Musibah terbesar adalah
musibah yang
menimpa agama
menimpa agama
Tetapi di sana terdapat suatu
hadits yg menerangkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdoa kepada
Allah agar Allah tidak menimpakan musibah atau ujian kepada beliau dalam urusan
agama, yaitu doa beliau berikut ini:
وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا
تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا
"Ya Allah, Janganlah
Engkau jadikan musibah yang menimpa kami dalam urusan agama kami, dan jangan
pula Engkau jadikan (harta dan kemewahan) dunia sebagai cita-cita kami yg
paling besar, dan tujuan utama dari ilmu yg kami miliki."
(Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi V/528 no.3502, An-Nasa'I dalam As-Sunan Al-Kubro VI/106, Al-Hakim
I/528, dan Ibnu As-Sunny dalam Amalul Yaum wa Al-Lailah no.445).
DERAJAT HADITS tersebut HASAN
(baik), sebagaimana dinyatakan oleh syaikh Al-Albani di dalam Shohih Sunan
At-Tirmidzi III/168 no.2783, dan Shohih Al-Jami' I/400.
MAKNA HADITS:
Doa Nabi yg berbunyi:
"Jangan Engkau Jadikan musibah yang menimpa kami dalam urusan agama
kami" maksudnya ialah janganlah Engkau menimpakan kepada kami suatu
musibah yang menyebabkan berkurang atau hilangnya agama dan keimanan kami,
seperti musibah berbuat kemurtadan, kemusyrikan dan kekufuran, atau memiliki
keyakinan yg sesat dan batil, atau melalaikan kewajiban dan bermalas-malasan
dlm menjalankan ketaatan, melakukan hal2 yg haram, atau berkuasanya orang2
kafir dan munafik atas kaum muslimin, dsb. Demikianlah maksud doa Nabi di atas,
karena musibah dalam urusan agama merupakan sebesar-besarnya musibah yg menimpa
seorang hamba di dunia, dan hal ini akan menyebabkan kesengsaraan dan
kebinasaannya di akhirat kelak.
Tanda Tanda Kecil Kiamat : Lenyapnya
Orang-Orang Shalih. Orang-Orang Hina Diangkat Sebagai Pemimpin
Dr. Yusuf bin Abdillah bin
Yusuf al-Wabil
LENYAPNYA ORANG-ORANG SHALIH
Di antara tanda-tanda Kiamat
adalah lenyapnya orang-orang shalih, sedikitnya orang-orang pilihan, dan
banyaknya kejahatan sehingga yang ada hanyalah seburuk-buruknya manusia, kepada
merekalah Kiamat akan datang.
Dijelaskan dalam sebuah
hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَأْخُذَ اللهُ
شَرِيطَتَهُ مِنْ أَهْلِ اْلأَرْضِ فَيَبْقَى فِيهَا عَجَاجَةٌ لاَ يَعْرِفُونَ
مَعْرُوفًا وَلاَ يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا.
‘Tidak akan tiba hari Kiamat
hingga Allah mengambil orang-orang baik dari penduduk bumi, sehingga yang
tersisa hanyalah orang-orang yang jelek, mereka tidak mengetahui yang baik dan
tidak mengingkari yang munkar.’”[1]
Maknanya bahwa Allah akan mewafatkan
orang-orang baik dan para ulama, lalu yang tersisa hanyalah orang-orang jelek
yang tidak ada kebaikan di dalam diri mereka. Hal ini terjadi ketika ilmu
diambil sementara manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin yang
memberikan fatwa tanpa ilmu.
Dan diriwayatkan dari ‘Amr
bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya Radhiyallahu anhum, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يُغَرْبَلُونَ
فِيهِ غَرْبَلَةً يَبْقَى مِنْهُمْ حُثَالَةٌ قَدْ مَرِجَتْ عُهُودُهُمْ
وَأَمَانَاتُهُمْ وَاخْتَلَفُوا فَكَانُوا هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.
“Akan datang pada manusia
suatu zaman di mana mereka akan dipilih,
hingga yang tersisa dari
mereka hanyalah orang-orang yang hina, perjanjian-perjanjian dan amanah mereka
telah bercampur (tidak menentu), dan mereka berselisih, maka mereka seperti
ini.” Beliau merenggangkan jari-jemarinya (menunjukkan keadaan mereka yang
saling bermusuhan-ed.).”[2]
Lenyapnya orang-orang shalih
terjadi ketika banyaknya kemaksiatan, dan ketika amar ma’ruf nahi munkar
ditinggalkan. Karena, jika orang-orang shalih melihat kemunkaran, lalu mereka
tidak merubahnya dan kerusakan semakin banyak, maka siksaan akan turun kepada
mereka semua, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits ketika Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:
أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ:
نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ.
“Apakah kami akan binasa
sementara orang-orang shalih masih ada di antara kami?” Beliau menjawab,
“Betul, ketika kemaksiatan merajalela.” [HR, Al-Bukhari][3]
[Disalin dari kitab
Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil
Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat,
Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad
(XI/181-182), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim
(IV/435), al-Hakim berkata, “Ini adalah hadits shahih dengan syarat
asy-Syaikhani, jika al-Hasan mendengarkannya dari ‘Abdullah bin ‘Amr.” Dan
disepakati oleh adz-Dzahabi.
[2]. Musnad Ahmad (XII/12),
syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Isnadnya shahih.”
Dan Mustadrak al-Hakim
(IV/435), al-Hakim berkata, “Sanad hadits ini shahih akan tetapi kedua-nya
(al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Dan disepakati oleh
adz-Dzahabi.
[3]. Shahiih al-Bukhari,
kitab al-Fitan, bab Qaulin Nabiyyi J Wailun lil ‘Arab min Syarrin Qadiqtaraba
(XIII/11, al-Fat-h).
ORANG-ORANG HINA DIANGKAT
SEBAGAI PEMIMPIN
Di antara tanda-tandanya
adalah orang-orang hina diangkat sebagai pemimpin dan lebih mempercayakan
mereka melebihi orang-orang terbaik mereka. Sehingga segala urusan masyarakat
berada di tangan orang-orang bodoh dan hina yang tidak ada kebaikan di dalam
diri mereka. Ini adalah keterbalikan fakta dan berubahnya keadaan. Dan ini yang
terjadi dan dapat kita saksikan di zaman ini. Anda bisa melihat bahwa
kebanyakan pemimpin masyarakat juga dewan pertimbangan mereka adalah orang yang
sangat rendah keshalihan dan keilmuannya. Padahal, semestinya orang-orang yang
beragama dan bertakwalah yang lebih diutamakan dari selain mereka dalam
menang-gung urusan masyarakat. Karena manusia yang paling mulia adalah
orang-orang yang memiliki agama dan ketakwaan, sebagaimana difirmankan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“… Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu…” [Al-Hujuraat: 13]
Karena itulah, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempercayakan berbagai wilayah dan urusan manusia
hanya kepada orang yang paling shalih dan paling berilmu. Demikian pula yang
dilakukan para khalifah sepeninggal beliau. Contoh-contoh dalam masalah ini
sangat banyak, di antaranya apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari
Hudzaifah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada penduduk Najran:
َلأَبْعَثَنَّ إِلَيْكُمْ رَجُلاً أَمِينًا حَقَّ
أَمِينٍ، فَاسْتَشْـرَفَ لَهُ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبَعَثَ أَبَا عُبَيْدَةَ.
“Sungguh aku akan mengutus
kepada kalian seorang yang benar-benar terpercaya,” lalu para Sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperhatikannya, lalu beliau mengutus Abu
‘Ubaidah.[1]
Berikut ini sebagian hadits
yang menunjukkan diangkatnya orang-orang hina sebagai pemimpin, dan hal itu
merupakan tanda-tanda Kiamat.
Di antaranya adalah hadits
yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ
خَدَّاعَةٌ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ،
وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا اْلأَمِينُ، وَيَنْطِقُ
فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ، قِيلَ: وَمَـا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: السَّفِيهُ
يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.
“Sesungguhnya akan datang
pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan, seorang pembohong dibenarkan
dan seorang yang jujur dianggap berbohong, seorang pengkhianat dipercaya dan
seseorang yang dipercaya dianggap khianat, dan saat itu Ruwaibidhah [2] akan
berbicara.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah Ruwaibidhah itu?” Beliau
menjawab, “Ia adalah orang bodoh yang berbicara tentang urusan orang banyak
(umat).” [3]
Dan di dalam hadits Jibril
yang panjang diungkapkan:
وَلَكِنْ سَأُحَدِّثُكَ عَنْ أَشْـرَاطِهَا…
وَإِذَا كَانَتِ الْعُرُاةُ الْحُفَاةُ رُؤُوْسَ النَّاسِ، فَذَاكَ مِنْ
أَشْرَاطِهَا.
“Akan tetapi akan aku
kabarkan kepadamu tanda-tandanya… yaitu jika orang yang telanjang tanpa alas
kaki menjadi pemimpin manusia, maka itulah di antara tanda-tandanya.” [4]
Diriwayatkan dari ‘Umar bin
al-Khaththab Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ: أَنْ يَغْلِبَ عَلَى
الدُّنْيَا لُكَعُ ابْنُ لُكَعٍ فَخَيْرُ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ مُؤْمِنٌ بَيْنَ
كَرِيْمَيْنِ.
‘Di antara tanda-tanda Kiamat
adalah orang-orang bodoh menguasai dunia, maka manusia yang paling baik ketika
itu adalah seorang mukmin di antara dua orang mulia.’”[5]
Dijelaskan dalam sebuah
hadits shahih:
إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
“Jika suatu urusan diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat.” [6]
Dan diriwayatkan dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ… أَنْ يَعْلُوَ
التُّحُوْتُ الْوَعُوْلَ، أَكَذَلِكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْـنِ مَسْعُوْدٍ
سَمِعْتَهُ مِنْ نَبِيٍّ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَرَبِّ الْكَعْبَةِ. قُلْنَـا: وَمَا
التُّحُوْتُ؟ قَالَ: فُسُـوْلُ الرِّجَالِ، وَأَهْلُ الْبَيْتِ الْغَامِضَةِ
يُرْفَعُوْنَ فَوْقَ صَالِحِيْهِمْ. وَالْوَعُوْلُ: أَهْلُ الْبَيْتِ الصَّالِحَة.ُ
“Di antara tanda-tanda
Kiamat… at-Tuhuut ada di atas al-Wa-’uul”, apakah demikian kamu mendengarnya
diri Nabi wahai ‘Abdullah bin Mas’ud?” Beliau menjawab, “Betul, demi Rabb
Ka’bah,” kami bertanya, “Apakah at-Tuhuut itu?” Beliau menjawab, “Mereka adalah
orang-orang hina, dan orang dusun yang diangkat di atas orang-orang shalih,
sementara al-Wa’uul adalah penghuni rumah yang shalih.” [7]
Imam Ahmad meriwayatkan dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى تَصِيرَ لِلُكَعِ
ابْنِ لُكَعٍ.
“Tidak akan lenyap dunia
sehingga orang-orang pandir menguasainya.” [8]
Maknanya adalah sehingga
kenikmatan, kelezatan, dan kehormatan mengarah kepadanya.[9]
Dan dalam riwayat Imam Ahmad
dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكُونَ أَسْعَدَ
النَّاسِ بِالدُّنْيَا لُكَعُ ابْنُ لُكَعٍ.
“Tidak akan datang hari
Kiamat hingga manusia yang paling berbahagia dengan dunia adalah orang-orang
pandir.” [10]
Dijelaskan dalam
ash-Shahiihain dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu anhu yang beliau
riwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hilangnya amanah:
حَتَّى يُقَالَ لِلرَّجُلِ: مَا أَجْلَدَهُ! مَا
أَظْرَفَهُ! مَا أَعْقَلَهُ! وَمَا فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ
مِنْ إِيْمَانٍ.
“Sehingga dikatakan kepada
seseorang, ‘Sungguh kuat! Sungguh cerdas! Dan sungguh cerdik!’ Sementara tidak
ada keimanan seberat biji sawi pun.” [11]
Inilah kenyataan yang terjadi
di tengah-tengah kaum muslimin pada zaman sekarang ini. Mereka berkata kepada
seseorang, “Sungguh cerdas! Sungguh baik akhlaknya!” mereka mensifati dengan
sifat-sifat yang paling indah, padahal mereka adalah manusia paling fasik,
paling sedikit agama juga amanahnya. Bisa jadi sebenarnya dia musuh bagi kaum
muslimin dan selalu berusaha untuk menghancurkan Islam. Tidak ada daya dan
upaya kecuali dari Allah yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
[Disalin dari kitab
Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil
Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat,
Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab Akhbaarul Aahaad, bab Maa Jaa-a fii
Ijaazati Khabaril Waahidish Shadiq (XIII/232, dalam al-Fat-h).
[2]. الرُّوَيْبِضَةُ diungkapkan
tafsirannya di dalam matan hadits, yaitu orang bodoh. Dan الرُّوَيْبِضَةُ bentuk tashgiir dari kata (اَلرَّابِضَةُ), ia adalah orang-orang lemah yang diam
tidak bisa melakukan hal-hal mulia, duduk tidak mencarinya dan orang yang hina
tidak ada artinya.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (II/185).
[3]. Musnad Imam Ahmad (XV/37-38), syarh dan ta’liq Ahmad Syakir,
beliau berkata, “Sanadnya hasan, dan matannya shahih.”
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid, dan mereka
tidak meriwayatkannya dari jalan ini.” (An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim
(I/181). Tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[4]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal
Islaam wal Ihsaan (I/163, Syarh an-Nawawi).
[5]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam
al-Ausath dengan dua sanad, dan para perawi salah satu dari keduanya tsiqah.”
Majma’uz Zawaa-id (VII/325).
[6]. Shahiihul Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah
(XI/332, al-Fat-h).
[7]. Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam
al-Ausath dengan dua sanad, dan perawi salah satunya adalah tsiqah.” (Majma’uz
Zawaa-id VII/325)
[8]. Musnad Imam Ahmad (XVI/284, syarah dan tahqiq Ahmad Syakir),
beliau berkata, “Diriwayatkan oleh as-Suyuthi dalam al-Jaami’ush Shaghiir dan
beliau memberikan lambang bahwa hadits tersebut hasan.” Al-Jaami’ush Shaghiir
(II/200, dengan catatan pinggir Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Haitsami berkata, “Perawi Ahmad adalah perawi ash-Shahiih,
selain Kamil bin al-‘Ala, dia adalah tsiqah.” Majma’uz Zawaa-id (VII/220).
Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid dan kuat.”
An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/181) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih
al-Jaami’ish Shaghiir (VI/142) (no. 7149).
[9]. Lihat kitab Faidhul Qadiir Syarh al-Jaami’ish Shagiir
(V/394), karya ‘Abdurrauf al-Manawi.
[10]. Musnad Imam Ahmad (V/389, Muntakhab Kanzul ‘Ummal),
as-Suyuthi memberikan tanda dalam kitab al-Jaami’ush Shaghiir bahwa hadits
tersebut shahih (II/202, Kunuuzul Haqaa-iq, karya al-Manawi).
Al-Albani berkata, “Shahih.” Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir
(VI/177) (no. 7308).
[11]. Shahiih al-Bukhari, kitab ar-Riqaaq, bab Raf’ul Amaanah
(XI/333, al-Fat-h), Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Raf’ul Amaanah wal
Iimaan min ba’dil Quluub (II/167-170, Syarh an-Nawawi).
Berikut ini adalah sejumlah
Dalil Qur’ani beserta Terjemah Qur’an Surat (TQS) yang menjadi dasar untuk
bersikap dalam memilih pemimpin :
1. Al-Qur’an melarang
menjadikan orang kafir sebagai Pemimpin
QS. 3. Aali ‘Imraan : 28.
“Janganlah orang-orang mukmin
mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).”
QS. 4. An-Nisaa’ : 144.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN /
PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan
alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?”
QS. 5. Al-Maa-idah : 57.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil jadi PEMIMPINMU, orang-orang yang membuat
agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang
telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).
Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.”
2. Al-Qur’an melarang
menjadikan orang kafir sebagai Pemimpin walau Kerabat sendiri :
QS. 9. At-Taubah : 23.
“Hai orang-orang beriman,
janganlah kamu jadikan BAPAK-BAPAK dan SAUDARA-SAUDARAMU menjadi WALI (PEMIMPIN
/ PELINDUNG) jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa
di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.”
QS. 58. Al-Mujaadilah : 22.
“Kamu tak akan mendapati kaum
yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekali pun orang-orang itu
BAPAK-BAPAK, atau ANAK-ANAK atau SAUDARA-SAUDARA atau pun KELUARGA mereka. Mereka
itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada- Nya. Dan
dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun
merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung.”
3. Al-Qur’an melarang
menjadikan orang kafir sebagai teman setia
QS. 3. Aali ‘Imraan : 118.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu ambil menjadi TEMAN KEPERCAYAANMU orang-orang
yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka
adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat
(Kami), jika kamu memahaminya.”
QS. 9. At-Taubah : 16.
“Apakah kamu mengira bahwa
kamu akan dibiarkan sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang
yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi TEMAN SETIA selain
Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman ? Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
4. Al-Qur’an melarang saling
tolong dengan kafir yang akan merugikan umat Islam
QS. 28. Al-Qashash : 86.
“Dan kamu tidak pernah
mengharap agar Al-Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena
suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu
menjadi PENOLONG bagi orang-orang kafir.”
QS. 60. Al-Mumtahanah : 13.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu jadikan PENOLONGMU kaum yang dimurkai Allah.
Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana
orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.”
5. Al-Qur’an melarang
mentaati orang kafir untuk menguasai muslim
QS. 3. Aali ‘Imraan :
149-150.
“Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu MENTAATI orang-orang yang KAFIR itu, niscaya mereka
mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu
orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allah lah Pelindungmu, dan
Dialah sebaik-baik Penolong.”
6. Al-Qur’an melarang beri
peluang kepada orang kafir sehingga menguasai muslim
QS. 4. An-Nisaa’ : 141.
“…… dan Allah sekali-kali
tidak akan MEMBERI JALAN kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
yang beriman.”
7. Al-Qur’an memvonis munafiq
kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
“Kabarkanlah kepada
orang-orang MUNAFIQ bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih.
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman
penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan
di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”
8. Al-Qur’an memvonis ZALIM
kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 5. Al-Maa-idah : 51.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang ZALIM.”
9. Al-Qur’an memvonis FASIQ
kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 5. Al-Maa-idah : 80-81.
“Kamu melihat kebanyakan dari
mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya
amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah
kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman
kepada Allah, kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi),
niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi
penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang FASIQ.”
10. Al-Qur’an memvonis sesat
kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 60. Al-Mumtahanah : 1.
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman
setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa
kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir)
kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika
kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah
kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita
Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa
yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di
antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah TERSESAT dari jalan
yang lurus.”
11. Al-Qur’an mengancam azab
bagi yang jadikan kafir sbg Pemimpin / Teman Setia
QS. 58. Al-Mujaadilah :
14-15.
“Tidakkah kamu perhatikan
orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman ?
Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka.
Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui.
Allah telah menyediakan bagi mereka AZAB yang sangat keras, sesungguhnya
amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.”
12. Al-Qur’an mengajarkan doa
agar muslim tidak menjadi sasaran fitnah orang kafir
QS. 60. Al-Mumtahanah : 5.
“Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau jadikan kami (SASARAN) FITNAH bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami
ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
[Sumber]