Desember
23, 2014
Paranoid Aswaja
Indon Menghadapi Wahabi
Aswaja Indon bukanlah sebutan untuk Aswaja yang banyak ditulis dalam sejarah
perjalanan perkembangan paham paham Islam dari masa ke masa.Aswaja Indon lebih tepat sebuahmuara pemikiran
Islam Kejawaan, atau sentralisasi kiblat beragama berdasarkan retorika berpikir
Jawa.Terutama gagasan gagasan Walisongo,
menjadi kiblat utama mereka menafsirkan Islam, sehingga tidak memerlukan
legalitas agama dari Islam asalnya. Sebab terlalu banyak potensi kejawaan di dalamnya yang dikemas
dengan kata ”Ulama Pewaris Nabi”, meskipun kenyataannya bukanlah warisan nabi yang menjadi
standar keagamaannya.
Kata ”Aswaja” menjadi kependekan dari Ahlus-Sunah
wal-Jamaah, justru tidak ada relevansinya dengan metode “Ahlus-Sunnah“yang
terdapat dalam kitab kitab klasik.Nama “Aswaja” bisa disebut sekedar legalisasi
kelompok tradisional guna meluluskan banyak ide-ide cemarlangnya dalam
memasarkan paham-paham kejawaan yang dikemas dengan nilai amaliyah Islam.
Sama halnya dengan seorang yang
pakai nama Nabi: ”Muhammad”, nama tersebut bisa dipakai semua orang, tetapi
tidak berarti bahwa nama ”Muhammad” merupakan kepribadian orangnya.Aswaja Indon lebih tepat disebut jelmaan aliran-aliran
‘aqliyah, yang menempatkan akal manusia jauh diatas dasar dasar naqliyah. Sehingga lebih menyerupai sebuah
alibi menguasai massa, bukan pada target agama yang monumental kenabian.
Itulah sebabnya Aswaja yang
korelasi dengan kombinatif Jawa Islam sulit menerima paham-paham produk orang
lain yang mengusik ketenangannya. Aswaja yang dibesarkan dan banyak diasuh oleh militansi
lingkungan Syi’ah menjadi benteng utama perlindungan Syi’ah dalam membendung
arus pemikiran Wahabi, kendati statement ‘wahabi’ menjadi lebih trendy di
kalangan Syi’ah.
Aswaja cukup menjadi jembatan tol penyebarangan Syi’ah menuju
wilayah orang-orang yang masih primitif dalam beragama. Maksudnya dalam mempertahankan
ajaran-ajaran adat lewat jendela agama. Sebagai bukti dalam percaturan agama
Islam, hanya
Aswaja Indon dan Syi’ah yang memaksa umat agar menolak Wahabi, sekalipun dengan sekedar aksen
kebohongan yang mereka buat.
Perpaduan Aswaja Indon dan Syi’ah sangat luar biasa, bahkan
tak ada perbedaan dalam menangkis dakwah-dakwah Wahabi. Kedua kelompok ini dengan
taqiyahnya selalu mengecilkan kata “wahabi” bukan dengan nalar ilmiah, tetapi
apologetik yang disebut Taqiyah.
Misalnya perkataan perkataan Aswaja
Indon tentang Al-Bany, seorang Ulama hadist abad moderen, bagaimana adab adab yang
diajarkan di pesantren menjadi redup seketika, ketika kyai-kyai mereka
berteriak lantang dengan menyebut ”wahabi” sebagai ajaran sesat.
Muncul serentetan kebencian yang
di luar akal sehat : ”Albani desibut ngalbany, Utsaimin disebut ”Ngusaimin ,
Bin Baz, disebut si buta ngabas”.
Terhadap Ibnu Taimiyah dan Ibnu
Qayyim al Jauzi sebagai bapak yang melahirkan ‘ Muhammad bin Abdul wahabpun
disebut juga dengan kata kata yang tidak beradab.
Syi’ah paling berhasil dan memetik buahnya dengan kekeruhan
berfikir Aswaja, yang membuat aswaja Paranoid dengan Wahabi.
Tidak ada lagi sopan santun pesantren yang konon mengajarkan
akhlaqul karimah;yang ada pembelaan membabi buta
mereka dalam mempertahankan warisan adat (maaf bukan warisan Islam). Lewat aksi
aksi kebencian dengan berbagai modus dan tipe anti kebencian yang mereka
lontarkan.
Porsi terbesar di tentukan oleh KH. Said Aqil Siroj, seorang ketua Umum PB NU,
mengaburkan wahabi dengan sebutan cikal bakal terorisme, meskipun tindakan kang
said banyak yang menentangnya dari kalangan NU.
Ucapan ucapan Said Aqil siraj-pun
melewati batas, dengan menggambarkan bom bom yang meledak di Indonesia dan
negara negara Asing sebagai bagian dari sepak terjangan wahabi. Said Aqil Siroj paling
lantang dan paling cerdas dalam membangun opini anti wahabi, dengan menyebut wahabi sebagai
sebuah kelompok yang berbeda dengan Islam. Pengkafiran Said Aqil banyak ditiru
santri-santri dari masyarakat muslim yang tergabung di NU, bahwa sumber terorisme adalah wahabi.
Hingga dalam berbagai wawancara
KH. Said Aqil Siroj dalam berbagai media mengumandangkan anti wahabi, sebagai
musuh agama. Sebuah rencana Syi’ah yang luar biasa, terlalu banyak ulama ulama
yang masuk perangkap Syi’ah dan menjadi pembela kebatilan.
Taqiyah taqiyah Aswaja yang ditebarkan
di berbagai media selalu menyebut Wahabi sebagai islam radikalisme, tanpa
memperhatikan sikap-sikap arogansi warga NU, banser, Anshor yang membabi buta
mengobarkan permusuhan dengan cara merusak pengajian pengajian MTA, misalnya.
Dalam hal ini NU berdiri yang paling Islam, ketika memporak-porandakan
pengajian orang lain dengan sekedar asumsi : ”itu si MTA ngatain NU syirik dan bid’ah segala”.
Ketersinggungan NU ini bisa
dilihat di situs resminya, bagaimana gaya NU menulis berita dan artikel anti
wahabi. Dominan disebut provokasi NU terhadap kelompok-kelompok Islam.
Terkadang menyuarakan Aswaja NU Indon sebagai kelompok pluralis sejati,
walaupun pada intinya sangat standar ganda. Diantaranya mencela dan merusak
kegiatan dan kelompok lain.
Densus 99 produk pemikiran Aswaja Indon, lebih memenuhi kriteria mata-mata NU dalam
melacak kegiatan kegiatan Wahabi dalam berbagai arena. Bahkan dengan kekuatan otot Aswaja
Indon bisa mengerahkan massa untuk memberangus paham lain yang tidak sejalan
dengan Aswaja Indon, dengan alasan mengganggu kelompok mereka.
Contoh lain dari taqiyah NU,
“wah wahabi keji, tidak mau membantu rakyat
Palestin”, bahkan meminta rakyat Palestina
meninggalkan negerinya. Padahal sejak perjuangan pembebasan rakyat Palestina tidak
pernah terlepas dari Dana Arab Saudi.
Juga pernah menyebut wahabi
mencabut nama “Israel” dari buku hitam musuh musuh Islam. Padahal kalau mau
bercermin muka, Wahid Institute itu apa? dari mana dananya.
Termasuk dana dana dari Israel
atas Yayasan Simon Peres itu dari mana. Terlalu banyak gaya dan taqiyah aswaja
yang lebih dominan kalau disebut ”anak anak syiah wilayah jawa (aswaja)yang mengambil bagian menciptakan paranoid dalam kehidupan Aswaja
dalam berdampingan dengan paham lain.
[selesai – dikutip dari : kompasiana dengan sedikit perbaikan kata].
*******
Saya berkata : Artikel di atas
menarik, hanya saja pemakaian kata ‘taqiyyah‘ kurang tepat. Maknataqiyyah adalah : Menyembunyikan keimanan karena tidak mampu menampakkannya
ditengah-tengah orang kafir dalam rangka menjaga jiwa, kehormatan dan hartanya
dari kejahatan mereka. Mungkin kata yang tepat yang menggantikan kata ‘taqiyyah‘ dalam artikel di atas adalah ‘tuduhan’
atau ‘propaganda’ atau sejenisnya.
Tambahan :
Tidak semua ulama tokoh NU ini sejalan dengan sepak
terjang bapak Said aqil siraj, silahkan lihat video para kyai tersebut yang
menasehati said aqil siraj dan mengatakan tentang sikap para tokoh NU yang
membela syiah itu merupakan berkhianat kepada pendiri NU, Hasyim asy’ari, silahkan lihat disini