Ditulis Oleh Muhammad Abdurrahman
Kita tidak bisa berguru langsung pada Ali
bin Abi Thalib, tapi ajarannya masih dapat kita akses melalui perawi yang
menyampaikan ajarannya pada kita, tetapi ketika perawi itu invalid, ucapannya
harus kita ragukan. Seorang perawi yang dilaknat oleh Imam Maksum masih
dipercaya oleh Syiah
Riwayat yang datang dari para imam sangat
banyak jumlahnya, maka kita memerlukan penelitian guna membedakan antara yang
sahih dan cacat. Kita harus meneliti mana yang benar-benar perkataan para imam
dan mana yang bukan. Mengapa tidak? Mereka juga berdusta atas nama imam para
imam, yaitu Muhammad saw, oleh karena itu maka berdusta atas nama para imam
sangat mungkin terjadi.
Untuk itu disini kami paparkan salah satu gambaran perawi mereka yang paling
terkenal dan masyhur, kita lihat sejauh mana kedudukan dan posisinya dikalangan
syiah. Dia adalah Zurarah, siapa sebenarnya Zurarah ???
Dia adalah Zurarah ibn A’yun ibn Sansan, kunyahnya adalah Abul Hasan dan juga
Abu Ali. Sanan adalah seorang budak orang Romawi, sebagaimana di katakan
dalam Fahrasat karya ath Thusiy hal. 104.
Zurarah telah banyak meriwayatkan riwayat-riwayat yang jumlahnya mencapai 2094
sebagaimana disebutkan dalam Mu’jamul Hadits juz. 8 hal 254. Oleh karena itu
dia diberi gelar “Gudang Hadits Para Imam” sebagaimana disebutkan dalam
Rijal Haulal Ahlul Bait juz 2 hal. 94.
Zurarah juga banyak dikuatkan oleh masyayikh kalangan syiah diantaranya adalah
ath Thusiy, an Najasyi, Ibnu Muthahhar dan yang lainnya.
Akan tetapi hal yang aneh tersembunyi di balik sosok Zurarah yang terkenal itu,
dia yang terkenal banyak meriwayatkan hadits, dikuatkan para ulama, riwayatnya
banyak dijadikan sandaran ternyata telah dianggap lemah. Misalnya apa yang
dikatakan Sufyan Atsauri dalam Lisanul Mizan (juz2, hal 474) tentang Zurarah:
”Dia tidak pernah bertemu Abu Ja’far”, dan ketika dikatakan kepadanya Zurarah
meriwayatkan dari Ja’far, dia berkata: ”Zurarah tidak pernah melihat Abu Ja’far
dia hanya menulis ucapannya saja."
Sebagian para ulama Syiah sekarang ini, seperti Abdul Husein Musawi mengatakan
dalam Muraja’at (hal. 313) [diterjemahkan dengan judul Dialog Sunni Syi'ah] :
”Saya tidak mendapatkan satu atsar yang membicarakan tentang Zurarah ibn A’yun,
Muhammad ibn Salim dan Mukmin Thoq dan yang semisalnya. Mekipun saya telah
membolak-balik dan mengkajinya dengan teliti." Hal itu tidak lain hanyalah
kebohongan dan kezaliman semata. Hal ini menunjukkan pembelaan terhadap
Zurarah.
Saya berusaha untuk memiliki prasangka yang baik dengan mengatakan: ”Mungkin
dia belum pernah menemukan riwayat itu walaupun telah mencari dengan susah
payah. Saya sendiri telah menemukan ada kurang lebih 36 hadits yang
disebutkan oleh penulis Mu’jamu Rijal Al Hadits, dan sebagian dianggap
lemah."
Pada tempat yang lain dia juga mengemukakan alasan, dan sebagian lain hanya
dikomentari dengan komentar yang sifatnya umum atau mengatakan bahwa
Zurarah berbuat/berkata seperti itu hanya untuk taqiyyah. Untuk itu saya
bermaksud memaparkan sebagaian hadits/riwayat tersebut yang berasal dari imam
yang mereka yakini memiliki sifat ma’shum. Kemudian akan saya beri catatan
komentar dan saya persilahkan anda untuk memperhatikan dan mengambil kesimpulan
sendiri. Semoga Allah memberikan taufiq, hidayah dan kebenaran kepada
kita semua dan menyelamtkan dari hawa nafsu dan mengikuti syahwat .
RIWAYAT PERTAMA
Kisyi meriwayatkan dari Zurarah bahwasanya dia berkata: ”Saya bertanya kepada
Abu Abdillah r.a tentang tasyahud... saya berkata: 'Attahiyatwash
sholawat...' kemudian saya bertanya tentang bulan, maka dia menjawab
dengan jawaban yang sama yaitu: 'At Tahiyyatar wash sholawat.' Dan ketika
saya keluar maka saya kentut pada jenggotnya. Kemudian saya berkata: 'Dia tidak
akan beruntung selamanya.'" (Ma’rifatu Akhbarir Rijal hal 106)
Penghinaan yang mana yang lebih besar dari hal ini, setiap orang akan merasa
dihinakan dengan perlakuan ini, bagaimana halnya dengan seorang Imam seperti
Ja’far Shodiq. Barangkali perkataan ini muncul dari diri Zurarah sendiri,
adapun keberanian berbuat seperti itu tidak akan pernah ditemukan selain pada
dirinya. Riwayat ini cukuplah sebagai bukti dan akal pun akan bisa
menilainya.
RIWAYAT KEDUA
Wahai pembaca yang budiman jangan heran terhadap penuturan di atas. Riwayat
berikut merupakan riwayat yang benar berasal dari Imam Ja’far. Ziad ibn
Abi Halal meriwayatkan, bahwasanya dia berkata: ”Saya bertanya kepada Abu
Abdullah: 'Sesungguhnya Zurarah meriwayatkan tentang 'istitha’ah (mampu)' dari
kamu suatu hal, kemudian kami terima riwayat itu dan kami benarkan.
Disini kami ingin menanyakan kembali kepada anda.' Maka Abu Abdillah berkata:
'Ya.' Saya berkata: 'Dia mengklaim bahwasanya dia pernah bertanya kepada mu
tentang firman Allah: 'Dan diwajibkan bagi manusia untuk menunaikan
ibadah hajji, bagi siapa saja yang mempunyai kemampuan.' Kemudian kamu
menjawab: 'Bagi siapa saja yang memiliki bekal dan kendaraan.' Maka dia berkata
kepadanya: 'Siapa saja yang memiliki harta dan kendaraan berarti dia mampu
untuk mengerjakan haji, meskipun dia tidak pergi haji ? Maka anda menjawab:
'Ya'"
Maka Abu Abdullah berkata: ”Bukan demikan dia bertanya dan juga bukan demikian
saya menjawab, demi Allah dia telah berdusta kepadaku, demi Allah semoga Allah
melaknat Zurarah, Zurarah terlaknat, semoga Allah melaknat Zurarah.
Sesungguhnya apa yang sebenarnya dia katakan adalah: 'Barang siapa yang
memiliki harta dan kendaraan, apakah dia dikatagorikan mampu menunaikan haji?'
Saya menjawab: 'Telah wajib baginya.' Dia berkata: 'Apakah dia mampu ?' Maka
saya berkata: 'Tidak sehingga diijinkan.'"
Abu Abdillah berkata: "Beritahukan hal ini kepada Zurarah!" Maka
ketika kami datang di Kufah dan kami bertemu dengan Zurarah, saya beritahukan
kepadanya yang telah dikatakan Abu Abdullah dan dia pun tidak bereaksi dengan
ucapan laknat Abu Abdullah. Dia berkata: ”Dia memberi pengertian “istitho’ah”
dengan sesuatu yang tidak bisa difahami. Sesungguhnya Abu Abdillah adalah orang
yang tidak begitu faham akan orang lain."
Riwayat ini di nukilkan oleh Kasyi sebagaimana disebutkan Khoui
dalam Mu’jamur Rijalil Hadits (juz. 8, hal. 236-247) dan tidak ada komentar
tentangnya.
Tidak diragukan bagi anda sekalian, bahwa laknat adalah diusir dan dijauhkan
dari rahmat Allah, Laknat ini pun keluar dari - yang menurut aqidah
syiah- orang yang mereka anggap ma’shum. Dengan demikian apakah kiranya orang
yang sudah dilaknat oleh imamnya akan masih diterima dan riwayatnya
dianggap kuat? Ada yang mengatakan hal ini adalah taqiyah, bentuk
perlindungan Abu Abdillah kepada Zurarah, sebagaimana dikatakan sebagian ulama
syiah. Akan tetapi bukankah yang menjadi lawan bicara Abdullah adalah juga
seorang syiah, untuk kepentingan apa Abu Abdillah mengadakan taqiyah????
Zaid bin Halal dianggap tsiqoh oleh Najasyi, untuk apa Abu Abdillah
bertaqiyyah?
Jika memang benar itu untuk taqiyyah, lalu apa alasan Zurarah mencela Abu
Abdillah dan mengatakan dia tidak faham omongan orang? Perhatikanlah wahai
pembaca, jika anda membaca dan meneliti riwayat-riwayat syiah maka anda akan
menemukan kontradiksi yang mengherankan.
Kemudian sebagian ulama syiah mengatakan: "Bahwa ketika Imam mencela
Zurarah tujuannya adalah untuk membela dan menjaganya dari aniaya musuh."
Hal ini diriwayatkan oleh Abdullah ibn Zurarah. Dan tidak disangsikan lagi
bahwa riwayat anak yang tujuannya mengadakan pembelaan terhadap bapaknya,
adalah riwayat yang cacat.
RIWAYAT KETIGA
Kisyi menukilkan sebuah riwayat yang disebutkan pengarang kitab Mu’jamu Rijalil
Hadits (juz. 8, hal 234) setelah menyebutkan urutan sanad
dari Zurarah berkata: ”Berkata kepadaku Abu Ja’far: 'Ceritakan tentang Bani
Israel maka (hal itu)tidak apa-apa.' Saya berkata: 'Demi Allah sesungguhnya
dalam hadits syiah ada kisah-kisah yang lebih aneh dari kisah Bani
Israel.' Berkata: 'Tentang hal apa wahai Zurarah?' Berkata rowi: 'Maka
hatiku seperti tercuri, sehingga aku berdiam untuk beberapa waktu dan aku
tidak mengetahui apa yang aku maksudkan.' Kemudian dia berkata:
'Barangkali yang anda maksudkan adalah masalah ghaibah.' Saya berkata: 'Ya.'
Berkata: ''Percayalah pada hal itu karena itu merupakan kebenaran."
Bukankah riwayat ini menunjukkan keraguan yang ada pada diri Zurarah terhadap
aqidah tentang ghaibah. Seolah-olah dia belum yakin dengannya. Padahal soal
aqidah tidak boleh ada keraguan di dalamnya. Dan bagaimana mungkin keraguan
datang dari seorang yang merupakan gudangnya hadits para imam???
RIWAYAT KEEMPAT
Disebutkan oleh Khoui dalam Mu’jamul Rijalil Hadits (juz 8 hal. 243-244)
setelah menyandarkan sanadnya kepada Isa ibn Abi Manshur dan Abi Usamah
Asyahham dan Ya’kub ibn Ahmar (semuanya) berkata: ”Kami sedang duduk-duduk
bersama Abu Abdillah, kemudian masuklah Zurarah dan berkata: 'Sesungguhnya
Hakam ibn ‘Ayyinah menceritakan dari bapakmu bahwasanya dia berkata:
'Sholatlah maghrib sebelum sampai di Muzdalifah.' Maka berkata Abu Abdillah:
'Setelah saya ingat-ingat, bapakku tidak mengatakan demikian, Hakam telah
berdusta kepada bapakku.' Maka keluarlah Zurarah sambil berkata: 'Menurut
saya Hakam tidak berdusta pada bapaknya (abu Abdillah).'"
Perhatikanlah perkataan Zurarah, bagaimana mendustakan Imam yang ma’shum
dan menganggapnya salah hanya karena perkataan imam tadi berbeda dengan
perkataannya. Dan bagaimana mungkin orang semacam ini dipercaya?
RIWAYAT KELIMA
Dalam Mu’jam Rijal ul Hadits disebutkan (juz8, hal 239) Kisyi menukilkan dari
Jamil ibn Darraj dan yang lainnya bahwasanya dia berkata: ”Zurarah mengutus
anaknya yang bernama Ubaid ke Madinah guna mencari berita tentang Abil Hasan
dan Abdullah ibn Abi Abdillah. Akan tetapi anaknya meninggal dunia sebelum
pulang sampai ke rumahnya.”
Mahasa Suci Allah, seorang nara sumber hadits tidak mengetahui Imam zamannya
padahal dia termasuk orang yang paling dekat dengan bapaknya? Dan
pantaskah kalau dia lupa terhadap orang yang sudah jelas di nashkan
keimamahannya dan diturunkan wahyu tentang keimamahannya???
Ada yang mengatakan bahwa sebenarnya dia sudah mengetahui Imam pada masa itu
akan tetapi dia mengirim anaknya untuk mengenal lebih dekat dan dengan
alasan taqiyah. Bukahkah hal ini bertentangan dengan perkataannnya
sendiri ketika mengatakan: ”Untuk mencari berita tentang Abul Hasan dan
Abdullah ibn Abi Abdullah, siapakah diantara keduanya yang menjadi
imam???" Maka kita dapati perkataan para imam syiah banyak bertentangan
dengan hadits yang mereka sendiri menganggapnya sahih, seperti riwayat ini.
Pembaca yang budiman, ini adalah sebagian riwayat yang hanya saya sebutkan sebagian
saja supaya tidak terlalu panjang. Akan tetapi saya sangat terheran-heran
ketika saya mendapatkan komentar tentang sebagian riwayat yang mencela
Zurarah. Kita dapati disana sebagian riwayat akan dianggap lemah padahal di
buku lain perowinya dianggap kuat oleh sebagian ulama syiah lainnya, seperti
Muhammad ibn Isa ibn Ubaid. Dan apabila Muhammad ibn Isa kebetulan
meriwayatkan satu hal yang berisi celaan terhadap Zurarah, maka mereka
lemahkan. Sebaliknya apabila meriwayatkan satu riwayat yang mengandung pujian
terhadap Zurarah maka mereka bersedia menggunakan Muhammad ibn Isa. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam Hawil Aqwal Fii Ma’rifatir Rijal (juz.1 hal
393) ketika memuji Zurarah dalam satu riwayat dari Abi Abdullah.
Pembaca budiman, ini adalah sebagaian riwayat yang kami paparkan kepada anda.
Saya menunggu komentar dan kajian anda dengan kajian yang teliti.
Seandainya benar, maka itu adalah dari Allah, akan tetapi jika salah itu
berasal dari itu adalah dari diriku dan dari setan. Dan jangan sekali-kali
menggunakan pandangan orang yang taklid, akan tetapi gunakan akalmu, sehingga
kita bisa mengatakan bahwa ini adalah salah dan itu adalah benar. Sehingga kita
bisa lebih banyak mendapatkan kesepakatan. Dan semoga Allah menunjukkan kita
kepada seluruh jalan menuju kebaikan dan kebenaran. Amin…