Saif Al
BattarKamis, 9 Rabiul Awwal 1433 H / 2 Februari
2012 12:38
BERIKUT ini adalah 10 LOGIKA DASAR akidah
Syiah bisa diajukan sebagai bahan diskusi ke kalangan Syiah dari level awam,
sampai level ulama. Setidaknya, logika ini bisa dipakai sebagai “anti virus”
untuk menangkal propaganda dai-dai Syiah yang ingin menyesatkan Ummat Islam
dari jalan yang lurus.
Kalau Anda berbicara dengan orang Syiah,
atau ingin mengajak orang Syiah bertaubat dari kesesatan, atau diajak berdebat
oleh orang Syiah, atau Anda mulai dipengaruhi dai-dai Syiah; coba kemukakan 10
LOGIKA DASAR di bawah ini. Sehingga kita bisa membuktikan, bahwa ajaran mereka
sesat dan tidak boleh diikuti.
LOGIKA 1: “Nabi dan Ahlul Bait”
Tanyakan kepada
orang Syiah: “Apakah Anda mencintai dan memuliakan Ahlul Bait Nabi?” Dia pasti
akan menjawab: “Ya! Bahkan mencintai Ahlul Bait merupakan pokok-pokok akidah
kami.” Kemudian tanyakan lagi: “Benarkah Anda sungguh-sungguh mencintai Ahlul
Bait Nabi?” Dia tentu akan menjawab: “Ya, demi Allah!”
Lalu katakan kepada
dia: “Ahlul Bait Nabi adalah anggota keluarga Nabi. Kalau orang Syiah mengaku
sangat mencintai Ahlul Bait Nabi, seharusnya mereka lebih mencintai sosok Nabi
sendiri? Bukankah sosok Nabi Muhammad Shallallah ‘Alaihi Wasallam lebih utama
daripada Ahlul Bait-nya? Mengapa kaum Syiah sering membawa-bawa nama Ahlul
Bait, tetapi kemudian melupakan Nabi?”
Faktanya, ajaran
Syiah sangat didominasi oleh perkataan-perkataan yang katanya bersumber dari
Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak keturunan mereka. Kalau Syiah
benar-benar mencintai Ahlul Bait, seharusnya mereka lebih mendahulukan Sunnah
Nabi, bukan sunnah dari Ahlul Bait beliau. Syiah memuliakan Ahlul Bait karena
mereka memiliki hubungan dekat dengan Nabi. Kenyataan ini kalau digambarkan
seperti: “Lebih memilih kulit rambutan daripada daging buahnya.”
LOGIKA 2: “Ahlul Bait dan Isteri Nabi”
Tanyakan kepada
orang Syiah: “Siapa saja yang termasuk golongan Ahlul Bait Nabi?” Nanti dia
akan menjawab: “Ahlul Bait Nabi adalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan
anak-cucu mereka.” Lalu tanyakan lagi: “Bagaimana dengan isteri-isteri Nabi
seperti Khadijah, Saudah, Aisyah, Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, dan lain-lain?
Mereka termasuk Ahlul Bait atau bukan?” Dia akan mengemukakan dalil, bahwa
Ahlul Bait Nabi hanyalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka.
Kemudian tanyakan
kepada orang itu: “Bagaimana bisa Anda memasukkan keponakan Nabi (Ali) sebagai
bagian dari Ahlul Bait, sementara isteri-isteri Nabi tidak dianggap Ahlul Bait?
Bagaimana bisa cucu-cucu Ali yang tidak pernah melihat Rasulullah dimasukkan
Ahlul Bait, sementara isteri-isteri yang biasa tidur seranjang bersama Nabi
tidak dianggap Ahlul Bait? Bagaimana bisa Fathimah lahir ke dunia, jika tidak
melalui isteri Nabi, yaitu Khadijah Radhiyallahu ‘Anha? Bagaimana bisa Hasan
dan Husein lahir ke dunia, kalau tidak melalui isteri Ali, yaitu Fathimah?
Tanpa keberadaan para isteri shalihah ini, tidak akan ada yang disebut Ahlul
Bait Nabi.”
Faktanya, dalam
Surat Al Ahzab ayat 33 disebutkan: “Innama yuridullahu li yudzhiba ‘ankumul
rijsa ahlal baiti wa yuthah-hirakum that-hira.” (bahwasanya Allah menginginkan
menghilangkan dosa dari kalian, para ahlul bait, dan mensucikan kalian
sesuci-sucinya). Dalam ayat ini isteri-isteri Nabi masuk kategori Ahlul Bait,
menurut Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan selama hidupnya, mereka mendapat
sebutan Ummul Mu’minin (ibunda orang-orang Mukmin) Radhiyallahu ‘Anhunna.
LOGIKA 3: “Islam dan Sahabat”
Tanyakan kepada
orang Syiah: “Apakah Anda beragama Islam?” Maka dia akan menjawab dengan penuh
keyakinan: “Tentu saja, kami adalah Islam. Kami ini Muslim.” Lalu tanyakan lagi ke dia:
“Bagaimana cara Islam sampai Anda, sehingga Anda menjadi seorang Muslim?” Maka
orang itu akan menerangkan tentang silsilah dakwah Islam. Dimulai dari
Rasulullah, lalu para Shahabatnya, lalu dilanjutkan para Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in, lalu dilanjutkan para ulama Salafus Shalih, lalu disebarkan oleh para
dai ke seluruh dunia, hingga sampai kepada kita di Indonesia.”
Kemudian tanyakan ke
dia: “Jika Anda mempercayai silsilah dakwah Islam itu, mengapa Anda sangat
membenci para Shahabat, mengutuk mereka, atau menghina mereka secara keji?
Bukankah Anda mengaku Islam, sedangkan Islam diturunkan kepada kita melewati
tangan para Shahabat itu. Tidak mungkin kita menjadi Muslim, tanpa peranan
Shahabat. Jika demikian, mengapa orang Syiah suka mengutuk, melaknat, dan
mencaci-maki para Shahabat?”
Faktanya, kaum Syiah sangat
membingungkan. Mereka mencaci-maki para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum dengan
sangat keji. Tetapi di sisi lain, mereka masih mengaku sebagai Muslim. Kalau
memang benci Shahabat, seharusnya mereka tidak lagi memakai label Muslim.
Sebuah adagium yang harus selalu diingat: “Tidak ada Islam, tanpa peranan para
Shahabat!”
LOGIKA
4: “Seputar Imam Syiah”
Tanyakan kepada orang Syiah: “Apakah Anda
meyakini adanya imam dalam agama?” Dia pasti akan menjawab: “Ya! Bahkan imamah
menjadi salah satu rukun keimanan kami.” Lalu tanyakan lagi: “Siapa saja
imam-imam yang Anda yakini sebagai panutan dalam agama?” Maka mereka akan
menyebutkan nama-nama 12 imam Syiah. Ada juga yang menyebut 7 nama imam (versi
Ja’fariyyah).
Lalu tanyakan kepada orang Syiah itu:
“Mengapa dari ke-12 imam Syiah itu tidak tercantum nama Imam Hanafi, Imam
Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali? Mengapa nama empat imam itu tidak masuk dalam
deretan 12 imam Syiah? Apakah orang Syiah meragukan keilmuan empat imam madzhab
tersebut? Apakah ilmu dan ketakwaan empat imam madzhab tidak sepadan dengan 12
imam Syiah?”
Faktanya, kaum Syiah
tidak mengakui empat imam madzhab sebagai bagian dari imam-imam mereka. Kaum
Syiah memiliki silsilah keimaman sendiri. Terkenal dengan sebutan “Imam 12″ atau Imamah Itsna Asyari.
Hal ini merupakan bukti besar, bahwa Syiah bukan Ahlus Sunnah. Semua Ahlus
Sunnah di muka bumi sudah sepakat tentang keimaman empat Imam tersebut. Para
ahli ilmu sudah mafhum, jika disebut Al Imam Al Arba’ah, maka yang dimaksud
adalah empat imam madzhab rahimahumullah.
LOGIKA 5: “Allah dan Imam Syiah”
Tanyakan kepada
orang Syiah: “Siapa yang lebih Anda taati, Allah Ta’ala atau imam Syiah?” Tentu
dia akan akan menjawab: “Jelas kami lebih taat kepada Allah.” Lalu tanyakan
lagi: “Mengapa Anda lebih taat kepada Allah?” Mungkin dia akan menjawab: “Allah
adalah Tuhan kita, juga Tuhan imam-imam kita. Maka sudah sepantasnya kita
mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan imam-imam itu.”
Kemudian tanyakan ke
orang itu: “Mengapa dalam kehidupan orang Syiah, dalam kitab-kitab Syiah, dalam
pengajian-pengajian Syiah; mengapa Anda lebih sering mengutip pendapat
imam-imam daripada pendapat Allah (dari Al Qur’an)? Mengapa orang Syiah jarang
mengutip dalil-dalil dari Kitab Allah? Mengapa orang Syiah lebih mengutamakan
perkataan imam melebihi Al Qur’an?”
Faktanya, sikap
ideologis kaum Syiah lebih dekat ke kemusyrikan, karena mereka lebih
mengutamakan pendapat manusia (imam-imam Syiah) daripada ayat-ayat Allah.
Padahal dalam Surat An Nisaa’ ayat 59 disebutkan, jika terjadi satu saja
perselisihan, kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sikap Islami, bukan
melebihkan pendapat imam di atas perkataan Allah.
LOGIKA 6: “Ali dan Jabatan Khalifah”
Tanyakan kepada
orang Syiah: “Menurut Anda, siapa yang lebih berhak mewarisi jabatan Khalifah
setelah Rasulullah wafat?” Dia pasti akan menjawab: “Ali bin Abi Thalib lebih
berhak menjadi Khalifah.” Lalu tanyakan lagi: “Mengapa bukan Abu Bakar, Umar,
dan Ustman?” Maka kemungkinan dia akan menjawab lagi: “Menurut riwayat saat
peristiwa Ghadir Khum, Rasulullah mengatakan bahwa Ali adalah pewaris sah
Kekhalifahan.”
Kemudian katakan
kepada orang Syiah itu: “Jika memang Ali bin Abi Thalib paling berhak atas
jabatan Khalifah, mengapa selama hidupnya beliau tidak pernah menggugat
kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman? Mengapa
beliau tidak pernah menggalang kekuatan untuk merebut jabatan Khalifah? Mengapa
ketika sudah menjadi Khalifah, Ali tidak pernah menghujat Khalifah Abu Bakar,
Umar, dan Ustman, padahal dia memiliki kekuasaan? Kalau menggugat jabatan
Khalifah merupakan kebenaran, tentu Ali bin Abi Thalib akan menjadi orang
pertama yang melakukan hal itu.”
Faktanya, sosok
Husein bin Ali Radhiyallahu ‘Anhuma berani menggugat kepemimpinan Dinasti
Umayyah di masa Yazid bin Muawiyyah, sehingga kemudian terjadi Peristiwa
Karbala. Kalau putra Ali berani memperjuangkan apa yang diyakininya benar,
tentu Ali Radhiyallahu ‘Anhu lebih berani melakukan hal itu.
LOGIKA 7: “Ali dan Husein”
Tanyakan ke orang
Syiah: “Menurut Anda, mana yang lebih utama, Ali atau Husein?” Maka dia akan
menjawab: “Tentu saja Ali bin Abi Thalib lebih utama. Ali adalah ayah Husein,
dia lebih dulu masuk Islam, terlibat dalam banyak perang di zaman Nabi, juga
pernah menjadi Khalifah yang memimpin Ummat Islam.” Atau bisa saja, ada
pendapat di kalangan Syiah bahwa kedudukan Ali sama tingginya dengan Husein.
Kemudian tanyakan ke
dia: “Jika Ali memang dianggap lebih mulia, mengapa kaum Syiah membuat
peringatan khusus untuk mengenang kematian Husein saat Hari Asyura pada setiap
tanggal 10 Muharram? Mengapa mereka tidak membuat peringatan yang lebih megah
untuk memperingati kematian Ali bin Abi Thalib? Bukankah Ali juga mati syahid
di tangan manusia durjana? Bahkan beliau wafat saat mengemban tugas sebagai
Khalifah.”
Faktanya, peringatan
Hari Asyura sudah seperti “Idul Fithri” bagi kaum Syiah. Hal itu untuk
memperingati kematian Husein bin Ali. Kalau orang Syiah konsisten, seharusnya
mereka memperingati kematian Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu lebih
dahsyat lagi.
Logika 8: “Syiah dan Wanita”
Tanyakan ke orang
Syiah: “Apakah dalam keyakinan Syiah diajarkan untuk memuliakan wanita?” Dia
akan menjawab tanpa keraguan: “Tentu saja. Kami diajari memuliakan wanita,
menghormati mereka, dan tidak menzhalimi hak-hak mereka?” Lalu tanyakan lagi:
“Benarkah ajaran Syiah memberi tempat terhormat bagi kaum wanita Muslimah?”
Orang itu pasti akan menegaskan kembali.
Kemudian katakan ke
orang Syiah itu: “Jika Syiah memuliakan wanita, mengapa mereka menghalalkan
nikah mut’ah? Bukankah nikah mut’ah itu sangat menzhalimi hak-hak wanita? Dalam
nikah mut’ah, seorang wanita hanya dipandang sebagai pemuas seks belaka. Dia
tidak diberi hak-hak nafkah secara baik. Dia tidak memiliki hak mewarisi harta
suami. Bahkan kalau wanita itu hamil, dia tidak bisa menggugat suaminya jika
ikatan kontraknya sudah habis. Posisi wanita dalam ajaran Syiah, lebih buruk
dari posisi hewan ternak. Hewan ternak yang hamil dipelihara baik-baik oleh
para peternak. Sedangkan wanita Syiah yang hamil setelah nikah mut’ah, disuruh
memikul resiko sendiri.”
Faktanya, kaum Syiah
sama sekali tidak memberi tempat terhormat bagi kaum wanita. Hal ini berbeda
sekali dengan ajaran Sunni. Di negara-negara seperti Iran, Irak, Libanon, dll.
praktik nikah mut’ah marak sebagai ganti seks bebas dan pelacuran. Padahal
esensinya sama, yaitu menghamba seks, menindas kaum wanita, dan menyebarkan
pintu-pintu kekejian. Semua itu dilakukan atas nama agama. Na’udzubillah wa
na’udzubillah min dzalik.
LOGIKA 9: “Syiah dan Politik”
Tanyakan ke orang
Syiah: “Dalam pandangan Anda, mana yang lebih utama, agama atau politik?” Tentu
dia akan berkata: “Agama yang lebih penting. Politik hanya bagian dari agama.”
Lalu tanyakan lagi: “Bagaimana kalau politik akhirnya mendominasi ajaran
agama?” Mungkin dia akan menjawab: “Ya tidak bisa. Agama harus mendominasi
politik, bukan politik mendominasi agama.”
Lalu katakan ke
orang Syiah itu: “Kalau perkataan Anda benar, mengapa dalam ajaran Syiah tidak
pernah sedikit pun melepaskan diri dari masalah hak Kekhalifahan Ali, tragedi
yang menimpa Husein di Karbala, dan kebencian mutlak kepada Muawiyyah dan
anak-cucunya? Mengapa hal-hal itu sangat mendominasi akal orang Syiah, melebihi
pentingnya urusan akidah, ibadah, fiqih, muamalah, akhlak, tazkiyatun nafs,
ilmu, dll. yang merupakan pokok-pokok ajaran agama? Mengapa ajaran Syiah
menjadikan masalah dendam politik sebagai menu utama akidah mereka melebihi
keyakinan kepada Sifat-Sifat Allah?”
Faktanya, ajaran
Syiah merupakan contoh telanjang ketika agama dicaplok (dianeksasi) oleh
pemikiran-pemikiran politik. Bahkan substansi politiknya terfokus pada sikap
kebencian mutlak kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap merampas hak-hak
imam Syiah. Dalam hal ini akidah Syiah mirip sekali dengan konsep Holocaust
yang dikembangkan Zionis internasional, dalam rangka memusuhi Nazi sampai ke
akar-akarnya. (Bukan berarti pro Nazi, tetapi disana ada sisi-sisi kesamaan
pemikiran).
LOGIKA 10. “Syiah dan Sunni”
Tanyakan ke orang
Syiah: “Mengapa kaum Syiah sangat memusuhi kaum Sunni? Mengapa kebencian kaum
Syiah kepada Sunni, melebihi kebencian mereka kepada orang kafir (non Muslim)?”
Dia tentu akan menjawab: “Tidak, tidak. Kami bersaudara dengan orang Sunni.
Kami mencintai mereka dalam rangka Ukhuwwah Islamiyyah. Kita semua bersaudara,
karena kita sama-sama mengerjakan Shalat menghadap Kiblat di Makkah. Kita ini
sama-sama Ahlul Qiblat.”
Kemudian katakan ke
dia: “Kalau Syiah benar-benar mau ukhuwwah, mau bersaudara, mau bersatu dengan
Sunni; mengapa mereka menyerang tokoh-tokoh panutan Ahlus Sunnah, seperti
Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, Khalifah Utsman, isteri-isteri Nabi
(khususnya Aisyah dan Hafshah), Abu Hurairah, Zubair, Thalhah, dan lain-lain?
Mencela, memaki, menghina, atau mengutuk tokoh-tokoh itu sama saja dengan
memusuhi kaum Sunni. Tidak pernah ada ukhuwwah atau perdamaian antara Sunni dan
Syiah, sebelum Syiah berhenti menista para Shahabat Nabi, selaku panutan kaum
Sunni.”
Fakta yang perlu
disebut, banyak terjadi pembunuhan, pengusiran, dan kezhaliman terhadap kaum
Sunni di Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libanon, Pakistan, Afghanistan, dll. Hal
itu menjadi bukti besar bahwa Syiah sangat memusuhi kaum Sunni. Hingga
anak-anak Muslim asal Palestina yang mengungsi di Irak, mereka pun tidak luput
dibunuhi kaum Syiah. Hal ini pula yang membuat Syaikh Qaradhawi berubah pikiran
tentang Syiah. Jika semula beliau bersikap lunak, akhirnya mengakui bahwa
perbedaan antara Sunni dan Syiah sangat sulit disatukan. Dalam lintasan sejarah
kita mendapati bukti lain, bahwa kaum Syiah tidak pernah terlibat perang
melawan negara-negara kufar. Justru mereka sering bekerjasama dengan negara
kufar dalam rangka menghadapi kaum Muslimin. Hancurnya Kekhalifahan Abbasiyyah
di Baghdad, sikap permusuhan Dinasti Shafawid di Mesir, era Perang Salib di
masa Shalahuddin Al Ayyubi, serta Khilafah Turki Utsmani, di atas semua itu
terekam fakta-fakta pengkhianatan Syiah terhadap kaum Muslimin. Begitu juga,
jatuhnya Afghanistan dan Iraq ke tangan tentara Sekutu di era modern, tidak
lepas dari jasa-jasa para anasir Syiah dari Iran.
Demikianlah 10
LOGIKA DASAR yang bisa kita gunakan untuk mematahkan pemikiran-pemikiran kaum
Syiah. Insya Allah tulisan ini bisa dimanfaatkan untuk secara praktis
melindungi diri, keluarga, dan Ummat Islam dari propaganda-propaganda Syiah.
Amin Allahumma amin.
Jika ada benarnya,
hal itu semata merupakan karunia Allah Azza Wa Jalla. Kalau ada kesalahan,
khilaf, dan kekurangan, itu dari diri saya sendiri. Wal ‘afwu minkum katsira,
wastaghfirullaha li wa lakum, wa li sa’iril Muslimin. Alhamdulillahi Rabbil
‘alamiin, wallahu a’lam bisshawaab.* [habis]
Tanyakan pada
Orang Syiah “Apakah Anda Beragama Islam?”
Selasa 5 Rabiulawal 1435 / 7 Januari 2014 09:00
TANYAKAN
kepada orang Syiah: “Apakah Anda beragama Islam?” Maka dia akan menjawab dengan
penuh keyakinan: “Tentu saja, kami adalah Islam. Kami ini Muslim.” Lalu tanyakan lagi ke dia:
“Bagaimana cara Islam sampai Anda, sehingga Anda menjadi
seorang Muslim?”
Maka orang itu
akan menerangkan tentang silsilah dakwah Islam. Dimulai dari Rasulullah, lalu
para Shahabatnya, lalu dilanjutkan para Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in, lalu
dilanjutkan para ulama Salafus Shalih, lalu disebarkan oleh para dai ke seluruh
dunia, hingga sampai kepada kita di Indonesia.”
Kemudian
tanyakan ke dia: “Jika Anda mempercayai silsilah dakwah Islam itu, mengapa Anda
sangat membenci para Shahabat, mengutuk mereka, atau menghina mereka secara
keji? Bukankah Anda mengaku Islam, sedangkan Islam diturunkan kepada kita
melewati tangan para Shahabat itu. Tidak mungkin kita menjadi Muslim, tanpa peranan Shahabat. Jika demikian, mengapa
orang Syiah suka mengutuk, melaknat, dan mencaci-maki para Shahabat?”
Faktanya, kaum Syiah
sangat membingungkan. Mereka mencaci-maki para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum
dengan sangat keji. Tetapi di sisi lain, mereka masih mengaku sebagai Muslim.
Kalau memang benci Shahabat, seharusnya mereka tidak lagi memakai label Muslim.
Sebuah adagium yang harus selalu diingat: “Tidak ada Islam, tanpa peranan para
Shahabat!” [arief hidayat/10 Logika Dasar Penangkal