Perkembangan lingkungan
strategis global di Timur Tengah berlangsung demikian cepat. Konflik dan
peperangan yang terjadi telah menarik perhatian dunia. Terjadinya peperangan di
belahan Timur Tengah ini sering pula dikaitkan dengan dekatnya kehadiran Imam Mahdi.
Terlebih lagi bagi penganut
ajaran Syiah Itsna Asyariyah dan Iran – sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan – memandang fenomena yang tengah terjadi sebagai tanda dekatnya
kemunculan Imam Mahdi dari masa ghaib. Terhitung sejak keghaibannya sampai saat
ini telah berlangsung sekitaar 1074 tahun.
Kondisi konflik dan
peperangan di berbagai Negara di Timur Tengah secara langsung sangat
berpengaruh bagi Indonesia. Terlebih lagi dalam banyak kasus ditemui adanya
pengikut ISIS yang berasal dari Indonesia. Kepopuleran ISIS menyebabkan kaum
muslim lupa bahwa ancaman yang lebih nyata, kompleks dan berbahaya adalah Syiah
Iran. Ekspansi ideologi Syiah Iran dengan pendekatan hubungan internasional
dapat dilihat sebagai gerakan non-state actor.
Iran melalui Syiahisasi dan
Iranisasi telah mampu membuat jaringan yang sistematis. Ancaman ini memang
bukan ancaman militer, tetapi nirmiliter. Ancaman nirmilter sangat efektif
dalam upaya melemahkan tata laku sistem Ketahanan Nasional Indonesia. Cara
pandang (Wawasan Nusantara) mengalami pergeseran yang cukup siqnifikan,
mengingat ideologi Imamah Syiah Iran telah menjadikan penganut Syiah lebih
loyal kepada Pemimpin Besar Revolusi Iran yakni sang Rahbar, Ali Khamenei
sebagai mandataris Imam Mahdi.
Provokasi Iran dalam Menyulut Perang Dunia IIII
Iran kemudian melakukan propaganda dengan membuat film dokumenter panjang yang
baru-baru ini dipertunjukkan pada para komandan pasukan Pengawal Revolusi.
Sebagaimana dikabarkan oleh Reza Kahlili, mantan anggota Pengawal Revolusi yang
kemudian berkhianat dan menjadi agen rahasia CIA, film tersebut tidak lama lagi
bakal diputar di masjid-masjid dan pusat-pusat kegiatan keagamaan di seluruh
Iran dan dunia. Dalam film tersebut dipaparkan fenomena yang terjadi di dunia
akhir-akhir ini dan kaitannya dengan kedatangan Imam Mahdi menjelang terjadinya
hari kiamat, serta berbagai persiapan yang akan dilakukan Iran.
Dalam film tersebut Iran
membentuk opini bahwa Ali Khamenei dan pemimpin Hizbullah Hasan Nasrallah akan
memegang peranan penting dalam peperangan akhir zaman yang akan dipimpin Imam
Mahdi. Klaim tanda-tanda kedatangan Imam Mahdi didasarkan pada fenomena konflik
dan peperangan yang tengah terjadi di berbagai Negara, khususnya di Irak dan
Yaman.
Isu tentang Imam Mahdi mulai
menggema di Iran setelah pada bulan Juli 2010 yang lalu. Bahkan seorang ulama
Iran mengatakan bahwa pemimpin spiritual Iran, Imam Khamenei telah bertemu
secara pribadi dan rahasia dengan Imam Mahdi yang memberitahunya bahwa
kedatangannya telah dekat, yaitu sebelum kepemimpinan Khamenei sebagai Rahbar
berakhir. Dalam film tersebut disebutkan bahwa invasi sekutu ke Irak adalah
salah satu tanda yang signifikan bagi kedatangan Imam Mahdi, sebagaimana telah
diramalkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib: “mereka (musuh-musuh Islam) akan
menduduki Irak dan melalui pertumpahan darah akan menciptakan perpecahan antar
suku, pada saat itu bersiap-siaplah untuk menyambut Imam Mahdi.” Begitupun
wafatnya Raja Saudi Abdullah menjadi tanda kedatangan Imam Mahdi. Menurut film
tersebut meninggalnya Raja Abdullah akan mendorong runtuhnya negara Israel dan
datangnya Imam Mahdi.
Kita ketahui, bahwa Syiah
Iran tengah mengembangkan proyek nuklir sebagai deterent effect di kawasan
Timur Tengah. Iran juga berambisi untuk menjadikan Yaman sebagai Negara
bagiannya sebagaimana Lebanon dengan peranan Hizbullah sebagai non state actor.
Yaman sangat strategis dalam lalu lintas minyak dunia, mengingat keberadaan
laut Kaspia yang menghubungkan ke berbagai benua. Yaman diyakini juga memiliki
kandungan minyak yang besar. Selain itu, ada suatu agenda besar mengapa Iran
ingin menguasai Yaman, yakni karena Yaman berbatasan dengan Saudi Arabia.
Dengan demikian, Iran memang
bermaksud akan menginvansi Saudi Arabia. Hal inilah yang menjadi alasan utama
Arab Saudi melakukan penyerangan kepada pemberontak Hautsi. Iran menganggap
pesaingnya di Timur Tengah hanya tinggal satu Negara yakni Saudi Arabia. Untuk
itu, gerakan hate speech selalu dialamatkan kepada Saudi sebagai personifikasi
Bani Umayyah, tegasnya kaum mustakhbirin yang mengusung paham Wahabi. Bicara
Wahabi tidak lain dimaksudkan juga sebagai kaum Nawashib-Khawarij. Lanjut,
dalam upaya memantapkan perjuangan Syiah Iran ini, maka penguatan basis
ideologi di berbagai Negara target dilakukan secara masif dan ofensif, termasuk
Indonesia.
Basis ideologi yang
dimaksudkan adalah Ritual Karbala. Melalui doktrin Revolusi Karbala, Khomeini
dan Musa Sadr mampu mengembangkan ideologi Syiah Iran. Tidak dapat dipungkiri
basis ideologi Karabala akan terkait dan terhubung dengan doktrin penantian
Sang Imam Ghaib. Berbagai non state actor yang ada di seluruh dunia, termasuk
Indonesia, akan dimaksimalkan dalam rangka pencapaian pentahapan rencana Syiah
Iran menguasai dunia.
Bagaimana Posisi Indonesia?
Persoalan keberadaan Syi’ah di Indonesia masih dipandang belum sebagai
persoalan kepentingan Negara dalam mewaspadai masuk dan menguatnya ideologi
transnasional Syi’ah Iran. Hal ini disebabkan lemahnya sistem Kewaspadaan
Nasional serta sistem politik hukum yang belum ada mengatur tentang ekspansi
ideologi transnasional. Begitupun sistem penegakan hukum (law enforcement)
masih terasa belum memadai. Kondisi yang demikian tentu akan menimbulkan
ketidakjelasan posisi Indonesia kelak ketika terjadi perang terbuka antara blok
Saudi versus blok Iran. Apabila terjadi perang tersebut, dapat kita reduksi
sebagai perang Sunni vs Syi’ah.
Jika demikian, maka akan
berpengaruh terhadap manifest konflik di Indonesia antara Sunni dengan Syi’ah.
Dalam kajian tentang konflik, dimaknai konflik dapat menghasilkan disintegrasi,
suatu yang tentunya tidak kita inginkan. Konflik yang terbuka tidak menutup
kemungkinan akan menyulut masuknya pihak ketiga, dalam hal ini Iran. Iran tentu
tidak akan tinggal diam, pasti akan membela penganut Syi’ah, sebab Syi’ah di
Indonesia adalah bagian dari Iran.
Sepintas, apa yang diramalkan
oleh penulis sama dengan yang terjadi di Yaman saat ini. Argumentasinya adalah
pola konflik dan kondisi yang dialami ada kesamaan, walapun tingkat eskalasinya
berbeda. Namun, eskalasi konflik di Indonesia akan lebih tinggi, jika persoalan
Syi’ah tidak terselesaikan.
Bagan di bawah ini mencoba
untuk menggambarkan apa dan bagaimana kondisi akhir zaman yang akan terjadi
dengan ditambah rekayasa serta propaganda Syi’ah.
SKETSA REKAYASA
SYI’AH IRAN DAN PERANG AKHIR ZAMAN
Ditulis oleh: DR. H.
Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM.
SYIAH : SUMBER SEGALA MUSIBAH
قال
شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله :
وَأَنَّ
أَصْلَ كُلِّ فِتْنَةٍ وَبَلِيَّةٍ هُمُ الشِّيعَةُ وَ مَنِ انْضَوَى إِلَيْهِمْ
[منهاج
السنة النبوية 6/ 370]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,
“Bahwa SUMBER setiap fitnah dan musibah, adalah SYI’AH dan siapapun yang terkait/bergabung dengan mereka.(!!”)
“Bahwa SUMBER setiap fitnah dan musibah, adalah SYI’AH dan siapapun yang terkait/bergabung dengan mereka.(!!”)
(Minhajus Sunnah 6/370)
Petikan
Faidah dari Majelis Asy-Syaikh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhalihafizhahullah yang mulia, di kediaman beliau di
Madinah Nabawiyyah.
disampaikan
oleh al-Ustadz Luqman Ba’abduh hafizhahullah
Majmu’ah Manhajul Anbiya