Muawiyah bin Abi Sufyan,
salah satu sahabat yang banyak dijadikan sasaran kezaliman kaum muslimin dari
masa ke masa. Terlebih ketika ajaran sekte syiah mulai banyak mempengaruhi
pemikiran kaum muslimin. Semangat untuk mencela Muawiyah semakin
berkobar.
Bagi syiah Indonesia, untuk
bisa mencela Abu Bakar, Umar, dan Utsman butuh banyak mempertimbangkan risiko
sebab kaum muslimin masih sangat loyal kepada mereka. Sebagai langkah awal,
mereka arahkan pemikiran kaum muslimin untuk menjatuhkan karakter sahabat
Muawiyah radhiyallahu ‘anhu, atas nama cinta ahlul bait. Setelah mereka berani
mencela satu sahabat, selanjutnya mudah bagi syiah untuk mengarahkan mereka
agar mencela sahabat lainnya.
Abu Taubah Al-Halabi mengatakan,
إن معاوية بن أبي سفيان سِترٌ لأصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، فمن كشف السِّترَ اجترأ على ما وراءه
”Sesungguhnya Muawiyah bin
Abi Sufyan adalah tabir bagi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Siapa yang menyingkap tabir itu, dia akan menyakiti kehormatan orang
yang berada di balik tabir.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 8:139)
Hadits yang ”dituduh” mencela
Muawiyah
Satu-satunya hadits shahih
yang dianggap menjadi celaan bagi Muawiyah adalah hadis dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu; beliau menceritakan,
”Saya bermain dengan
anak-anak, lalu datang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
aku bersembunyi di balik pintu. Kemudian beliau mengusap punggungku. Beliau
menyuruhku, ‘Panggilkan Muawiyah untuk menemuiku!’ Aku pun memanggilnya dan
kembali kepada beliau, ’Dia sedang makan.’ Beliau mengulangi lagi, ‘Panggilkan
Muawiyah untuk menemuiku!’ Aku pun memanggilnya dan kembali kepada beliau, ’Dia
sedang makan.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,
لا اشبع الله بطنه
‘Semoga Allah tidak
mengenyangkan perutnya.‘” (HR. Muslim, no. 2604)
Hadits ini dijadikan dalil
untuk mencela bahkan meng-kafir-kan Muawiyah karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam (dianggap, ed.) mendoakan “keburukan” untuknya; semua
yang didoakan keburukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sekalipun
hanya “ancaman perut” berarti telah dimusuhi, oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Namun ternyata pemahaman
”kasar” semacam ini adalah pemahaman yang salah. Justru para ulama menjadikan
hadits ini sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan Muawiyah. Mengapa bisa
demikian?
1. Imam Muslim, mengumpulkan
hadits ini dalam deretan hadits tentang orang yang dicela Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam namun didoakan kebaikan untuknya. Dalam Shahih Muslim, hadits
ini masuk dalam bab:
بَابُ مَنْ لَعَنَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ سَبَّهُ، أَوْ دَعَا عَلَيْهِ، وَلَيْسَ هُوَ أَهْلًا لِذَلِكَ، كَانَ لَهُ زَكَاةً وَأَجْرًا وَرَحْمَةً
”Orang muslim yang dicela
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang didoakan keburukan, sementara dia
tidak berhak untuk itu, maka celaan dan doa buruk itu menjadipenyuci, sumber
pahala, dan rahmat baginya.”
Dalam banyak riwayat,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa kepada Allah,
yang itu menjadi syarat beliau di hadapan Allah,
اللهُمَّ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ سَبَبْتُهُ، أَوْ لَعَنْتُهُ، أَوْ جَلَدْتُهُ، فَاجْعَلْهَا لَهُ زَكَاةً وَرَحْمَةً
”Ya Allah, saya hanyalah manusia.
Maka siapa pun kaum muslimin yang aku cela, yang kulaknat, atau yang kucambuk,
jadikanlah itu penyuci dan rahmat baginya.” (HR. Muslim, no. 2601)
Dalam riwayat lain,
فَاجْعَلْهُ لَهُ زَكَاةً وَأَجْرًا
”Jadikanlah itu penyuci
dan sumber pahala baginya.” (HR. Muslim, no. 2600)
An-Nawawi dalam Syarh
Muslim mengatakan,
قد فهم مسلم رحمه الله من هذا الحديث أن معاوية لم يكن مستحقاً للدعاء عليه، فلهذا أدخله في هذا الباب، وجعله من مناقب معاوية لأنه في الحقيقة يصير دعاءً له
“Imam Muslim memahami dari
hadits ini bahwa Muawiyah mengalami kasus ‘orang yang tidak berhak untuk
mendapatkan doa keburukan’. Karena itulah, beliau masukkan dalam bab ‘Orang
muslim yang didoakan keburukan, sementara dia tidak berhak’. Bahkan beliau
jadikan hadits ini sebagai keutamaan Muawiyah, karena doa buruk itu menjadi doa
kebaikan baginya.” (Syarh Shahih Muslim, 16:156)
Hal yang sama juga
disampaikan oleh Al-Hafizh Adz-Dzahabi ketika menjelaskan hadits di atas,
لعل هذه منقبة لمعاوية لقول النبي صلى الله عليه وسلم:اللهم من لعنته أو شتمته فاجعل ذلك له زكاة ورحمة
“Barangkali ini keutamaan
Muawiyah, berdasar doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ya Allah, siapa
saja yang aku laknat atau aku cela maka jadikanlah hal itu sebagai penyuci dan
rahmat baginya.’” (At-Tadzkirah, 2:699)
Sebelumnya, perlu kita garis
bawahi bahwa doa ini berlaku untuk mereka yang tidak berhak mendapatkan celaan,
seperti para sahabat beliau yang beliau marahi disebabkan kekeliruan yang tidak
disengaja. Sedangkan ada orang yang memang berhak mendapatkan doa buruk beliau,
seperti orang kafir atau orang munafik.
2. Doa semacam ini juga
terjadi pada sahabat yang lain, misalnya kalimat “tsaqilatka ummuk” (semoga
ibumu kehilanganmu); ini doa agar dia mati. Atau doa “la kaburat sinnuk”
(usiamu pendek). Doa-doa semacam ini merupakan doa keburukan, yang akan
menjadi kebaikan bagi orang yang didoakan.
Hadits tentang keutamaan
Muawiyah
Sebagian simpatisan syiah
mengklaim, tidak banyak hadits yang menyebutkan keutamaan Muawiyah. Bahkan ada
yang menegaskan ”tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan Muawiyah
sama sekali”. Tentu saja pernyataan kedua ini tidak bisa kita benarkan, karena
kenyataannya terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan Muawiyah.
Sementara pernyataan ”tidak
banyak hadits tentang keutamaan Muawiyah” tidaklah menunjukkan celaan bagi
Muawiyah. Justru ini pujian bagi beliau, karena Muawiyahradhiyallahu ‘anhu pernah
menjadi Khalifah bani Umayyah, yang memimpin selama bartahun-tahun. Bisa saja,
dia memerintahkan beberapa rakyatnya untuk membuat hadits palsu yang
mengunggulkan dirinya atau menyebutkan tentang keutamaannya. Akan tetapi,
beliau tidak melakukan hal ini. Berbeda dengan kelakuan orang syiah yang
hobi berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, terdapat beberapa
hadits yang menyebutkan doa baik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
Muawiyah. Di antaranya,
Pertama, hadits dari
Abdurrahman bin Abi Amrah Al-Azdi radhiyallahu ‘anhu,
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ مُعَاوِيَةَ، وَقَالَ: ” اللهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا وَاهْدِ بِهِ
”Dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah menyebut nama Muawiyah, lalu beliau
mendoakan ‘Ya Alah, jadikanlah dia pemberi petunjuk yang terbimbing dengan
petunjuk, dan berikanlah petunjuk (kepada orang lain) karena Muawiyah.’” (HR.
Ahmad, no. 17895; Turmudzi, no. 3842. Sanad hadits ini dinilai shahih oleh
Syuaib Al-Arnauth)
Dalam riwayat lain, yang disebutkan
oleh Al-Ajurri dalam kitabnya, Asy-Syari’ah, terdapat tambahan,
ولا تعذبه
”Dan Engkau jangan menghukum
Muawiyah.” (Asy-Syari’ah lil Ajurri, 5:2436)
Ibnu Hajar Al-Haitami
mengumpulkan hadits ini dalam hadits tentang keutamaan Muawiyah yang yang paling
menonjol. Kemudian beliau mengatakan,
ومن جمع الله له بين هاتين المرتبتين كيف يتخيل فيه ما تقوّله المبطلون ووصمه به المعاندون
”Orang yang Allah beri dua
sifat ini pada dirinya – pemberi petunjuk yang terbimbing – bagaimana mungkin
bisa dibayangkan seperti yang diucapkan penganut kebatilan dan orang yang
menentang Islam?” (Tathhir Al-Lisan, hlm. 14)
Kedua, hadits dari Irbadh bin
Sariyah radhiyallahu ‘anhu,
”Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil kami untuk sahur
bersama di bulan ramadhan,
هَلُمَّ إِلَى الْغِدَاءِ الْمُبَارَكِ
‘Mari menyantap hidangan
makana yang diberkahi (sahur).’
Kemudian aku mendengar beliau
berdoa,
اللهُمَّ عَلِّمْ مُعَاوِيَةَ الْكِتَابَ وَالْحِسَابَ وَقِهِ الْعَذَابَ
‘Ya Allah, ajarkanlah
Muawiyah menulis, perhitungan, dan lindungilah dia dari siksa neraka.’” (HR.
Ahmad, no. 17162; Ibnu Hibban, no. 7210; Ibnu Khuzaimah, no. 1938; dinilai
shahih oleh Al-Albani)
Setidaknya ada dua keutamaan
Muawiyah dalam hadits ini:
1. Beliau termasuk salah satu
sahabat yang diundang untuk makan sahur bersama beliau, yang beliau sebut
sebagai makanan berkah. Ini menunjukkan bahwa Muawiyah bukan orang
munafik, karena orang munafik tidak shalat subuh. Sementara Muawiyah sudah ada
di masjid sebelum subuh, bahkan ikut sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
2. Doa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam agar Muawiyah diajari ilmu menulis, ahli dalam menghitung,
dan dilindungi dari neraka.
Beliau didoakan agar pandai
menulis, karena Muawiyah termasuk sahabat yang menjadi sekretaris Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam As-Sindi memberikan
ulasan menarik tentang doa ini; beliau mengatakan,
قوله: الكتاب والحساب: لحاجة الأمراء إلى ذلك. وقه العذاب: بمغفرة ما يفرط في الإمارة، إذ من عادة لا تخلو عن شيء
”Doa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam agar (Muawiyah, ed.) diajari menulis dan menghitung,
karena para pemimpin butuh ilmu ini. Sementara beliau (Muawiyah, ed.)
dimintakan perlindungan dari azab, artinya permohonan ampunan untuk segala
pelanggaran dalam memimpin. Karena umumnya, hal-hal semacam ini tidak bisa
lepas dari pemimpin.” (Ta’liq Musnad Ahmad, 28:382)
Sebelumnya, kita telah
menyebutkan dua hadits yang menjelaskan keutamaan Muawiyah. Kita masih
meninggalkan beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan sahabat Muawiyah
radhiyallahu ‘anhu. Berikut ini lanjutannya.
Ketiga, hadits dari Ummu
Haram binti Milhan
Ummu Haram radhiyallahu ‘anha
termasuk salah satu mahram Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
adalah istri Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ البَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا
”Pasukan pertama di kalangan
umatku yang mereka berperang dengan menyeberangi lautan, mereka diwajibkan.”
”Wahai Rasulullah, doakan
agar saya termasuk mereka.” pinta Ummu Haram.
”Engkau termasuk mereka.”
jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya,
أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ
”Pasukan pertama di kalangan
umatku yang memerangi kotanya Kaisar (Konstatinopel), mereka diampuni.”
”Wahai Rasulullah, apakah
saya termasuk mereka?” tanya Ummu Haram.
”Tidak.” jawab Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 2924)
Dalam riwayat yang lain,
beliau bersabda,
أَنْتِ مِنَ الأَوّلِينَ
“Kamu termasuk pasukan
pertama.”
Keterangan:
Makna ”mereka diwajibkan”: mereka diwajibkan masuk surga, karena perjuangan
mereka berjihad di jalan Allah. (Fathul Bari, 6:22)
Hadits ini disampaikan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau singgah di rumah Ummu
Haram. Beliau tertidur di sana, dan bermimpi ditampakkan oleh Allah dua
kelompok umatnya yang menjadi pasukan berjihad dengan menyeberangi laut dan
memerangi Konstatinopel. Ketika terbangun, beliau tersenyum dan menyampaikan
mimpi itu kepada Ummu Haram. Dirinya pun tertarik untuk ikut bergabung bersama
mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa Ummu Haram hanya
akan bergabung dengan pasukan yang pertama.
Dari sini, keberadaan Ummu
Haram dalam perang itu menjadi indikator siapakah pasukan yang dimaksud dalam
hadits.
Mari kita simak penuturan
Anas bin Malik,
فَخَرَجَتْ مَعَ زَوْجِهَا عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ غَازِيًا أَوَّلَ مَا رَكِبَ المُسْلِمُونَ البَحْرَ مَعَ مُعَاوِيَةَ، فَلَمَّا انْصَرَفُوا مِنْ غَزْوِهِمْ قَافِلِينَ، فَنَزَلُوا الشَّأْمَ، فَقُرِّبَتْ إِلَيْهَا دَابَّةٌ لِتَرْكَبَهَا، فَصَرَعَتْهَا، فَمَاتَتْ
“Ummu Haram berangkat bersama
suaminya, Ubadah bin Shamit ikut berperang bersama kaum muslimin yang pertama
kali menyeberangi lautan, dipimpin oleh Muawiyah radhiyallahu ‘anhu. Setelah
mereka pulang dari peperangan serombongan, mereka singgah di Syam. Kemudian
dibawakan seekor unta kepadanya untuk ia naiki. Lalu unta itu meronta hingga
Ummu Haram jatuh, dan meninggal dunia.” (HR. Bukhari, no. 2799)
Berdasarkan keterangan Anas
di atas, yang dimaksud pasukan pertama yang menyeberangi lautan untuk berperang
adalah pasukan Muawiyah. Pasukan ini diikuti oleh Ummu Haram bersama suaminya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengutip
keterangan Al-Muhallab (wafat tahun 435 H),
في هذا الحديث منقبة لمعاوية لأنه أول من غزا البحر
”Dalam hadits Anas terdapat
pelajaran tentang keutamaan Muawiyah, karena beliau pemimpin pasukan pertama
yang menyeberangi lautan.” (Fathul Bari, 6:120)
Muhammad Amin Asy-Syinqithy –
penulis tafsir Adhwaul Bayan – menegaskan,
ومن المتفق عليه بين المؤرخين أن غزو البحر وفتح جزيرة قبرص كان في سنة (27هـ) في إمارة معاوية رضي الله عنه على الشام، أثناء خلافة عثمان رضي الله عنه
“Di antara catatan yang
disepakati ahli sejarah, bahwa perang menyeberangi lautan dan penaklukan Cyprus
terjadi pada tahun 27 H, semasa Muawiyah radhiyallahu ‘anhu menjabat sebagai
gubernur Syam, pada zaman Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu. (Al-Ahadits
An-Nabawiyah fi Fadhail Muawiyah, hlm. 20)
Sementara pasukan pertama
yang memerangi kota Kaisar (Konstatinopel) adalah pasukan Yazid bin Muawiyah.
Ummu Haram tidak ikut pasukan ini – sebagaimana yang disabdakan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam – karena beliau sudah meninggal setelah
penaklukan Cyprus bersama Muawiyah.
Al-Hafizh Ibnu Katsir
menuturkan,
و قد كان يزيد أول من غزى مدينة قسطنطينية في سنة تسعٍ و أربعين في قول يعقوب بن سفيان وقال خليفة بن خياط سنة خمسين. ثمّ حجّ بالناس في تلك السنة بعد مرجعه من هذه الغزوة من أرض الروم
”Yazid merupakan khalifah
pertama yang menyerang kota Konstatinopel pada tahun 49 H, menurut keterangan
Ya’qub bin Sufyan. Sementara Khalifah bin Khayat mengatakan bahwa itu terjadi
tahun 50 H. Kemudian Yazid melakukan ibadah haji pada tahun itu, setelah dia
kembali dari perang itu, dari Romawi.”
Kemudian Ibnu Katsir
menegaskan,
وهو الجيش الثاني الذي رآه رسول الله صلى الله عليه وسلم في منامه عند أمِّ حِرَام
”Itulah pasukan kedua yang
dilihat dalam mimpi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau di
rumah Ummu Haram.” (Al-Bidayah wa an-Nihayah, 8:251)
Muawiyah di Mata Sahabat dan
Salafus Sholeh
Pertama, dari Ibnu Abi
Mulaikah – ulama tabi’in – (wafat tahun 117 H)
Beliau menceritakan bahwa ada
orang yang bertanya kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ”Apa komentar Anda
tentang Muawiyah; dia witir satu rakaat?
Jawab Ibnu Abbas,
أَصَابَ، إِنَّهُ فَقِيهٌ
”Beliau benar. Beliau seorang
yang faqih.” (HR. Bukhari, no. 3765)
Kedua, keterangan Hammam bin
Munabbih – tabi’in – (wafat tahun 132 H)
Beliau pernah mendengar Ibnu
Abbas mengatakan,
مَا رَأَيْتُ رَجُلاً كَانَ أَخْلَقَ لِلمُلْكِ مِنْ مُعَاوِيَةَ
”Saya belum pernah melihat
ada orang yang lebih bagus akhlaknya ketika menjadi raja melebihi Muawiyah.”
(HR. Abdurrazaq, no. 20985; sanadnya shahih)
Ketiga, sikap Hasan dan
Husain kepada Muawiyah radhiyallahu ‘anhum
Setelah Muawiyah menjadi
khalifah, beliau memiliki kedekatan dengan putra-putra Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhum. Sebagaimana yang masyhur dalam kitab-kitab sirah.
Di antara bentuk kedekatan
itu, Hasan dan Husain pernah bertamu ke rumah Muawiyah, dan beliau memberi uang
sebesar 200 ribu dirham (= 20 rb dinar. Senilai dengan 4700 gr emas).
Muawiyah mengatakan, ”Belum
pernah dua sahabat ini diberi harta seperti itu sebelumku.”
Husain berkomentar, ’Tidak ada seorang pun yang diberi harta lebih banyak
daripada kami.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir, 8:139)
Keempat, Imam Mujahid –
ulama besar tabi’in – (wafat tahun 103 H)
Beliau mengatakan,
لو رأيتم معاوية لقلتم هذا المهدي
”Andai kalian pernah melihat
Muawiyah, niscaya kalian akan mengatakan, ‘Ini imam Mahdi.’” (Al-Bidayah wa
An-Nihayah, Ibnu Katsir, 8:137)
Kelima, Ibnu Syihab
Az-Zuhri – ulama tabi’in – (wafat tahun 125 H)
عمل معاوية بسيرة عمر بن الخطاب سنين لا يخرم منها شيئاً
”Umar bin Khaththab
radhiyallahu ‘anhu menunjuk Muawiyah sebagai gubernur selama bertahun-tahun,
dan tidak mengurangi tanggung jawabnya sedikit pun.” (Diriwayatkan oleh
Al-Khallal dalam As-Sunnah, 1:444. Kata Pentahqiq, ”Sanadnya shahih.”)
Keenam, Imam Mu’afa bin
Imran – ulama tabi’in – (wafat tahun 185 H)
Beliau pernah ditanya, ”Mana
yang lebih utama, ”Muawiyah ataukah Umar bin Abdul Aziz?”
Jawab Imam Mua’fa,
كان معاوية أفضل من ستمائة مثل عمر بن عبد العزيز
”Muawiyah lebih utama
dibandingkan 600 Umar bin Abdul Aziz.” (Diriwayatkan oleh Al-Khallal
dalam As-Sunnah, 1:435)
Dalam keterangan yang lain,
Al-Jarrah al-Mushili menceritakan bahwa ada seseorang bertanya kepada Mu’afa
bin Imran, “Apakah Umar bin Abdul Aziz bisa disandingkan dengan Muawiyah bin
Abi Sufyan?”
Seketika itu Mu’afa langsung
marah, dan ia mengatakan,
لا يقاس بأصحاب محمد صلى الله عليه وسلم أحد، معاوية رضي الله عنه كاتبه وصاحبه وصهره وأمينه على وحيه عز وجل
”Tidak boleh ada seorang pun
yang disandingkan dengan para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Muawiyah radhiyallahu ‘anhu adalah penulis wahyu beliau, sahabat
beliau, ipar beliau, dan kepercayaan beliau untuk mencatat wahyu Allah ’Azza wa
Jalla.” (Diriwayatkan oleh Al-Ajurri dalam Asy-Syariah, no. 2466;
Al-Lalikai dalam Syarh Sunnah, no. 2785)
Ketujuh, Az-Zuhri pernah
bertanya kepada Said bin Musayib – ulama tabi’in, menantu Abu Hurairah –
tentang sikap terhadap para sahabat.
Said menjawab,
اسمع يا زهري من مات محبا لأبى بكر وعمر وعثمان وعلى وشهد للعشرة بالجنة وترحم على معاوية كان حقا على الله أن لا يناقشه الحساب
”Dengarkan wahai Zuhri,
sesiapa yang mati dan dia mencintai Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, serta dia
mengakui kebenaran 10 sahabat yang dijamin masuk surga, dan mendoakan kebaikan
untuk Muawiyah, maka dia berhak untuk tidak didebat oleh Allah.” (Al-Bidayah wa
An-Nihayah, Ibnu Katsir, 8:139)
Kedelapan, keterangan
Abdullah bin Mubarak – guru Imam Bukhari – (wafat tahun 181 H)
Beliau pernah mengatakan,
تراب في أنف معاوية أفضل من عمر بن عبد العزيز
”Debu yang masuk ke hidung
Muawiyah lebih baik daripada Umar bin Abdul Aziz.”
Kesembilan, keterangan dari
Ibrahim bin Maisarah
Beliau mengatakan
ما رأيت عمر بن عبد العزيز ضرب إنسانا قط إلا إنسان شتم معاوية فانه ضربه أسواطا
”Saya belum pernah melihat
Umar bin Abdul Aziz memukul seorang manusia pun, selain orang yang mencela
Muawiyah. Beliau mencambuknya beberapa kali.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu
Katsir, 8:139)
Kesepuluh, keterangan Imam
Ahmad
Imam Ahmad ditanya tentang
sikap beliau terhadap orang yang mengatakan, ”Saya tidak mau mengakui bahwa
Muawiyah adalah penulis wahyu, dia juga bukan paman kaum mukminin. Karena semua
itu dia ambil dengan cara merampas.” Lalu Imam Ahmad berkomentar,
هذا قول سوءٍ رديء، يجانبون هؤلاء القوم، و لا يجالسون، و نبيِّن أمرهم للناس
”Ini ucapan jelek, orang
semacam ini harus dihindari, tidak boleh bermajelis bersama mereka, dan
kesesatannya harus dijelaskan kepada masyarakat.” (Riwayat Al-Khallal
dalam As-Sunnah, 2:434)
Imam Ahmad juga ditanya
seseorang, bahwa dia punya paman yang suka mencela Muawiyah, dan terkadang
orang ini makan bersama pamannya. Kata Imam Ahmad,
لا تأكل معه
”Jangan makan bersamanya.”
(Riwayat Al-Khallal dalam As-Sunnah, 2:448)
Kesebelas, Imam Qatadah
Beliau mengatakan,
لو أصبحتم في مثل عمل معاوية لقال أكثركم هذا المهدي
”Andai kalian melihat
langsung bagaimana kepemimpinan Muawiyah, tentu mayoritas kalian akan
mengatakan, ‘Orang ini adalah Imam Mahdi.’” (Riwayat Al-Khallal dalam As-Sunnah,
2:438)
Kedua belas, Imam Ibnu
Qudamah
Beliau mengatakan,
ومعاوية خال المؤمنين، وكاتب وحي الله، وأحد خلفاء المسلمين رضي الله تعالى عنهم
“Muawiyah adalah paman kaum
mukminin, penulis wahyu, dan salah satu khalifah kaum muslimin radhiyallahu
‘anhum.” (Lum’atul I’tiqad, hlm. 33)
Ketiga belas, keterangan
Syaikhul Islam
Beliau menjelaskan,
واتفق العلماء على أن معاوية أفضل ملوك هذه الأمة، فإن الأربعة قبله كانوا خلفاء نبوة، وهو أول الملوك، كان ملكه ملكاً ورحمة..وَكَانَ فِي مُلْكِهِ مِنْ الرَّحْمَةِ وَالْحُلْمِ وَنَفْعِ الْمُسْلِمِينَ مَا يُعْلَمُ أَنَّهُ كَانَ خَيْرًا مِنْ مُلْكِ غَيْرِهِ
”Para ulama sepakat bahwa
Muawiyah adalah raja terbaik di tengah umat ini, karena empat khalifah
sebelumnya adalah para khalifah yang dibimbing nubuwah, sementara beliau adalah
raja pertama. Kepemimpinan beliau adalah kepemimpinan rahmat. Kepemimpinan
beliau penuh rahmat dan kelembutan, serta memberi banyak manfaat bagi kaum
muslimin, sehingga bisa diketahui bahwa beliau adalah raja terbaik dibanding
yang lainnya.” (Majmu’ Fatawa, 4:478)
Keempat belas, Imam Ibnu Abil
Iz
Beliau menegaskan,
وأول ملوك المسلمين معاوية وهو خير ملوك المسلمين
”Raja pertama di kalangan
kaum muslimin adalah Muawiyah. Dan beliau adalah raja terbaik di kalangan kaum
muslimin.” (Syarh Aqidah Thahawiyah, hlm. 722)
Masih banyak lagi pujian para
ulama kepada Muawiyah, karena mereka mengenal siapa Muawiyah dan membaca
sejarahnya. Sementara orang yang tak kenal Muawiyah, dia hanya akan menjadi
senjata Syiah untuk mencela Muawiyah radhiyallahu ‘anhu.
Allahu a’lam.
Penulis: Ustadz Ammi Nur
Baits
Artikel www.muslimah.or.id