan pada anak yang memiliki kecenderungan sikap anarkis.[10] Anak yang sering menonton acara televisi yang mengandung unsur tindakan anarkis, kecenderngannya untuk bertingkah nakal menjadi lebih tinggi daripada anak yang tidak menontonnya.[11]
3) Televisi dan Bahaya Kesehatan Anak

Duduk dalam waktu lama di depan televisi dapat menyebabkan bahaya di punggung, sama seperti bahayanya membawa barang berat.
Berlebihan dalam mengisi muatan informasi pada susunan saraf anak dengan kondisi cahaya yang menyilaukan akan menyebabkan anak mengidap penyakit yang dikenal dengan sebutan epilepsi televisi. Penyakit itu akan menjadi bertambah parah bila anak masih sangat kecil![12]
Televisi dapat mempersempit waktu anak untuk bermain, khususnya permainan yang melatih kemampuan daya kreativitas, dan mempersingkat waktu tidur anak.[13] Juga berdampak negatif bagi indera pendengaran dan penglihatan anak.[14]
Menurut kesehatan, anak kecil di bawah usia dua tahun sangat berbahay menonton televisi.
4) Bahaya Televisi terhadap Daya Berpikir Anak

Sebagian besar acara televisi untuk anak-termasuk acara program pendidikan-tidak mampu mengembangkan potensi kecerdasan anak karena mayoritas acara tersebut menyuguhkan jawabab/solusi praktis. Hal ini melemahkan potensi anak untuk berpikir.[15]

5) Televisi dan Keluarga

Televisi dapat menjauhkan hubungan di antara individu keluarga. Sebagian keluarga ada yang tidak berkumpul bersama kecuali ketika menonton sinetron dan film. Kebersamaan seperti ini tidak mengandung unsur interaksi antarindividunya, juga membuat anak tidak leluasa dalam berbuat dan bersikap dengan kedua oran tua tercinta.

Prinsip-prinsip yang Ditawarkan untuk Menjauhkan Anak dari Bahaya Televisi

Jauhkan mengizinkan anak menonton televisi lebih dari satu jam per hari. Adapun anak yan masih menyusui ASI (anak di bawah usia dua tahun), dokter menyarankan agar ketika menyusui, ibu tidak memposisikan anak berhadapan dengan televisi karena pertumbuhan fungsi otak anak masih belum sempurna.[16]
Jadikanlah apa yang ditonton anak sebagai kesempatan bagi orang tua untuk menajarkannya; perbuatan mana yang benar dan yang salah.[17]
Berikanlah kepada anak kegiatan social di dalam atau di luar rumah dan berikanlah hiburan pengganti.
Penting sekali bagi orang tua untuk memberikan contoh kepada anak supaya tidak menonton program acara televisi yang tidak bermanfaat dan bertentangan dengan agama.
Janganlah menggunakan televisi sebagai alat untuk menenangkan anak, atau untuk memberikan ganjaran atau hukuman. Menurut persaksian para ibu-yang turut menjawab angket yang disebarkan- ada di antara mereka yang menjadika tontonan televisi sebagai cara untuk memberikan ganjaran atau hukuman bagi anak!
Tanamkanlah pada diri anak untuk menghargai waktu melalui ucapan dan praktik agar anak tidak menghabiskan waktu di depan televisi.
Pastikanlah anak meminta izin terlebih dahulu sebelum menghidupkan televisi, tentunya setelah orang tua membatasi program acara televisi apa saja yang boleh ditonton anak dan menentukan waktu untuk menonton; selama tidak lebih dari satu jam. Yang terpenting lagi, biasakanlah anak menonton televisi sambil duduk.
Berikanlah hadiah per minggu bagi anggota keluarga yang paling jarang menonton televisi dalam seminggu.
Hendaknya memperhatikan syarat-syarat kesehatan dalam menonton televisi, seperti minimal jarak antara televisi dan penonton sejauh enam kaki (l.k. dua meter), layar TV sejajar dengan pandangan mata atau di bawahnya, dan ruang tempat menonton haru terang untuk menetralisasi cahaya yang memancar dari layar televisi.
Ditulis ulang dari Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslimkarya Hidayatullah binti Ahmad,penerbit Fikr.

[1] Al Ijhazu ‘ala at-Tilfaz hlm. 132-133.

[2] Al-Isykaliyah al-Muashirah fi Tarbiyat ath-Thifl al-Muslim, hlm. 25, dengan beberapa penyeusaian.

[3] A-I’lam al-Idzaiy wa at-Tilifizyuniy hlm. 245-246.

[4] Abna-una wa Lughat Kut-Syi wal al Kat-yib hlm. 54-55.

[5] At-Tilifizyunu Baina al-Hadam wa al-Banana-I hlm. 77.

[6] Ahammiyah alI’lam fi al-Islam, majalah Nadwa ath-Thalib hlm. 10; ath-Thifl al-Muslim Baina Manafi’ at-Tilifizyun wa Madharrihi hlm.146 dan seterusnya; Nazharah Islamiyah li al-Insani wa al-Mujtama’I Khila al-Qarni Rabi’i ‘Asyara hlm. 33.

[7] At-Tilifizyun Hal Yutiru al-Athfal, intenet, islam online.

[8] Al-Ijhazi alaa at-Tilfaz hlm. 121.

[9] Al-I’lam wa ar-Risalat at-Tarbiyah hlm. 83-84

[10] At-Tilifizyunu Baina al-Hadam wa al-Banana-I hlm. 91 dengan penyesuaian.

[11] ath-Thifl al-Muslim Baina Manafi’ at-Tilifizyun wa Madharrihi hlm. 125; Tanmiyah al-Maharati al-Ijabiyah hlm. 63.

[12] Athfaluna wa at- Tilifizyun hlm. 10.

[13] Hal Yashbahu at-Tilfaz Badilan li Hikayah al-Jaddah hlm. 34; At-Tilifizyunu Baina al-Hadam wa al-Banana-I hlm. 104; Dalil al-Walidain ila Tansyiati ath-Thifl hlm. 229.

[14] A-I’lam al-Idzaiy wa at-Tilifizyuniy hlm. 343; al-Abts al-Mubasyir hlm. 65.

[15] At-Tilifizyun Jalisun Sayyi-un li al-Athfal, internet; islam online.

[16] At-Tilifizyunu Baina al-Hadam wa al-Banana-I hlm. 195-196

[17] At-Tilifizyunu wa Bina adh-Dhamir, internet, islam online. Ar-Ru’yah al-Islamiyah li ‘Ilam ath-Thifl hlm. 107.

sumber : http://ikhwanmuslim.com/keluarga-pendidikan/ketika-televisi-menjadi-orang-tua-ketiga

Televisi Dalam Sorotan , Nasehat Bagi Pemilik Stasiun Televisi

Mei 28, 2014
acara televiisi merusak generasi bangsaSegala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita yang mulia, Muhammad bin Abdillah, keluarga dan para sahabatnya.

Sesungguhnya seorang mu’min mengetahui bahwa dirinya akan berdiri di hadapan Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban atas amalan-amalan yang diperbuat oleh pendengaran, penglihatan dan hatinya.

Allah berfirman,

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)

Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam bahwasanya, beliau bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Tidaklah bergeser kaki anak adam di hari kiamat di hadapan Rabb-nya sampai ditanya tentang lima perkara (yaitu): umurnya bagaimana dia lalui, masa mudanya bagaimana ia habiskan, hartanya darimana ia dapatkan dan bagaimanan ia belanjakan, serta tentang apa yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.”[1]

Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk instropeksi diri, mempersiapkan dirinya untuk menghadapi pengadilan Allah Yang Maha Adil, menjaga diri dan keluarga-Nya dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Akan tetapi, sudah menjadi sunnatullah bahwa Iblis beserta bala tentaranya selalu berusaha untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. Iblis berkata, sebagaimana dikisahkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an,

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Iblis berkata: “Demi kemulian-Mu,  akan aku sesatkan mereka semuanya” (QS. Shood: 82)

Iblis juga berkata,

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Ya Rabbku, oleh sebab Engkau Telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti Aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti Aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Al-Hijr: 39)

Oleh karena itu, Iblis serta bala tentaranya mengerahkan seluruh tenaga, potensi yang dimilikinya dan mengatur strategi-strategi dalam rangka menyesatkan manusia dari jalan yang lurus dengan segala cara dan sarana yang dimilikinya. Iblis berkata,

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ, ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Karena Engkau Telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, Kemudian saya akan mendatangi mereka dari arah depan mereka, dari arah  belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raaf: 16-17)

Di antara sarana Iblis untuk menyesatkan manusia dari jalan yang lurus adalah makluk yang bernama “TELEVISI”. Bagaimana Islam sebagai agama yang lurus dan sempurna memandang tentang kemunculan makluk baru ini?

Makna Televisi

Televisi berasal dari Bahasa Inggris Television, yang  secara asal kata tersusun dari dua kata yaitu Tele (yang mempunyai arti jauh) dan Vision (yang mempunyai arti gambar).

Dalam bahasa arab, kata Television ini diserap ke dalam Bahasa Arab menjadi “تلفزيون” yang mempunyai makna:

جهاز نقل الصور والأصوات بوساطة الأمواج الكهربية
“Alat untuk menukil suara dan gambar dengan perantaraan aliran listrik.”[2]

Hukum Televisi

Jika ditinjau dari asal maknanya, televisi adalah suatu alat yang secara dzatnya tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga tidak bisa dihukumi secara mutlak tentang kebolehan maupun keharamannya. Bahkan hukum asalnya adalah halal dan dibolehkan sebagaimana firman Allah,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 29)

Imam Al-Alusy berkata, “Maksudnya adalah bahwasanya Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi agar kalian mengambil manfaat darinya dalam perkara-perkara dunia kalian baik karena memang yang ada di bumi tersebut secara dzatnya memberi manfaat atau sebagai perantara saja dalam menggapai kemanfaatan. Demikian pula agar kalian juga mengambil manfaat dalam perkara-perkara agama kalian baik dengan istidlal maupun i’tibar. Banyak para ulama ahlus-sunnah dari kalangan hanafiyah dan syafi’iyyah yang berdalil dengan ayat ini tentang bolehnya sesuatu yang memberikan manfaat sebelum datang (keharamannya) dari syariat”[3]

Syaikh As-Sa’dy berkata, ” Yaitu Allah menciptakan segala yang ada di bumi  untuk kalian, sebagai bentuk kebaikan dan rahmat atas kalian, agar kalian dapat mengambil manfaat, menikmati, serta mengambil pelajaran. Di dalam ayat yang agung ini terdapat dalil bahwa hokum asal segala sesuatu adalah boleh dan suci.”[4]

Walaupun pada asalnya televisi (secara dzat) itu dibolehkan, namun yang lebih penting untuk dikaji adalah hukum penggunaan televisi di zaman kita sekarang ini. Apabila televisi tersebut digunakan untuk perkara yang bermanfaat, seperti penyebaran ilmu agama yang shohih, informasi tentang ilmu pengetahuan maka hukumnya adalah dibolehkan. Akan tetapi apabila televisi tersebut digunakan untuk penyebaran syi’ar-syiar kekafiran, kemaksiatan, dan segala sesuatu yang menyelisihi syariat maka tidak diragukan lagi bahwa hukumnya berubah menjadi sesuatu yang dilarang.

Dengan demikian hukum televisi tergantung dari pemakainya. Berdasarkan realita, penggunaan televisi dewasa ini adalah untuk menyebarkan kemaksiatan serta perkara-perkara yang melalaikan dari agama Allah, walaupun tidak dipungkiri ada manfaat yang bisa diambil dari adanya televisi. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan, apabila dimutlakkan, hukum memelihara televisi untuk zaman sekarang ini adalah tidak diperbolehkan mengingat mudhorot yang ditimbulkan jauh lebih besar dan dasyat dari manfaat yang diperoleh. Hal ini berdasarkan kaidah,

الحُكْمُ عَلَى الغَالِبِ
“Al hukmu ‘alal gholib (Hukum itu ditinjau dari keumumannnya).”

Serta kaidah,

دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ
“Menolak mudharat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil manfaat”

Dua kaidah di atas merupakan kaidah yang agung di dalam agama kita, agama Islam yang lurus, agama yang menjaga para pemeluknya dari kehancuran serta kemudharatan yang akan menimpa mereka. Kaidah yang didasarkan pada firman Allah,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219)
Segala sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya, maka Islam datang untuk mencegah dan melarangnya sebagai salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya.

Televisi Dalam Sorotan

Setelah kita mengatakan bahwa memelihara televisi pada zaman kita sekarang ini tidak diperbolehkan, janganlah kita lansung berpikiran picik dengan menganggap ekstrim tentang ucapan ini. Akan tetapi, hendaknya kita mencoba untuk merenung dan membuka mata serta hati kita tentang beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kemunculan makhluk yang bernama televisi ini. Sehingga  menjadi jelaslah al-haq serta sirnalah al-batil bagi orang-orang yang masih mempunyai tanda-tanda kehidupan di dalam hatinya.

لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ
“Agar orang yang binasa menjadi binasa di atas bayyinah (keterangan yang jelas) serta agar orang yang hidup dapat hidup di atas bayyinah.” (QS. Al Anfal: 42)

Berikut ini beberapa dampak yang ditimbulkan oleh Televisi:
A. Tersebarnya kekufuran, bid’ah, khurofat dan maksiat di tengah umat

Sadar atau tidak sadar, televisi mempunyai andil yang besar dalam penyebaran kekufuran, bid’ah, khurofat dan kemaksiatan di tengah-tengah umat. Betapa sering ritual-ritual kesyirikan, bid’ah serta hal-hal yang berbau khurofat muncul di televise.

Di mana acara-acara ini ditonton oleh kaum muslimin dan anak-anak kaum muslimin yang notabene banyak di antara mereka yang miskin ilmu. Tidak diragukan lagi, sedikit banyak mereka akan termakan oleh syubhat-syubhat acara-acara tersebut.

Betapa banyak kita temui di antara kaum muslimin yang meyakini adanya kemampuan orang yang telah meninggal untuk memberikan manfaat dan bahaya disebabkan oleh banyaknya cerita-cerita hantu di televisi.

Padahal menurut aqidah kaum muslimin, bahwa orang yang sudah meninggal itu tidak bisa memberikan manfaat dan bahaya serta mereka tidak bisa gentayangan sebagaimana yang disangka oleh orang-orang jahil.

Allah berfirman,

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ, لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku dapat berbuat amal yang saleh yag telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. dan di depan mereka ada barzah sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mukminun: 99-100). Mujahid berkata, “Barzah adalah penghalang antara dunia dan akherat”[5]

Ayat yang mulia ini menjelaskan dengan gamblang kepada kita bahwa orang yang sudah meninggal itu tidak bisa kembali lagi ke dunia karena ada dinding yang menghalanginya.

Betapa banyak pula kaum muslimin yang meyakini tentang bolehnya acara bid’ah tercela yasinan di rumah ahli mayyit dengan alasan karena hal itu banyak dipraktekkan di “film-film islami” yang dipimpin oleh para “kyai”.

Dan betapa banyak pula kaum muslimin yang hilang rasa malunya karena mengikuti tren mode-mode pakaian para bintang film yang ada di Televisi. Betapa banyak pula kita jumpai anak-anak kaum muslimin yang menjadi anak-anak durhaka kepada para orang tuanya, durhaka dengan mengabaikan perintah-perintahnya karena sedang asyik menonton televisi dan tidak mau diganggu.

Sehingga tatkala orang tuanya menyuruhnya untuk mengerjakan sesuatu, justru raut muka cuet, wajah sinis sampai ucapan-ucapan kotor dari mulut-mulut mereka tertuju kepada orang tua mereka. Siapakah yang bertanggung jawab terhadap kerusakan yang besar dan meraja lela ini? Allahul Musta’an.

B. Kehancuran Akhlaq

Acara-acara televisi dewasa ini mempunyai andil besar dalam mengajarkan kepada para permirsanya untuk melakukan pergaulan bebas dengan lawan jenis. Inlah senjata mutakhir yang digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan moral dan akhlak generasi muda Islam.

Di dalam Protokoler Yahudi disebutkan, “Kita wajib berbuat untuk menghancurkan akhlak di setiap tempat, sehingga kita mudah menguasai mereka (kaum muslimin). Dan akan selalu ditayangkan hubungan seksual secara jelas agar  tidak ada lagi sesuatu yang dianggap suci dalam pandangan para pemuda, akibatnya keinginan besar mereka adalah bagaimana memuaskan insting seksualnya. Ketika itulah akhlaknya hancur.”[6]

Agama Islam yang hanif mengajarkan kepada para pemeluknya untuk menundukkan pandangan guna menjaga kesucian mereka. Allah berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya..” (QS. An-Nur: 31)

Akan tetapi, justru Televisi menampilkan gambar serta adegan-adegan menjijikkan dalam sinetron-sinetron  yang ditayangkan. Para perempuan yang bersolek, membuka rambut, betis serta membuka sesuatu yang tidak pantas untuk dibuka di depan umum sungguh merupakan fenomena yang dianggap biasa dalam tayangan televisi yang hal ini dapat membuat para lelaki terkapar tidak berdaya karenanya.

Bagaimana mereka bisa menundukkan pandangannya apabila di dalam rumahnya masih bercokol makhluk yang bernama televisi ini? Televisipun mengajarkan kepada para pemuda dan pemudi Islam tentang bagaimana trik berpacaran, trik berkencan serta mengajarkan para suami atau istri untuk berselingkuh!

Televisi juga menjadi tersangka dalam penyebaran budaya ikhtilat (campur baur) di masyarakat, sehingga terbukalah kesempatan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit untuk pegang ini dan pegang itu, lirik sana dan lirik sini serta perbuatan-perbuatan lain untuk memuaskan hawa nafsunya.

Hendaknya orang yang di dalam hatinya masih ada keimanan untuk menjaga mata, telingga serta anggota-anggota badannya dari melakukan perbuatan-perbuatan kemaksiatan baik di saat ada orang yang melihat maupun tidak ada orang yang melihat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al-Mukmin: 19)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan tentang ayat ini, “Dia adalah seorang laki-laki yang masuk pada anggota keluarganya yang di dalamnya terdapat wanita cantik atau ketika wanita cantik itu sedang melewatinya. Ketika orang-orang lengah, ia memperhatikan ke arahnya. Ketika mereka tidak lengah, ia menunduk. Ketika orang-orang lengah, ia memperhatikannya. Ketika mereka tidak lengah, ia menundukkan pandangannya. Sungguh Allah telah melihat hatinya bahwa ia berkeinginan andai saja ia bisa melihat kemaluan wanita tersebut.” [7]

C. Hilang atau redupnya aqidah Islam yang agung, Al-Wala’ wal Bara’ di mata sebagian kaum muslimin

Al-Wala’ wal Bara’ merupakan salah satu aqidah kaum muslimin yang tidak dipungkiri tentang keagungannya di dalam Islam, di mana seorang muslim mencintai karena Allah serta membenci karena Allah. Ia mencintai seseorang karena ketaatannya, demikian pula ia membenci seseorang karena kemaksiatannya kepada Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَوْثَقُ عُرَي الإِيْمَانِ المُوَالاَةُ فِي اللهِ وَ المُعَادَاةُ فِي اللهِ وَ الحُبُّ فِي اللهِ وَ البُغْضُ فِي اللهِ
“Tali keimanan yang paling kokoh adalah bersikap loyal karena Allah, memusuhi kareana Allah, cinta karena Allah serta benci karena Allah”[8]

Sungguh akidah yang agung ini telah terkikis sedikit demi sedikit dengan semakin banyaknya acara-acara di Televisi. Betapa banyak kita temui anak-anak islam yang begitu ngefans (gandrung yang gak ketulungan) dengan para aktor atau aktris film. Tidak ada yang membuat mereka ngefans dengan para aktor atau aktris film tersebut kecuali karena kelihaian para penebar fitnah tersebut dalam berakting.

Padahal mungkin saja para bintang film tersebut adalah orang yang fasik, peminum arak, tukang mempermainkan wanita atau bahkan orang kafir. Sampai-sampai gaya-gaya mereka yang tidak tahu malu dalam berakting pun ditirukan oleh sebagian anak-anak kaum muslimin. La haula wa la quwwata illa billah.

Begitu banyak pula kita jumpai para pemuda-pemudi Islam yang begitu terpikat dengan para pemain bola walaupun mereka adalah orang-orang kafir. Kecintaan mereka yang begitu dalam kepada para pemain bola tersebut bukanlah karena mereka adalah orang-orang yang senantiasa qiyamul lail, bukan pula orang yang senantiasa begadang untuk berkhidmad kepada islam dan kaum muslimin, bukan pula karena tulisan-tulisan mereka yang membela Islam dan kaum muslimin.

Akan tetapi kecintaan yang hanya didasarkan atas kelihaian mereka dalam mengolah dan memainkan Si Kulit Bundar! Tidak jarang kita temui dari mereka rela mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk membeli kostum bola yang tertera nama dari pemain bola tersebut.

Ya Allah,andai saja mereka mengetahui sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai“[9]

Andai saja mereka mau dan meyakini hadits yang mulia ini, tentulah mereka akan membuang jauh-jauh dari hati-hati mereka wajah-wajah para bintang film, pemain bola serta tukang lawak yang banyak berdusta karena tidak ada tanda-tanda kebaikan dari profesi mereka itu di sisi Allah.

D. Tersebarnya gaya hidup materialistis

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ
“Sesungguhnya dunia ini manis dan menyenangkan, dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kalian dapat menguasainya. Allah melihat bagaimana kalian beramal. Berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita.”[10]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kepada umatnya untuk takut dan berhati-hati terhadap dunia dan wanita, dua buah fitnah besar di mana manusia diuji dengannya dalam kehidupan mereka. Betapa banyak darah yang telah ditumpahkan di muka bumi ini yang disebabkan oleh dunia dan wanita.

Betapa banyak ukhuwah yang telah terjalin kokoh menjadi tercerai berai disebabkan oleh dunia dan wanita. Dan betapa banyak orang yang lalai dari kehidupan hakikinya, kehidupan negeri akherat disebabkan oleh dunia dan wanita. Sungguh benar apabila Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, memperingatkan umatnya dari dua perkara yang agung ini.
Akan tetapi, Televisi dewasa ini, seolah-olah justru melambai-lambaikan tangannya mengajak untuk hanyut dalam buaian dunia dan wanita-wanita jalang yang tidak bermoral.

Betapa banyak para pemirsa yang berangan-angan untuk memiliki mobil, perabot-perabot mewah, rumah megah serta gemerlapnya dunia sebagaimana yang terdapat dalam cerita-cerita fiksi yang ada di sinetron-sinetron.

Mereka hanya bisa berangan-angan dan “beri’tikaf ” berjam-jam di depan televisi untuk berangan-angan, “Andai aku seperti dia.

Andai aku punya ini dan itu. Andai saja aku … andaisaja aku ….” Berandai-andai yang jauh dari kenyataan dan hanya mengharapkan sesuatu tanpa adanya usaha.

Akhirnya, karena selalu dicekoki contoh-contoh kehidupan yang serba mewah di film-film, standar hidup mereka pun menjadi naik drastis.

Fokus perhatian mereka pun menjadi uang dan uang. Sehingga munculah istilah “Time is Money“, di mana segala sesuatu dinilai dengan uang.

Sampai-sampai mereka menjadi pelit terhadap waktu-waktu mereka kecuali jika di hadapan mereka ada dunia yang menantinya. Na’udzubillah.

E. Penyia-nyiaan waktu

Sesungguhnya waktu mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Waktu merupakan bagian dari masa di mana manusia menghabiskan umur di dalamnya. Dengan masuknya Televisi ke dalam rumah-rumah kaum muslimin, sudah berapa jam yang terbuang sia-sia karena menonton acara-acara di televisi.

Sungguh mereka telah mengalami kerugian besar di dalam mengarungi samudra kehidupan karena telah membuang waktu yang sebetulnya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat namun justru terbuang sia-sia tanpa arti atau bahkan menambah dosa-dosa meraka dengan sebab menonton televisi.

Cukuplah menjadi alasan untuk tidak memasukkan televisi ke dalam rumah-rumah kaum muslimin karena televisi tidak banyak memberikan manfaat kepada pemiliknya dan bahkan justru melalaikan mereka dari mengerjakan perkara-perkara yang lebih bermanfaat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebagusan keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.”[11]

Demikianlah pembahasan singkat tentang kemunculan makhuk yang bernama Televisi serta dampat-dampak yang ditimbulkan. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk berjalan di atas amalan-amalan yang dicintai dan diridhoi-Nya.

Dan kita memohon kepada Allah dengan nama-namaNya yang indah serta sifat-sifatNya yang agung agar Dia berkenan untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin sekarang ini serta mendekatkan para pemuda islam kepada orang-orang yang berilmu di antara para ulama.

Tengaran, 24 Februari 2008

Semoga Allah mengampuni dosa-dosa penulis, dosa kedua orang tua dan dosa guru-gurunya.

***

Penulis: Ibnu ‘Ali (Pengajar Al Irsyad Tengaran)
Artikel www.muslim.or.id

[1] Sunan Tirmidzi no 2416. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah As-Shohihah no 946
[2] Al-Mu’jam Al-Wasith, hal. 87
[3] Tafsir Al-Alusy terhadap ayat ini.
[4] Tafsir As-Sa’dy.
[5] Tafsir Ibnu Katsir.
[6] At-Tamtsil, Syaikh Bakar Abu Zaid. Edisi Indonesia, “Adakah sandiwara (sinetron, film, dll) islami?” Hal 72
[7] Tafsir Ibnu Katsir
[8] HR. Thabrani. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam As-Silsilah As-Shohihah II/734.
[9] HR.Bukhori no 5702, Muslim no 4779
[10] HR. Muslim. Shohih At-Targhib wat Tarhib no 3216
[11] HR. Tirmidzi. Hadits ini berderajad hasan li ghairihi, lihat Shahih Targhib wat Tarhib no 2881