Sunday, October 2, 2016

Tanda Tanda Kecil Kiamat : "Tidak Hanya" Melihat Agamanya, Orang-Orang Hina Diangkat Sebagai Pemimpin. Musibah Terbesar Adalah Musibah Yang Menimpa Agama.

Hasil gambar untuk hadits tentang pemimpin yang zalimHasil gambar untuk ciri ciri orang munafik

Musibah terbesar adalah musibah yang 
menimpa agama

Tetapi di sana terdapat suatu hadits yg menerangkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdoa kepada Allah agar Allah tidak menimpakan musibah atau ujian kepada beliau dalam urusan agama, yaitu doa beliau berikut ini:

وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا

"Ya Allah, Janganlah Engkau jadikan musibah yang menimpa kami dalam urusan agama kami, dan jangan pula Engkau jadikan (harta dan kemewahan) dunia sebagai cita-cita kami yg paling besar, dan tujuan utama dari ilmu yg kami miliki."

(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi V/528 no.3502, An-Nasa'I dalam As-Sunan Al-Kubro VI/106, Al-Hakim I/528, dan Ibnu As-Sunny dalam Amalul Yaum wa Al-Lailah no.445).

DERAJAT HADITS tersebut HASAN (baik), sebagaimana dinyatakan oleh syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan At-Tirmidzi III/168 no.2783, dan Shohih Al-Jami' I/400.

MAKNA HADITS:

Doa Nabi yg berbunyi: "Jangan Engkau Jadikan musibah yang menimpa kami dalam urusan agama kami" maksudnya ialah janganlah Engkau menimpakan kepada kami suatu musibah yang menyebabkan berkurang atau hilangnya agama dan keimanan kami, seperti musibah berbuat kemurtadan, kemusyrikan dan kekufuran, atau memiliki keyakinan yg sesat dan batil, atau melalaikan kewajiban dan bermalas-malasan dlm menjalankan ketaatan, melakukan hal2 yg haram, atau berkuasanya orang2 kafir dan munafik atas kaum muslimin, dsb. Demikianlah maksud doa Nabi di atas, karena musibah dalam urusan agama merupakan sebesar-besarnya musibah yg menimpa seorang hamba di dunia, dan hal ini akan menyebabkan kesengsaraan dan kebinasaannya di akhirat kelak.

Tanda Tanda Kecil Kiamat : Lenyapnya Orang-Orang Shalih. Orang-Orang Hina Diangkat Sebagai Pemimpin

Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
LENYAPNYA ORANG-ORANG SHALIH
Di antara tanda-tanda Kiamat adalah lenyapnya orang-orang shalih, sedikitnya orang-orang pilihan, dan banyaknya kejahatan sehingga yang ada hanyalah seburuk-buruknya manusia, kepada merekalah Kiamat akan datang.

Dijelaskan dalam sebuah hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَأْخُذَ اللهُ شَرِيطَتَهُ مِنْ أَهْلِ اْلأَرْضِ فَيَبْقَى فِيهَا عَجَاجَةٌ لاَ يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا وَلاَ يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا.

‘Tidak akan tiba hari Kiamat hingga Allah mengambil orang-orang baik dari penduduk bumi, sehingga yang tersisa hanyalah orang-orang yang jelek, mereka tidak mengetahui yang baik dan tidak mengingkari yang munkar.’”[1]

Maknanya bahwa Allah akan mewafatkan orang-orang baik dan para ulama, lalu yang tersisa hanyalah orang-orang jelek yang tidak ada kebaikan di dalam diri mereka. Hal ini terjadi ketika ilmu diambil sementara manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin yang memberikan fatwa tanpa ilmu.

Dan diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya Radhiyallahu anhum, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يُغَرْبَلُونَ فِيهِ غَرْبَلَةً يَبْقَى مِنْهُمْ حُثَالَةٌ قَدْ مَرِجَتْ عُهُودُهُمْ وَأَمَانَاتُهُمْ وَاخْتَلَفُوا فَكَانُوا هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.

“Akan datang pada manusia suatu zaman di mana mereka akan dipilih,
hingga yang tersisa dari mereka hanyalah orang-orang yang hina, perjanjian-perjanjian dan amanah mereka telah bercampur (tidak menentu), dan mereka berselisih, maka mereka seperti ini.” Beliau merenggangkan jari-jemarinya (menunjukkan keadaan mereka yang saling bermusuhan-ed.).”[2]

Lenyapnya orang-orang shalih terjadi ketika banyaknya kemaksiatan, dan ketika amar ma’ruf nahi munkar ditinggalkan. Karena, jika orang-orang shalih melihat kemunkaran, lalu mereka tidak merubahnya dan kerusakan semakin banyak, maka siksaan akan turun kepada mereka semua, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:

أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ: نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ.

“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab, “Betul, ketika kemaksiatan merajalela.” [HR, Al-Bukhari][3]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (XI/181-182), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim (IV/435), al-Hakim berkata, “Ini adalah hadits shahih dengan syarat asy-Syaikhani, jika al-Hasan mendengarkannya dari ‘Abdullah bin ‘Amr.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[2]. Musnad Ahmad (XII/12), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Isnadnya shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim (IV/435), al-Hakim berkata, “Sanad hadits ini shahih akan tetapi kedua-nya (al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[3]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab Qaulin Nabiyyi J Wailun lil ‘Arab min Syarrin Qadiqtaraba (XIII/11, al-Fat-h).

ORANG-ORANG HINA DIANGKAT SEBAGAI PEMIMPIN
Di antara tanda-tandanya adalah orang-orang hina diangkat sebagai pemimpin dan lebih mempercayakan mereka melebihi orang-orang terbaik mereka. Sehingga segala urusan masyarakat berada di tangan orang-orang bodoh dan hina yang tidak ada kebaikan di dalam diri mereka. Ini adalah keterbalikan fakta dan berubahnya keadaan. Dan ini yang terjadi dan dapat kita saksikan di zaman ini. Anda bisa melihat bahwa kebanyakan pemimpin masyarakat juga dewan pertimbangan mereka adalah orang yang sangat rendah keshalihan dan keilmuannya. Padahal, semestinya orang-orang yang beragama dan bertakwalah yang lebih diutamakan dari selain mereka dalam menang-gung urusan masyarakat. Karena manusia yang paling mulia adalah orang-orang yang memiliki agama dan ketakwaan, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu…” [Al-Hujuraat: 13]

Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercayakan berbagai wilayah dan urusan manusia hanya kepada orang yang paling shalih dan paling berilmu. Demikian pula yang dilakukan para khalifah sepeninggal beliau. Contoh-contoh dalam masalah ini sangat banyak, di antaranya apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada penduduk Najran:

َلأَبْعَثَنَّ إِلَيْكُمْ رَجُلاً أَمِينًا حَقَّ أَمِينٍ، فَاسْتَشْـرَفَ لَهُ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ أَبَا عُبَيْدَةَ.

“Sungguh aku akan mengutus kepada kalian seorang yang benar-benar terpercaya,” lalu para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperhatikannya, lalu beliau mengutus Abu ‘Ubaidah.[1]

Berikut ini sebagian hadits yang menunjukkan diangkatnya orang-orang hina sebagai pemimpin, dan hal itu merupakan tanda-tanda Kiamat.

Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا اْلأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَـا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.

“Sesungguhnya akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, seorang pembohong dibenarkan dan seorang yang jujur dianggap berbohong, seorang pengkhianat dipercaya dan seseorang yang dipercaya dianggap khianat, dan saat itu Ruwaibidhah [2] akan berbicara.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah Ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Ia adalah orang bodoh yang berbicara tentang urusan orang banyak (umat).” [3]

Dan di dalam hadits Jibril yang panjang diungkapkan:

وَلَكِنْ سَأُحَدِّثُكَ عَنْ أَشْـرَاطِهَا… وَإِذَا كَانَتِ الْعُرُاةُ الْحُفَاةُ رُؤُوْسَ النَّاسِ، فَذَاكَ مِنْ أَشْرَاطِهَا.

“Akan tetapi akan aku kabarkan kepadamu tanda-tandanya… yaitu jika orang yang telanjang tanpa alas kaki menjadi pemimpin manusia, maka itulah di antara tanda-tandanya.” [4]

Diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ: أَنْ يَغْلِبَ عَلَى الدُّنْيَا لُكَعُ ابْنُ لُكَعٍ فَخَيْرُ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ مُؤْمِنٌ بَيْنَ كَرِيْمَيْنِ.

‘Di antara tanda-tanda Kiamat adalah orang-orang bodoh menguasai dunia, maka manusia yang paling baik ketika itu adalah seorang mukmin di antara dua orang mulia.’”[5]

Dijelaskan dalam sebuah hadits shahih:

إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.

“Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat.” [6]

Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata:

مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ… أَنْ يَعْلُوَ التُّحُوْتُ الْوَعُوْلَ، أَكَذَلِكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْـنِ مَسْعُوْدٍ سَمِعْتَهُ مِنْ نَبِيٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَرَبِّ الْكَعْبَةِ. قُلْنَـا: وَمَا التُّحُوْتُ؟ قَالَ: فُسُـوْلُ الرِّجَالِ، وَأَهْلُ الْبَيْتِ الْغَامِضَةِ يُرْفَعُوْنَ فَوْقَ صَالِحِيْهِمْ. وَالْوَعُوْلُ: أَهْلُ الْبَيْتِ الصَّالِحَة.ُ

“Di antara tanda-tanda Kiamat… at-Tuhuut ada di atas al-Wa-’uul”, apakah demikian kamu mendengarnya diri Nabi wahai ‘Abdullah bin Mas’ud?” Beliau menjawab, “Betul, demi Rabb Ka’bah,” kami bertanya, “Apakah at-Tuhuut itu?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang hina, dan orang dusun yang diangkat di atas orang-orang shalih, sementara al-Wa’uul adalah penghuni rumah yang shalih.” [7]

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى تَصِيرَ لِلُكَعِ ابْنِ لُكَعٍ.

“Tidak akan lenyap dunia sehingga orang-orang pandir menguasainya.” [8]

Maknanya adalah sehingga kenikmatan, kelezatan, dan kehormatan mengarah kepadanya.[9]

Dan dalam riwayat Imam Ahmad dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكُونَ أَسْعَدَ النَّاسِ بِالدُّنْيَا لُكَعُ ابْنُ لُكَعٍ.

“Tidak akan datang hari Kiamat hingga manusia yang paling berbahagia dengan dunia adalah orang-orang pandir.” [10]

Dijelaskan dalam ash-Shahiihain dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu yang beliau riwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hilangnya amanah:

حَتَّى يُقَالَ لِلرَّجُلِ: مَا أَجْلَدَهُ! مَا أَظْرَفَهُ! مَا أَعْقَلَهُ! وَمَا فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيْمَانٍ.

“Sehingga dikatakan kepada seseorang, ‘Sungguh kuat! Sungguh cerdas! Dan sungguh cerdik!’ Sementara tidak ada keimanan seberat biji sawi pun.” [11]

Inilah kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin pada zaman sekarang ini. Mereka berkata kepada seseorang, “Sungguh cerdas! Sungguh baik akhlaknya!” mereka mensifati dengan sifat-sifat yang paling indah, padahal mereka adalah manusia paling fasik, paling sedikit agama juga amanahnya. Bisa jadi sebenarnya dia musuh bagi kaum muslimin dan selalu berusaha untuk menghancurkan Islam. Tidak ada daya dan upaya kecuali dari Allah yang Mahatinggi lagi Mahaagung.

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab Akhbaarul Aahaad, bab Maa Jaa-a fii Ijaazati Khabaril Waahidish Shadiq (XIII/232, dalam al-Fat-h).
[2]. الرُّوَيْبِضَةُ diungkapkan tafsirannya di dalam matan hadits, yaitu orang bodoh. Dan الرُّوَيْبِضَةُ bentuk tashgiir dari kata (اَلرَّابِضَةُ), ia adalah orang-orang lemah yang diam tidak bisa melakukan hal-hal mulia, duduk tidak mencarinya dan orang yang hina tidak ada artinya.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/185).
[3]. Musnad Imam Ahmad (XV/37-38), syarh dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya hasan, dan matannya shahih.”
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid, dan mereka tidak meriwayatkannya dari jalan ini.” (An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/181). Tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[4]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal Islaam wal Ihsaan (I/163, Syarh an-Nawawi).
[5]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath dengan dua sanad, dan para perawi salah satu dari keduanya tsiqah.” Majma’uz Zawaa-id (VII/325).
[6]. Shahiihul Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/332, al-Fat-h).
[7]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath dengan dua sanad, dan perawi salah satunya adalah tsiqah.” (Majma’uz Zawaa-id VII/325)
[8]. Musnad Imam Ahmad (XVI/284, syarah dan tahqiq Ahmad Syakir), beliau berkata, “Diriwayatkan oleh as-Suyuthi dalam al-Jaami’ush Shaghiir dan beliau memberikan lambang bahwa hadits tersebut hasan.” Al-Jaami’ush Shaghiir (II/200, dengan catatan pinggir Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Haitsami berkata, “Perawi Ahmad adalah perawi ash-Shahiih, selain Kamil bin al-‘Ala, dia adalah tsiqah.” Majma’uz Zawaa-id (VII/220).
Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid dan kuat.” An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/181) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (VI/142) (no. 7149).
[9]. Lihat kitab Faidhul Qadiir Syarh al-Jaami’ish Shagiir (V/394), karya ‘Abdurrauf al-Manawi.
[10]. Musnad Imam Ahmad (V/389, Muntakhab Kanzul ‘Ummal), as-Suyuthi memberikan tanda dalam kitab al-Jaami’ush Shaghiir bahwa hadits tersebut shahih (II/202, Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Albani berkata, “Shahih.” Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (VI/177) (no. 7308).
[11]. Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah (XI/333, al-Fat-h), Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Raf’ul Amaanah wal Iimaan min ba’dil Quluub (II/167-170, Syarh an-Nawawi).

Berikut ini adalah sejumlah Dalil Qur’ani beserta Terjemah Qur’an Surat (TQS) yang menjadi dasar untuk bersikap dalam memilih pemimpin :



1.  Al-Qur’an melarang menjadikan orang kafir sebagai Pemimpin
QS. 3. Aali ‘Imraan : 28.
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara  diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).”
QS. 4. An-Nisaa’ : 144.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?”
QS. 5. Al-Maa-idah : 57.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi PEMIMPINMU, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.”
2.  Al-Qur’an melarang menjadikan orang kafir sebagai Pemimpin walau Kerabat sendiri :
QS. 9. At-Taubah : 23.
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan BAPAK-BAPAK dan SAUDARA-SAUDARAMU menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
QS. 58. Al-Mujaadilah : 22.
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling  berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekali pun orang-orang itu BAPAK-BAPAK, atau ANAK-ANAK atau SAUDARA-SAUDARA atau pun KELUARGA mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada- Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa  puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa  sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.”
3. Al-Qur’an melarang menjadikan orang kafir sebagai teman setia
QS. 3. Aali ‘Imraan : 118.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi TEMAN  KEPERCAYAANMU orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang  disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”
QS. 9. At-Taubah : 16.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi TEMAN SETIA selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman ? Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
4. Al-Qur’an melarang saling tolong dengan kafir yang akan merugikan umat Islam
QS. 28. Al-Qashash : 86.
“Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi PENOLONG bagi orang-orang kafir.”
QS. 60. Al-Mumtahanah : 13.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan PENOLONGMU kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.”
5. Al-Qur’an melarang mentaati orang kafir untuk menguasai muslim
QS. 3. Aali ‘Imraan : 149-150.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu MENTAATI orang-orang yang KAFIR itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allah lah Pelindungmu, dan Dialah sebaik-baik Penolong.”
6. Al-Qur’an melarang beri peluang kepada orang kafir sehingga menguasai muslim
QS. 4. An-Nisaa’ : 141.
“…… dan Allah sekali-kali tidak akan MEMBERI JALAN kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”
7. Al-Qur’an memvonis munafiq kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
“Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIQ bahwa mereka akan mendapat siksaan  yang pedih. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”
8. Al-Qur’an memvonis ZALIM kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 5. Al-Maa-idah : 51.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak  memberi petunjuk kepada orang-orang yang ZALIM.”
9. Al-Qur’an memvonis FASIQ kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 5. Al-Maa-idah : 80-81.
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang FASIQ.”
10. Al-Qur’an memvonis sesat kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 60. Al-Mumtahanah : 1.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu     karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu  nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah TERSESAT dari jalan yang lurus.”
11. Al-Qur’an mengancam azab bagi yang jadikan kafir sbg Pemimpin / Teman Setia
QS. 58.  Al-Mujaadilah : 14-15.
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman ? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka AZAB yang sangat  keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.”
12. Al-Qur’an mengajarkan doa agar muslim tidak menjadi sasaran fitnah orang kafir
QS. 60. Al-Mumtahanah : 5.
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (SASARAN) FITNAH bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”