Kekhusukan pria ini benar-benar luar
biasa jika sudah menghadapi Allah SWT. Ia tak lagi ingat apa yang terjadi di
sekelilingnya. Pecutan cambuk sipir penjara tidak membuat dirinya merintih, ia
tetap menundukkan kepala pada Sang Khalik, kekhusukan luar biasa yang membuat
heran penguasa negerinya. Inilah sepenggal dari ketulusan beragama, pria asal
Yaman yang bernama Uwais Al Qarni. Konon ia sempat dipenjara bukan karena
melakukan kejahatan, tapi karena ia beriman kepada Muhammad SAW. dan risalah
islam yang diemban.
Dikisahkan penguasa Yaman dari Persia yang
bernama Batsan memaklumkan siapapun yang memeluk islam, agama Muhammad SAW.
maka akan mendapat sanksi berat karena Muhammad SAW. dianggap telah melecehkan
raja Persia hanya karena telah menyuruh agar beriman kepada Allah SWT.
Dan inilah yang dialami Uwais Al Qarni dan
orang-orang muslim lain di Yaman. Rumah mereka dibakar dan penghuninya
dijebloskan dalam penjara. Uwais Al Qarni hidup dimasa Nabi SAW. akan tetapi
tidak sekalipun bertemu dengan Rasulullah SAW. Itu sebabnya ia tidak termasuk
sahabat rasul, tapi disebut Tabiin atau pengikut para sahabat karena tidak
pernah berjumpa dengan Nabi SAW. Namun begitu, kecintaan dan keimanan kepada
Rasul SAW. begitu istimewa, sayangnya ia tidak bisa bertemu Rasul yang
dicintainya. Dikisahkan untuk menuangkan kerinduan pada Rasul, setiap hari ia
hanya menghadapkan wajahnya ke arah Madinah dan mengucapkan salam pada sang
kekasih.
Inilah kerinduan terpendam, apa yang
diajarkan Rasul ia laksanakan, maka tidak ada waktu baginya kecuali
melaksanakan perintah Allah dan Rasulnya. Itu sebabnya sekalipun Rasul SAW.
tidak pernah berjumpa dengannya, Rasulullah memujinya sebagai penghuni langit.
Bahwa sejarah menyebutkan dia terkena penyakit kusta, dimana badannya semua
berubah menjadi putih. Dan saat itu penyakit kusta bukan merupakan sebuah
penyakit yang sederhana untuk diobati. Maka, ketika ia sedang dalam keadaan
seperti itu, Uwais berdoa pada Allah SWT. agar disembuhkan. Tapi ada
permintaannya yang aneh, dia meminta disembuhkan tetapi sisakan dan jangan
sembuhkan semuanya. Mengapa ia meminta disembuhkan dari penyakit tetapi tetap
disisakan? Alasannya adalah karena agar setiap ia melihat sisa penyakit itu, ia
dapat selalu mengingat nikmat yang Allah berikan dan bisa menjadi orang yang
pandai bersyukur.
Lalu mengapa Uwais yang begitu merindukan
berjumpa dengan Nabi SAW. tidak berangkat ke Madinah untuk menemuinya? Karena
ibu yang amat dicintainya sudah amat tua dan buta, ia tidak tega meninggalkan
ibunya sendiri di rumah. Apalagi kondisi sang ibu yang selalu sakit-sakitan,
oleh karena itu Uwais selalu memendam kerinduan bertemu dengan Rasulullah SAW.
Maka yang tampak di mata sekelilingnya, tak ada yang istimewa dari aktivitas
sehari-hari Uwais. Disiang hari ia memenuhi kebutuhan dunianya dengan
mengembala ternak dan berdagang, kegiatannya sama seperti masyarakat lainnya.
Akan tetapi yang tidak tampak di mata orang lain adalah baktinya yang begitu
besar pada ibunya. Seorang diri ia mengurusi kebutuhan ibunya, dari menyiapkan
kebutuhan makan, bersuci, menyiapkan obat hingga mengurusi tempat tinggal.
Uwais begitu memuliakan ibunya, tidak
sedikitpun ia rela meninggalkan ibunya dalam kepayahan di usia rentanya. Hanya
dalam doa panjang yang mampu menyampaikan rindunya kepada Rasulullah SAW.
Itulah mengapa ia juga sering menghabiskan waktunya dengan menikmati
kesendiriannya dalam beribadah. Namun amalan inilah yang dicatat para ulama
yang menjadi bekal amalan besar Uwais. Betapa tidak, Rasulullah SAW pernah
mengatakan; "Celakalah bagi orang yang ketika hidup ia masih bertemu usia
senja orang tuanya tapi dia masuk neraka". Yang dimaksud Rasulullah
SAW dalam kalimat ini adalah mengurusi orang tua di usia senja adalah pintu
besar untuk mengantarkan seseorang menuju surga. Sebab disinilah seorang anak
memiliki kesempatan besar untuk mengumpulkan pahala sebesar-besarnya melalui
baktinya kepada orang tuanya terutama pada ibunya.
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa
seseorang datang kepada Rasulullah SAW setelah ia melakukan amal yang sangat
amat mulia. Seseorang menggendong ibunya kemudian dia tawaf keliling tujuh kali
putaran. Dia beramal sangat mulia sebagai bakti pada ibunya, amal di tanah yang
paling suci dan amal sangat mulia dalam tawaf mengelilingi Baitullah. Dia
bertanya pada Rasulullah: "Apakah aku telah membalas jasa kedua
orangtuaku?". Dan Rasul menjawab: "Tidak, bahkan tidak hanya yang
sedikit dilakukan ibumu kau tidak mampu membalas jasa yang sedikit itu".
Kalimat yang sangat dalam bahwa inilah orangtua kita, bakti kita kepada kedua
orangtua kita bahkan semua telah kita kerahkan untuk membahagiakan beliau
berdua, tapi itu sama sekali tidak bisa membalas semua kebaikan mereka yang
sudah mereka lakukan pada saat kita masih kecil.
Besarnya keinginan Uwais untuk bertemu
dengan Rasulullah SAW. sebenarnya dapat dirasakan sang ibu, meski sang ibunda memliki
mata yang tak lagi dapat melihat, namun mata hatinya cukup peka dan dapat
merasakan keinginan putranya. Maka suatu ketika Uwais diijinkan ibunya untuk
pergi ke Madinah agar bisa bertemu Rasulullah SAW. Sang bunda berpesan agar
segera kembali. Uwais pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ia punya.
Berbekal ridho ibunda Uwais segera berangkat menuju Madinah Al Munawarah untuk
berjumpa dengan Rasulullah SAW.
Seorang diri uwais menempuh lebih dari
500 Km dari Yaman menuju Madinah. Panasnya padang pasir, bahkan terbatasnya
bekal dan air tidak sedikitpun mengecilkan semangatnya untuk dapat bertemu
Rasulullah SAW. Bahkan keledai yang menyertai perjalanannya pun tidak mampu
menemaninya hingga sampai ke tujuan. Hingga beberapa jarak lagi memasuki
Madinah, Uwais tidak sadarkan diri. Tubuhnya tidak mampu bertahan karena
berpacu dengan waktu dalam panasnya gurun yang dilalui. Tanpa ia sadari seorang
penduduk Madinah yang melintas membawanya masuk hingga masjid Nabawi. Uwais
tidak mampu membendung gemuruh hatinya, kini ia telah tiba di depan pintu
masjid Rasulullah SAW. Sebentar lagi ia akan menemui Rasulullah sang kekasih
hatinya. Namun seseorang memberitahu bahwa Rasulullah tengah berada di luar
kota Madinah melakukan ekspedisi pengintaian musuh. Sambil menunggu Rasulullah,
lamat-lamat dia perhatikan setiap detail bangunan masjid Nabawi. Di depan
masjid ia menduga di sanalah Rasulullah SAW terbiasa mengimami sholat. Ia
mengira-ngira dimana tempat Rasulullah duduk bersama sahabatnya.
Ia begitu tidak sabar ingin segera
mengucapkan salamnya kepada Rasulullah SAW. Hingga sore hari Uwais mulai
gelisah, keinginan berjumpa dengan Rasulullah SAW semakin besar. Namun pesan
ibundanya agar ia segera kembali terus membayanginya. Haruskah ia tetap
menunggu kedatangan Rasulullah sementara sang ibu menunggu seorang diri di
negerinya jauh dari kota madinah? Karena baktinya pada sang ibu, Uwais Al Qarni
kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan kota Madinah menuju kampung
halamannya di Yaman. Kekhawatiran dan kecintaan terhadap ibunya mengalahkan
keinginan besarnya untuk berjumpa dengan Rasulullah SAW.
Tiba di Yaman, Uwais kembali pada
rutinitasnya. Merawat ibunya dan bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan
domba-domba orang pada malam hari. Upah yang diterimanya cukup untuk nafkahnya
dengan ibunya. Bila ada kelebihan terkadang ia pergunakan untuk membantu
tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya.
Demikianlah pekerjaan Uwais setiap hari, maka tidak ada yang istimewa dari
seorang Uwais Al Qarni di mata tetangganya.
Namun, sebuah peristiwa membuat Uwais
menjadi terkenal di masyarakatnya. Seorang tokoh sukunya yang baru tiba dari
Madinah langsung menggelar pesta yang menyebut nyebut nama Uwais Al Qarni, nama
yang membawa keberkahan bagi keseluruhan penduduk Yaman. Saat berada di
Madinah, tokoh suku ini mendengar pujian yang luar biasa terhadap seorang warga
Yaman bernama Uwais Al Qarni.
Tokoh suku itu mengatakan; "Ketika
kita masuk ke kota Madinah. Rasulullah sedang tidak di sana. Tapi ketika hari
mulai siang Rasulullah kembali ke Madinah. Lalu Rasulullah SAW. mengatakan
bahwa telah datang seorang penuh berkah dari Yaman. Rasulullah berkata
keberkahan tercurah kepada Uwais Al Qarni setelah kepergiannya. Kemudian
Rasulullah menghadapkan wajahnya ke Yaman, lalu berkata; 'Benar, dia adalah
saudaraku. Dia adalah Uwais Al Qarni.'"
Rasulullah SAW. kemudian mendoakan
keberkahan negeri Yaman. Sang pembesar pun mencari-cari nama Uwais yang tidak
dikenal penduduk Yaman. Berhari-hari mereka tak henti mencari. Saat menemukan
rumahnya, sang pembesar itupun memberikan segala hidangan demi Uwais yang telah
mendatangkan keberkahan negeri Yaman. Inilah keberkahan bakti pada ibu dan
Uwais menjadi contoh bagi kebaktian yang mulia ini.
Uwais tidak menginginkan menjadi
terkenal, sebab ketenarannya akan mengganggu kelurusan hati dalam beribadah
kepada Allah SWT. Ketika orang mulai bertanya tentang Uwais Al Qarni, maka
Uwais kemudian malah menghilang. Dia adalah tipe orang yang tidak suka dengan
semua gebyar ketenaran itu, tetapi dia adalah orang yang sangat nyaman dengan
kesholehan pribadinya, kemudian dia bermanfaat bagi orangtuanya, bermanfaat
bagi orang sekelilingnya. Dia tidak menikmati dengan semua ketenaran itu. Buat
seorang Uwais cukuplah bahwa dia dikenal di langit, jauh lebih mulia
dibandingkan dia dikenal sebagai orang baik dengan semua orang memuji, tapi
ternyata dia adalah orang yang sengsara, orang yang tidak dikenal Allah SWT.
dengan baik. Maka untuk siapapun ketenaran dan keterkenalan bukanlah segala-galanya.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW. pada
masa khalifah Umar Bin Khattab, nama Uwais Al Qarni sering membayangi sang
khalifah. Itu sebabnya khalifah Umar Bin Khattab selalu menanyakan keberadaan
Uwais kepada para khafilah dagang maupun rombongan haji dari Yaman, sehingga
membuat heran para penduduk Yaman karena nama Uwais tidak banyak dikenal di
negerinya. Hingga akhirnya Umar Bin Khattab berhasil bertemu dengan Uwais.
Umar Bin Khattab sahabat mulia, khalifah
muslimin meminta doa kepada Uwais agar mendapat ampunan Allah SWT. Semua itu
berkat sabda Rasulullah SAW. pada para sahabatnya tentang Uwais Al Qarni.
"Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya
Allah mencintai dari mahluk-mahluknya yang bersih hatinya, tersembunyi yang
baik-baik, rambutnya acak-acakan, wajahnya berdebu, yang kosong perutnya
kecuali dari hasil pekerjaan yang halal. Orang-orang yang apabila meminta ijin
kepada para penguasa, maka tidak diijinkan. Jika melamar wanita-wanita yang
menawan, maka mereka tidak mau menikah. Jika tidak ada, mereka tidak dicari.
Ketika hadir, mereka tidak diundang. Jika muncul, kemunculannya tidak disikapi
dengan kegembiraan. Apabila sakit, mereka tidak dijenguk. Dan jika mati, tidak
dihadiri prosesi pemakamannya."
Para sahabat bertanya; "Bagaimana
kita dapat menjadi bagian dari mereka?"
Rasul menjawab; "Orang itu adalah
Uwais Al Qarni"
Para sahabat bertanya; "Apa
ciri-ciri orang bernama Uwais Al Qarni?"
Setelah menjelaskan bentuk fisik dan
kekhusukannya, Rasul mengatakan bahwa sosok Al Qarni tidak dikenal penghuni bumi,
tapi terkenal dikalangan penghuni langit. Apabila bersumpah atas nama Allah,
maka dia pasti memenuhi sumpahnya. Sungguh dibawah bahu kirinya ada cahaya
berwarna putih. Nanti pada hari kiamat diperintahkan pada para hamba, masuklah
kalian kedalam surga dan dikatakan kepada Uwais; "Berhentilah berilah
syafaat, lalu Allah memberikan hak syafaat kepadanya untuk menolong orang
sebanyak jumlah orang dari 2 suku kabilah terbesar bangsa Arab".
Maka Rasul mengatakan; "Wahai Umar,
wahai Ali apabila kalian berdua bertemu dengannya maka mintalah kepadanya agar
kiranya dia memintakan ampunan untuk kalian. Maka Allah akan mengampuni kalian
berdua."
Disebutkan bahwa dia akan memberikan
banyak syafaat nanti kepada banyak orang. Ini artinya keberkahan dia sampai ke
akhirat nanti. Inilah kenapa disebut bahwa dia sangat dikenal di langit.
Kebaikannya, baktinya kepada ibunya itu membawa dia sampai punya hak untuk bisa
memberikan pertolongan kepada orang-orang nanti di hari kiamat. Maka untuk
mendapatkan kebaikan, untuk mendapat keberkahan hidup tidak usah jauh-jauh,
tidak perlu mencari keluar sana. Ada orang tua yang ada di rumah kita sekarang,
maka itu adalah kesempatan, pintu surga terbuka selebar-lebarnya untuk kita
bisa mendapatkan keberkahan sampai nanti di akhirat.
Uwais Al Qarni, dari seorang biasa yang
tidak dikenal siapa-siapa kemudian mejadi terkenal di dalam sejarah karena
namanya telah menjadi perbincangan di langit. Baktinya kepada ibunya membuat
bait-bait doanya begitu dikenal Allah SWT. Uwais Al Qarni menjadi pelajaran
mahal bagi kita, bahwa untuk mendapat keberkahan dalam hidup di dunia tidak
perlu jauh-jauh mencarinya bahkan ada di dalam rumah kita. Cukup berbakti pada
kedua orang tua maka pintu surga akan terbuka lebar bagi kita.
Rasa penasaran itu mengerucut pada satu
pertanyaan: Siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni?
Uwais adalah pria tambun, berkulit coklat
gelap, kepalanya botak, berjenggot tebal dan lebat. Sering mengenakan sorban
dari kain wol, wajahnya cukup menjengkelkan sekaligus punya tatapan mata yang
menakutkan.
Paling tidak, itulah kesan yang dilihat
oleh Harim bin Hayyan al-‘Abdi, seorang muslim yang bertemu dengan Uwais
setelah kabar seorang Khalifah Umar mencari sosok tidak dikenal itu sampai ke
Kota Kufah di tepi Sungai Efrat.
Seperti yang diceritakan ulang oleh Abu
Al-Qasim An-Naisaburi dalam kitab Uqola al-Majaaniin, kitab
kebijaksanaan orang-orang yang dianggap gila atau memang gila betulan, setelah
mendapat pesan dari Umar, orang Qaran ini pun pulang ke kampung halamannya
setelah ibadah haji. Ia menyampaikan pesan istimewa ke Uwais dengan penuh tanda
tanya. Barangkali dalam hatinya, ada urusan apa seorang Uwais, sosok yang
dicampakkan di perkampungannya, malah mendapat “undangan kenegaraan” langsung
dari khalifah umat Islam sedunia.
Mendapat undangan istimewa tersebut,
tentu saja Uwais segera ke Mekah mendatangi Umar. Begitu keduanya
bertemu, Umar langsung menyapa, “Apakah benar Anda adalah Uwais? Uwais
Al-Qarni?” tanya Umar.
“Ya, benar, wahai Amirulmukminin,” jawab
Uwais.
“Apakah Anda pernah memiliki penyakit
kusta, lalu Anda berdoa dan penyakit Anda sembuh? Lalu Anda berdoa kembali agar
dikembalikan lagi penyakit kusta tersebut, lalu dikabulkan lagi, tapi hanya
setengah dari penyakit yang pertama?” tanya Umar.
Uwais terkejut luar biasa melihat Umar
tahu hal tersebut. Mengingat Uwais hanyalah sebatang kara dan dianggap gila
oleh orang-orang di sekitarnya.
“Benar apa yang Anda sampaikan,
Amirulmukminin,” kata Uwais masih terkejut, “Siapa yang mengabari Anda tentang
semua itu? Demi Tuhan, tidak ada yang mengetahui peristiwa tersebut kecuali
Tuhan.”
Umar lalu menjawab, “Yang memberitahuku
adalah Rasulullah. Beliau memerintahkanku untuk memohon kepada Anda agar
berkenan mendoakan saya.”
Karuan saja Uwais semakin heran dengan
penjelasan Umar. Namun sebelum keluar kata-kata dari Uwais, Umar kembali
melanjutkan kata-katanya.
“Karena beliau bersabda tentang seorang
pria yang memberi syafaat kepada orang-orang yang jumlahnya lebih banyak dari Bani
Rabi’ah dan Mudlar. Lalu beliau menyebut namamu,” jelas Umar.
Apa yang disampaikan Umar adalah hadis
dari riwayat Hasan. Suatu kali Nabi Muhammad bersabda, “Ada orang-orang dalam
jumlah lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudlar kelak yang akan masuk surga
karena syafaat seorang pria dari umatku. Maukah kalian aku beritahu siapa nama
pria itu?”
Para sahabat menjawab, “Tentu saja, Wahai
Rasulullah.”
“Pria itu adalah Uwais Al-Qarni.”
Setelahnya lalu keluar perintah Nabi
untuk Umar, “Wahai Umar, apabila engkau menemukannya, sampaikan salamku
untuknya, berbincanglah dengannya sehingga dia mendoakanmu.” Sebuah riwayat
yang juga terdapat dalam kitab Shahih al-Jami ash-Shaghir karya
Jalaluddin as-Suyuthi.
Mendengar segala keistimewaan itu Uwais
bukannya jadi besar kepala, pesannya pun sederhana kepada Umar, “Wahai
Amurilmukminin, saya punya permohonan untuk Anda,” kata Uwais.
“Apa itu, Uwais?” tanya Umar.
“Tolong sembunyikan soal jati diri saya
yang Anda dengar dari Rasulullah dan izinkanlah saya untuk segera beranjak dari
tempat ini,” kata Uwais.
Umar pun mengabulkan permohonan tersebut.
Dalam kesaksian Harim bin Hayyan, Uwais berkata kepadanya, “Aku tidak suka
perkara ini,” setelah Harim meminta hadis dari riwayat Uwais.
“Aku tidak ingin menjadi mukhaddits (ahli
hadis), kadi (hakim), dan mufti (pencetus fatwa). Aku tak suka diriku
sibuk dengan manusia,” jawab Uwais yang ingin menjauh dari gelar-gelar duniawi
sekalipun itu terlihat seperti gelar dari agama.
Di tempat persembunyiannya itulah Uwais
menghabiskan sisa hidupnya. Sampai kemudian keberadaan Uwais yang tidak
terdeteksi oleh orang banyak itu muncul kembali saat ditemukan dalam keadaan
syahid saat Perang Shiffin bergejolak. (fath/tirto/arrahmah.com)
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi
yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan
lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya
hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada
kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba
kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan
merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia
tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada
masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu
hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu
bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais,
sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya,
karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran
Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui
rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap
melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu
dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu
dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke
Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada
yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud
Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh
musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya
dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya
kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan
musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu
tak dapat dipendam lagi.
Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam
hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari
dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya
dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam
menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati
ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar
diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah
uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi
perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di
rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang“. Dengan
rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan
ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat
menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang
ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus
kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun
gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan
begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui
demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang
selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah.
Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil
mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam
Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata
beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa
kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya
tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan
Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih
terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia
cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada
ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit
kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW
langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW
menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah
penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda
Rasulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut
informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan
segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan
sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW
bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni),
perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar
r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah
do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama
kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq
r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar
teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit.
Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama.
Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu
menanyakan tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah
itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia
dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih
berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut
bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah
yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w.
mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan
itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka
di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui
Uwais al-Qarni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a.
dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan
sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung
tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera
membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada
ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW.
Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,
siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua
sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah.
Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya
Uwais al-Qarni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah
meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah
dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais
berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah:
“Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais,
Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari
anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat
kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar
r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais,
untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata :
“Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari
selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi“.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali
tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan
di tolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah
Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan
kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk
ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat
seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami
tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan
sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai
waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami
berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah
kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?”tanya
kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya. “Kami telah
melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca
bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan
berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Sungguh ajaib, kami semua tidak
tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu
orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan
kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ?
“Tanya kami. “Uwais al-Qarni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata
lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik
orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah
mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada
orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun
melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais
al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami
menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami
membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak
satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar
kalau Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia
akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana
sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika
orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang
yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke
pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan
Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya
hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk
kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi
sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah
orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan
sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak
diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap
melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling
bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni ? Bukankah
Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang
kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari
wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah
sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke
bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk
Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qarni” ternyata ia tak terkenal di bumi
tapi terkenal di langit.
Pemuda Fakir Ini Ternyata Penghuni Langit
Yang Sering Dimintai Doa Oleh Umar Bin Khattab
Agaknya ia kini terkurung rapuh dalam
ranjangnya, ia kini hanya bisa merintih dan merepotkanmu minta di ambilkan
sekadar air minum atau segala keperluan lain. Sebab barangkali tulangnya kini
telah runyam termakan masa, usianya hampir enam puluhan, kedua kakinya yang
kian lapuk bahkan acapkali bergetar meski hanya untuk menopang tubuhnya sendiri
berdiri. Ialah ibumu, yang kini telah terenggut kekuatan jasmaniah dan
rohaniahnya oleh usia, ia kini terbelenggu macam – macam penyakit yang
bersarang di setiap organ tubuhnya.
Mungkin juga terkadang kau sendiri harus
merasa jijik dan terepotkan sebab tiap hari harus membersihkan serakan air
kencingnya di lantai. Atau barangkali suatu saat kau mulai lelah dengan segala
ulah – ulahnya akibat ketidak berdayaannya kini?
Ialah ibu terkasihmu itu, yang mungkin
barangkali masih terekam sedu belai kasihnya padamu bertahun – tahun silam.
Tatkala jemarinya yang masih cekatan menyuapimu supaya kau mau makan, tatkala
langkah kakinya masih kukuh untuk menggendongmu setiap malam menjelang, tatkala
suaranya masih kuat terdengar untuk menghiburmu yang menangis tengah malam.
Ialah ibumu, yang dengan penuh kasih rela mengorbankan segenap tenaganya yang
telah terkuras mengerjakan segala keperluan domestik untuk mengantar dan
menunggumu sekolah, tiap pagi ia sediakan sarapan, memeriksa PR dan buku
perlajaranmu dan menyisipkan uang saku. Hingga tatkala kau pulang dari sekolah
ia bertanya, “Bagaimana sekolahmu hari ini nak?”, “Berapa nilaimu?”.
Kelopak matanya yang keriput menghitam
dan terlihat kuyu karena terjaga semalaman untuk melayani dan menjagamu saat
kau sakit. Ialah ibumu, barangkali masih begitu lamat otak lapuk ini
mengenangnya. Dan sekarang ia telah begitu renta, ia tak mampu berbuat apa –
apa, walau bahkan hanya untuk mengangkat badannya sendiri.
Namun mengapa kau merasa keberatan untuk merawatnya,
mengapa kau banyak mengeluh untuk melayani kemauannya. Mengapa kau harus merasa
jijik untuk memandikan dan membersihkan kotorannya? Bahkan tidak sedikit
penulis jumpai, para anak yang tega menitipkan orang tuanya yang telah renta ke
panti jumpo, sementara mereka sendiri hakikatnya masih mampu dan mungkin untuk
merawatnya sendiri di rumah.
Bila tidak bisa berbuat kasih kepada
orang tua, lalu apa salahnya sedikit membalas jasa atas kasihnya hingga kita
tumbuh sebesar dan sesukses ini.
Mereka layak di perlakukan dengan baik,
mereka layak di perhatikan sebagaimana posisi dan hak mereka sebagai ibu yang
telah mengandung dan membersarkan anaknya. Mereka layak mendapatkan perawatan
dan sentuhan kasih langsung dari anaknya yang lembut dan ikhlas tanpa kata –
kata penghakiman, hinaan, cemoohan ataupun bentakan dari mulut sang anak hanya
karena ulah yang di sebabkan karena ketidak berdayaannya.
Mengenai realita di atas, tetiba imaji
penulis melambung pada suatu kisah yang patutnya dapat kita teladani, yakn Uwais
Al Qarni, seorang pemuda fakir yang konon begitu istimewa di mata Nabi. tak
hanya istimewa di mata Nabi, ia pun konon makhluk tersohor dan begitu masyhur
di langit. Ia tinggal di Yaman hanya bersama ibunya yang renta, lumpuh dan
buta.
Untuk menghidupi dirinya juga ibunya, ia
mengais riski dengan menggembalakan kambing dan unta milik orang. Begitu ikhlas
ia menekuni pekerjaannya itu sebagai wujud bakti dan kasihnya kepada sang ibu,
kali – kali bila uangnya lebih senantiasa ia sisipkan untuk orang lain yang
membutuhkan.
Selain taat kepada sang ibu, Uwais juga
di kenal ahli ibadah. Hari – harinya ia habiskan untuk bersungkur sujud di
hadapan Tuhan, terutama pada tengah – tengah malam, ia terjaga menunaikan
shalat – shalat malam, ia lakoni juga puasa dan peribadahan lain. Namun, di
samping itu sesungguhnya ia bersedih dan iri tatkala menyaksikan banyak
tetangganya yang pulang dari Madinah dan bisa berjumpa dengan Nabi. Sebenarnya
telah begitu memendam rindu pada sosok Muhammad kekasih Allah itu, bahkan saking
cintanya, ia pun turut menggetok giginya dengan batu hingga terpatah tatkala
mendengar patahnya gigi Nabi saat perang Uhud.
Hingga suatu hari, mengamini rasa
rindunya pada sang terkasih utusan Allah yang kian membuncah itu, ia dekati
ibunya, melimpahkan segenap maksud dan isi hatinya dan memohon izin kepada sang
ibu untuk di perkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais yang
sudah uzur itu begitu terharu seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais anakku,
temuilah nabi di rumahnya dan bila telah berjumpa padanya, segeralah engkau
kembali pulang”.
Alangkah gembira hati Uwais mendengarkan
ucapan ibunya itu. Bersegeralah ia berkemas, tak lupa ia persiapkan segala
keperluan sang ibu di rumah serta berpesan kepada tetanggnya supaya dapat
menemani atau sekadar menjaganya selama ia pergi. Sesudah berpamitan dan
mencium ibunya, Uwais bergegas menuju Madinah.
Setelah menempuh perjalanan yang begitu
jauh selama berhari – hari, tibalah ia di rumah Nabi. ia ketuk pintu rumahnya
seraya mengucapkan salam hingga keluar seorang seraya membalas salamnya. Namun
rupanya, Nabi sedang tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran.
Betapa kecewa hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan
Nabi, utusan Allah yang telah lama di rindukannya itu. Namun malangnya harapan
itu sirna.
Dalam lubuk hati Uwais Al Qarni,
bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi
kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih begitu terekam di perkupingannya akan
pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia lekas pulang ke
Yaman, “Engkau harus lepas pulang.”
Akhirnya, demi mewujudkan bakti dan ketaatan
pada ibunya, bayangan akan ibunya di rumah mampu mengalahkan suara hati dan
kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak
mungkin, Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah r.a., untuk
segera pulang kembali ke Yaman seraya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah
itu, Uwais pun segera berlalu pulang mengayunkan lengkahnya dengan perasaan
amat sedih haru biru
Peperangan telah usai dan Nabi pulang menuju Madinah. Sesampainya di
rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya.
Nabi menyampaikan bahwa Uwais anak yang di kenal begitu bakti pada ibunya
adalah pesohor langit. Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah r.a. dan para
sahabat tertegun.
Menurut keterangan Siti Aisyah r.a.
memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya
sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu
lama. Nabi Muhammad melanjutkan keterangan ihwal Uwais Al Qarni, penghuni
langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia,
perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu Nabi menatap lamat Ali bin
Abi Thalib dan Umar bin Khattab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian
bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit,
bukan orang bumi.”
Masa kian bergilir, dan Nabi kemudian
wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khattab.
Syahdan tatkala Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi ihwal Uwais Al Qarni
sang pesohor langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi itu kepada
sahabat Ali bin Abi Thalib. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari
Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais Al
Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu. yang kerjanya hanya menggembalakan
domba dan unta setiap hari? Mengapa Khalifah Umar dan sahabat Nabi, Ali bin Abi
Thalib selalu menanyakan dia?
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam
silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al Qarni
turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat
ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar dan Ali
bin Abi Thalib mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni turut
bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama
mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar
jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib segera pergi menjumpai Uwais
Al Qarni.
Tetibanya di kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang
menunaikan shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, barulah Uwais
menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib sambil mendekati kedua
sahabat Nabi tersebut. Lantas ia ulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu
berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais, seperti
yang pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak
tangan Uwais Al Qarni.
Wajah Uwais nampak bercahaya. Sebagaimana
sabda nabi, ia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib
menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka
tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah
namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al Qarni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah
bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut
bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin
Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais
enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada
kalian”.
Mendengar tanggapan Uwais, “Khalifah
berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti
dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais
Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk
menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja
hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir
ini tidak diketahui orang lagi.”
Tatkala Uwais Al Qarni Wafat
Selang beberapa tahun kemudian, terisar kabar bahwa Uwais Al Qarni telah
berpulang ke Rahmatullah. Anehnya, pada saat jasadnya hendak di mandikan,
tiba-tiba sudah banyak orang yang ingin berebutan ingin memandikannya.
Dan tatkala di bawa ke tempat pembaringan
untuk dikafani, di sana pun sudah banyak yang menunggu untuk mengafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, di sana ternyata
sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan
dibawa ke pekuburannya, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk
menusungnya.
Wafatnya Uwais Al Qarni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi peristiwa yang aganya
begitu ganjil dan mengherankan. Sedemikian banyaknya orang tak di kenal yang
berbondong – bondong berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya,
padahal Uwais Al Qarni adalah seorang yang fakir dan tidak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur,
di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka
saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau Wahai Uwais Al Qarni?
Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki
apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai pengembala domba dan unta?
Tapi, ketika hari wafatnya, engkau
menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak
pernah kami kenal.mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya
mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus
jenazah dan pemakamannya.
”Berita meninggalnya Uwais Al Qarni serta
senarai kejanggalan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar kemana-mana.
Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al Qarni.
Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al Qarni
disebabkan permintaan Uwais Al Qarni sendiri kepada Khalifah Umar dan Ali bin
Abi Thalib agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka
mendengar sebagaimana yang telah di sabdakan oleh Nabi, bahwa Uwais Al Qarni
adalah pesohor langit.
Demikian, uraian kisah mengenai Uwais al
– Qarni, seorang pemuda fakir yang asmanya di kenang Nabi sebagai anak yang
begitu bakti pada ibunya.
Adakah kini sesuatu yang benderang di
ruang hatimu? Adakah kini engkau mafhum dan bersedia membalas jasa kasih ibumu
dengan ridho, ikhlas penuh kelembutan? Dan adakah kini engkau tergerak hatinya
untuk meminta maaf dan menciumi ibumu yang telah renta itu? Sebelum penulis
akhiri, kiranya ada baiknya kita resapi lamat – lamat intisari sabda Rasulullah
ketika beliau ditanya tentang peranan kedua orang tua. Dan beliau menjawab,
“Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR Ibnu Majah).