http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/08/wasiat-nabi-kepada-aliy-yang-tidak.html
Artikel lain :
Pingin tahu atau pingin tahu
banget ?. Dalam referensi Syi’ah, Nabi shallallaahu
‘alaihi wa aalihi wa sallampernah berkata
kepada ‘Aliy bin Abi Thaalibradliyallaahu ‘anhu :
....... يا علي أنت وصيي على أهل بيتي حيهم وميتهم، وعلى نسائي:
فمن ثبتها لقيتني غدا، ومن طلقتها فأنا برئ منها، لم ترني (5) ولم أرها في عرصة
القيامة، وأنت خليفتي على أمتي من بعدي.......
“….Wahai ‘Aliy, engkau
adalah washiy-ku terhadap
Ahlul-Baitku, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, (dan juga washiy-ku) terhadap
istri-istriku. Barangsiapa (diantara istriku) yang tetap aku pertahankan,
maka ia akan berjumpa denganku kelak (di surga). Dan barangsiapa (diantara istriku) yang aku ceraikan, maka
aku berlepas diri darinya. Ia tidak akan
melihatku dan akupun tidak akan melihatnya kelak di padang Mahsyar. Engkau adalah
khalifahku atas umatku sepeninggalku kelak….” [Al-Ghaibah oleh Ath-Thuusiy, hal. 150 – sumber : sini].
Lafadhnya sebenarnya
panjang, namun saya cuplik yang berkaitan dengan judul saja.
Riwayat ini menarik, karena
secara umum orang-orang Syi’ah memegang dan berhujjah dengannya (kecuali
sedikit hal yang akan dibahas di bawah).
Pertanyaannya : Siapakah di
antara istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam yang tetap dipertahankan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hingga akhir hayat beliau ?. Benar, di antaranya ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa.
Lantas, kenapa ?. Konsekuensinya, menurut riwayat di atas, ‘Aaisyah akan
menemui beliau kelak di surga. Bisa dipahami ?.
Pendek kata, ‘Aaisyah
termasuk ahli surga.
Tapi apakah orang-orang
Syi’ah menerimanya ?. Ternyata tidak. Mereka adalah orang yang pertama kali
melanggar riwayat yang mereka tulis sendiri. Mereka menerima semua kalimat,
kecuali yang berwarna biru. Tidak ada sesuatu yang menyebabkan mereka menolak
(konsekuensi) kalimat yang berwarna biru di atas kecuali karena kebencian dan
dendam kesumat, turun temurun dari generasi ke generasi.
Mereka adalah kaum yang
pertama kali berkhianat terhadap wasiat Nabi. Mereka mencaci-maki dan
mengkafirkan istri-istri beliau shallallaahu
‘alaihi wa aalihi wa sallam. Tak percaya
?. Lihat dan dengarkan cacian Hasan Syahaatah (yang beberapa waktu lalu mati
terhina di jalanan) terhadap ‘Aaisyah (dan juga shahabat Nabi yang lain) :
Tentang bukti penolakan
terhadap wasiat Nabi di atas, maka simaklah alur logika ‘kocak’ (maaf) saat
mereka berdebat dengan Asy-Syaikh ‘Adnaan ‘Ar’uur hafidhahullah berikut :
Untuk mencintai ‘Aaisyah dan
istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
aalihi wa sallam yang lain, kita tidak
terlalu butuh riwayat Ath-Thuusiy, karena Allah ta’ala berfirman :
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ
وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi itu (hendaknya)
lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiridan istri-istrinya
adalah ibu-ibu mereka” [QS. Al-Ahzaab : 6].[1]
Mereka adalah ibu-ibu kita.
Tidak akan mungkin kita mencaci maki dan mengkafirkan ibu kita, ibu orang-orang
beriman (ummahatul-mukminiin).
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – perumahan
ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 24091434/02082013 – 00:20].
COMMENTS
Mutiara Bijak Ibnu Taimiyyah mengatakan...
masya
allah semoga allah melimpahkan hidayah kepada kita semua
Kekesalan
ana kepada syi'ah sudah pada puncaknya... Tapi sekarang malah ana lebih suka
memandang mereka sebagai lelucon dengan aqidah, manhaj, dan logika mereka yang
koplak bin kocak, sperti yg antum bilang...
BTW, channel amskhan2007 di youtube yang biasanya jadi hiburan 'opera van
syi'ah' udah di-ban... syi'ah kayanya bareng2 ngelaporin ke youtube karena udah
gak tahan sama serangan2 disitu...
'alaa kulli haal, jazakallahu khairan yaa ustadz...
eM mengatakan...
Untuk
@Anonim di atas ana, di Youtube ada Channel backup amskhan2007, yaitu: rafidi
terminator
Berikut link channel 'rafidi terminator':
http://www.youtube.com/user/RafidiTerminator
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/11/aisyah-adalah-istri-nabi-shallallaahu.html
Telah berkata Al-Imaam At-Tirmidziy rahimahullah :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ الْمَكِّيِّ عَنْ ابْنِ أَبِي حُسَيْنٍ عَنْ ابْنِ أَبِي
مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ جِبْرِيلَ جَاءَ بِصُورَتِهَا فِي خِرْقَةِ
حَرِيرٍ خَضْرَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
إِنَّ هَذِهِ زَوْجَتُكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abd bin Humaid : Telah mengkhabarkan kepada kami
‘Abdurrazzaq, dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Alqamah Al-Makkiy, dari Ibnu Abi
Husain, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari ‘Aaisyah : “Bahwasannya Jibriil datang
kepada Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam bersama gambar Aisyah dalam secarik kain sutera hijau, lalu
berkata : ‘Sesungguhnya
ini adalah isterimu di dunia dan akhirat’” [Jaami’ At-Tirmidziy no. 3880, At-Tirmidziy berkata : “Hadits
ini hasan
ghariib, kami
tidak mengetahuinya selain dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Alqamah”].
Hadits ini shahih.[1]
Ada penguat lain, yaitu :
أخبرنا
بن خزيمة حدثنا سعيد بن يحيى الأموي حدثني أبي حدثني أبو العنبس سعيد بن كثير عن
أبيه قال حدثنا عائشة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر فاطمة قالت فتكلمت انا
فقال أما ترضين ان تكونى زوجتى في الدنيا والآخرة قلت بلى والله قال فأنت زوجتى في
الدنيا والآخرة
Telah
mengkhabarkan kepada kami Ibnu Khuzaimah : Telah menceritakan kepada kami
Sa’iid bin Yahyaa Al-Umawiy : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah
menceritakan kepadaku Abul-‘Anbas Sa’iid bin Katsiir, dari ayahnya, ia berkata
: Telah menceritakan kepada kami ‘Aaisyah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan Faathimah. ‘Aaisyah berkata :
“Maka, akupun protes kepada beliau”. Beliau kemudian bersabda : “Apakah engkau tidak ridla menjadi istriku
di dunia dan di akhirat”. Aku berkata : “Tentu, demi Allah”. Beliau bersabda : “Engkau adalah istriku di dunia dan di
akhirat”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 7095].
Hadits ini shahih lighairihi.[2]
‘Ammaar bin
Yasiir pun mengakui bahwasannya ‘Aaisyah adalah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat, dan Al-Hasan bin
‘Aliy pun men-taqrir-nyaradliyallaahu ‘anhum.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ
سَمِعْتُ أَبَا وَائِلٍ قَالَ لَمَّا بَعَثَ عَلِيٌّ عَمَّارًا وَالْحَسَنَ إِلَى
الْكُوفَةِ لِيَسْتَنْفِرَهُمْ خَطَبَ عَمَّارٌ فَقَالَ إِنِّي لَأَعْلَمُ
أَنَّهَا زَوْجَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَكِنَّ اللَّهَ ابْتَلَاكُمْ
لِتَتَّبِعُوهُ أَوْ إِيَّاهَا
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar : Telah menceritakan kepada kami
Ghundar : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Hakam : Aku mendengar
Abu Waail berkata : Ketika 'Aliy mengutus 'Ammaar dan Al-Hasan ke Kuufah untuk
mengerahkan mereka berjihad, 'Ammaar berkhutbah : "Sungguh aku mengetahui
bahwa ia (‘Aaisyah) adalah istri beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam di dunia dan akhirat. Akan tetapi sekarang
Allah menguji kalian apakah akan mentaati-Nya (yaitu tidak keluar ketaatan dari
‘Aliy dan melawannya) atau mengikutinya ('Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa dalam melawan ‘Aliy)" [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 3772. Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy no. 7100
& 7101, Ahmad 4/265, Al-Bazzaar dalam Al-Musnadno. 1408-1409,
Al-Baihaqiy 8/174, dan yang lainnya].
Lihatlah keadilan ‘Ammaar. Ia tetap mengakui keutamaan
‘Aaisyah sebagai istri Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat meskipun
posisinya saat itu berseberangan dengannya[3]. Ia jauh
dari celaan sebagaimana celaan orang-orang Syi’ah. Begitu pula Al-Hasan bin
‘Aliy yang men-taqrir (menyetujui)
apa yang dikatakan ‘Ammaar.
Mungkin orang Syi’ah akan berkelit bahwa Al-Hasan tidak
ada di hadir di tempat itu dan belum tentu ia men-taqrir apa yang dikatakan ‘Ammaar. Sungguh kerdil
logika mereka !. ‘Ammaar dan Al-Hasan adalah dua orang yang diutus secara
khusus oleh ‘Aliy bin Abi Thaalib dalam mengatasi pasukan Jamaal. Sesampainya
di Kuufah, ‘Ammaar berkhutbah di depan khalayak. Tentu saja apa yang
dikatakannya itu didengar banyak orang, baik rombongannya maupun orang-orang
Kuufah. Tidak terkecuali Al-Hasan bin ‘Aliyradliyallaahu ‘anhum. Riwayat
berikut adalah pemutusnya :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ حَدَّثَنَا أَبُو مَرْيَمَ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ الْأَسَدِيُّ قَالَ لَمَّا سَارَ طَلْحَةُ وَالزُّبَيْرُ
وَعَائِشَةُ إِلَى الْبَصْرَةِ بَعَثَ عَلِيٌّ عَمَّارَ بْنَ يَاسِرٍ وَحَسَنَ
بْنَ عَلِيٍّ فَقَدِمَا عَلَيْنَا الْكُوفَةَ فَصَعِدَا الْمِنْبَرَ فَكَانَ
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ فَوْقَ الْمِنْبَرِ فِي أَعْلَاهُ وَقَامَ عَمَّارٌ
أَسْفَلَ مِنْ الْحَسَنِ فَاجْتَمَعْنَا إِلَيْهِ فَسَمِعْتُ عَمَّارًا يَقُولُ
إِنَّ عَائِشَةَ قَدْ سَارَتْ إِلَى الْبَصْرَةِ وَ وَاللَّهِ إِنَّهَا لَزَوْجَةُ
نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
وَلَكِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ابْتَلَاكُمْ لِيَعْلَمَ إِيَّاهُ
تُطِيعُونَ أَمْ هِيَ
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad : Telah menceriakan kepada kami
Yahyaa bin Aadam : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy : Telah
menceritakan kepada kami Abu Hushain : Telah menceritakan kepada kami Abu
Maryam ‘Abdullah bin Ziyaad Al-Asadiy, ia berkata : Tatkala
Thalhah, Az-Zubair, dan 'Aaisyah berangkat ke Bashrah, Aliy mengutus 'Ammaar
bin Yaasir dan Hasan bin Aliy mendatangi kami di Kuufah. Lalu keduanya naik
minbar. Ketika itu Al-Hasan bin ‘Aliy di atas mimbar di tangga paling
atas, sedangkan ‘Ammaar berdiri di bawah Al-Hasan. Kami berkumpul di
sekelilingnya, dan aku mendengar 'Ammaar berkata : 'Aaisyah sedang berangkat ke
Bashrah. Demi Allah, ia adalah isteri Nabi kalian shallallaahu
‘alaihi wa sallam di dunia dan di akherat. Namun Allah tabaaraka
wa ta’ala menguji kalian agar Dia mengetahui, apakah kalian taat
kepada-Nya atau kepada Aisyah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7100].
Seandainya
Al-Hasan tidak sependapat yang dikatakan ‘Ammaar, tentu ia akan segera
menyanggah. Kedudukannya tidaklah lebih rendah daripada ‘Ammaar. Ia putra
seorang khalifah. Apalagi situasi saat itu sangat mendukung, dimana ‘Aaisyah
merupakan pihak kontra yang hendak dilawan. Seruan mereka berdua (‘Ammaar dan
Al-Hasan) adalah seruan untuk membela ‘Aliy bin Abi Thaalib melawan pasukan
Jamal (yang padanya terdapat Ummul-Mukminiin ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa). Dalam kaedah pun dikatakan : ta’khiirul-bayaan fil-waqtil-haajah, la
yajuuz (mengakhirkan penjelasan pada waktu dibutuhkan adalah tidak
diperbolehkan). Apa yang menghalangi Al-Hasan bin ‘Aliy tidak mengingkari
perkataan ‘Ammaar bin Yaasir seandainya perkataannya itu salah ? Memuji orang
yang telah jelas kefasikannya atau tidak mengkafirkan orang yang sudah jelas
kekafirannya adalah perbuatan yang keliru. Takut ? Tidak pernah sekalipun
terbersit di hati hal itu terhadap Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa.
Jika orang
Syi’ah mengeluarkan senjata pamungkasnya, yaitu : taqiyyah, I have no comment bout this…
Dan perlu
diketahui oleh rekan-rekan sekalian, ‘Ammaar bin Yaasir bahkan mencela orang
yang mencela ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhumaa. Perhatikan riwayat berikut :
حدثنا
يحيى بن آدم قثنا إسرائيل عن أبي إسحاق عن عريب بن حميد قال رأى عمار يوم الجمل
جماعة فقال ما هذا فقالوا رجل يسب عائشة ويقع فيها قال فمشى إليه عمار فقال اسكت
مقبوحا منبوحا اتقع في حبيبة رسول الله إنها لزوجته في الجنة
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Aadam, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Israaiil, dari Abu Ishaaq, dari ‘Uraib bin Humaid, ia berkata :
‘Ammaar pada peperangan Jamal pernah melihat sekumpulan orang. Lalu ia berkata
: “Apakah ini ?”. Mereka berkata : “Seorang laki-laki yang mencaci dan mencela
‘Aaisyah”. ‘Ammaar pun berjalan menuju orang tersebut dan berkata : “Diamlah
engkau dari perkataan yang jelek itu. Apakah engkau mencela seorang yang
menjadi kesayangan/kekasih Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam ?. Sesungguhnya ia adalah istri beliau di
surga” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 1647].
Riwayat ini shahih li-ghairihi.[4]
Giliran
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa memberi kesaksian :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ ابْنِ خُثَيْمٍ عَنِ ابْنِ أَبِي
مُلَيْكَةَ عَنْ ذَكْوَانَ مَوْلَى عَائِشَةَ أَنَّهُ اسْتَأْذَنَ لِابْنِ
عَبَّاسٍ عَلَى عَائِشَةَ وَهِيَ تَمُوتُ وَعِنْدَهَا ابْنُ أَخِيهَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَقَالَ هَذَا ابْنُ عَبَّاسٍ يَسْتَأْذِنُ
عَلَيْكِ وَهُوَ مِنْ خَيْرِ بَنِيكِ فَقَالَتْ دَعْنِي مِنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
وَمِنْ تَزْكِيَتِهِ فَقَالَ لَهَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ فَقِيهٌ فِي دِينِ اللَّهِ فَأْذَنِي لَهُ
فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْكِ وَلْيُوَدِّعْكِ قَالَتْ فَأْذَنْ لَهُ إِنْ شِئْتَ قَالَ
فَأَذِنَ لَهُ فَدَخَلَ ابْنُ عَبَّاسٍ ثُمَّ سَلَّمَ وَجَلَسَ وَقَالَ أَبْشِرِي يَا
أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَكِ وَبَيْنَ أَنْ يَذْهَبَ عَنْكِ
كُلُّ أَذًى وَنَصَبٍ أَوْ قَالَ وَصَبٍ وَتَلْقَيْ الْأَحِبَّةَ مُحَمَّدًا
وَحِزْبَهُ أَوْ قَالَ أَصْحَابَهُ إِلَّا أَنْ تُفَارِقَ رُوحُكِ جَسَدَكِ
فَقَالَتْ وَأَيْضًا فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتِ أَحَبَّ أَزْوَاجِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ يُحِبُّ إِلَّا
طَيِّبًا وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بَرَاءَتَكِ مِنْ فَوْقِ سَبْعِ
سَمَوَاتٍ فَلَيْسَ فِي الْأَرْضِ مَسْجِدٌ إِلَّا وَهُوَ يُتْلَى فِيهِ آنَاءَ
اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ وَسَقَطَتْ قِلَادَتُكِ بِالْأَبْوَاءِ فَاحْتَبَسَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَنْزِلِ وَالنَّاسُ مَعَهُ
فِي ابْتِغَائِهَا أَوْ قَالَ فِي طَلَبِهَا حَتَّى أَصْبَحَ الْقَوْمُ عَلَى غَيْرِ
مَاءٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا }
الْآيَةَ فَكَانَ فِي ذَلِكَ رُخْصَةٌ لِلنَّاسِ عَامَّةً فِي سَبَبِكِ
فَوَاللَّهِ إِنَّكِ لَمُبَارَكَةٌ فَقَالَتْ دَعْنِي يَا ابْنَ عَبَّاسٍ مِنْ
هَذَا فَوَاللَّهِ لَوَدِدْتُ أَنِّي كُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq : Telah mengkhabarkan kepada kami
Ma’mar, dari Ibnu Khutsaim, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Dzakwaan maulaa
‘Aaisyah : Bahwasannya ia (Dzakwaan) memintakan ijin Ibnu ‘Abbaas kepada
‘Aaisyah yang waktu itu sedang sakit menjelang kematiannya dan di sisinya ada
anak saudaranya, ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman. Dzakwan berkata : "Ini Ibnu
‘Abbaas meminta ijin kepadamu dan ia termasuk putra terbaik kaummu".
‘Aaisyah menjawab : "Bebaskan aku dari Ibnu ‘Abbaas dan tazkiyah-nya". ‘Abdurrahmaan berkata kepada
‘Aaisyah : "Ia adalah Qaari`Kitabullah dan orang yang faqih dalam
agama. Ijinkanlah ia mengucapkan salam kepadamu dan menjengukmu". ‘Aaisyah
berkata : "Ijinkan ia jika engkau berkenan". ‘Abdurrahmaan pun
mengijinkan Ibnu ‘Abbaas masuk, maka Ibnu ‘Abbaas pun masuk, mengucapkan salam
dan duduk. Lalu Ibnu ‘Abbaas berkata : "Bergembiralah wahaiUmmul-Mukminiin.
Demi Allah, tidak ada yang menghalangi antara dirimu dan perginya segala
penyakit dan bala',
serta pertemuan dengan orang-orang tercinta, Muhammad dan pengikutnya - atau
dalam satu riwayat -, para sahabatnya, melainkan ruh yang berpisah dari
jasadmu". ‘Aaisyah berkata : "Tambah lagi". Ibnu ‘Abbaas lalu
berkata : "Engkau adalah isteri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang paling dicintai, sedangkan beliau
tidak mencintai melainkan yang baik. Allah menurunkan ayat yang berisi pembebasan dirimu dari
atas langit ketujuh, maka tidak satu pun masjid yang luput dari membaca ayat
tersebut di waktu pagi dan petang. Dan ketika kalungmu terjatuh di Abwaa', maka
Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam pun tertahan bersama para sahabatnya untuk mencari kalung tersebut
hingga shubuh mendatangi mereka dalam keadaan tidak mendapatkan air untuk
berwudlu, kemudian Allah menurunkan ayat :‘Maka bertayammumlah dengan tanah
yang suci' (QS. Al Maidah : 6), yang mana perkara tayammum ini adalah
keringanan untuk umat yang disebabkan olehmu. Maka demi Allah, engkau adalah
wanita yang penuh dengan berkah". 'Aaisyah berkata : "Wahai
Ibnu ‘Abbaas, tinggalkan aku dari itu semua. Demi Allah, sungguh aku ingin
sekali menjadi orang yang lupa dan dilupakan" [Diriwayatkan oleh Ahmad
1/349 dan dalam Al-Fadlaail no. 1639].
Riwayat ini
shahih.[5]
Oleh
karenanya, Adz-Dzahabiy rahimahullah berkata :
ولا
أعلم في أمه محمد صلى الله عليه وسلم، بل ولا في النساء مطلقا، أمرأة أعلم منها.
وذهب بعض العلماء إلى أنها
زوجة نبينا صلى الله عليه وسلم في الدنيا والآخرة، فهل فوق ذلك مفخر
“Aku tidak
mengetahui seorang pun di kalangan umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahkan di kalangan wanita secara mutlak,
ada wanita yang lebih pandai darinya. Dan sebagian ulama berpendapat bahwa ia
merupakan istri Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat. Apakah ada kebanggan
yang melebihi hal itu ?” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 2/140].
Ya benar,
tidak ada kebanggaan bagi seorang wanita melebihi kebanggaan mendampingi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat (jannah).
Segala
karunia yang Allah ta’ala berikan kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa ternyata tidaklah membuat senang semua
pihak. Ada saja pihak-pihak tertentu yang senantiasa sakit kepala membaca
riwayat-riwayat ini. Misalnya, Al-‘Ayyaasyiy – salah seorangmufassir Syi’ah – menukil riwayat ‘tandingan’, demi
menjatuhkan kedudukan ‘Aaisyah, dari perkataan Ja’far Ash-Shaadiq dengan
sanadnya tentang firman Allah ta’ala :
وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي
نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا
“Dan
janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali” (QS. An-Nahlo : 92)
ia (Ja’far
Ash-Shaadiq) berkata :
التي نقضت غزلها من بعد قوة
أنكاثا : عائشة، هي نكثت إيمانها
“Seorang
perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai berai kembali; adalah ‘Aaisyah, yang tercerai-berai imannya” [Tafsir
Al-‘Ayyaasyiy, 2/269. Lihat pula Al-Burhaan oleh Al-Bahraaniy 2/383 dan Bihaarul-Anwaar oleh Al-Majlisiy 7/454].
Al-‘Ayyaasy kembali menukil riwayat dusta dengan sanadnya
dari Ja’far Ash-Shaadiq tentang firman Allah ta’ala yang menggambarkan neraka :
لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ
“Jahanam
itu mempunyai tujuh pintu” (QS. Al-Hijr : 44)
Ia (Ja’far
Ash-Shaadiq) berkata :
يؤتى بجهنم لها سبعة أبواب.....
والباب السادس لعسكر.....
“Jahannam
didatangkan sedangkan ia mempunyai tujuh buah pintu…… dan pintu keenam adalah
untuk ‘pasukan’ (‘askar)….” [Tafsir Al-‘Ayaasyiy 2/243. Lihat juga : Al-Burhaan oleh Al-Bahraaniy 2/345 dan Bihaarul-Anwaar oleh Al-Majlisiy 4/378 & 8/220].
‘Pasukan’ (‘askar) dalam perkataan di atas merupakan kinaayah dari ‘Aaisyahradliyallaahu ‘anhu sebagaimana dikatakan oleh Al-Majlisiy.
Maksudnya, ‘Aaisyah adalah orang yang menaiki onta saat peperangan Jamal,
sehingga disebut sebagai ‘askar[Bihaarul-Anwaar,
4/378 & 8/220].
Tentu saja
ini dusta atas nama Allah ta’ala.
Entek
amek kurang golek, tidak cukup berdusta atas nama Allah,
mereka perlu membuat kedustaan tambahan atas nama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam[6]. Katanya, dengan sanad sampai dengan
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam,
beliau pernah bersabda :
لا يبغض عليا أحد من أهلي ولا من
أمتي إلا خرج من الإيمان
“Tidak
ada seorang pun dari kalangan keluargaku/istriku dan tidak pula dari umatku
yang membenci ‘Aliy, kecuali ia telah keluar dari keimanan (= kafir)”
[lihat : Al-Ikhtishaash oleh Al-Mufiid, hal. 118].
يا علي حربك حربي
“Wahai
‘Aliy, orang yang memerangimu ekuivalen dengan memerangiku” [Ash-Shiraathul-Mustaqiim oleh Al-Bayaadliy, 3/161].
Lantas
mereka (orang-orang Syi’ah) berkata : “Orang yang memerangi Nabi itu kufur” [Ash-Shiraathul-Mustaqiim oleh Al-Bayaadliy, 3/161]. Konsekuensinya,
‘Aaisyah pun kufur karena perselisihannya dengan ‘Aliy.
***
‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa adalah istri/wanita yang paling dicintai
oleh beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam.
حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ الْمُخْتَارِ قَالَ خَالِدٌ الْحَذَّاءُ
حَدَّثَنَا عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ
عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ
إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ فَقُلْتُ مِنْ الرِّجَالِ فَقَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ
مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَعَدَّ رِجَالًا
Telah
menceritakan kepada kami Ma’laa bin Asad : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Mukhtaar, ia berkata : Telah berkata Khaalid Al-Hadzdzaa’
dari Abu ‘Utsmaan, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam mengutusnya beserta rombongan pasukan
Dzatus-Sulaasil. Lalu aku ('Amru) bertanya kepada beliau : "Siapakah
manusia yang paling engkau cintai?”. Beliau menjawab : "'Aisyah". Aku kembali bertanya : "Kalau dari
kalangan laki-laki?". Beliau menjawab : "Bapaknya (yaitu Abu Bakr)". Aku kembali bertanya : "Kemudian
siapa lagi?". Beliau menjawab :"'Umar bin Al-Khaththab".
Selanjutnya beliau menyebutkan beberapa orang laki-laki" [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 3662].
Oleh
karenanya, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering memanggilkan dengan kata-kata indah
bagi ‘Aisyah yang menunjukkan kedekatan dan kasih-sayang. Di antaranya beliau
kadang memanggilnya dengan ‘Aaisy’ :
حدثنا
أبو اليمان: أخبرنا شعيب، عن الزُهري قال: حدثني أبو سلمة بن عبد الرحمن، أن عائشة
رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت : قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم: (يا عائش هذا جبريل يقرئك السلام). قلت: وعليه السلام ورحمة الله، قالت: وهو
يرى ما لا نرى.
Telah
menceritakan kepada kami Abul-Yamaan : telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib,
dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu Salamah bin ‘Abirrahmaan
: Bahwasannya ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Yaa ‘Aaisy, ini Jibril mengucapkan
salam kepadamu”.
Aku (‘Aaisyah) berkata : “Wa’alaihis-salaam warahmatullaah”. ‘Aaisyah
berkata : “Jibril itu melihat sesuatu yang tidak kita lihat” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 6201].
Beliau pun
memanggil ‘Aaisyah dengan Humairaa’ (yang kemerah-merahan).
أنا
يونس بن عبد الأعلى قال أنا بن وهب قال أخبرني بكر بن مضر عن بن الهاد عن محمد بن
إبراهيم عن أبي سلمة بن عبد الرحمن عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت :
دخل الحبشة المسجد يلعبون فقال لي يا حميراء أتحبين أن تنظري
إليهم فقلت نعم فقام بالباب وجئته فوضعت ذقني على عاتقه فأسندت وجهي إلى خده قالت
ومن قولهم يومئذ أبا القاسم طيبا فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم حسبك فقلت يا
رسول الله لا تعجل فقام لي ثم قال حسبك فقلت لا تعجل يا رسول الله قالت ومالي حب
النظر إليهم ولكني أحببت أن يبلغ النساء مقامه لي ومكاني منه
Telah
memberitakan kepada kami Yuunus bin ‘Abdil-A’laa, ia berkata : Telah
memberitaan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku
Bakr bin Mudlar, dari Ibnul-Haad, dari Muhammad bin Ibraahiim, dari Abu Salamah
bin ‘Abdirrahmaan, dari ‘Aaisyah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : Orang-orang Habasyah masuk
ke masjid dan bermain-main. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku : “Wahai Humairaa’, apakah engkau
suka melihat mereka ?”. Aku berkata : “Ya”. Lalu beliau berdiri di samping pintu, lalu aku
menghampiri beliau dan aku letakan daguku di atas pundak beliau. Lalu akupun
menyandarkan wajahku di pipi beliau”. ‘Aaisyah melanjutkan : “Dan yang termasuk
perkataan orang-orang Habasyah tersebut adalah : ‘Wahai Abul-Qaasim yang baik’. Kemudian Rasulullahshallallaahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Cukupkah engkau (melihatnya)”. Aku berkata : “Wahai Rasulullah,
janganlah terburu-buru”. Maka beliau pun kembali berdiri. Setelah itu beliau
kembali berkata : “Cukupkah engkau (melihatnya)?”. Aku berkata : “Jangan
terburu-buru, wahai Rasulullah”. Sebenarnya aku tidak begitu tertarik melihat
mereka, akan tetapi aku senang memperlihatkan kepada para wanita lainnya
tentang kedudukan beliau bagiku, dan juga kedudukanku di hati beliau”
[Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa, 8/181 no. 8902 dan Ath-Thahaawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar1/268 no. 292].
Hadits ini
shahih.[7]
Itu semua
merupakan wujud kecintaan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa.
Kebalikannya,
dari kelompok Syi’ah, mari kita simak penuturan Ya’quub bin Sarraaj :
قَالَ
لِيَ اذْهَبْ فَغَيِّرِ اسْمَ ابْنَتِكَ الَّتِي سَمَّيْتَهَا أَمْسِ فَإِنَّهُ
اسْمٌ يُبْغِضُهُ اللَّهُ وَ كَانَ وُلِدَتْ لِيَ ابْنَةٌ سَمَّيْتُهَا
بِالْحُمَيْرَاءِ
“Maka Abu
‘Abdillah (‘alaihis-salaam) berkata kepadaku : ‘Pergilah dan ganti
nama anak perempuanmu yang telah engkau beri nama kemarin, karena ia adalah
nama yang membuat Allah murka’. (Ya’qub bin Sarraaj berkata : ) Kemarin aku
dikaruniai anak perempuan yang aku namakan Al-Humairaa” [Al-Kaafiy, 1/310].
Bagaimana
Allah ta’ala bisa murka dengan sesuatu yang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam cinta kepadanya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan ridla dengan nama Humairaa’. Telah banyak riwayat yang menyatakan
bahwa beliau mengganti nama-nama buruk sebagian shahabat menjadi nama-nama yang
baik sesuai syari’at. Dan Humairaa’ adalah salah satu nama/sebutan yang
dipilihkan beliau untuk istrinya. Allah tidak murka dengan nama Humairaa’. Justru, Allah ta’ala murka dengan ulah orang-orang Syi’ah yang
telah memanipulasi riwayat dengan mengatasnamakan Allah dan Ahlul-Bait.
****
Allah ta’ala telah menyebut istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ‘Aaisyahradliyallaahu ‘anhaa salah satu di antaranya - dengan sebutan Ummahatul-Mukminiin(ibunya orang-orang yang beriman) sebagaimana
tersebut dalam firman-Nya :
النَّبِيُّ
أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi
itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri danistri-istrinya
adalah ibu-ibu mereka” [QS. Al-Ahzaab : 6].
Namun
tahukah Pembaca Budiman apa yang diucapkan oleh lidah-lidah karatan ulama
Syi’ah dalam perkara ini ? Mereka katakan bahwa Ahlus-Sunnah lah yang
membuat-buat istilah itu. Telah berkata Ibnul-Muthahhar Al-Hulliy,
salah seorang pentolan ulama mereka :
وسموها
أمّ المؤمنين، ولم يسموا غيرها بذلك الاسم
“Dan mereka
(Ahlus-Sunnah telah menamakan ‘Aaisyah dengan Ummul-Mukminiin, dan mereka tidak
menamakan selain dirinya dengan nama itu” [Minhaajul-Karaamah – bersama Minhaajus-Sunnah 2/198].
Bahkan,
mereka menyebut Ummul-Mukminiin ‘Aaisyah radliyalaahu ‘anha sebagaiUmmusy-Syuruur (أم
الشرور) – ‘biang kejelekan’ sebagaimana
diucapkan oleh Al-Bayaadliy dalam kitabnya Ash-Shiraathul-Mustaqiim 3/161.
Semoga
Allah ta’ala membalas kekejiannya dengan setimpal.
Itulah Ummul-Mukminiin ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ketinggian derajat dan kedudukannya di
mata Islam. Istri yang paling dicintai beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat. Sekaligus sedikit
informasi tentang mauqif Syi’ah kepadanya. Tidak memudlaratkan
kebencian orang-orang yang membenci dari kalangan Syi’ah Raafidlah. Tidaklah
salah jika kita mengambil kesimpulan bahwa Islam di satu sisi dan Syi’ah di
sisi lain.
Semoga
Allah ta’ala memberikan manfaat dari tulisan kecil ini.
[abu
al-jauzaa’-ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor].
[1] Keterangan perawi
:
a. ‘Abdun
bin Humaid bin Nashr Al-Kussiy; seorang yang tsiqah lagi haafidh (w. 249 H). Dipakai Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 634
no. 4294].
b. ‘Abdurrazzaaq,
ia adalah Ibnu Hammaam bin Naafi’ Al-Humairiy Al-Yamaaniy, Abu Bakr
Ash-Shan’aaniy (wafat : 211 H); seorang tsiqah, haafidh, penulis terkenal, namun kemudian
mengalami kebutaan sehingga berubah hapalannya di akhir umurnya [idem,
hal. 607 no. 4092]. ‘Abdun bin Humaid di sini mendengar riwayat ‘Abdurrazzaaq
sebelumikhtilath-nya [Al-Mukhtalithiin oleh Al-‘Alaaiy hal. 92-93 no. 29 beserta
komentarmuhaqqiq-nya]. Muslim berhujjah dengan riwayat ‘Abdun bin Humaid
dari ‘Abdurrazzaaq, sebagaimana dikatakan oleh Al-‘Iraaqiy [Al-Ightibaath biman
Rumiya minar-Ruwaat bil-Ikhtilaath, hal. 219].
c. ‘Abdullah
bin ‘Amru bin ‘Alqamah Al-Kinaaniy Al-Makkiy; seorang yang tsiqah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 530 no.
3526].
d. Ibnu
Abi Husain adalah ‘Umar bin Sa’iid bin Abi Husain Al-Qurasyiy An-Naufaliy
Al-Makkiy; seorang yang tsiqah.
Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 719 no. 4939].
e. Ibnu
Abi Mulaikah, ia adalah ‘Abdullah bin ‘Ubaidillah bin Abi Mulaikah; seorang
yangtsiqah lagi faqiih (w. 117 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 719 no. 4939].
Sanad hadits
ini shahih.
‘Umar bin
Sa’iid bin Abi Husain mempunyai mutaba’ah dari ‘Abdullah bin ‘Utsmaan bin Khutsaim;
sebagaimana diriwayatkan oleh Ishaaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya no. 1237, dan darinya Ibnu Hibbaan
meriwayatkan dalam Shahih-nya
no. 7094.
‘Abdullah
bin ‘Utsmaan bin Khutsaim Al-Qaariy, Abu ‘Utsmaan Al-Makkiy; seorang yangshaduuq (w. 132 H). Dipakai Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 526 no. 3489].
At-Tirmidziy
berkata :
وَقَدْ
رَوَى عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مُرْسَلًا وَلَمْ يَذْكُرْ
فِيهِ عَنْ عَائِشَةَ وَقَدْ رَوَى أَبُو أُسَامَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
شَيْئًا مِنْ هَذَا
“Hadits ini
telah diriwayatkan oleh ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin
‘Alqamah dengan sanad ini secara mursal, tanpa menyebut padanya ‘Aaisyah. Dan Abu
Usaamah juga telah meriwayatkan dari Hisyaam bin ‘Urwah dari ayahnya dari
‘Aaisyah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengenai sesuatu dari hadits ini” [Al-Jaami’,
6/181].
Diriwayatkannya
hadits ini dari jalur Ibnu Mahdiy secara mursal tidaklah membuat hadits ini cacat, sebab
sanad bersambung lebih kuat daripada yang mursal. Bahkan, sanad mursal ini menjadi penguat dari sanad hadits maushul ini.
[2] Keterangan perawi
:
a. Ibnu
Khuzaimah, seorang imam yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Lihat biografinya
dalam artikel : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/09/biografi-ibnu-khuzaimah.html.
b. Sa’iid
bin Yahyaa bin Sa’iid bin Abaan Al-Umawiy; seorang yang tsiqah, namun kadang melakukan kekeliruan (w. 249
H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 390 no. 2428].
Kekeliruan yang disifatkan padanya tidak memudlaratkan riwayatnya, karena hanya
sedikit.
c. Yahyaa
bin Sa’iid bin Abaan bin Sa’iid bin Al-‘Aash Al-Umawiy, Abu Ayyuub Al-Kuufiy;
seorang yang shaduuq
yughrib (w.
194 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalamShahih-nya [idem,
hal. 1055 no. 7604]. Namun perkataan yang lebih benar tentang dirinya, ia
seorang yang tsiqah, sebagaimana dikatakan Adz-Dzahabiy [Al-Kaasyif, 2/366 no. 6172]. Telah
di-tsiqah-kan oleh sejumlah ulama seperti : Ibnu Ma’iin, Muhammad bin
‘Abdillah bin ‘Ammaar, Ad-Daaruquthniy, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, Ibnu Hibbaan,
dan Ibnu Sa’id.
d. Sa’iid
bin Katsiir bin ‘Ubaid Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abul-‘Anbas Al-Malaaiy Al-Kuufiy;
seorang yang tsiqah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 386 no.
2394].
e. Katsiir
bin ‘Ubaid Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu Sa’iid Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq hasanul-hadiits [Tahriirut-Taqriib, 3/194 no. 5619].
Sanad hadits
ini hasan, dan ia menjadi shahih (lighairihi) dengan penguat hadits
sebelumnya.
[3] Silakan baca
artikel kami di : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/11/apakah-aisyah-berniat-memerangi-ali.html.
[4] Keterangan perawi
:
a. Yahyaa
bin Aadam bin Sulaimaan Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abu Zakariyyaa Al-Kuufiy;
seorang tsiqah, haafidh, lagi mempunyai keutamaan (w. 203 H).
Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal.
1047-1048 no. 7546].
b. Israaiil,
ia adalah Ibnu Yuunus bin Abi Ishaaq As-Sabii’iy Al-Hamdaaniy; seorang yangtsiqah (w. 160 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim
dalam Shahih-nya [idem, hal. 134 no. 405].
c. Abu
Ishaaq, ia adalah As-Sabii’iy, ‘Amru bin ‘Abdillah bin ‘Ubaid Al-Hamdaaniy
Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah,
banyak haditsnya, ‘aabid,
namun bercampur hapalannya di akhir umurnya (w. 129 dalam usia 96 tahun).
Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 739 no. 5100].
Israail mendengar hadits dari Abu Ishaaq di akhir umurnya [Al-Ightibaath,
hal. 278-279].
d. ‘Ariib
bin Humaid, Abu ‘Ammaar Al-Hamdaaniy Ad-Duhniy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah[Taqriibut-Tahdziib, hal. 675 no.
4605].
Riwayat di
atas juga dibawakan oleh Al-Fasawiy dalam Al-Ma’rifah 3/186 dan Ibnu Sa’d 8/65 dari jalan
Israaiil bin Yuunus.
Israaiil
dalam periwayatan dari Abu Ishaaq mempunyai mutaba’ah dari :
a. Al-Jarraah
bin Maliih, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Fadlaail no. 1631 : Telah menceritakan kepada kami
Wakii’, dari ayahnya, dari Abu Ishaaq.
Keterangan
perawi :
Wakii’ bin
Al-Jarraah bin Maliih Ar-Ruaasiy Abu Sufyaan Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah,tsabat, lagi ‘aabid (127/128/129-196/197 H). Dipakai
Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 1037 no. 7464].
Al-Jarraah
bin Maliih Ar-Ruaasiy Abu Wakii’ Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, sering keliru (w. 175/176 H).
Dipakai Muslim dalam Shahih-nya
[idem, hal. 196 no. 916].
b. Yuunus
bin Abi Ishaaq, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 2/44 : Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Ahmad bin Al-Hasan : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Iisaa
Muusaa bin ‘Aliy Al-Khataliy : Telah menceritakan kepada kami Jaabir bin Sa’iid
: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan Al-Faqiih, dari Yuunus
bin Abi Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami Abu Ishaaq.
Muhammad bin
Al-Hasan adalah seorang perawi yang sangat lemah [lihat Mishbaahul-Ariib, 3/106 no. 23151].
c. ‘Amru
bin Qais dan Sufyaan Ats-Tsauriy, sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy
23/40 no. 102 dan Al-Haakim no. 5684 : Telah menceritakan kepada kami
Asy-Syaikh Abu Bakr bin Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin
Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abaan
Al-Waasithiy : Telah menceritakan kepada kami Abu Syihaab Al-Hanaath : Telah
menceritakan kepada kami ‘Amru bin Qais dan Sufyaan Ats-Tsauriy, dari Abu
Ishaaq.
Abu Bakr bin
Ishaaq adalah Al-Haafidh Ibnu Khuzaimah. Ia, ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal,
dan Sufyaan Ats-Tsauriy adalah orang-orang tsiqaat yang tidak perlu dipertanyakan lagi.
Muhammad bin
Abaan bin ‘Imraan As-Sulamiy, Abul-Hasan Al-Waasithiy; seorang yangshaduuq (w. 238 H). Dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 819
no. 5724].
Abu Syihaab
Al-Hanaath, ia adalah ‘Abdu Rabbih bin Naafi’ Al-Kinaaniy Al-Hanaath; seorang
yang shaduuq mendekati tsiqah (w. 171/172). Dipakai Al-Bukhaariy dan
Muslim dalam Shahih-nya [Tahrriut-Taqriib, 2/304 no. 3790].
d. Zuhair
bin Mu’aawiyyah, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d sebagaimana dalamMusnad-nya
no. 2629, dan dari jalannya Ath-Thabaraaniy 23/40 no. 103.
Zuhair bin
Mu’aawiyyah seorang yang tsiqah lagi tsabat [Taqriibut-Tahdziib, hal. 342 no.
2062].
Riwayat
tersebut juga dibawakan oleh :
a. At-Tirmidziy
no. 3888 dari Muhammad bin Basyaar : Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Basyaar : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy : Telah
menceritakan kepada kami Sufyaan.
Semua perawi
yang disebutkan adalah tsiqaat.
b. Al-Mizziy
dalam Tahdziibul-Kamaal 22/184 dengan sanadnya sampai Abul-Qaasim
Al-Baghawiy : Telah menceritakan kepada kami Basyaar bin Muusaa : Telah
menceritakan kepada kami Syariik.
Basyaar bin
Muusa dan Syariik adalah dua orang perawi lemah.
Keduanya
(Sufyaan dan Syariik) dari Abu Ishaaq, dari ‘Amru bin Ghaalib, dari ‘Ammaar bin
Yaasir radliyallaahu
‘anhu.
‘Amru bin
Ghaalib adalah seorang yang tsiqah, telah di-tsiqah-kan oleh
An-Nasaa’iy, At-Tirmidziy, dan Ibnu Hibbaan [Tahdziibut-Tahdziib, 8/88].
Semua
riwayat di atas sanadnya berporos pada Abu Ishaaq yang meriwayatkan dari ‘Ariib
bin Humaid dan ‘Amru bin Ghaalib dengan ‘an’anah. Ia (Abu Ishaaq) sendiri seorang mudallis. Ibnu Hajar meletakkannya pada martabat
ketiga [lihat
: Thabaqaatul-Mudallisiin no. 91]. Akan tetapi ini perlu di-tahqiq.
Yang benar, ia seorang yang sedikit tadlis-nya. Riwayatnya tetap dihukumi bersambung
selama tidak ada bukti bahwa ia memang melakukan tadlisterhadap riwayat tersebut. Ada bahasan
menarik tentang tadlis Abu Ishaaq As-Sabi’iy ini, silakan baca
: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=104306.
Adapun periwayatan para perawi setelah ikhtilath-nya, maka itu ndak ngaruh karena keberadaan beberapa mutaba’aat yang disebutkan di atas.
Kesimpulannya, riwayat ini shahih, sebagaimana dikatakan
oleh At-Tirmidziy. Wallaahu a’lam.
Catatan : Asy-Syaikh
Al-Albaaniy rahimahullah men-dla’if-kan riwayat ini,
sebagaimana tertuang dalam Dla’iif Sunan
At-Tirmidziy hal. 445.
[5] Keterangan perawi :
a. ‘Abdurrazzaaq bin
Hammaam, telah lalu keterangan tentangnya.
b. Ma’mar bin Raasyid Al-Azdiy, Abu ‘Urwah Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat (w.
154 dalam usia 58 tahun). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya
[Taqriibut-Tahdziib, hal. 961 no. 6857].
c. Ibnu Khutsaim, ia
adalah ‘Abdullah bin ‘Utsmaan bin Khutsaim. Telah lalu keterangan tentangnya.
d. Ibnu Abi Mulaikah,
telah lalu keterangan tentangnya.
e. Dzakwaan, Abu ‘Amru
Al-Madaniy, maula ‘Aaisyah radliyallaahu
‘anhaa; seorang yangtsiqah. Dipakai Al-Bukhaariy dan
Muslim dalam Shahih-nya [idem,
hal. 313 no. 1851].
Sanad hadits ini shahih.
‘Abdurrazzaaq mempunyai mutaba’ah dari Sufyaan bin ‘Uyainah sebagaimana diriwayatkan oleh
Ahmad 1/220 tanpa menyebutkan Dzakwaan.
Diriwayatkan pula Al-Haakim 4/8-9 dari ‘Aliy bin
Hamsyaadz Al’Adl : Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Muusaa : Telah
menceritakan kepada kami Al-Humaidiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan
(bin ‘Uyainah), dari ‘Abdullah bin ‘Utsmaan bin Khutsaim, dari Ibnu Abi
Mulaikah, tanpa menyebutkan Dzakwaan. Selain tidak menyebutkan Dzakwaan,
riwayat Al-Haakim ini juga tidak menyebutkan Ma’mar bin Raasyid antara Sufyaan
dan Ibnu Khutsaim.
Ma’mar dalam periwayatan dari Ibnu Khutsaim mempunyai mutaba’aat dari :
a. Zaaidah bin Qudaamah;
sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 1/277 dan Ath-Thabaraaniy 10/390-391 no.
10783 dari jalan Mu’aawiyyah bin ‘Amru, ia berkata : Telah menceritakan kepada
kami Zaaidah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Khutsaim.
Mu’aawiyyah bin ‘Amru bin Al-Muhallab adalah tsiqah [idem, hal. 956 no. 6816].
Adapun Zaaidah bin Qudaamah, ia seorang yang tsiqah lagi tsabat [idem, hal. 333 no. 1993].
b. Zuhair bin
Mu’aawiyyah; sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah hal. 47-48 no. 84 : Telah menceritakan kepada
kami An-Nufailiy : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Mu’aawiyyah :
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Utsmaan bin Khutsaim.
An-Nufailiy, ia adalah ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Aliy
bin Nufail Al-Qadlaa’iy, Abu Ja’far An-Nufailiy; seorang yang tsiqah lagi haafidh [idem, hal. 543 no. 3619].
c. Bisyr bin
Al-Mufadldlal; sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no. 2648 : Telah
menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Umar : Telah menceritakan kepada kami
Bisyr, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kam ‘Abdullah bin ‘Utsmaan (bin
Khutsaim).
‘Ubaidullah bin ‘Umar bin Maisarah Al-Qawaaririy adalah
seorang yang tsiqah lagi tsabat[idem, hal. 643 no. 4354]. Bisyr bin Al-Mufadldlal bin Laahiq
Ar-Raqqaasiy adalah seorang yang tsiqah, tsabat, lagi ‘aabid [idem, hal. 171 no. 710].
d. Yahyaa bin Sulaim;
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 7108 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 2/45 dari jalan Al-Hasan bin Sufyaan :
Telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Janaad Al-Halabiy : Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sulaim, dari ‘Abdulah bin ‘Utsmaan bin
Khutsaim; dengan tanpa menyebutkan Dzakwaan.
Al-Hasan bin Sufyan bin ‘Aamir bin ‘Abdil-‘Aziz
An-Nasawiy, seorang yang tsiqah[Mishbaahul-Ariib,
1/336 no. 6988]. Al-Haitsaam
bin Jannaad, disebutkan Ibnu Hibbaan dalam Ats-Tsiqaat 9/237. Yahyaa bin Sulaim Al-Qurasyiy Ath-Thaaifiy,
seorang yangshaduuq, namun jelek hapalannya [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 1057 no. 7613].
Ibnu Khutsaim dalam periwayatan dari Ibnu Abi Mulaikah
juga mempunyai mutaba’aah dari ‘Umar bin Sa’iid bin Abi Husain;
sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4753; tanpa menyebutkan
Dzakwaan.
Atsar ini juga
diriwayatkan secara ringkas oleh Ahmad dalam Al-Fadlaail no. 1636 dari jalan Wakii’, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Haaruun bin Abi Ibraahiim, dari ‘Abdullah bin ‘Ubaid :
“Ibnu ‘Abbaas meminta ijin kepada ‘Aaisyah (untuk menemuinya/menjenguknya) saat
ia sakit yang membawa kepada kematiannya…..dst”.
Haaruun bin Abi Ibraahiim Al-Barbariy, seorang yang tsiqah [Al-Jarh wat-Ta’diil, 9/96-97
no. 399]. ‘Abdullah bin ‘Ubaid bin ‘Umair bin Qataadah Al-Laitsiy, seorang yang tsiqah [Taqriibut-Tahdziib, hal.
524-525 no. 3478].
Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy secara ringkas no.
3771 dari jalan Muhammad bin Basyaar, dan no. 4754 dari jalan Muhammad bin
Al-Mutsannaa; keduanya berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Wahhaab
bin ‘Abdil-Majiid : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun, dari Al-Qaasim :
“Bahwasannya Ibnu ‘Abbaas meminta ijin kepada ‘Aaisyah…..dst.”.
[6] Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat shahih lagi mutawatir bersabda :
من كذب علي متعمدا فليتبوء مقعده
من النار
“Barangsiapa
berdusta atas namaku dengan sengaja, maka persiapkan tempat duduknya (kelak) di
neraka”.
[7] Keterangan perawi
:
a. Yuunus
bin ‘Abdil-A’laa bin Maisarah bin Hafsh bin Hayyaan Ash-Shadafiy, Abu Muusaa
Al-Mishriy; seorang yang tsiqah (170-264 H). Dipakai Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1098
no. 7964].
b. ‘Abdullah
bin Wahb bin Muslim Al-Qurasyiy Al-Fihriy, Abu Muhammad Al-Mishriy Al-Faqiih;
seorang yang tsiqah, haafidh, lagi ‘aabid (125-197 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan
Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 556 no. 3718].
c. Bakr
bin Mudlar bin Muhammad bin Hakiim bin Salmaan, Abu Muhammad/Abu ‘Abdil-Malik
Al-Mishriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat (102-173/174 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan
Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 176 no. 759].
d. Ibnul-Haad,
ia adalah Yaziid bin ‘Abdillah bin Usaamah bin Al-Haad Al-Laitsiy, Abu
‘Abdillah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, banyak haditsnya (w. 139 H). Dipakai
Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 1077 no. 7788].
e. Muhammad
bin Ibraahiim bin Al-Haarits bin Khaalid Al-Qurasyiy At-Taimiy; seorang yangtsiqah (lahu afraad) (w. 120 dalam usia 74
tahun). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 819 no. 5727].
f. Abu
Salamah bin ‘Abdirrahmaan bin ‘Auf Al-Qurasyiy Az-Zuhriy Al-Madaniy; seorang
yangtsiqah banyak haditsnya (w. 94 H dalam usia 72 tahun). Dipakai
Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 1155 no. 8203].
Para
perawinya tsiqaat, sanadnya bersambung, dan tidak ada ‘illat sedikitpun.
Hadits ini
dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath 2/444 dan Al-‘Iraaqiy dalam Takhriij Al-Ihyaa’ 1/393.
Iwan mengatakan...
Laknat
Alloh atas kaum syi'ah . . Ya Rabb, saksikanlah bahwa ana dan anak keturunan
anak mencintai Aisyah dan para sahabat tanpa terkecuali dan membenci kaum yg
membenci mereka
Fahrul mengatakan...
Assalamu`alaikum
Ana minta izin menyalin dan/atau menyebarluaskannya.
salam wa
rahmah..ya akhi..tolong perjelaskan umur sebenar perkahwinan aishah r.a. dgn
rasulullah saw berpandukan artikel ini
:http://al-ahkam.net/home/index.php?option=com_content&view=article&id=6047:utusan-usia-siti-aishah-semasa-kahwin&catid=54:aktiviti-dakwah-dan-ilmu
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Biasakan
mengucapkan salam dengan lafadh syar'iy (yaitu : Assalamu'alaikum dst....).
Artikel itu sama sekali tidak ilmiah. Saya pernah mnulis sekilas bahasannya
dari segi riwayat hadits
:http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/11/umur-pernikahan-aisyah-studi-sanad.html
Semoga di waktu lain saya bisa merapihkan dan menambahkan bahasannya...
Assalamu'alaikum
wa rohmatullohi wa barokatuh
ana copy ya. syukron katsiron.
benarkah
ada hadits yang redaksinya : Cinta pertama yang terjadi didalam Islam adalah
cintanya Rasulullah SAW kepada Aisyah r.a.?
lantas, bagaimana dengan istri pertama beliau? apakah itu bukan cinta pertama
beliau? apakah khadjiah sudah tiada saat nabi menikahi aisyah?
Abu
Al-Jauzaa' : mengatakan...
a. saya tidak tahu.
b. Khaadijah dan 'Aaisyah adalah dua istri beliau shallallaahu 'alaihi wa
sallam yang sangat beliau cintai. Masing-masing mempunyai keutamaan.
c. 'Aaisyah dinikahi beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam setelah Khaadijah
meninggal.
Semoga Allah ta'ala memberikan balasan kebaikan yang melimpah kepada mereka
semua.