Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib
Radhiyallahu ‘anhu, atau yang dikenal sebagai Husain Radhiyallahu ‘anhu, adalah
cucu Rosululloh Shallalahu alaihi wa sallam, buah hati dan kecintaannya di
dunia. Ia adalah saudara Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu,
penghulu pemuda penduduk surga. Kedudukan tinggi tersebut tidak ia peroleh,
kecuali ia lakoni dengan ujian dan cobaan, dan sungguh Husain Radhiyallahu
‘anhu telah berhasil melewati ujian tersebut secara penuh dengan kesabaran dan
keteguhan (tsabat) yang sempurna hingga menemui Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Rosululloh Shallalahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Hudzaifah
Radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya ini adalah malaikat yang belum pernah turun
ke bumi sebelum ini, ia meminta izin kepada Robbnya untuk mengucapkan salam
kepadaku dan menyampaikan kabar gembira bahwa Fathimah adalah penghulu kaum
wanita penghuni surga dan bahwasanya Hasan serta Husain adalah penghulu para
pemuda penghuni surga.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).
Husain Radhiyallahu ‘anhu dan Kronologis
Syahidnya
Setelah kekhilafahan dilimpahkan kaum
Muslimin kepada Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, kemudian ia turun (lengser)
darinya untuk diberikan kepada Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu untuk memelihara
darah kaum Muslimin, dengan syarat selanjutnya Mu’awiyah sendiri yang akan
menyerahkan kembali kekhilafahan kepada Hasan Radhiyallahu ‘anhu. Akan tetapi
Hasan meninggal dunia sebelum Mu’awiyah meninggal. Maka ketika itu Mu’awiyah
memberikan kekhilafahan kepada anaknya, Yazid. Tatkala Mu’awiyah meninggal,
maka Yazid memegang perintah, dan Husain enggan memba’iatnya, lalu ia keluar
dari Madinah menuju ke Mekkah dan menetap di sana.
Kemudian golongan pendukung ayahnya dari
Syi’ah Kufah mengirim surat kepada Husain agar ia keluar bergabung menemui
mereka. Mereka menjanjikan akan menolongnya jika ia telah bergabung. Maka
Husain tertipu dengan janji mereka, dan mengira bahwa mereka akan
merealisasikannya untuk memperbaiki kebijakan yang buruk dan untuk meluruskan
penyelisihan yang diawali pada kekhilafahan Yazid bin Mu’awiyah.
Perbuatan Husain Radhiyallahu ‘anhu untuk
bergabung dengan penduduk Kufah sendiri dinilai salah oleh para penasehatnya.
Di antara mereka adalah Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, ‘Abdulloh bin Ja’far
Radhiyallahu ‘anhum dan lainnya. Bahkan ‘Abdulloh bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu
terus mendesak kepada Husain agar tetap tinggal di Mekkah dan tidak keluar.
Namun dengan dilandasi baik sangka, Husain menyelisihi permusyawarahan mereka
dan keluar, lalu Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Aku
menitipkanmu kepada Alloh dari pembunuhan!”.
Begitu Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar,
ia menemui Farozdaq di jalan yang berkata kepadanya, “Berhati-hatilah engkau,
mereka bersamamu namun pedang-pedang mereka bersama Bani Umayyah. Mereka adalah
Syi’ah yang mengirim surat kepadamu, dan mereka menginginkanmu untuk keluar (ke
tempat mereka), tetapi hati-hati mereka tidak bersamamu. Secara hakiki mereka
mencintaimu, akan tetapi pedang-pedang mereka terhunus bersama Bani Umayyah!”
Akhirnya, sangat jelas sekali tampaklah
pengkhianatan Syi’ah ahli Kufah, walau mereka sendiri yang mengharapkan
kedatangan Husain Radhiyallahu ‘anhu. Maka wakil penguasa Bani Umayyah, ‘Ubaidillah
bin Ziyad yang mengetahui sepak terjang Muslim bin ‘Aqil yang telah membai’at
Husain, segera mendatangi Muslim dan langsung membunuhnya sekaligus tuan rumah
yang menjamunya, Hani bin Urwah al-Muradi. Dan kaum Syi’ah Kufah hanya diam
seribu bahasa melihat pembantaian dan tidak memberikan bantuan apa-apa, bahkan
mereka mengingkari janji mereka terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhu. Hal itu
mereka lakukan karena ‘Ubaidillah bin Ziyad telah memberikan segepok uang
kepada mereka.
Maka ketika Husain Radhiyallahu ‘anhu
keluar bersama keluarga dan pengikutnya, berangkat pula Ibnu Ziyad untuk
menghancurkannya di medan peperangan, maka terbunuhlah Husain Radhiyallahu
‘anhu dan terbunuh pula semua sahabat yang mendampinginya secara terzhalimi dan
dapat dianggap sebagai pembantaian sadis. Kepala mulianya terpotong, lalu
diambil oleh para wanita dan anak-anak yang berada di antara pasukan dan
diberikan paksa kepada Yazid di Damaskus. Ketika melihat kepala Husain dibawa
ke hadapannya saat itu, Yazid pun sedih dan menangis. Kemudian para wanita dan
anak-anak dikembalikan ke kota, sedangkan anak laki-laki ikut terbunuh,
sehingga tidak tersisa dari anak-anak (Husain) kecuali ‘Ali Zainul Abidin yang
ketika itu masih kecil.
Kemanakah Syi’ah Kufah Pendusta dan
Pengkhianat?
Sejak pertama, Syi’ah Kufah sudah takut
berperang dan telah “siap” menjual kehormatan mereka dengan harta. Mereka
merencanakan pengkhianatan untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan semata,
walaupun hal itu harus dibayar dengan menyerahkan salah seorang tokoh Ahlul
Bait, Husain Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak memberikan pertolongan kepada
Muslim bin ‘Aqil, dan ternyata tidak pula ikut berperang membantu Husain
Radhiyallahu ‘anhu.
Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara
Ahlul Bait lainnya yang gugur bersama Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah putera
‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu lainnya, yaitu Abu Bakar bin ‘Ali, ‘Umar
bin ‘Ali, dan ‘Utsman bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Juga putera Hasan sendiri,
Abu Bakar bin Hasan Radhiyallahu ‘anhu. Namun anehnya, ketika kita mendengar
kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syi’ah yang menceritakan kisah
pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhu, keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah
diungkit. Lantas, apa tujuannya?
Tentu saja, agar para pengikut Syi’ah
tidak memberi nama anak-anak mereka dengan tiga nama sahabat Rosululloh
Shallalahualaihi wa sallam yang paling dibenci orang-orang Syi’ah, bahkan yang
dilaknat oleh mereka setiap harinya.
Melihat kebusukan perangai dan
pengkhinatan Syi’ah, Husain Radhiyallahu ‘anhu dalam doanya yang sangat
terkenal sebelum wafat atas mereka adalah “Ya Alloh, apabila Engkau memberi
mereka kenikmatan, maka cerai-beraikanlah mereka, jadikanlah mereka menempuh
jalan yang berbeda-beda, dan janganlah restui para pemimpin mereka selamanya,
karena mereka telah mengundang kami untuk menolong kami, namun ternyata malah
memusuhi kami dan membunuh kami!”.
Konspirasi dibalik Terbunuhnya Husain
Radhiyallahu ‘anhu
Di balik tragedi Karbala, yaitu
terbunuhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu dan banyak Ahlul Bait lainnya serta
rombongan yang menyertainya, ada rahasia besar yang harus diketahui, yaitu:
1. Ternyata yang membunuh Husain
Radhiyallahu ‘anhu adalah ‘Ubaidillah bin Ziyad yang berkolaborasi dengan
Syi’ah Husain.
Fakta ini bahkan diakui oleh sejarawan
Syi’ah sendiri, Mulla Baqir al-Majlisi, Qadhi Nurullah Syustri dan lainnya,
tentunya selain fakta sejarah yang jelas dan mengedepankan nilai ilmiah yang
selama ini telah banyak beredar.
Mereka adalah para pengkhianat,
musuh-musuh semua kaum Muslimin, bukan hanya bagi Ahlus Sunnah saja.
2. Kecintaan Syi’ah terhadap Ahlul Bait
hanyalah isapan jempol dan kebohongan yang dipropagandakan.
Bahkan yang Syi’ah da’wahkan tiada lain
merupakan upaya untuk menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran Majusi Saba’iyah
(pengikut Abdulloh bin Saba’).
3. Keadaan Syi’ah yang selalu diburu dan
dihukum oleh kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang masa dalam sejarah
membuktikan dikabulkannya doa Husain Radhiyallahu ‘anhu di medan Karbala akan
adzab Syi’ah.
4. Upacara dan ritual Asyura’-an, seperti
menyiksa badan dengan cara memukul-mukul tubuh dengan rantai, pisau dan pedang
pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang dilakukan oleh Syi’ah sehingga
mengalirkan darah, juga merupakan bukti diterimanya doa Husain Radhiyallahu
‘anhu, bahkan mereka terhina dengan tangan mereka sendiri.
Dari upaya menelusuri tragedi terbunuhnya
Husain Rahimahullah dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Syi’ah bukanlah Ahlul Bait, dan Ahlul
Bait berlepas diri dari Syi’ah, diantara keduanya terdapat perbedaan yang
sangat jauh, bagaikan timur dan barat, bahkan lebih jauh lagi.
2. Barangsiapa yang mengaku-ngaku
mencintai dan mengikuti jejak Ahlul Bait namun ternyata mereka berlepas diri
dari orang-orang yang dicintai Ahlul Bait tersebut, maka yang ada hanyalah
klaim kedustaan dan propaganda kesesatan.
[hsm/syiahindonesia.com]