http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/10/al-kaafiy-sekarang-bukan-al-kaafiy-yang.html
Al-Kulainiy
berkata :
مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى عَنْ
أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ
أَسْبَاطٍ عَنِ الْحَكَمِ بْنِ مِسْكِينٍ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِنَا قَالَ قُلْتُ
لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) مَتَى يَعْرِفُ الْأَخِيرُ
مَا عِنْدَ الْأَوَّلِ قَالَ فِي آخِرِدَقِيقَةٍ تَبْقَى مِنْ رُوحِهِ .
Muhammad
bin Yahyaa, dari Ahmad bin Muhammad, dari Al-Husain bin Sa’iid, dari ‘Aliy bin
Asbaath, dari Al-Hakam bin Miskiin, dari sebagian shahabat kami, ia berkata :
Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam) : “Kapankah orang
terakhir mengetahui apa yang ada di sisi yang pertama ?”. Ia menjawab : “Di
akhir menit yang tersisa dari ruhnya (sebelum
kematiannya)” [Al-Kaafiy, 1/274].
Hadits di
atas menggunakan terminologi ‘menit’ (daqiiqah) sebagai penunjuk waktu
yang spesifik. Kata ‘menit’ (yang ekuivalen dengan 60 detik), belum
dikenal di masa itu.
Masih ada
beberapa hadits dalam Al-Kaafiy yang menggunakan terminologi menit.
Skrin sot
nya ada di bawah :
Selain Al-Kaafiy, ada beberapa kitab Syi’ah klasik yang
menggunakan kata ‘menit’ sebagai keterangan waktu spesifik, antara lain : Bashaairud-Darajaat oleh Ash-Shaffaar (w. 290 H) dan Al-Imaamah wat-Tabshirah oleh Ibnu Babawaih Al-Qumiy (w. 329 H),
ayah dari Ash-Shaduuq. Sebagai perbandingan, kata ‘menit’ tidak dijumpai dalam
tulisan-tulisan Ash-Shaduuq (w. 381 H), Al-Mufiid (w. 413 H), Al-Murtadlaa (w.
436 H), Ath-Thuusiy (w. 460 H), dan Ath-Thabarasiy (w. 548 H).
Dan sangat
lucu, ada seorang ulama Syi’ah yang bernama Ibnu Thaawuus (w. 664 H) yang menghitung
waktu kelahiran anaknya sampai hitung detik. Berikut perkataannya :
وكان ولدي ( علي ) شرفه الله جل
جلاله طول مدته وأتحفه بكرامته قد دخل في السنة الثالثة من عمره وولادته ولد بعد
مضي ثانيتين وست عشرة دقيقة من يوم الجمعة ثامن محرم سنة سبع وأربعين وستمائة
بمشهد مولانا علي صلوات الله عليه وهما وديعتي عند الله جل جلاله
“Anakku
(‘Aliy) – semoga Allah yang Maha Agung memuliakannya sepanjang hidupnya dan
melimpahkan kepadanya barakah-Nya – telah memasuki tahun ketiga dari umurnya
dan kelahirannya. Ia lahir setelah berlalunya 2 detik dan 16 menit dari hari
Jum’at, tanggal 8 Muharram tahun 647 di Masyhad maula kami ‘Aliy ‘alaihis-salaam……” [Kasyful-Mahajjah, 4/4].
Dalam kitab Al-Mu’jamul-Wasiith (1/291) dituliskan :
(الدقيقة) وحدة زمنية تعادل جزءا من ستين جزءا من الساعة ووحدة
لقياس خطوط الطول أو العرض تساوي جزءا من ستين جزءا من الدرجة (مج) (ج) دقائق (محدثة)
“Menit (ad-daqiqah)
adalah satuan waktu yang sama dengan 1/60 jam, dan satuan bagi busur garis
vertikal dan horisontal yang disamakan dengan 1/60 derajat. Jamaknyadaqaaiq;
dan ia merupakan istilah baru (muhdats)”.
Oleh karena
itu, sangat patut diduga Al-Kaafiy yang beredar sekarang ini ditulis oleh
pihak-pihak tertentu (entah siapa) setelah era Al-Kulainiy, karena ia merupakan
bahasa serapan dari bahasa ‘ajam yang tidak dikenal di jaman Al-Kulainiy
dan sebelumnya. Aslikah kitab Al-Kaafiy sekarang ini ?
Mungkinkah
Abu ‘Abdillah menggunakan istilah yang bukan asli bahasa ‘Arab dalam ‘kalam
sucinya’ ?.
Bandingkan dengan bahasa Al-Qur’an :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا
جَاءَ أَجَلُهُمْ لا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap
umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya” [QS. Al-A’raf : 34].
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَنْ
لَمْ يَلْبَثُوا إِلا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
“Dan
(ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka
merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya
sesaat saja di siang hari (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya
rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka
tidak mendapat petunjuk” [QS. Yunus : 45].
Apapun
itu,… nampaknya eksistensi sanad ataupun bahasa tidak terlalu dipikirkan oleh
sebagian ulama Syi’ah.
Seorang
ulama Syi’ah yang bernama Muhamad Baaqir Al-Majlisiy berkata :
فإننا لا نحتاج إلى سند لهذه
الأصول الأربعة وإذا أوردنا سنداً فليس إلا للتيمن والبركة والإقتداء بسنة السلف
“Sesungguhnya
kami tidak butuh kepada sanad untuk al-ushul-al-arba’ah ini (yaitu empat kitab hadits utama
Syi’ah, termasuk Al-Kaafiy). Apabila kami meletakkan sanad (pada satu riwayat), maka tidak lain
itu hanyalah sekedar memandang baik, menggapai barakah, dan mengikuti sunnah
salaf” [Rasaail Abil-Ma’aaliy Al-Majlisiy, hal. 459].
Juga Al-Muhaqqiq Abul-Hasan Asy-Sya’raaniy :
إن أكثر أحاديث الأصول في الكافي
غير صحيحة الإسناد ولكنها معتمدة لاعتبار متونها وموافقتها للعقائد الحقّة ولا
ينظر في مثلها إلى الإسناد
“Sesungguhnya
kebanyakan hadits-hadits dalam Al-Ushul-fil-Kahfiy sanadnya tidak shahih, akan tetapi ia
dapat dipercaya dan layak dipertimbangkan matannya karena berkesesuaian dengan
‘aqidah-‘aqidah yang hak, sehingga tidak perlu melihat sanadnya untuk hadits
yang semisal itu” [Miqyaasul-Hidaayah, 2/282].
Artinya,
sumber apapun yang berkesesuaian dengan doktrin teologis mereka akan
dibenarkan. Itu bukan kesimpulan saya, tapi kesimpulan yang dapat ditarik dari
ulama Syi’ah di atas….
afwan
ust. klo ptnyaanx kluar dr Topik.., apa hukum Sighat Taklik yg dbaca saat
nikah.,apakh wajib, sunnah ataukah bid'ah, ada bbrp Ikhwa yg mmbacax n
dikatakan hal ini tak mngapa..,tlg d bhas scara Ilmiah..,Syukran Jazakallahu
khayr... :)
ust. klo
Maslahat n Mudharat sm2 seimbang apakh yg hrs kita lakukan..??????, sykran
Padahal
pada al Kafi Juz I/hal 274 itu berada pada bagian BAB 81. Penjelasan di antara
dakwaan orang yang benar dan orang yang batil tentang urusan imamah BERISI
hadits yang sangat panjang, dengan sanad ini nih :Ali bin Ibrahim bin
Hasyim,... daripada bapanya, daripada Ibn Mahbub, daripada Salam bin Abdullah
dan Muhammad bin al-Hasan dan Ali bin Muhammad, daripada Sahl bin Ziyad dan Abu
Ali al-Asy'ari, daripada Muhammad bin Hassan, daripada Muhammad bin Ali,
daripada Ali bin al-Asbat, daripada Salam bin Abdullah al-Hasyimi, Muhammad bin
Ali berkata:
Noh sanandnya saja sudah bohong xi xi xi.. ini belum soal Isinya... wuah beda
jauh... Wah nih yang dusta Ahlu sunnah pa Wahabbi ya xi xi xi.... kalau wahabi
maklum dech... abu al Jauzaa kan wahabbi... sering ketahuan malsuin hadits...
noh bilang sono dicari sama Secondprince dan jakfari... dua blog yang sering
menunjukkan kedustaan Abu al Jauza.... xi xi xi
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Siapa yang dusta bung ? Anda mbuka matan kitab Al-Kaafiy
gak ? Saya nulis itu - walau dengan mengambil faedah dari tulisan orang lain -
, juga mbuka kitab Al-Kaafiy yang saya punya. Dan itu saya kopi paste kan
langsung dari matan kitab Al-Kaafiy.
Sungguh kasihan Anda......
kautsar1234 mengatakan...
afwan ustadz, apabila tidak nyambung dengan bab ini
saya ingin bertanya, ustadz menulis sunan abu dawud no hadits 3332, tentang
apakah pahala sampe kepada mayit ato tidak dalam forum habib mundzir
setelah saya cek sunan abu dawud no 3332 di lidwa.com maka yang keluar kok
tentang makan bawang
pripun ini ustadz?
jazakallahu khoir atas penjelasan yang akan antum berikan
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
penomoran hadits versi lidwa dan yang versi cetak lain.
apa yang saya tulis adalah versi cetaknya.
kautsar1234 mengatakan...
sekali lagi
jazakallahu khairan ustadz atas penjelasannya
sabar ya ustadz sama syi'ah. . .saya pernah "berdialog" dengan mereka
dan kalo udah kepepet maka mencela sahabat lagi
waktu saya bilang, nama anak 'ali radhiyallahu 'anhu adalah abu bakar dan umar,
maka mereka menjawab kalo itu adalah nama umum
di indonesia seperti tono, andi, budi. . . bikin guemes bener dah mereka
ustad kok ngibul...
nih di buktiin ngibulnya antum ustad
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
Ada orang Syi'ah yang lucu.....
Katanya daqiiq dalam artian menit itu katanya bukan muhdats. Inti alasannya
adalah mengambil perkataan Ibnnu Hazm dan beberapa perkataan dalam ilmu falaq.
Al-Kulainiy menyebutkan riwayat dalam Al-Kaafiy yang dinisbatkan pada Abu
'Abdillah (imam Syi'ah) dengan menyebutkan kata 'daqiiq' untuk perhitungan
waktu. Al-Kulainiy
meninggal tahun 329 H.
Riwayat itu lemah menurut Al-Majlisiy, sehingga yang jadi terdakwa tidak
mungkin Abu 'Abdillah. Tidak ada satupun ayat Al-Qur'an, hadits, sya'ir bahasa
Arab klasik (yang biasanya menjadi keotentikan kata/kalimat dalam bahasa Arab)
yang menyebutkan kata 'daqiiq'.
Dan tidak mungkin Abu 'Abdillah menggunakan kata 'daqiiq' karena kata itu belum
dikenal di jaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Adalah aneh jika
orang Syi'ah itu mengatakan bahwa 'mungkin' di jaman Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam kata 'daqiiq' itu belum ada, namun menjadi ada di jaman Imam
Ja'far. Jika ia mengatakan itu, artinya, kata 'daqiiq' itu bukan kata Arab yang
asli dan fasih. Orang Arab di jaman dulu tidak menyukai (dan bahkan mencela)
penggunakan kata-kata yang tidak fasih. Apalagi kata-kata orang 'Ajam.
Kemudian,... jika orang Syi'ah itu berdalil dengan perkataan Ibnu Hazm, maka
kita katakan : jarak antara Al-Kulainiy dengan Ibnu Hazm itu jauh. Ibnu Hazm lahir tahun 384 H (bandingkan dengan tahun wafat
Al-Kulainiy di atas). Oleh karena itu, beberapa ulama mengklasifikasikan
periode Ibnu Hazm adalah periode muta'akhkhiriin.
Selain itu, ia adalah penduduk Andalus (Spanyol) yang di situ (waktu itu)
berkembang ilmu-ilmu serapan.
Justru itulah, dengan perkataan Ibnu Hazm itu kita mengetahui bahwa kata
'daqiiq' (yang menunjukkan waktu) yang ia ucapkan bukan merupakan kata asli
dalam bahasa Arab. Begitu pula dengan perkataan Al-Khawaarizmiy (lahir tahun
387 H) dalam Mafaatihul-'Uluum yang menggunakan kata 'daqiiq' dalam ilmu falaq.
(Nama) satuan-satuan ilmu falaq itu tidak dikenal masyarakat 'Arab, karena ia
merupakan ilmu serapan.
Jadi, jangan dibolak-balik.
Lalu, tentang perkataan orang Syi'ah itu yang membahas kata 'saa'ah' dalam
hadits. Ia membawakan itu untuk mengqiyaskan dengan permasalahan kata 'daqiiq'.
Ini namanya qiyas ma'al-faariq. Saa'ah yang menunjukkan pada waktu itu dikenal
dalam Al-Qur'an, hadits, syi'ir bahasa Arab, dan juga kamus bahasa Arab sebagai
kata asli dan fasih.
Adapun
jika dikatakan dalam hadits :
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا
عَشْرَةَ سَاعَةً
"Hari Jum'at ada 12 sa'aah".
Memang benar, saa'ah itu asalnya bukan berarti 'jam'. Saa'ah itu artinya waktu
atau saat. Ibnul-Atsiir dalam An-Nihaayah fii Ghariibil-Hadiits mengatakan
bahwa as-sa'ah itu dalam bahasa Arab dimutlakkan dalam dua makna, yaitu : satu
bagian dari 24 bagian waktu sehari dan semalam. Kedua, bagian yang
sedikit/sebentar dari waktu malam dan siang. Oleh karena itu, hadits di atas
bisa diartikan : "Hari Jum'at ada 12 waktu/saat". Atau dikatakan : 12
jam. Ini masalah translasi saja.
Adapun perincian menit dan detik, itu tidak ada dalam bahasa Arab dan baru
muncul kemudian (setelah berkembangnya ilmu falaq).
NB : Apabila orang Syi'ah itu kemudian berhujjah dengan referensi-referensi
Syi'ah lain seperti bukunya Al-Ya'quubiy, Ash-Shaffaar, atau yang telah
disebutkan di artikel di atas, maka silakan saja, karena justru itulah
permasalahan yang kita kritik. Kan sudah ditulis di atas. Kalau mereka
berpegang dengan kitab-kitab mereka, itu wajar lah ya.....