Thursday, August 13, 2020

Hakikat Daulah ‘Utsmaniyyah (Turki Utsmani) Dalam Pandangan Tauhid

Oleh: Syaikh Nashr Ibnu Hamd Al Fahd
Ini adalah bahasan yang singkat yang menjelaskan hakikat Daulah ‘Utsmaniyyah (Turki Utsmani) yang sering dipuja dan dipuji oleh banyak kalangan yang mengaku dirinya sebagai aktifis Islam, dan mereka menyebutnya sebagai benteng terakhir dari benteng-benteng Islam yang dengan kehancuran daulah tersebut maka hancurlah kejayaan Islam.
Sesungguhnya orang yang mengamati keadaan Daulah ‘Utsmaniyyah  -sejak ia berdiri sampai keruntuhannya-, maka tidak akan ragu bahwa daulah ini telah berandil besar dalam merusak ‘aqidah kaum muslimin, dan hal itu sangat nyata dari dua sisi:
Pertama: Andilnya dalam menyebarkan kemusyrikan.
Kedua: Peranannya dalam memerangi dakwah tauhid.[1]
Daulah ‘Utsmaniyyah ini telah menyebarkan kemusyrikan dengan bentuk mereka menyebarkan paham shufi syirik yang berdiri di atas prinsip peribadatan kepada kuburan dan para wali. Ini adalah realita nyata yang tidak membantah di dalamnya seorangpun termasuk orang-orang yang suka berdebat untuk membela-bela Daulah ‘Utsmaniyyah ini. Saya akan menuturkan berikut ini sebagian pernyataan yang membuktikan hal itu dari ucapan orang-orang yang masih toleran terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah ini.
Abdul Aziz Asy Syanawi di dalam kitabnya (Ad Daulah Al ‘Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftara ‘Alaiha)!! 1/59 berkata dalam konteks memujinya: (Di antara fenomena arus keagamaan di dalam politik negara ini adalah pemberian support terhadap paham shufi di kalangan ‘utsmaniyyin, di mana negara telah membiarkan para syaikh berbagai thariqat shufiyyah melakukan otoritas yang luas terhadap para jama’ah dan para pengikutnya. Thariqat-thariqat ini pertama-tama menyebar dengan penyebaran yang sangat luas di wilayah Asia Tengah kemudian terus menjamur di mayoritas wilayah kekuasaan Daulah ‘Utsmaniyyah…..dan negara telah memberikan suplai bantuan dana kepada sebagian thariqat shufiyyah….dan di antara thariqat terpenting adalah Naqsyabandiyyah, Mulawiyyah, Baktasyiyyah dan Rifa’iyyah….) selesai.[2]
Muhammad Quthub berkata di dalam kitabnya (Waqi’unal Mu’ashir hal 155): “Sungguh shufiyyah ini telah mulai menyebar di masyarakat masa ‘Abbasiyyah, namun ia adalah pojok yang terpencil dari masyarakat. Adapun di bawah payung Daulah ‘Utsmaniyyah dan secara khusus di Turki, maka ia itu telah menjadi fenomena umum masyarakat, dan ia itu telah menjadi dien (agama) utama”. Selesai.
Di dalam (Al Mausu’ah Al Muyassarah Fil Adyan Wal Madzahib Al Mu’ashirah hal: 348) dikatakan: Bakdasyiyyah: Orang-orang Turki ‘Utsmani adalah menganut paham thariqat ini, dan ia itu masih tersebar di Albania, di mana ia adalah paham thariqat tashawwuf yang lebih mendekati kepada Syi’ah daripada kepada Sunni[3]….dan ia itu memiliki kekuasaan yang besar terhadap para penguasa dinasti ‘Utsmaniyyah”. Selesai.
Dan di dalam kitab (Al Fikru Ash Shufiy Fi Dlauil Kitab Was Sunnah hal: 411) dikatakan: “Para sultan dinasti ‘Utsmaniyyah bersaing di dalam membangun sinagog, biara dan kuburan Baktasyiyyah….di mana di saat sebagian para sultan membelanya, maka para sultan yang lain menentangnya seraya lebih mengedepankan thariqat yang lainnya”. Selesai.
Oleh sebab itu tidaklah aneh bila kemusyrikan dan kekafiran sangat merebak dan tauhid malah lenyap di wilayah-wilayah yang dikuasai mereka.
Syaikh Husen Ibnu Ghunnam rahimahullah berkata di dalam penuturan kondisi negeri-negeri mereka: “Mayoritas manusia di zamannya –yaitu di zaman Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab– adalah berlumuran dengan kotoran lagi bermandikan najis sampai mereka bergelimang dengan kotoran kemusyrikan dengan bergulirnya tahun… di mana mereka berpaling malah mengibadati para wali dan orang-orang saleh serta mereka melepaskan ikatan tauhid dan dien ini, mereka bersungguh-sungguh dalam beristighatsah kepada para wali itu di dalam kondisi genting, bencana dan kejadian yang mencekam, dan mereka menghadapkan wajah kepada para wali itu di dalam pemenuhan berbagai kebutuhan dan penyelamatan dari berbagai bencana, baik para wali itu masih hidup maupun sudah meninggal dunia, dan bahkan banyak dari mereka meyakini manfaat dan madlarat di dalam benda yang mati… -kemudian beliau menuturkan bentuk-bentuk kemusyrikan di Nejed, Hijaz, ‘Irak, Syam, Mesir dan tempat lainnya–“. Selesai.[4]
Al Imam Su’ud Ibnu Abdil Aziz rahimahullah (wafat 1229 H) berkata di dalam suratnya kepada gubernur ‘Utsmani  di Irak seraya menjelaskan realita negara mereka: “Syi’ar-syi’ar kekafiran kepada Allah dan kemusyrikan adalah yang nampak di negara kalian, seperti pembangunan kubah di atas kuburan, penyalaan lampu di atasnya, pemasangan tirai di atasnya, penziarahannya dengan cara yang tidak Allah dan Rasul-Nya syari’atkan, penetapannya sebagai (tempat) ied, permintaaan pemenuhan berbagai kebutuhan dan penyelamatan dari berbagai bencana dan kesulitan kepada para penghuni kuburan itu. Ini semua terjadi di samping penyia-nyiaan kewajiban-kewajiban dien yang telah Allah perintahkan untuk ditegakkan, seperti shalat lima waktu dan yang lainnya. Orang yang ingin melaksanakan shalat, maka dia shalat sendirian dan orang yang meniggalkannya pun tidak diingkari, begitu juga zakat. Ini adalah hal yang masyhur, terkenal lagi didengar orang di banyak wilayah negeri: Syam, ‘Irak, Mesir dan wilayah-wilayah lainnya”. Selesai.[5]
Ini adalah realita keadaan Daulah ‘Utsmaniyyah secara ringkas, dan barangsiapa tidak merasa cukup puas dengan pernyataan-pernyataan yang lalu tentang penjelasan realita negara ini, maka tidak ada jalan baginya.
Adapun keadaan para sultan Daulah ‘Utsmaniyyah ini –meskipun saya secara global telah mengisyaratkan kepadanya-, maka ia adalah sejenis ini pula. Dan saya akan menuturkan contoh-contoh yang beragam dari para sultannya untuk menjelaskan realita keadaan mereka:
1. Sultan Aurkhan Pertama (meninggal 761 H):
Ia adalah sultan ke dua dinasti Daulah ‘Utsmaniyyah setelah ayahnya ‘Utsman (‘Utsman pertama yang meninggal tahun 726 H), dan kekuasaannya berlangsung selama 35 tahun, di mana sultan ini adalah berpaham shufi thariqat Baktasyiyyah.[6]
Thariqat Baktasyiyyah ini –di mana ia telah sering disebut dalam banyak tempat– adalah thariqat shufiyyah yang berpaham syi’ah bathiniyyah yang dirintis oleh (Khankar Muhammad Baktasy Al Khurasaniy) dan ia menyebarkannya di Turki tahun 761 H, dan thariqah ini adalah campuran dari ‘aqidah Wihadul Wujud, peribadatan kepada para syaikh dan pentuhanan mereka, serta campuran dari aqidah Rafidlah dalam pengkultusan para imam. Mereka itu memiliki sikap ghuluw terhadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam –yang mengeluarkan dari Islam-, dan di antaranya adalah ucapan si thalib (anggota jama’ah) dan si murid bila ingin masuk bergabung ke dalam thariqat:
جئت بباب الحق بالشوق سائلاً ، مقراً به محمداً وحيدراً ، وطالب بالسر والفيض منهما ، ومن الزهراء وشبير شبراً” ثم يقول : “وبالحب أسلمت الحشا خادماً لآل العباس ، وملاذي هو الحاج بكتاش قطب الأولياء “ويقول لشيخه :”وجهك مشكاة وللهدى منارة ، وجهك لصورة الحق إشارة ، وجهك الحج والعمرة والزيارة ، وجهك للطائعين قبلة الإمارة ، وجهك للقرآن موجز العبارة
“Saya datang di pintu Al Haq dengan penuh kerinduan seraya memohon lagi mengakuinya sebagai Muhammad dan Haidar, lagi meminta dari keduanya (bagian) dari rahasia dan pancaran, dan (meminta) dari Az Zahra dan Syabir walau sejengkal” terus mengatakan” Dan dengan penuh kecintaan saya serahkan diri ini sebagai pelayan bagi keluarga Al ‘Abbas, dan tempat berlindung hamba adalah Al Hajj Baktasy quthubul auliya” dan dia berkata kepada gurunya “ Wajahmu adalah lentera, dan bagi petunjuk (ia) adalah menara, dan wajahmu adalah isyarat untuk wajah Al Haq (Allah), wajahmu adalah haji dan umrah serta ziarah, wajahmu bagi orang-orang yang tunduk adalah kiblat kepemimpinan, dan wajahmu bagi Al Qur’an adalah ringkasan ungkapan”
Dan wirid-wirid Baktasyiyyin adalah di atas ‘aqidah Rafidlah Itsna ‘Asyariyyah, dan mereka itu di dalam ‘aqidahnya banyak mengandung wirid-wirid bathiniyyah dan cara-cara ziarah yang bermuatan syirik yang sangat masyhur.[7]
2. Sultan Muhammad Ke Dua (Al Fatih) (meninggal 886 H):
Ia adalah tergolong sultan daulah ini yang paling terkenal, dan kekuasaannya berlangsung selama 31 tahun:
A. Sesungguhnya ia setelah menaklukan Kostantinopel tahun 857 H menyingkap tempat kuburan Abu Ayyub Al Anshari radliyallaahu ‘anhu dan ia membangun bangunan di atasnya, dan ia membangun mesjid di pinggirnya dan menghiasi mesjid itu dengan marmer putih serta membangun kubah di atas bangunan kuburan Abu Ayyub. Adalah di antara kebiasaan orang-orang ‘Utsmani di saat mereka mulai menjabat sebagai sultan, mereka itu datang di dalam rombongan yang megah menuju mesjid itu kemudian sultan yang baru masuk ke dalam bangunan kuburan tersebut terus menerima pedang sultan (‘Utsman Pertama) dari syaikh (Thariqat Mulawiyyah).[8]
B. Sultan inilah yang pertama kali meletakan dasar-dasar Undang-Undang Sipil dan Undang-Undang Pidana, di mana dia mengganti hukuman-hukuman syari’at yang bersifat fisik yang ada di dalam Al Kitab dan As-Sunnah – yaitu qishash gigi dengan gigi, dan mata dengan mata – dan dia menggantinya dengan denda-denda yang berbentuk uang dengan tata cara yang jelas yang disempurnakan oleh sultan Sulaiman Al Qanuniy.[9]
C. Sebagaimana dia menggulirkan undang-undang –yang diberlakukan sesudahnya-, yaitu bahwa setiap sultan yang menjabat kekuasaan adalah harus membunuh semua saudara-saudaranya!! agar singgasana mulus baginya.[10]
3. Sultan Sulaiman Al Qanuniy (meninggal tahun 974 H):
Dan ia juga termasuk sultan daulah ini yang paling masyhur, dan ia berkuasa kira-kira selama 46 tahun:
A. Dia tatkala masuk ke Baghdad membangun bangunan di atas kuburan Abu Hanifah serta membangun kubah di atasnya, dan ia menziarahi tempat-tempat yang disucikan kaum Rafidlah di Najaf dan Karbala, serta dia membangun kembali apa yang pernah roboh darinya.[11]
B. Sebagaimana dia digelari Al Qaununiy, karena dia adalah orang pertama yang memasukan undang-undang Eropa kepada kaum muslimin dan menjadikannya sebagai undang-undang yang dipakai resmi di lembaga-lembaga hukum (mahkamah), dan dia dalam hal itu telah disemangati oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani.[12]
4. Sultan Salim Khan Ke Tiga (meninggal tahun 1223 H):
Al Imam Su’ud Ibnu Abdil Aziz rahimahullah berkata di dalam risalahnya kepada gubernur Baghdad yang lalu yang telah kami isyaratkan kepadanya: “Dan keadaan kalian dan keadaan para pemimpin dan para sultan kalian adalah menjadi saksi terhadap kebohongan dan kedustaan kalian di dalam hal itu –yaitu di dalam pengklaiman mereka sebagai orang muslim– di mana kami saat membuka kamar Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang mulia semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada yang berada di dalamnya, tahun dua puluh dua kami mendapatkan sebuah surat milik sultan kalian (Salim) yang dikirimkan oleh saudara sepupunya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam seraya dia beristighatsah dengannya dan memohon kepadanya serta meminta kemenangan terhadap musuh kepadanya, di mana di dalamnya terdapat penundukan diri, pemasrahan diri dan kekhusyuan (kepada Rasulullah) yang menjadi saksi terhadap kebohongan kalian. Dan inilah awal surat itu:
من عُبَيْدك السلطان سليم ، وبعد : يا رسول الله قد نالنا الضر ونزل بنا المكروه ما لا نقدر على دفعه ، واستولى عبّاد الصلبان على عبّاد الرحمن !! نسألك النصر عليهم والعون عليهم
“Dari hambamu Sultan Salim, wa ba’du: Wahai Rasulullah, kami telah tertimpa bahaya dan hal yang tidak disukai telah menimpa kami, hal yang tidak mampu kami hadapi, dan para penyembah salib telah menguasai hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah!! Kami memohon kepadamu kemenangan dan bantuan terhadap mereka.”
Dan dia menuturkan ungkapan yang banyak yang mana ini adalah inti dan maknanya, maka lihatlah kepada kemusyrikan yang besar ini dan kekafiran kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengetahui,  yang tidak pernah diminta oleh kaum musyrikin dahulu dari tuhan-tuhan mereka Latta dan ‘Uzza, di mana sesungguhnya mereka bila tertimpa bencana maka mereka memurnikan ketundukan kepada Allah Pencipta manusia.[13]
5. Sultan Abdul Hamid Ke Dua (Meninggal tahun 1327 H):
Sultan ini adalah orang shufi yang sangat ta’ashshub (fanatik) terhadap thariqat Syadzaliyyah, dan inilah buktinya surat dia kepada syaikh thariqat Syadzaliyyah di zamannya, di mana dia berkata di dalam suratnya itu:
” الحمد لله ….أرفع عريضتي هذه إلى شيخ الطريقة العلية الشاذلية ، وإلى مفيض الروح والحياة !! ، شيخ أهل عصره الشيخ محمود أفندي أبي الشامات وأقبل يديه المباركتين ، راجياً دعواته الصالحات ، سيدي : إنني بتوفيق الله تعالى أدوام على قراءة الأوراد الشاذلية ليلاً ونهاراً ، وأعرض أنني لا زالت محتاجاً لدعواتكم القلبية بصورة دائمة
“Segala puji bagi Allah… saya menyampaikan surat pengaduan saya ini kepada syaikh thariqat Syadzaliyyah yang agung dan kepada yang melimpahkan ruh dan kehidupan!! syaikh ahli zamannya yaitu Syaikh Mahmud Afandi Abu Asy Syamat, dan saya mencium kedua tangannya yang penuh barakah, seraya mengharapkan doanya yang saleh. Tuanku: Sesungguhnya saya dengan taufiq Allah Ta’ala selalu membaca wirid-wirid Syadzaliyyah malam dan siang, dan saya sampaikan bahwa saya senantiasa selalu terus membutuhkan kepada doa-doa paduka yang berasal dari hati”[14]
Thariqat Syadzaliyyah ini adalah thariqat shufiyyah quburiyyah syirkiyyah yang ajarannya berisi kekafiran-kekafiran yang nyata lagi jelas yang sebagiannya saja cukup untuk menggolongkan mereka ke dalam jajaran orang-orang kafir penyembah berhala.[15] [16]
Adapun permusuhan dinasti ‘Utsmaniyyah terhadap tauhid, maka ini adalah kisah yang sangat masyhur, di mana mereka telah memerangi dakwah Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah sebagaimana yang telah terkenal.
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka” (At Taubah: 32).
Mereka mengirimkan berkali-kali gelombang pasukan untuk memerangi ahli tauhid sampai akhirnya mereka mengarahkan serangannya ini dengan menghancurkan kota Dir’iyyah ibu kota Dakwah Salafiyyah tahun 1233 Hijriyyah.[17] Dan orang-orang ‘Utsmaniyyah ini di dalam peperangannya terhadap tauhid, mereka telah meminta bantuan dari saudara-saudara mereka yang beragama nashrani, di mana sebagian pengkaji sejarah telah menemukan di Eropa berbagai dokumen kerjasama antara Napoleon Bonaparte kaisar Prancis dengan Al Baba Al ‘Aliy –penguasa ‘Utsmaniyyah– khusus prihal menghadapi dakwah Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab dan tindakan yang semestinya dilakukan untuk menghadapinya sebagai ancaman bahaya terhadap kepentingan-kepentingan mereka di kawasan timur.[18]
Di dalam peperangan-peperangan ‘Utsmaniyyah terhadap ahli tauhid telah terjadi berbagai kejahatan perang yang melebihi kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang salibis, dan inilah sebagian contohnya:
1.Daulah ‘Utsmaniyyah ingin menyemangati pasukannya untuk membunuhi ahli tauhid, maka ia mengeluarkan keputusan bahwa setiap tentara akan mendapatkan bonus sesuai jumlah korban yang dibunuhnya, dan si tentara harus membuktikan pembunuhannya tersebut, dan itu dengan cara memotong telinga-telinga si korban serta mengirimkannya ke Istanah, ibu kota, maka mereka melakukan hal itu di Al Madinah, Qunfudzah, Qashim, Dlarma dan kota lainnya.[19]
2.Adapun penghancuran pemukiman dan perkotaan dan bahkan pembakaran banyak mesjid yang mereka lakukan, maka tidak usah diceritakan lagi.[20]
3.Dan di antara kejahatan-kejahatan mereka adalah bahwa mereka itu menawan wanita dan anak-anak –dari kalangan ahli tauhid– dan kemudian mereka menjualnya. Al Jibritiy berkata di dalam Tarikh-nya: “Dan bulan Shafar dimulai dengan hari Jum’at tahun 1235 H… dan di bulan hari itu tibalah sekelompok dari pasukan Magharibah (kawasan barat) dan pasukan arab yang dahulunya mereka itu ada di kawasan Hijaz, dan mereka itu disertai dengan tawanan-tawanan wanita, gadis-gadis dan anak-anak kecil dari kalangan Wahhabiyyah. Pasukan itu singgah di Hamayil dan mulailah mereka menjual para tawanan itu kepada orang-orang yang ingin membelinya, padahal mereka itu adalah orang-orang muslim dan merdeka”. Selesai.[21]
4.Dan saya akhiri hal itu dengan suatu kejadian yang diriwayatkan oleh ahli sejarah berkebangsaan Rusia, di mana dia berkata: “Di tahun 1818 M –yaitu tahun 1234 H– Abdullah[22] dipindahkan lewat jalan Kairo ke Istanah dengan ditemani dua orang terdekatnya di awal bulan Kanun pertama –Desember– dan kedutaan Rusia mendapatkan penjelasan dari Istanah: Pekan yang lalu telah dipenggal kepala pemimpin Wahhabiyyin, menterinya dan imamnya[23] yang telah ditawan di Dir’iyyah dan baru dipindahkan ke ibu kota. Dan dalam rangka mengungkapkan rasa kegembiraan lebih atas kemenangannya terhadap musuh bebuyutan kedua kota yang dianggap sebagai sumber Islam, maka sultan memerintahkan di hari ini untuk diadakan majelis di istana lama di ibu kota dan mereka menghadirkan ketiga tawanan tersebut ke istana dalam keadaan dibelenggu dengan rantai yang sangat berat serta dikelilingi oleh para penonton. Dan setelah upacara kenegaraan selesai maka sultan memerintahkan untuk mengeksekusi mati mereka, maka leher si pimpinan dipenggal di depan pintu utama syaikh shufi yang diagungkan, dan leher menterinya dipenggal di depan pintu gerbang, serta leher orang yang ke tiga dipenggal di salah satu pasar utama ibu kota. Dan jasad mereka dipamerkan sedang kepalanya berada di bawah ketiaknya, dan setelah tiga hari maka mereka melemparkan jasad-jasadnya itu ke laut. Dan paduka yang mulia memerintahkan shalat umum dalam rangka bersyukur kepada Allah atas kemenangan pasukan sultan dan atas pemusnahan kelompok yang telah merusak Mekkah dan Al Madinah dan telah menebarkan rasa takut di hati kaum muslimin serta menjerumuskan mereka ke dalam bahaya”.[24]
[1]Orang-orang yang membela-bela Daulah ‘Utsmaniyyah mengatakan bahwa peperangan daulah ini terhadap dakwah salafiyyah adalah peperangan yang bermuatan politik, padahal keadaan yang sebenarnya adalah tidak seperti apa yang mereka klaim, namun justeru ia adalah peperangan ‘aqidah yang mereka mulai dengan sandaran fatwa dari ulama quburiyyun mereka.  lihat (Hasyiyah Ibni ‘Abidin 4/262).
[2] Semua thariqat ini berdiri di atas prinsip peribadatan kepada kuburan dan para wali, bahkan di atas prinsip syirik di dalam rububiyyah yang diakui oleh kaum musyrikin arab dahulu, dan hal itu nyata jelas di dalam keyakinan-keyakinan kaum shufi terhadap Ghauts, Aqthaab, Abdaal dan yang lainnya yang menurut mereka bahwa mereka (para wali yang mereka kultuskan) itu ikut mengatur alam. Dan silahkan rujuk apa yang ditulis Syaikhul Islam tentang shufiyyah serta dialog beliau dengan para pengikut thariqat Rifa’iyyah (Al Fatawa jilid 11) dan silahkan rujuk apa yang ditulis oleh Ihsan Ilahi Dhahir tentang shufiyyah dan tentang thariqat-thariqat ini serta kemusyrikan-kemusyrikannya di dalam kitabnya (Diraasaat Fish Shufiyyah) dan apa yang ditulis As-Sindidi dalam kitabnya (At Tashawwuf Fi Mizanil ‘Ilmi Wat Tahqiq) serta apa yang ditulis oleh Al Wakil Di dalam kitabnya (Hadzihi Hiyash Shufiyyah) dan akan datang insya Allah rincian terhadap sebagian thariqat-thariqat ini.
[3] Tashawwuf seluruhnya adalah muhdats lagi bid’ah, dan tidak ada yang namanya tashawwuf sunni, dan nanti akan ada rincian tentang thariqat ini.
[4] Raudlatul Afkar hal 5 dan sesudahnya.
[5] Ad Durar Assaniyyah 1/381.
[6] Lihat (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) hal:123, dan (Al Fikru Ash Shufiy) hal: 411. Baktasyiyyah ini kadang disebut Bakdasyiyyah dan Bakthasyiyyah. Dan sultan ini sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli sejarah adalah bahwa dia itu telah membantu raja Romawi untuk memerangi raja Serbia karena janji raja Romawi kepadanya bahwa ia akan menikahkannya dengan puterinya. Lihat (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) hal:125.
[7] Lihatlah secara rinci di dalam kitab (Al Fikru Ash Shufi Fi Dlauil Kitab Was Sunnah) hal 409-424.
[8] Lihatlah (Ad Daulah Al ‘Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftara ‘Alaiha) 1/64.
[9] Lihat (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) hal 177, dan (Fathul Qasthinthiniyyah Wa Muhammad Al Fatih) hal 177.
[10] Lihatlah (Ad Daulah Al ‘Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftara ‘Alaiha) 1/64, dan ia telah memulai kekuasaannya dengan membunuh Ahmad saudara sesusuannya!  (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) hal 161.
[11] Lihatlah (Ad Daulah Al ‘Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftara ‘Alaiha) 1/25, dan (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) hal 223.
[12] Lihat (Waqi’unal Mu’ashir) hal 160, dan (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) hal 177 dan hal 198 dan seterusnya.
[13] Ad Durar Assaniyyah hal 160 dan (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) hal 177 dan hal 198 dan seterusnya.
[14] Lihat (Imamut Tauhid) milik Ahmad Al Qaththan dan Muhammad Az Zain hal 148, dan (Ath Thariq Ilaal Jama’ah Al Umm)hal 56, serta (Majallah Al ‘Arabiy) Kuwait yang busuk, edisi  157-169.
[15] Silahkan lihat bentuk-bentuk kemusyrikan dan kesesatan serta bid’ah-bid’ah mereka itu di dalam kitab (Dirasat Fit Tashawwuf) hal: 235, dan (At Tashawwuf Fi Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq) hal 327.
[16] Adapun berita-berita tentang negara ini bersama kaum yahudi dan nashrani serta orang-orang kafir lainnya di dalam sikaf tawallinya kepada mereka dan bantuannya bagi mereka dan bahkan sikapnya mensetarakan orang-orang kafir itu dengan kaum muslimin, maka berita semacam ini adalah sangat banyak sekali. Bila engkau mau maka silahkan tela’ah kitab (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) dan kitab (Ad daulah  Al ‘Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah…) dan perjalanan sultan dinasti ‘Utsmaniyyah adalah tidak lepas dari hal itu. Dan sebagai contoh silahkan lihat sirah (perjalanan) Abdul Majid Ibnu Mahmud di mana dia mengeluarkan dekrit (Farman Al Kalkhanah) tahun 1255 H di mana di dalamnya dia menetapkan kebebasan pribadi dan kebebasan berfikir serta dia menyamakan antara non muslim dengan kaum muslimin. Lihat (Tarikh Ad Daulah Al ‘Aliyyah Al ‘Utsmaniyyah) hal 455, dan (Al Islam Wal Hadlarah Al Gharbiyyah) hal 15.
[17] Untuk melihat kejahatan-kejahatan mereka silahkan lihat ‘Unwanul Majdi 1/157.
[18] Pengantar ‘Athiyyah Salim terhadap kitab Al Imam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab karya Ibnu Baz, sedangkan pengkaji adalah Ahmad Ath Thawil saat membuat desertasi Doktor.
[19] Silahkan lihat rincian hal itu di dalam Tarikh Al ‘Arabiyyah Assu’udiyyah milik ahli sejarah Rusia Basiliyev hal 173, 176, 183, dan 184.
[20] Lihat hal itu di dalam ‘Unwanul Majdi 1/157-219 dan di dalam referensi yang lalu juga.
[21] Tarikh ‘Ajaibul Atsar 3/606, tapi perlu hati-hati dari kitab ini, karena sesungguhnya Al Jibriti sebagaimana  nampak di dalam Tarikh-nya itu adalah orang shufiy khalwatiy yang mengkultuskan kuburan dan para wali bahkan orang-orang mulhid juga dikultuskan, seperti Ibnu ‘Arabi yang zindiq.
[22] Al Imam Abdullah Ibnu Su’ud Ibnu Abdil Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Su’ud akhir imam di daulah Su’udiyyah fase pertama.
[23] Steward menuturkan di dalam Hadlirul ‘Alam Al Islamiy 4/166: Bahwa keduanya adalah penulis pribadinya dan pemegang amanah kebendarahaannya,” dengan mewaspadai dari komentar Syakib Arsalan terhadap kitab ini, karena sesungguhnya dia adalah orang nyeleneh yang sesat, sebagaimana hal itu nampak dari pendapat-pendapanya terutama saat berbicara tentang Sanusiyyah.
[24] Tarikh Ad Daulah As-Su’udiyyah milik Basiliyev hal 186.
http://mi-wp.blogspot.com/2011/06/hakikat-daulah-utsmaniyyah-turki.html?m=0

Sikap Dakwah Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab Terhadap 
Daulah ‘Utsmaniyyah
 
Oleh: Syaikh Nashr Ibnu Hamd Al Fahd
Sesungguhnya di antara syubhat yang dihembuskan seputar dakwah Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah adalah bahwa ia keluar membangkang terhadap Daulah Khilafah ‘Utsmaniyyah!!…dan bahwa dakwahnya itu adalah memecah belah kaum muslimin ….!!
Banyak ulama yang membela dakwah Syaikh Muhammad telah menulis buku di dalam membantah syubhat ini, dan akhir ujung pernyataan mereka adalah: “Bahwa Nejed itu adalah wilayah tersendiri di luar kekuasaan Daulah ‘Utsmaniyyah, oleh sebab itu kekuasaan dakwah Syaikh di sana itu bukanlah sebagai sikap pembangkangan terhadapnya”.[1]
 
Dan pada hakikatnya sesungguhnya pernyataan ini adalah tidak benar, karena tiga hal:
Pertama: Bahwa penguasaan secara nama terhadap Nejed adalah berada di tangan Daulah ‘Utsmaniyyah, karena penguasaan itu ada di Hijaz, Yaman, Ahsa, Irak dan Syam, kharaj (upeti) para amir Nejed adalah datang kepada mereka dari sebagian wilayah-wilayah ini.[2]
Ke dua: Sesungguhnya andai kita menerima bahwa Nejed itu adalah wilayah yang berdiri sendiri, namun sesungguhnya dakwah Syaikh Muhammad telah masuk ke Hijaz, Yaman, Ahsa, kawasan teluk dan pinggiran Irak dan Syam, dan mereka menyerang Karbela dan mereka mengepung Damaskus, sedangkan semuanya tanpa diragukan lagi adalah berada di bahwa kekuasaan Daulah ‘Utsmaniyyah.
Ke tiga: Bahwa pernyataan aimmatud dakwah rahimahumullah adalah sepakat bahwa Daulah ‘Utsmaniyyah itu adalah Dar Harb (Negara Kafir Harbi) kecuali orang yang menyambut dakwah tauhid –sebagaimana yang akan datang penjelasannya insya Allah-.
Dakwah Syaikh rahimahullah adalah dakwah kepada tauhid yang murni dan perang terhadap syirik dan penganutnya, sedangkan di antara pelindung kemusyrikan di zaman itu adalah Daulah ‘Utsmaniyyah, sehingga dakwah ini pun mengumumkan perang terhadapnya. Dan berikut ini saya akan menuturkan ucapan-ucapan aimmatud dakwah dan para pengikutnya yang semuanya menjelaskan sikap mereka terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah ini:
 
1. Al Imam Su’ud Ibnu ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah (Wafat 1229 H)
 
Dan telah lalu saya nukilkan ucapannya tentang Daulah ‘Utsmaniyyah ini, dan di antara ucapannya juga di dalam surat yang beliau kirim kepada gubernur Baghdad: “Dan adapun ucapan kalian: ”Bagaimana dengan kebodohannya ini berani lancang membangkitkan fitnah dengan mengkafirkan kaum muslimin dan ahli kiblat serta memerangi kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir…” maka kami katakan: “Sungguh telah lalu bahwa kami tidak mengkafirkan dengan sebab dosa, namun kami hanyalah memerangi orang yang menyekutukan Allah dan menjadikan tandingan bagi-Nya yang mana dia memohon kepadanya seperti dia memohon kepada Allah, dia berkurban untuknya seperti dia berkurban untuk Allah, dia nadzar baginya seperti dia nadzar bagi Allah, dia takut kepadanya seperti dia takut kepada Allah, dia beristighatsah kepadanya di dalam kondisi susah dan di dalam memohon manfaat, dia berperang di dalam rangka melindungi berhala-berhala dan kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan yang dijadikan berhala yang disembah selain Allah. Dan bila kalian memang benar di dalam klaim kalian bahwa kalian berada di atas millatul Islam dan mutaba’ah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka hancurkanlah berhala-berhala itu semuanya dan ratakanlah dengan tanah serta taubatlah kalian kepada Allah dari semua syirik dan bid’ah-bid’ah itu…” terus beliau berkata: “Dan adapun bila kalian tetap berada di atas keadaan kalian ini dan kalian tidak taubat dari syirik yang kalian anut dan kalian tidak mau komitmen dengan dienullah yang mana Allah telah mengutus Rasul-Nya dengannya serta kalian tidak meninggalkan syirik, bid’ah-bid’ah dan khurafat-khurafat itu, maka kami akan senantiasa memerangi kalian sampai kalian kembali kepada agama Allah yang lurus”.[3]
 
2. Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah(Wafat 1233 H).
 
Sesungguhnya Turki tatkala menginvasi negeri tauhid, maka Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah rahimahullahmenulis kitab yang diberi judul –Ad Dalaail– yang menjelaskan kemurtaddan dan kekafiran orang yang membantu dan mendukung mereka walaupun dia itu tidak berada di atas ajaran mereka –di dalam syirik itu– dan di dalamnya beliau menuturkan lebih dari dua puluh dalil terhadap hal itu, serta beliau menjuluki pasukan yang menginvasi itu dengan julukan Junud Al Qubab Wasy Syirki (Pasukan Kubah dan Syirik).[4]
 
3. Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah (Wafat 1289 H).
 
Di dalam suratnya kepada Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah perihal sikap Abdullah Ibnu Faishal Al Imam yang meminta bantuan saat itu kepada ‘Utsmaniyyin dalam melawan saudaranya Su’ud Ibnu Faishal di kala Su’ud ini mengalahkannya di dalam peperangan Jaudah kira-kira di tahun 1289 H, di mana beliau berkata di dalamnya: “Abdullah itu memiliki kepemimpinan dan bai’at yang syar’iy (sah) secara umum, kemudian nampak bagi saya setelah itu bahwa dia menyurati Daulah (‘Utsmaniyyah) yang kafir itu dan meminta bantuannya serta mendatangkannya ke negeri kaum muslimin, sehingga dia itu adalah seperti pribahasa:
Orang yang meminta perlindungan kepada ‘Amr saat tertimpa kesulitan
Adalah seperti orang yang meminta perlindungan api dari terik matahari
Maka saya menyatakan pengingkaran dan keberlepasan diri di hadapannya secara lisan dan saya berkata pedas kepadanya, dan bahwa hal ini adalah perobohan terhadap Ushulul Islam dan pencabutan terhadap akar-akarnya, serta ini dan itu, yang sekarang saya tidak ingat rincian ucapan saya itu, maka diapun menampakan taubat dan penyesalan serta memperbanyak istighfar. Dan saya menulis atas nama lisannya kepada gubernur Baghdad: Sesungguhnya Allah telah mencukupkan dan memberikan kemudahan, maka tunduklah dari kalangan penduduk Nejed dan kaum Badui yang dengannya tujuan sudah bisa tercapai insya Allah Ta’ala, dan kami tidak membutuhkan kepada pasukan Daulah (‘Utsmaniyyah), dan ucapan sejenis ini, dan dia (Abdullah) pun mengirimkan surat itu sesuai apa yang saya lihat serta dia berlepas diri dari apa yang telah terjadi… dan surat ini adalah panjang”.[5]
Dan beliau berkata di dalam surat yang lain kepada sebagian para pencari ilmu tentang masalah yang sama: “Dan adapun Al Imam Abdullah Ibnu Faishal, maka sesungguhnya saya telah menasehatinya dengan nasehat yang tegas sebagaimana yang telah lalu… dan saya ingatkan dia di dalam nasehat itu, dan mengingatkannya dengan ayat-ayat Allah dan hak-Nya, agar lebih mengedepankan keridloan Allah dan agar menjauhi musuh-musuh agama-Nya yaitu kalangan ahli ta’thil, ahli syirik dan penganut kekafiran yang nyata, dan diapun menampakkan taubat dan penyesalan…”.[6]
Dan berkata tentang masuknya orang-orang ‘Utsmaniyyin ke Jazirah (Arab) tahun 1289 H: “Barangsiapa telah mengetahui hal pokok ini –yaitu tauhid-, tentu dia mengetahui bahaya fitnah-fitnah yang terjadi di zaman sekarang ini dengan sebab kedatangan pasukan Turki, dan dia mengetahui bahwa fitnah ini bisa menghancurkan, merobohkan dan menghilangkan pondasi tauhid ini secara total, dan menyebabkan nampaknya kemusyrikan dan kekafiran yang nyata, serta meningginya bendera-bendera kekafiran yang diusungnya…”.[7]
Dan dalam hal ini beliau memiliki sya’ir:
 

وجر زعيم القوم للترك دولة
.

على ملة الإسلام فعل المكابر

Pimpinan kaum mendatangkan kaum Turki sebagai Negara
Untuk melakukan perbuatan orang yang angkuh terhadap millatul Islam
 

وساروا لأهل الشرك واستسلموا لهم

وجاءوا بهم من كل إفك وساحر

Mereka berjalan dengan ahli syirik dan pasrah terhadap mereka
Dan datang dengan mereka dari kalangan para pendusta dan tukang sihir
 

وصار لأهل الرفض والشرك صولة
.

وقام بهم سوق الردى والمناكر
.

وعاد لديهم للواط وللخنا
.

معاهد يغدو نحوها كل فاجر
.

وشتت شمل الدين وانبت حبله
.

وصار مضاعاً بين شمل العساكر
.

Dan jadilah kekuasaan bagi kaum Rafidlah dan kaum musyrikin
Dan berdirilah di atas mereka pasar-pasar kebejatan dan kemungkaran
Dan kembalilah berdirilah milik mereka untuk liwath dan pelacuran
Pondok-pondok yang disinggahi oleh setiap orang yang bejat
Berceceranlah ikatan agama dan terurai tali-talinya
Dan iapun disia-siakan di antara para pasukan durjana
 

وواليتم أهل الجحيم سفاهة
.

وكنتم بدين الله أول كافر
.

فسلْ ساكن الإحساء هل أنت مؤمن
.

بهذا وما يحوي صحيح الدفاتر ؟
.

Kalian berikan kesetiaan kepada penghuni neraka dengan kedunguan
Dan kalian orang yang paling pertama kafir terhadap agama Allah
Silahkan tanya kepada penduduk Ahsa, apakah kamu beriman
Kepada hal ini dan apa yang dimuat oleh lembaran-lembaran kebenaran[8]
Dan beliau memiliki sya’ir lainnya:
 

لما بدا جيش الضلالة هادماً
.

ربع الهدى وشرائع الإحسان
.

قوم سكارى لا يفيق نديمهم
.

أبد الزمان يبوء بالخسران
.

قوم تراهم مهطعين لمجلسٍ
.

فيه الشقاء وكل كفرٍ دان
.

بل فيه قانون النصارى حاكماً
.

من دون نصٍ جاء في القرآن
.

فانظر إلى أنهار كفرٍ فجّرت
.

قد صادمت لشريعة الرحمن
.

Tatkala nampak datang pasukan kesesatan seraya menghancurkan
Pilar petunjuk dan ajaran-ajaran yang penuh kebaikan
Kaum yang mabuk yang tidak sadar pula penyesalannya
Mereka kembali dengan membawa kerugian sepanjang zaman kehidupan
Kaum yang engkau lihat mereka berbondong menuju majelis
Yang di dalamnya penuh kebejatan dan segala kekafiran yang dekat
Bahkan di sana hukum kaum nashrani menjadi pemegang putusan
Dengan meninggalkan nash yang datang di dalam Al Qur’an
Maka lihatlah sungai-sungai kekafiran yang meluap-luap
Yang telah menghantam syari’at Allah Yang Maha Pemurah.[9]
 
4. Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah (Wafat 1301 H)
 
Sesungguhnya beliau rahimahullah tergolong ulama yang paling keras sikapnya terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah ini, dan silahkan lihat surat-surat yang saling silih bergantian antara beliau dengan Syaikh Abdullathif Ibnu Abdurrahman Ibnu Hasan dalam jilid ke tujuh dari Ad Durar Assaniyyah, dan saya telah menuturkan sebagiannya. Tatkala pasukan Daulah ‘Utsmaniyyah yang kafir itu masuk ke Jazirah Arab, maka sebagian para pengkhianat dan orang-orang Badui yang sesat masuk ke dalam barisan mereka. Sebagaimana Syaikh Sulaiman Ibnu Abdullah menulis kitab Ad Dalaail tatkala orang-orang ‘Utsmaniyyah masuk ke Jazirah Arab di zamannya prihal hukum membantu mereka, maka Syaikh Hamd rahimahullah ta’ala menulis kitab yang beliau namai Sabilun Najah Wal Fikak Min Muwalatil Murtaddin Wal Atrak[10] prihal pengkafiran orang yang membantu pasukan yang dinamakan pasukan negara Islam ini…!!!
 
5. Syaikh Abdullah Ibnu Abdillathif rahimahullah (Wafat 1339 H)
 
Beliau rahimahullah ditanya tentang orang yang tidak mengkafirkan Daulah ‘Utsmaniyyah dan orang yang mengundang mereka datang menyerang kaum muslimin dan dia memilih perwalian kepada mereka dan bahwa wajib berjihad bersama mereka. Sedang orang yang lain adalah tidak berpendapat seperti itu, namun menurut dia bahwa Daulah ‘Utsmaniyyah ini dan orang yang mengundangnya adalah bughat dan tidak halal dari mereka kecuali apa yang halal dari bughat serta bahwa apa yang dighanimah dari orang-orang arab Badui yang bergabung dengan mereka adalah haram. Maka Syaikh menjawab: “Orang yang tidak mengetahui kekafiran daulah ini dan dia tidak membedakannya dengan bughat dari kalangan kaum muslimin, maka dia itu tidak mengetahui makna laa ilaaha illallaah. Kemudian bila beserta itu semua dia meyakini bahwa ini adalah daulah adalah kaum muslimin, maka dia itu lebih dasyat dan lebih parah, dan inilah keraguan prihal kekafiran orang yang telah kafir kepada Allah dan menyekutukan-Nya, sedangkan orang yang mengundang mereka dan membantu mereka terhadap kaum muslimin dengan bentuk bantuan apa saja, maka ia adalah kemurtaddan yang nyata…”[11]
 
6. Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman rahimahullah (Wafat 1349 H).
 
Beliau rahimahullah berkata di dalam sya’irnya:
 

وما قال في الأتراك من وصف كفرهم
.

فحق فهم من أكفر الناس في النحل
.

وأعداهم للمسلمين وشرهم
.

ينوف ويربو في الضلال على المللْ
.

ومن يتول الكافرين فمثلهم
.

ولا شك في تكفيره عند من عقلْ
.

ومن قد يواليهم ويركن نحوهم
.

فلا شك في تفسيقه وهو في وجلْ
.

Apa yang dikatakan tentang Turki prihal sifat kekafiran mereka
Maka itu benar, mereka tergolong yang paling kafir di dalam semua ajaran
Permusuhan dan kejahatan mereka kepada kaum muslimin
Adalah melambung dalam kesesatan di atas semua agama
Barangsiapa tawalli kepada kaum kafir maka dia seperti mereka
Dan tak diragukan pengkafirannya menurut orang yang memahami
Dan siapa yang kadang muwalah dan cenderung kepada mereka
Maka tak diragukan kefasiqannya sedang dia dalam ketakutan.[12]
 
7. Syaikh Abdullah Ibnu Muhammad Ibnu Sulaim rahimahullah (Wafat 1351 H).
 
Beliau rahimahullah duduk di sore hari (di pojok Mesjid Jami) menunggu shalat Maghrib, sedangkan di shaf terdepan ada orang-orang yang tidak mengetahui keberadaan dan kehadiran Syaikh di sana, maka salah seorang dari mereka berbicara kepada kawannya seraya berkata: “Telah sampai berita kepada kami bahwa Daulah ‘Utsmaniyyah telah jaya dan panji-panjinya telah menang…”, dan diapun mulai memuji daulah itu. Kemudian tatkala Syaikh telah selesai melaksanakan shalat dengan orang-orang, maka beliau memberikan wejangan dengan wejangan yang menyentuh, dan beliau mencela ‘Utsmaniyyin dan mencela orang yang mencintai dan memuji mereka: “Wajib atas orang yang telah mengatakan ucapan itu untuk bertaubat dan menyesal, dan dien macam apa bagi orang yang mencintai orang-orang kafir dan dia senang dengan kejayaan dan kemajuan mereka?! Dan bila orang muslim tidak menisbatkan dirinya kepada kaum muslimin maka kepada siapa dia menisbatkan dirinya?”[13]
 
8. Syaikh Husen Ibnu ‘Ali Ibnu Nafisah[14] berkata di dalam sya’irnya:
 

فيادولة الأتراك لا عاد عزكم
.

علينا وفي أوطاننا لا رجعتمو
.

ملكتم فخالفتم طريق نبينا
.

وللمنكرات والخمور استبحتمو
.

جعلتم شعار المشركين شعاركم
.

فكنتم إلى الإشراك أسرع منهمو
.

تزودتمو دين النصارى علاوة
.

فرجساً على رجس عظيم حملتمو
.

فبعداً لكم سحقاً لكم خيبة لكم
.

ومن كان يهواكم ويصبو إليكمو
.

Hai Negara Turki semoga tidak kembali kejayaan kalian
Atas kami dan semoga kalian tidak kembali di negeri kami
Kalian berkuasa, terus kalian malah menyelisihi jalan Nabi kami
Dan kalian legalkan segala kemungkaran dan minuman khamr
Kalian jadikan syi’ar kaum musyrikin sebagai syi’ar kalian
Maka kalian lebih cepat menuju kemusyrikan daripada mereka
Kalian jadikan ajaran nashrani sebagai acuan
Maka kotoran di atas kotoran besar kalian memikulnya
Enyahlah kalian, binasalah kalian dan rugilah kalian
Dan juga orang yang bergabung dan bersanding dengan kalian.[15]
 
9. Syaikh Abdurrahman Ibnu Abdillathif Ibnu Abdillah Ibnu Abdillathif Alu Asy Syaikhberkata:
 
“Dan sudah maklum bahwa Daulah Turkiyyah[16] itu adalah negara watsaniyyah (paganisme) yang menganut syirik  dan bid’ah-bid’ah, serta mereka melindunginya”.[17]
Jelaslah dari uraian yang lalu bahwa aimmah dakwah itu memandang kekafiran Daulah ‘Utsmaniyyah dan bahwa ia adalah Darul Harbi. Dan ini adalah nampak jelas –yaitu kekafiran Daulah ‘Utsmaniyyah– dan saya tidak meyakini seorangpun yang membaca atau mendengar apa yang mereka anut berupa kemusyrikan atau dia membaca apa yang dikatakan oleh para aimmah dakwah dalam sikapnya terhadap daulah ini, dan masih tersisa di dalam dirinya keraguan terhadap status Daulah ‘Utsmaniyyah ini. Dan kalau dia masih ragu terhadap vonis ini maka dia tidak terlepas dari salah satu dari tiga hal:
Dia menuduh bodoh aimmah dakwah.
Tauhid baginya adalah nomor dua.
Atau dia itu orang yang mengingkari realita yang dia ketahui.
Kami memohon kepada Allah keikhlasan, mutaba’ah, ilmu dan amal. Dan semoga shalawat dan salam Allah limpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya serta para sahabatanya.
[1] Da-aawa Al Munawi-iin 233-240.
[2]Ad Daulah Al ‘Utsmaniyyah 1/20 dan ‘Unwanul Majdi 1/97 dan yang sesudahnya.
[3] Ad Durar Assaniyyah 7/397.
[4] Ad Durar Assaniyyah 7/57-69.
[5] Ad Durar Assaniyyah 7/184, Tadzkirah Ulin Nuha Wal ‘Irfan tentang kejadian tahun 1289 H dari jilid pertama.
[6] Majmu’atur Rasaail 2/69.
[7] Ad Durar Assaniyyah 7/148-152.
[8] Ad Durar Assaniyyah 7/187-191, (Tadzkirah Ulin Nuha) 1/198-202, dan beliau secara khususkan sebutkan Ahsa karena ‘Utsmaniyyin setelah Imam Abdullah meminta pertolongan mereka, mereka masuk ke Ahsa dan menguasainya terlebih dahulu. Dan lihat rincian hal itu di dalam kejadian-kejadian tahun 1289 H dari kitab Tadzkirah Ulin Nuha 1/197, dari ucapannya (Penuturan apa yang terjadi dan apa yang muncul dari sebab kedatangan pasukan ‘Utsmaniyyah dan bala tentara Turki).
[9] Ad Durar 192-194, Tadzkirah 1/203-206, dan yang sangat aneh bahwa ini adalah sifat pasukan ‘Utsmaniyyah tahun 1289 H, sedangkan di dalam Tarikh Al Jibritiy juga ada sifat yang sama bagi pasukan yang masuk ke Jazirah kira-kira tahun 1226 H, di mana dia berkata di dalam Tarikh-nya 3/341: (Dan telah berkata kepada saya sebagian pimpinan mereka dari kalangan yang mengklaim kesalihan dan sikap wara’: Dari mana kita akan mendapatkan kemenangan sedangkan mayoritas pasukan kami adalah berada di luar millah dan di tengah mereka ada orang yang tidak menganut agama apapun, juga menyertai kami kotak-kotak minuman keras, di tengah kami tidak didengar ‘adzan, dan tidak ditegakkan di dalamnya satu kewajiban shalatpun, serta tidak terlintas di benak mereka syi’ar-syi’ar agama ini………) selesai.
[10] Kitab ini masyhur dengan nama Sabilun Najah Wal Fikak Min Muwalatil Murtaddin Wa Ahlil Isyraksebagai pengganti Sabilun Najah Wal Fikak Min Muwalatil Murtaddin Wal Atrak, namun yang benar wallahu a’lam adalah apa yang saya sebutkan karena beberapa sebab:
Bahwa naskah asli adalah dengan judul ini, dan ia itu ada di zaman Syaikh. Lihat Sabilun Najah dengan tahqiq Al Furayyan hal 12.
2. Bahwa Syaikh sendiri menyebutkan nama ini di dalam khutbah kitabnya. Sabilun Najah hal 24.
3. Bahwa waktu penyusunan mengisyaratkan kepada penamaan ini, seperti ucapannya hal 35: (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim) (Al Maidah: 51), dan begitu juga orang yang tawalli kepada orang-orang Turki maka dia itu Turki juga) Wallahu a’lam.
[11] Ad Durar Assaniyyah 8/242.
[12] Diwan Ibnu Sahman hal 191.
[13] Tadzkirah Ulin Nuha 3/275.
[14] Termasuk orang yang sejaman dengan Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman.
[15] Tadzkirah Ulin Nuha 2/149, dan ada di dalam sya’ir Shalih Ibnu Sullam yang di dalamnya ada bela sungkawa terhadap Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman:
وأوضح حكم الترك في ذا وكفرهم      وحكم التولي والموالاة للدولْ
Di dalamnya saya jelaskan status Hukum Turki dan kekafiran mereka
Juga hukum tawalliy dan muwalah kepada negara-negara itu
Tadzkirah Ulin Nuha 3/254.
[16] Sebagian ulama dakwah tauhid berkata: “Maka siapa yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik dari kalangan negara Turki dan ‘Ubbadul Qubur seperti penduduk Makkah dan yang lainnya yang beribadah kepada orang-orang shaleh, dia berpaling dari Tauhidullah kepada syirik dan dia merubah Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan bid’ah, maka dia kafir seperti mereka meskipun membenci ajaran mereka, tidak menyukai mereka dan mencintai Islam dan kaum muslimin, karena orang yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik adalah tidak membenarkan Al Qur’an, sebab Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku syirik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka, memusuhinya dan memeranginya” [Ad Durar As Saniyyah : 9/291] (pent).
[17] Ulama Najd karyanya hal 56.
http://mi-wp.blogspot.com/2011/06/sikap-dakwah-syaikh-muhammad-ibnu-abdil.html