Label: Syi'ah
Salah satu isu andalan kaum
Syi’ah Raafidlah dalam mencerca Abu Bakr radliyallaahu
‘anhu adalah isu tanah Fadak. Mereka mengklaim Abu Bakrradliyallaahu
‘anhu telah berlaku dhaalim dalam menahan tanah Fadak yang dianggap sebagai warisan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada Sayyidah Faathimah radliyallaahu ‘anhaa.
Jika mereka (Syi’ah) mencukupkan diri pada ‘aqidah mereka dengan mengambil
ulama-ulama mereka sebagai hujjah, niscaya kita tidak terlalu ambil pusing –
karena kita tidak pernah menjadikan perkataan ulama mereka sebagai ushul hujjah dalam
agama. Namun ketika mereka mencoba mengkais hadits-hadits dalam referensi
Ahlus-Sunnah, maka kita perlu mencermati keakuratannya.
Hadits yang sering
dibicarakan mengenai permasalahan ini adalah hadits berikut :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام ابْنَةَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَتْ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ
بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقْسِمَ
لَهَا مِيرَاثَهَا مِمَّا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهَا أَبُو بَكْرٍ إِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا
صَدَقَةٌ فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فَلَمْ تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حَتَّى
تُوُفِّيَتْ وَعَاشَتْ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
سِتَّةَ أَشْهُرٍ قَالَتْ وَكَانَتْ فَاطِمَةُ تَسْأَلُ أَبَا بَكْرٍ نَصِيبَهَا
مِمَّا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ خَيْبَرَ
وَفَدَكٍ وَصَدَقَتَهُ بِالْمَدِينَةِ فَأَبَى أَبُو بَكْرٍ عَلَيْهَا ذَلِكَ
وَقَالَ لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ فَإِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ
شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيغَ فَأَمَّا صَدَقَتُهُ بِالْمَدِينَةِ
فَدَفَعَهَا عُمَرُ إِلَى عَلِيٍّ وَعَبَّاسٍ وَأَمَّا خَيْبَرُ وَفَدَكٌ
فَأَمْسَكَهَا عُمَرُ وَقَالَ هُمَا صَدَقَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتَا لِحُقُوقِهِ الَّتِي تَعْرُوهُ وَنَوَائِبِهِ
وَأَمْرُهُمَا إِلَى مَنْ وَلِيَ الْأَمْرَ قَالَ فَهُمَا عَلَى ذَلِكَ إِلَى
الْيَوْمِ
Telah menceritakan kepada
kami ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin
Sa’d, dari Shaalih, dari Ibnu Syihaab, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku
‘Urwah bin Az-Zubair : Bahwasannya ‘Aaisyah ummul-mukminiin radliyallaahu ‘anhaa telah mengkhabarkannya : Faathimah ‘alaihis-salaamputri
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta kepada Abu Bakr Ash-Shiddiq setelah wafatnya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar membagi untuknya bagian harta warisan yang
ditinggalkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dari harta fa'i yang Allah karuniakan kepada beliau.
Abu Bakr berkata kepadanya :
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :‘Kami tidak mewariskan dan apa yang
kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah’. Maka Faathimah binti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallammarah dan tidak menegur Abu Bakr setelah itu hingga ia meninggal. Faathimah hidup setelah kepergian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam selama enam bulan". 'Aisyah radliyallaahu ‘anhaa berkata : "Fathimah pernah meminta Abu Bakr bagian
dari harta yang ditinggalkan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam berupa tanah di Khaibar dan
di Fadak (nama tempat, dekat Madinah) dan shadaqah beliau di Madinah namun Abu
Bakr mengabaikannya dan berkata : "Aku tidak akan meninggalkan sedikitpun
sesuatu yang pernah dikerjakan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam melainkan akan aku
kerjakan. Sungguh aku takut menjadi sesat jika meninggalkan apa yang diperintahkan beliau. Adapun
shadaqah beliau di Madinah telah diberikan oleh 'Umar kepada 'Ali dan 'Abbas,
sementara tanah di Khaibar dan Fadak telah dipertahankan oleh 'Umar dan
mengatakannya bahwa keduanya adalah shadaqah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang hak-haknya akan diberikan kepada yang mengurus dan
mendiaminya sedangkan urusannya berada di bawah keputusan
pemimpin". Perawi berkata : "Dan keadaannya tetap seperti itu hingga
hari ini" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3092-3093].
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ
عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ
عَلَيْهَا السَّلَام بِنْتَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَرْسَلَتْ إِلَى أَبِي بَكْرٍ تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ
بِالْمَدِينَةِ وَفَدَكٍ وَمَا بَقِيَ مِنْ خُمُسِ خَيْبَرَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا
تَرَكْنَا صَدَقَةٌ إِنَّمَا يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْمَالِ وَإِنِّي وَاللَّهِ لَا أُغَيِّرُ شَيْئًا مِنْ
صَدَقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ حَالِهَا
الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَأَعْمَلَنَّ فِيهَا بِمَا عَمِلَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَبَى أَبُو بَكْرٍ أَنْ يَدْفَعَ إِلَى فَاطِمَةَ
مِنْهَا شَيْئًا فَوَجَدَتْ فَاطِمَةُ عَلَى أَبِي بَكْرٍ فِي ذَلِكَ فَهَجَرَتْهُ
فَلَمْ تُكَلِّمْهُ حَتَّى تُوُفِّيَتْ وَعَاشَتْ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ دَفَنَهَا
زَوْجُهَا عَلِيٌّ لَيْلًا وَلَمْ يُؤْذِنْ بِهَا أَبَا بَكْرٍ وَصَلَّى عَلَيْهَا
وَكَانَ لِعَلِيٍّ مِنْ النَّاسِ وَجْهٌ حَيَاةَ فَاطِمَةَ فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ
اسْتَنْكَرَ عَلِيٌّ وُجُوهَ النَّاسِ فَالْتَمَسَ مُصَالَحَةَ أَبِي بَكْرٍ
وَمُبَايَعَتَهُ وَلَمْ يَكُنْ يُبَايِعُ تِلْكَ الْأَشْهُرَ فَأَرْسَلَ إِلَى
أَبِي بَكْرٍ أَنْ ائْتِنَا وَلَا يَأْتِنَا أَحَدٌ مَعَكَ كَرَاهِيَةً لِمَحْضَرِ
عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ لَا وَاللَّهِ لَا تَدْخُلُ عَلَيْهِمْ وَحْدَكَ فَقَالَ
أَبُو بَكْرٍ وَمَا عَسَيْتَهُمْ أَنْ يَفْعَلُوا بِي وَاللَّهِ لآتِيَنَّهُمْ
فَدَخَلَ عَلَيْهِمْ أَبُو بَكْرٍ فَتَشَهَّدَ عَلِيٌّ فَقَالَ إِنَّا قَدْ
عَرَفْنَا فَضْلَكَ وَمَا أَعْطَاكَ اللَّهُ وَلَمْ نَنْفَسْ عَلَيْكَ خَيْرًا
سَاقَهُ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَكِنَّكَ اسْتَبْدَدْتَ عَلَيْنَا بِالْأَمْرِ وَكُنَّا نَرَى لِقَرَابَتِنَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَصِيبًا حَتَّى فَاضَتْ عَيْنَا أَبِي بَكْرٍ
فَلَمَّا تَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَرَابَةُ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ
مِنْ قَرَابَتِي وَأَمَّا الَّذِي شَجَرَ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ مِنْ هَذِهِ
الْأَمْوَالِ فَلَمْ آلُ فِيهَا عَنْ الْخَيْرِ وَلَمْ أَتْرُكْ أَمْرًا رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُهُ فِيهَا إِلَّا
صَنَعْتُهُ فَقَالَ عَلِيٌّ لِأَبِي بَكْرٍ مَوْعِدُكَ الْعَشِيَّةَ لِلْبَيْعَةِ
فَلَمَّا صَلَّى أَبُو بَكْرٍ الظُّهْرَ رَقِيَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَشَهَّدَ
وَذَكَرَ شَأْنَ عَلِيٍّ وَتَخَلُّفَهُ عَنْ الْبَيْعَةِ وَعُذْرَهُ بِالَّذِي
اعْتَذَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ اسْتَغْفَرَ وَتَشَهَّدَ عَلِيٌّ فَعَظَّمَ حَقَّ أَبِي
بَكْرٍ وَحَدَّثَ أَنَّهُ لَمْ يَحْمِلْهُ عَلَى الَّذِي صَنَعَ نَفَاسَةً عَلَى
أَبِي بَكْرٍ وَلَا إِنْكَارًا لِلَّذِي فَضَّلَهُ اللَّهُ بِهِ وَلَكِنَّا نَرَى لَنَا فِي هَذَا الْأَمْرِ نَصِيبًا
فَاسْتَبَدَّ عَلَيْنَا فَوَجَدْنَا فِي أَنْفُسِنَا فَسُرَّ بِذَلِكَ
الْمُسْلِمُونَ وَقَالُوا أَصَبْتَ وَكَانَ الْمُسْلِمُونَ إِلَى عَلِيٍّ قَرِيبًا
حِينَ رَاجَعَ الْأَمْرَ الْمَعْرُوفَ
Telah menceritakan kepada
kami Yahyaa bin Bukair : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari ‘Uqail,
dari Ibnu Syihaab, dari ‘Urwah, dari ‘Aaisyah : Bahwasannya Faathimah ‘alaihis-salaam binti Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengutus utusan kepada Abu Bakr meminta warisannya dari
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dari harta fa’i yang Allah berikan kepada beliau di Madinah
dan Fadak, serta sisa seperlima ghanimah Khaibar. Maka Abu Bakr berkata :
‘Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallampernah bersabda : 'Kami tidak
diwarisi, segala yang kami tinggalkan hanya sebagai sedekah. Hanya saja,
keluarga Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam makan dari harta ini’. Dan demi Allah, aku tidak akan merubah sedikitpun
shadaqah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam dari keadaannya semula sebagaimana harta itu dikelola
semasa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam, dan akan aku kelola sebagaimana
Rasulullah mengelola. Maka Abu Bakr enggan menyerahkan sedikitpun kepada
Fathimah sehingga Fathimah marah kepada Abu Bakr dalam masalah ini. Fathimah
akhirnya mengabaikan Abu Bakr dan tak pernah mengajaknya bicara hingga ia
meninggal. Dan ia hidup enam bulan sepeninggal Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Ketika wafat, ia dimandikan oleh suaminya, Aliy, ketika
malam hari, dan ‘Aliy tidak memberitahukan perihal meninggalnya kepada Abu
Bakr; padahal semasa Faathimah hidup, Aliy dituakan oleh masyarakat. Akan
tetapi, ketika Faathimah wafat, ‘Aliy memungkiri penghormatan orang-orang
kepadanya, dan ia lebih cenderung berdamai dengan Abu Bakr dan berbaiat
kepadanya, meskipun ia sendiri tidak berbaiat di bulan-bulan itu. ‘Aliy
kemudian mengutus seorang utusan yang inti pesannya : 'Tolong datangilah kami,
dan jangan seorangpun bersamamu!'. Ucapan ‘Aliy ini karena ia tidak suka jika
Umar turut hadir (bersama Abu Bakr). Namun ‘Umar mengatakan : 'Tidak, demi
Allah, jangan engkau temui mereka sendirian'. Abu Bakr berkata : 'Kalian tidak
tahu apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Demi Allah, aku sajalah yang
menemui mereka.' Abu Bakr lantas menemui mereka. ‘Aliy mengucapkan syahadat dan
berkata : 'Kami tahu keutamaanmu dan apa yang telah Allah kurniakan kepadamu.
Kami tidak mendengki kebaikan yang telah Allah berikan padamu, namun engkau
telahsewenang-wenang dalam memperlakukan
kami. Kami
berpendapat/berpandangan, selayaknya kami peroleh bagian karena kedekatan
kekerabatan kami dari Rasulullahshallallaahu 'alaihi wa sallam’. Hingga
kemudian kedua mata Abu Bakr menangis (karena mendengarnya). Ketika Abu Bakr
bicara, Abu Bakr berkata : ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
kekerabatan Rasulullah lebih aku cintai daripada aku menyambung kekerabatanku
sendiri. Adapun percekcokan antara aku dan kalian dari harta ini, sebenarnya
aku selalu berusaha berbuat kebaikan. Tidaklah kutinggalkan sebuah perkara yang
kulihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam melakukannya, melainkan aku melakukannya juga’. Kemudian
‘Aliy berkata kepada Abu Bakr : 'Waktu baiat kepadamu adalah nanti sore’.
Ketika Abu Bakr telah shalat Dhuhur, ia naik mimbar. Ia ucapkan syahadat, lalu
ia menjelaskan permasalahan ‘Aliy dan ketidakikutsertaannya dari bai'at serta
alasannya. ‘Aliy kemudian beristighfar dan mengucapkan syahadat, lalu
mengemukakan keagungan hak Abu Bakar, dan ia ceritakan bahwa apa yang ia
lakukan tidak sampai menyeretnya untuk dengki kepada Abu Bakar. Tidak pula
sampai mengingkari keutamaan yang telah Allah berikan kepada Abu Bakr. (‘Aliy
berkata) : ‘Hanya saja, kami
berpendapat/berpandangan bahwa kami sebenarnya layak
untuk menyatakan pendapat dalam masalah ini (warisan), namun Abu Bakr telah bertindak sewenang-wenang terhadap
kami sehingga kami pun merasa jengkel/marah terhadapnya'. Kaum muslimin pun bergembira
atas pernyataan ‘Aliy dan berujar : 'Engkau benar'. Sehingga kaum muslimin
semakin dekat dengan ‘Aliy ketika ‘Aliy mengembalikan keadaan menjadi baik”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4240-4241].
Mereka (Syi’ah) menjadikan kemarahan Faathimah yang tidak menegur Abu Bakrradliyallaahu
‘anhumaa sebagai dalil untuk menyalahkan Abu
Bakr dalam permasalahan ini.
Tentu saja, kita menolak pernyataan tersebut. Bukankah perbuatan Abu Bakrradliyallaahu
‘anhu itu didasarkan oleh pengetahuannya
akan sabda Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam ? Bukankah alasan Abu Bakr
tidak memenuhi permintaan Faathimah – yang ia cintai karena agama – karena ia
tidak ingin tersesat akibat menyelisihi sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?
Dalam hal ini, ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu telah keliru dengan mengatakan bahwa apa
yang diperbuat Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu merupakan tindakan
kesewenang-wenangannya, plus sekedar pendapat pribadinya
semata. Dari hadits di atas juga diperoleh keterangan bahwa tuntutan atas tanah
Fadak merupakan pandangan/pendapat ‘Aliy karena faktor kekerabatan yang ia
miliki dengan Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam[1] - sesuai dengan keumuman hukum
waris dalam syari’at. Padahal dalam masalah ini, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mempunyai kekhususan; yaitu
beliau tidak mewariskan dan semua yang beliau tinggalkan merupakan shadaqah.
Inilah yang diketahui oleh Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang tidak diketahui oleh ‘Aliy bin Abi Thaalib,
Faathimah, dan beberapa shahabat lainnya. Penetapan itu lebih didahulukan
daripada penafikkan, karena dalam penetapan itu mengandung ilmu yang tidak
dimiliki oleh pihak yang menafikkan. Ini sesuai dengan kaidah yang ma’ruf dalam syari’at : Al-mutsbitu muqaddamun ‘alan-naafiy.
Sudah barang tentu orang-orang Syi’ah akan sangat berkeberatan karena
pernyataan ini mengandung konsekuensi Abu Bakr lebih mengetahui dibandingkan
‘Aliyradliyallaahu ‘anhumaa dalam permasalahan ini. Juga,
bertentangan dengan teologi kemaksuman para imam – sehingga mereka berusaha
dengan keras mencari jalan agar Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu salah.
“Apakah mustahil seandainya ‘Aliy dan Faathimah radliyallaahu ‘anhaa tidak
mengetahui satu hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dimana hadits
itu diketahui oleh Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu ?. Apakah mustahil ada shahabat
lain yang lebih benar perkataannya dibandingkan ‘Aliy dan Faathimah dalam satu
atau dua permasalahan ?”.
Orang Syi’ah akan mengatakan ‘mustahil’ dengan berbagai dalihnya.
Namun kita, Ahlus-Sunnah, mengatakan tidak mustahil. ‘Aliy dan Faathimah –
sebagaimana shahabat yang lainnya – tidaklah mengetahui semua hadits Nabishallallaahu
‘alaihi wa sallam. Mereka berdua tidak selamanya berada
di sisi Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Bukankah ‘Aliy pernah tidak mengetahui kebolehan menggunakan pakaian
bercelup dan celak mata saat haji setelah tahallul[2] ? Bukankah perkataan Usaamah
bin Zaid pernah lebih benar dibandingkan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa saat peristiwa haditsul-ifki[3] ? Bukankah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah marah saat mendengar
dan melihat Faathimah memakai sebuah kalung emas pemberian dari ‘Aliy ?[4]
Jika demikian keadaannya,
apakah menjadi sangat mustahil Abu Bakr menjadi pihak yang benar dalam
perselisihannya dengan Faathimah dan ‘Aliy radliyallaahu
‘anhum ?[5] Mustahil bagi Syi’ah, namun
tidak mustahil bagi Ahlus-Sunnah.
Perlu diketahui bahwa dalam
permasalahan ini, Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu bukanlah orang yang bersendirian dalam meriwayatkan hadits.
Beberapa shahabat lain memberikan kesaksiannya. Perhatikan riwayat berikut :
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُعْفِيُّ حَدَّثَنَا
أَبُو إِسْحَاقَ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ خَتَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخِي جُوَيْرِيَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ قَالَ مَا
تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ مَوْتِهِ
دِرْهَمًا وَلَا دِينَارًا وَلَا عَبْدًا وَلَا أَمَةً وَلَا شَيْئًا إِلَّا
بَغْلَتَهُ الْبَيْضَاءَ وَسِلَاحَهُ وَأَرْضًا جَعَلَهَا صَدَقَةً
Telah menceritakan kepada
kami Ibraahiim bin Al-Haarits : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Abi
Bukair : Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Mu’aawiyyah Al-Ju’fiy :
Telah menceritakan kepada kami Abi Ishaaq, dari ‘Amru bin Al-Haarits, saudara
ipar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam - yaitu saudara Juwairiyah binti Al-Haarits - , ia berkata
: “Tidaklah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak meninggalkan dirham, dinar, budak laki-laki maupun
perempuan, serta tidak meninggalkan sesuatupun ketika beliau wafat; kecuali bighal beliau yang
berwarna putih, senjata, dan sebidang tanah yang beliau jadikan sebagai shadaqah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2739. Lihat
juga no. 2873, 2912, 3098, dan 4461].
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ
أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَقْتَسِمُ
وَرَثَتِي دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا مَا تَرَكْتُ بَعْدَ نَفَقَةِ نِسَائِي
وَمَئُونَةِ عَامِلِي فَهُوَ صَدَقَةٌ
Telah menceritakan kepada
kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari
Abuz-Zinaad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah radliyalaahu ‘anhu : Bahwasannya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “"Warisanku
tidaklah dibagi-bagi baik berupa dinar maupun dirham. Apa yang aku tinggalkan selain berupa nafkah buat istri-istriku dan para pekerjaku,
semuanya adalah sebagai shadaqah"[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2776. Lihat juga no.
3096 dan 6729].
‘Amru bin Al-Haarits dan Abu
Hurairah merupakan saksi atas kebenaran hadits Abu Bakr radliyallaahu ‘anhum.
Perhatikan pula hadits yang
panjang ini :
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ
قَالَ أَخْبَرَنِي مَالِكُ بْنُ أَوْسِ بْنِ الْحَدَثَانِ النَّصْرِيُّ أَنَّ
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَاهُ إِذْ جَاءَهُ حَاجِبُهُ
يَرْفَا فَقَالَ هَلْ لَكَ فِي عُثْمَانَ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ وَالزُّبَيْرِ
وَسَعْدٍ يَسْتَأْذِنُونَ فَقَالَ نَعَمْ فَأَدْخِلْهُمْ فَلَبِثَ قَلِيلًا ثُمَّ
جَاءَ فَقَالَ هَلْ لَكَ فِي عَبَّاسٍ وَعَلِيٍّ يَسْتَأْذِنَانِ قَالَ نَعَمْ
فَلَمَّا دَخَلَا قَالَ عَبَّاسٌ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ اقْضِ بَيْنِي
وَبَيْنَ هَذَا وَهُمَا يَخْتَصِمَانِ فِي الَّذِي أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى
رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَنِي النَّضِيرِ فَاسْتَبَّ عَلِيٌّ
وَعَبَّاسٌ فَقَالَ الرَّهْطُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ اقْضِ بَيْنَهُمَا
وَأَرِحْ أَحَدَهُمَا مِنْ الْآخَرِ فَقَالَ عُمَرُ اتَّئِدُوا أَنْشُدُكُمْ
بِاللَّهِ الَّذِي بِإِذْنِهِ تَقُومُ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ هَلْ تَعْلَمُونَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا
تَرَكْنَا صَدَقَةٌ يُرِيدُ بِذَلِكَ نَفْسَهُ قَالُوا قَدْ قَالَ ذَلِكَ
فَأَقْبَلَ عُمَرُ عَلَى عَبَّاسٍ وَعَلِيٍّ فَقَالَ أَنْشُدُكُمَا بِاللَّهِ هَلْ
تَعْلَمَانِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَالَ
ذَلِكَ قَالَا نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي أُحَدِّثُكُمْ عَنْ هَذَا الْأَمْرِ إِنَّ
اللَّهَ سُبْحَانَهُ كَانَ خَصَّ رَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
هَذَا الْفَيْءِ بِشَيْءٍ لَمْ يُعْطِهِ أَحَدًا غَيْرَهُ فَقَالَ جَلَّ ذِكْرُهُ
{ وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ
مِنْ خَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ إِلَى قَوْلِهِ قَدِيرٌ } فَكَانَتْ هَذِهِ خَالِصَةً
لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ وَاللَّهِ مَا
احْتَازَهَا دُونَكُمْ وَلَا اسْتَأْثَرَهَا عَلَيْكُمْ لَقَدْ أَعْطَاكُمُوهَا
وَقَسَمَهَا فِيكُمْ حَتَّى بَقِيَ هَذَا الْمَالُ مِنْهَا فَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُنْفِقُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةَ
سَنَتِهِمْ مِنْ هَذَا الْمَالِ ثُمَّ يَأْخُذُ مَا بَقِيَ فَيَجْعَلُهُ مَجْعَلَ
مَالِ اللَّهِ فَعَمِلَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حَيَاتَهُ ثُمَّ تُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
أَبُو بَكْرٍ فَأَنَا وَلِيُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَبَضَهُ أَبُو بَكْرٍ فَعَمِلَ فِيهِ بِمَا عَمِلَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ فَأَقْبَلَ عَلَى عَلِيٍّ
وَعَبَّاسٍ وَقَالَ تَذْكُرَانِ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ فِيهِ كَمَا تَقُولَانِ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُ فِيهِ لَصَادِقٌ بَارٌّ رَاشِدٌ تَابِعٌ لِلْحَقِّ
ثُمَّ تَوَفَّى اللَّهُ أَبَا بَكْرٍ فَقُلْتُ أَنَا وَلِيُّ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ فَقَبَضْتُهُ سَنَتَيْنِ مِنْ
إِمَارَتِي أَعْمَلُ فِيهِ بِمَا عَمِلَ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَنِّي فِيهِ صَادِقٌ
بَارٌّ رَاشِدٌ تَابِعٌ لِلْحَقِّ ثُمَّ جِئْتُمَانِي كِلَاكُمَا وَكَلِمَتُكُمَا
وَاحِدَةٌ وَأَمْرُكُمَا جَمِيعٌ فَجِئْتَنِي يَعْنِي عَبَّاسًا فَقُلْتُ لَكُمَا
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا
تَرَكْنَا صَدَقَةٌ فَلَمَّا بَدَا لِي أَنْ أَدْفَعَهُ إِلَيْكُمَا قُلْتُ إِنْ
شِئْتُمَا دَفَعْتُهُ إِلَيْكُمَا عَلَى أَنَّ عَلَيْكُمَا عَهْدَ اللَّهِ
وَمِيثَاقَهُ لَتَعْمَلَانِ فِيهِ بِمَا عَمِلَ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَمَا عَمِلْتُ فِيهِ مُنْذُ وَلِيتُ
وَإِلَّا فَلَا تُكَلِّمَانِي فَقُلْتُمَا ادْفَعْهُ إِلَيْنَا بِذَلِكَ
فَدَفَعْتُهُ إِلَيْكُمَا أَفَتَلْتَمِسَانِ مِنِّي قَضَاءً غَيْرَ ذَلِكَ
فَوَاللَّهِ الَّذِي بِإِذْنِهِ تَقُومُ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ لَا أَقْضِي فِيهِ
بِقَضَاءٍ غَيْرِ ذَلِكَ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ فَإِنْ عَجَزْتُمَا عَنْهُ
فَادْفَعَا إِلَيَّ فَأَنَا أَكْفِيكُمَاهُ قَالَ فَحَدَّثْتُ هَذَا الْحَدِيثَ
عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ فَقَالَ صَدَقَ مَالِكُ بْنُ أَوْسٍ أَنَا سَمِعْتُ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَقُولُ أَرْسَلَ أَزْوَاجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عُثْمَانَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ يَسْأَلْنَهُ ثُمُنَهُنَّ مِمَّا أَفَاءَ
اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ أَنَا
أَرُدُّهُنَّ فَقُلْتُ لَهُنَّ أَلَا تَتَّقِينَ اللَّهَ أَلَمْ تَعْلَمْنَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ لَا نُورَثُ مَا
تَرَكْنَا صَدَقَةٌ يُرِيدُ بِذَلِكَ نَفْسَهُ إِنَّمَا يَأْكُلُ آلُ مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْمَالِ فَانْتَهَى أَزْوَاجُ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَا أَخْبَرَتْهُنَّ قَالَ
فَكَانَتْ هَذِهِ الصَّدَقَةُ بِيَدِ عَلِيٍّ مَنَعَهَا عَلِيٌّ عَبَّاسًا
فَغَلَبَهُ عَلَيْهَا ثُمَّ كَانَ بِيَدِ حَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ ثُمَّ بِيَدِ
حُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ ثُمَّ بِيَدِ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ وَحَسَنِ بْنِ حَسَنٍ
كِلَاهُمَا كَانَا يَتَدَاوَلَانِهَا ثُمَّ بِيَدِ زَيْدِ بْنِ حَسَنٍ وَهِيَ
صَدَقَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا
Telah menceritakan kepada
kami Abul-Yaman : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu'aib dari Az-Zuhriy, ia
berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Malik bin Aus bin Al-Hadatsaan
An-Nashriy : Bahwasannya ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhupernah
memanggilnya, Setelah itu penjaga pintunya, Yarfa, datang melapor :
"Apakah engkau mengijinkan ‘Utsmaan, ‘Abdurrahman, Az-Zubair, dan Sa'd
untuk masuk?" Umar menjawab, "Ya." Kemudian penjaga pintu
menyuruh mereka masuk. Tidak lama kemudian penjaga pintu datang lagi dan
berkata : “Apakah engkau mengijinkan ‘Abbaas dan ‘Aliy untuk masuk?".
‘Umar menjawab : "Ya". Ketika keduanya telah masuk, ‘Abbaas berkata :
"Wahai Amirul-Mukminiin,
putuskanlah antara kami dengan orang ini". Ketika itu mereka tengah
berselisih masalah harta yang Allah karuniakan kepada Rasul-Nyashallallaahu
'alaihi wa sallam, yakni berupa harta milik Bani
Nadliir sehingga keduanya saling mencela. Sebagian kelompok berkata
: "Wahai Amirul-Mukminin,
buatlah keputusan untuk keduanya, dan legakanlah salah seorang di antara
keduanya". 'Umar pun berkata : "Tenanglah kalian! Dan aku minta
kepada kalian, demi Allah yang dengan ijin-Nya langit dan bumi tegak, apakah
kalian mengetahui bahwa Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda : ‘Kami tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan
semuanya sebagai shadaqah’ ?. Mereka (‘Utsmaan, ‘Abdurrahman, Az-Zubair, dan Sa'd)
menjawab : "Ya, beliau telah bersabda demikian". Maka 'Umar
kembali menghadap dan berbicara kepada 'Aliy dan 'Abbaas : "Aku minta
kepada kalian berdua, demi Allah, apakah kalian berdua
mengetahui bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wasallam telah bersabda seperti itu ?". Keduanya (‘Aliy dan ‘Abbaas)
menjawab : "Ya, beliau telah bersabda
seperti itu". ‘Umar kemudian melanjutkan :
"Untuk itu aku akan menyampaikan kepada kalian tentang masalah ini.
Sesungguhnya Allah telah mengkhususkan Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam masalah fa'iini sebagai sesuatu yang tidak
Dia berikan kepada siapapun selain beliau". - Lalu ‘Umar membaca firman
Allah : 'Dan apa saja yang dikaruniakan Allah berupa fa'i
(rampasan perang) kepada Rasul-Nya dari (harta benda) mereka… - hingga firmanNya - dan Allah Maha berkuasa atas
segala sesuatu' (QS. Al-Hasyr : 6) - . “Ayat ini merupakan pengkhususan untuk Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Demi Allah, tidaklah beliau
mengumpulkannya dengan tidak memperhatikan kalian dan juga tidak untuk lebih
mementingkan diri kalian. Sungguh, beliau telah memberikannya kepada kalian dan
menyebarkannya di tengah-tengah kalian (kaum Muslimin) hingga sekarang masih
ada yang tersisa dari harta tersebut. Dan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah memberi nafkah belanja
kepada keluarga beliau sebagai nafkah tahunan mereka dari harta fa'i ini, lalu sisanya beliau ambil
dan dijadikannya sebagai harta Allah. Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menerapkan semua ini
samasa hidup beliau. Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam wafat. Lalu Abu Bakr berkata :
'Akulah wali Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam'. Maka Abu Bakr pun mewenangi
harta itu,kemudian ia mengelolanya seperti apa yang dilaksanakan oleh
Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam. Saat itu kalian juga ada".
Kemudian ‘Umar menghadap ke arah ‘Aliy dan ‘Abbaas. ‘Umar melanjutkan :
"Kalian berdua juga ingat bahwa dalam mengelola harta itu sebagaimana yang
kalian berdua katakan - sungguh Allah juga Maha Mengetahui - bahwa ia (Abu
Bakr) adalah orang yang jujur, bijak, lurus dan pengikut kebenaran. Kemudian
Allah mewafatkan Abu Bakr. Lalu aku berkata : 'Aku adalah pengganti Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan Abu Bakr', dan aku
berwenang untuk mengelola harta tersebut hingga dua tahun dari kepemimpinanku.
Aku mengelolanya sebagaimana yang dikelola Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallamdan Abu Bakr. Dan Allah juga
mengetahui bila aku adalah orang yang jujur, bijak, lurus, dan pengikut
kebenaran. Lalu kenapa kalian datang kepadaku dan berbicara kepadaku padahal
ucapan kalian satu dan maksud urusan kalian juga satu. Engkau, wahai 'Abbaas !
engkau datang kepadaku lalu aku katakan kepada kalian berdua : 'Sesungguhnya
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : ‘Kami tidak mewariskan dan apa
yang kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah’. Setelah jelas bagiku bahwa
aku harus memberikannya kepada kalian berdua, maka aku akan katakan : Jika
memang kalian menghendakinya, aku akan berikan kepada kalian berdua. Namun
kalian berdua harus ingat akan janji Allah dan ketentuan-Nya, yaitu kalian
harus mengelola sebagaimana yang pernah dikelola Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakr lakukan, dan juga
apa yang telah aku lakukan sejak aku memegang kekuasaan ini. Jika tidak, maka
kalian jangan mengatakan sesuatu kepadaku. Jika kalian berdua mengatakan :
‘Berikanlah kepada kami’, maka dengan ketentuan seperti itu, aku akan berikan
kepada kalian berdua. Apakah kalian berdua hendak merubah ketentuan selain dari
itu ?. Demi Allah, yang dengan ijin-Nya langit dan bumi bisa tegak, aku tidak
akan memutuskan dengan keputusan selain itu sampai tiba hari Kiamat. Seandainya
kalian berdua tidak sanggup atasnya, maka serahkanlah kepadaku karena sungguh
aku akan mencukupkan kalian berdua dengannya (harta itu)".
Perawi berkata : "Lalu aku sampaikan hadits ini kepada 'Urwah bin Az
Zubair. Ia berkata : ‘Malik bin Aus benar. Aku juga pernah mendengar 'Aisyah radliyallaahu ‘anhaa, isteri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, berkata : ‘Para isteri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah mengutus ‘Utsmaan
menemui Abu Bakr untuk meminta seperdelapan dari harta yang telah Allah
karuniakan kepada Rasul-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam. Lalu aku (‘Aaisyah) menolak
mereka. Aku katakan kepada mereka : "Apakah kalian tidak takut kepada
Allah ? Apakah kalian tidak mengetahui bahwa Nabishallallahu 'alaihi wa
sallam pernah bersabda : ‘Kami tidak mewariskan dan apa
yang kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah’ - yang beliau maksud dengan
(kami) adalah diri beliau sendiri -. Sesungguhnya keluarga Muhammad makan dari
harta ini".Maka para isteri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam berhenti pada apa yang telah
disampaikan oleh Aisyah kepada mereka". Urwah berkata : "Maka harta
shadaqah ini ada di tangan Aliy, sementara Ali mencegah Abbas dari harta
tersebut, dan dapat mengalahkannya. Kemudian beralih ditangan Hasan bin ‘Aliy,
kemudian berpindah ke tangan Al-Husain bin ‘Aliy, kemudian berpindah ke tangan
‘Aliy bin Al-Husain, kemudian Al-Hasan bin Al-Hasan. Keduanya saling bergantian. Kemudian berpindah ke tangan
Zaid bin Hasan. Dan sesungguhnya itu merupakan shadaqah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4033-4034].
Point penting dalam hadits
ini adalah bahwa para shahabat yang hadir di majelis ‘Umar bin Al-Khaththaab di
atas membenarkan hadits yang dibawakan Abu Bakr Ash-Shiddiqradliyallaahu ‘anhum
ajma’iin, sekaligus membenarkan keputusan yang telah ia berikan. Termasuk
yang membenarkan di sini adalah ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu meski sebelumnya ia sempat berselisih dengannya.
‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu telah menyerahkan[6] tanah shadaqah (milik Bani
Nadliir) kepada ‘Aliy dan Al-‘Abbaas radliyallaahu
‘anhu dengan syaratkeduanya memberlakukannya sebagaimana
perlakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, Abu Bakr, dan masa-masa pengurusan
‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa terhadap tanah shadaqah tersebut. Dan keduanya telah
menerima syarat tersebut.
Hadits ini juga menunjukkan
kebathilan perkataan sebagian kaum Raafidlah yang menuduh Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu menahan harta Fadaak untuk kepentingan pribadinya. Abu Bakr
telah mempergunakan harta itu untuk menafkahi keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hal itu juga dilakukan oleh beliau semasa
hidupnya, dan sisanya ia (Abu Bakr) pergunakan untuk kemaslahatan kaum
muslimin.
Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu tidaklah menginginkan harta dunia. Hartanya telah
terinfakkan habis untuk Islam.
عَنْ عُمَر قَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ نَتَصَدَّقَ فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي فَقُلْتُ الْيَوْمَ
أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ
قُلْتُ مِثْلَهُ قَالَ فَأَتَى أَبُو بَكْرٍ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ يَا
أَبَا بَكْرٍ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ فَقَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمْ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ فَقُلْتُ لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا
Dari ‘Umar, ia berkata :
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami agar bershadaqah, dan saat itu
bertepatan saat aku mempunyai uang. Maka aku pun berkata : "Jika hari ini
aku bisa bersegera, maka aku akan dapat mendahului Abu Bakr". Kemudian aku
datang dengan membawa setengah hartaku, lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Apakah yang
engkau tinggalkan untuk keluargamu?".
Aku lantas menjawab : "Harta yang sama seperti itu". ‘Umar berkata :
Abu Bakr kemudian datang dengan membawa seluruh yang ia miliki. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallamlalu bersabda : "Wahai Abu
Bakar, apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?". Ia menjawab : "Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan
Rasul-Nya". Maka aku katakan : "Selamanya aku tidak akan bisa
mendahuluimu dalam beramal apapun” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3675,
Ad-Daarimiy 1/391-392, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1240, dan yang lainnya; hasan].
Hingga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mempersaksikan :
مَا نَفَعَنِي مَالٌ قَطُّ مَا نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ
“Tidak ada harta yang
dapat memberiku manfaat sebagaimana harta Abu Bakr” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 91, Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 25, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1229, dan yang lainnya;
shahih].
Bagaimana bisa dibenarkan
tuduhan Raafidlah bahwa Abu Bakr radliyallaahu
‘anhu telah ‘mengemplang’ harta Fadaak yang ‘sedikit’ itu ?
Adapun hadits :
قرأت على الحسين بن يزيد الطحان حدثنا سعيد بن خثيم عن فضيل عن عطية
عن أبي سعيد الخدري قال لما نزلت هذه الآية { وآت ذا القربى حقه } دعا النبي صلى
الله عليه وسلم فاطمة وأعطاها فدك
Aku membacakan kepada
Al-Husain bin Yaziid Ath-Thahhaan : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin
Khutsaim, dari Fudlail, dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy, ia berkata
: “Ketika turun ayat : ‘dan berikanlah kepada
keluarga yang dekat akan haknya’ (QS. Al-Israa’ :
26), Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memanggil Faathimah dan memberinya bagian (tanah) Fadaak”
[Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no. 1409].
Maka kualitasnya adalah dla’iif munkar.
Kelemahannya
terletak ‘Athiyyah Al-Kuufiy. Ia adalah Ibnu Sa’d bin Janaadah Al-‘Aufiy. Ia
telah dilemahkan oleh jumhur ahli hadiits. Ahmad berkata : “Dla’iiful-hadiits.
Telah sampai kepadaku bahwasannya ‘Athiyyah mendatangi Al-Kalbiy dan mengambil
darinya tafsir, dan ‘Athiyyah memberikan kunyah kepadanya (Al-Kalbiy) Abu Sa’iid. Kemudian
(saat meriwayatkan) ia berkata : ‘Telah berkata Abu Sa’iid’. Husyaim telah
mendla’ifkan hadits ‘Athiyyah” [Al-‘Ilal, no. 1306 dan Al-Kaamil 7/84 no. 1530]. Ahmad juga berkata :
“Sufyan – yaitu Ats-Tsauriy – telah mendla’ifkan hadits ‘Athiyyah” [Al-‘Ilal,
no. 4502]. Yahyaa bin Ma’iin dalam riwayat Ad-Duuriy berkata : “Shaalih”
[Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/383 no. 2125]. Namun dalam riwayat lain, seperti
Abul-Waliid bin Jaarud, Ibnu Ma’iin berkata : “Dla’iif” [Adl-Dlu’afaa’
Al-Kabiir, hal. 1064 no. 1395]. Juga riwayat Ibnu Abi Maryam, bahwasannya
Ibnu Ma’iin berkata : “Dla’iif, kecuali jika ia menuliskan haditsnya” [Al-Kaamil,
7/84 no. 1530]. Abu Haatim berkata : “Dla’iiful-hadiits, ditulis haditsnya. Abu Nadlrah lebih aku
sukai daripadanya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 6/383 no. 2125]. Abu Zur’ah berkata : “Layyin(lemah)” [idem]. An-Nasaa’iy berkata
: “Dla’iif” [Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun no. 481]. Al-Bukhaariy berkata : “Telah berkata Ahmad
terhadap hadits ‘Abdul-Malik dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid : Telah bersabda
Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam : ‘Telah aku tinggalkan pada kalian ats-tsaqalain…’ : “Hadits-Hadits orang-orang Kuffah ini munkar” [Taariikh Ash-Shaghiir, 1/267].
Abu Dawud berkata : “Ia bukan termasuk orang yang dipercaya (dapat dijadikan
sandaran)” [Suaalaat Abi ‘Ubaid Al-Aajuriiy, hal. 105 no. 24].
Ad-Daaruqthniy berkata : “Mudltharibul-hadiits” [Al-‘Ilal,
4/291]. Di tempat lain ia juga berkata : “Dla’iif” [As-Sunan, 4/39
– dari Mausu’ah
Aqwaal Ad-Daaruquthniy, hal. 453]. Ibnu ‘Adiy berkata : “Bersamaan dengan
kedla’ifannya, ia ditulis haditsnya” [Al-Kaamil, 7/85]. Ibnu Sa’d
berkata : “Ia tsiqah, insya Allah. Memiliki hadits-hadits yang baik dan
sebagian orang tidak menjadikannya sebagai hujjah” [Thabaqaat Ibni Sa’ad,
6/304]. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Kuffah yang tsiqah, namun tidak kuat (haditsnya)” [Ma’rifatuts-Tsiqaat,
2/140 no. 1255]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tidak mengapa dengannya, sebagaimana
dikatakan Ibnu Ma’iin” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 247 no. 970].
Adz-Dzahabiy berkata : “Para ulama telah mendla’ifkannya” [Al-Kaasyif 2/27 no. 3820]. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, banyak salahnya, orang Syi’ah mudallis” [Tahriirut-Taqriib 3/20 no. 4616].
[lihat juga : Tahdziibul-Kamaal, 20/145-149 no. 3956
dan Al-Jaami’ fil-Jarh
wat-Ta’diil 2/209 no. 2937.
Di sini ‘Athiyyah juga membawakan riwayat dengan ‘an’anah sedangkan ia seorangmudallis tingkat keempat – sebagaimana
dikatakan Ibnu Hajar [lihat : Ta’riifu Ahlit-Taqdis hal. 130 no. 122]. Jenis tadliis yang ia lakukan adalah jenis tadliis yang buruk, sebagaimana
ditunjukkan dari perkataan Ahmad di atas.[7] Selain itu, periwayatan Fudlail bin Marzuuq dari 'Athiyyah
mendapat kritikan dari para ulama.
Riwayat ini munkar karena
menyelisihi riwayat-riwayat shahih sebagaimana telah disebutkan di atas.
Terakhir, dan ini
kesimpulannya, ditahannya tanah Fadak oleh Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu adalah karena ketaatannya kepada Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia mencintai ahlul-bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melebihi kecintaannya kepada keluarganya sendiri. Namun itu
semua tidak membuatnya bermaksiat untuk melanggar sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang telah ia ketahui.
Wallaahu a’lam
bish-shawwaab.
Semoga artikel kecil ini ada
manfaatnya, dan silakan dilanjutkan bacanya ke : sini.
[abul-jauzaa’ – 1431 -
edited 1-5-2011].
وَكُنَّا نَرَى لِقَرَابَتِنَا
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَصِيبًا
“Dan kami berpendapat/berpandangan, selayaknya kami
peroleh bagian karena kedekatan kekerabatan kami dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam”.
وقدم علي من اليمن ببدن النبي صلى
الله عليه وسلم فوجد فاطمة رضى الله تعالى عنها ممن حل ولبست ثيابا صبيغا واكتحلت
فأنكر ذلك عليها فقالت إن أبي أمرني بهذا قال فكان علي يقول بالعراق فذهبت إلى
رسول الله صلى الله عليه وسلم محرشا على فاطمة للذي صنعت مستفتيا لرسول الله صلى
الله عليه وسلم فيما ذكرت عنه فأخبرته أني أنكرت ذلك عليها فقال صدقت صدقت
“…….Sementara
itu ‘Aliy datang dari Yaman membawa hewan kurban Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Didapatinya Fathimah termasuk orang yang tahallul; dia mengenakan pakaian bercelup dan
bercelak mata. ‘Aliy melarangnya berbuat demikian. Fathimah menjawab :
"Ayahku sendiri yang menyuruhku berbuat begini". ‘Aliy berkata :
‘Maka aku pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta fatwa terhadap perbuatan
Fathimah tersebut. Kujelaskan kepada beliau bahwa aku mencegahnya berbuat
demikian. Beliau pun bersabda : "Fathimah benar……."
[Diriwayatkan Muslim no. 1218].
[3] Dalam riwayat hadiitsul-ifk, ‘Aliy dan Usaamah pernah dimintai
pendapat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang permasalahan yang sedang beliau
hadapi terkait dengan ‘Aaisyah. Usaamah memberikan pendapat agar beliau
mempertahankan ‘Aaisyah, sedangkan ‘Aliy berpendapat sebaliknya.
Dalam
sebuah hadits yang panjang, ‘Aisyah menceritakan :
وَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ وَأُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ
حِينَ اسْتَلْبَثَ الْوَحْيُ يَسْتَشِيرُهُمَا فِي فِرَاقِ أَهْلِهِ قَالَتْ
فَأَمَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ فَأَشَارَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالَّذِي يَعْلَمُ مِنْ بَرَاءَةِ أَهْلِهِ وَبِالَّذِي
يَعْلَمُ فِي نَفْسِهِ لَهُمْ مِنْ الْوُدِّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هُمْ
أَهْلُكَ وَلَا نَعْلَمُ إِلَّا خَيْرًا وَأَمَّا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ
فَقَالَ لَمْ يُضَيِّقْ اللَّهُ عَلَيْكَ وَالنِّسَاءُ سِوَاهَا كَثِيرٌ وَإِنْ
تَسْأَلْ الْجَارِيَةَ تَصْدُقْكَ قَالَتْ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَرِيرَةَ فَقَالَ أَيْ بَرِيرَةُ هَلْ رَأَيْتِ مِنْ شَيْءٍ
يَرِيبُكِ مِنْ عَائِشَةَ قَالَتْ لَهُ بَرِيرَةُ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ
إِنْ رَأَيْتُ عَلَيْهَا أَمْرًا قَطُّ أَغْمِصُهُ عَلَيْهَا أَكْثَرَ مِنْ أَنَّهَا
جَارِيَةٌ حَدِيثَةُ السِّنِّ تَنَامُ عَنْ عَجِينِ أَهْلِهَا فَتَأْتِي
الدَّاجِنُ فَتَأْكُلُهُ
“Dan,
ketika itu Rasulullah shallaallaahu 'alaihi wa sallam memanggil ‘Aliy bin Abi Thaalib dan
Usaamah bin Zaid untuk mengajak keduanya bermusyawarah dalam rangka memisahkan
(menceraikan) isterinya selama wahyu belum turun. Adapun Usaamah bin Zaid, ia
menunjuki kepada Rasulullah shallaallaahu 'alaihi wa sallam dengan apa yang ia ketahui akan jauhnya
istri beliau dari perbuatan tersebut dan dengan apa yang ia ketahui tentang
kecintaannya kepada beliau. Usaamah berkata : 'Wahai Rasulullah, mereka adalah
isteri-isterimu, kami tidak mengetahui kecuali kebaikan'. Adapun ‘Aliy bin Abi
Thaalib, ia berkata : ‘Allah 'azza wa jalla tidak akan memberi kesempitan kepadamu. Masih banyak wanita-wanita lain selain
dirinya. Dan
sungguh, jika engkau bertanya kepada budakmu, pasti dia akan jujur".
Aisyah berkata : "Kemudian Rasulullah shallaallaahu 'alaihi wa sallam memanggil Bariirah. Beliau bertanya :
"Wahai Bariirah, apakah engkau melihat ada sesuatu yang meragukan bagimu
dari diri ‘Aaisyah?". Bariirah menjawab : ‘Demi Dzat yang mengutusmu
dengan kebenaran, aku tidak melihat pada dirinya suatu yang kurang selain tak
lebih saat ia masih kecil umurnya, ia ketiduran dari menunggu adonan tepung di
keluarganya lantas ada binatang jinak yang memakan tepung itu"
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 2770. Diriwayatkan pula oleh Al-Bukhaariy dalam
beberapa tempat dalam Shahih-nya].
Akhirnya
Allah ta’ala menurunkan QS. An-Nuur : 11-21 yang membebaskan
‘Aaisyah dari tuduhan yang hal itu sesuai dengan pendapat serta kesaksian
Usaamah.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ
حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ سَلَّامٍ أَنَّ
جَدَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا أَسْمَاءَ حَدَّثَهُ أَنَّ ثَوْبَانَ مَوْلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَهُ أَنَّ ابْنَةَ
هُبَيْرَةَ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَفِي يَدِهَا خَوَاتِيمُ مِنْ ذَهَبٍ يُقَالُ لَهَا الْفَتَخُ فَجَعَلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَعُ يَدَهَا بِعُصَيَّةٍ مَعَهُ
يَقُولُ لَهَا يَسُرُّكِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ فِي يَدِكِ خَوَاتِيمَ مِنْ نَارٍ
فَأَتَتْ فَاطِمَةَ فَشَكَتْ إِلَيْهَا مَا صَنَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَانْطَلَقْتُ أَنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ خَلْفَ الْبَابِ وَكَانَ إِذَا
اسْتَأْذَنَ قَامَ خَلْفَ الْبَابِ قَالَ فَقَالَتْ لَهَا فَاطِمَةُ انْظُرِي
إِلَى هَذِهِ السِّلْسِلَةِ الَّتِي أَهْدَاهَا إِلَيَّ أَبُو حَسَنٍ قَالَ وَفِي
يَدِهَا سِلْسِلَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا فَاطِمَةُ بِالْعَدْلِ أَنْ يَقُولَ النَّاسُ فَاطِمَةُ
بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَفِي يَدِكِ سِلْسِلَةٌ مِنْ نَارٍ ثُمَّ عَذَمَهَا عَذْمًا
شَدِيدًا ثُمَّ خَرَجَ وَلَمْ يَقْعُدْ فَأَمَرَتْ بِالسِّلْسِلَةِ فَبِيعَتْ
فَاشْتَرَتْ بِثَمَنِهَا عَبْدًا فَأَعْتَقَتْهُ فَلَمَّا سَمِعَ بِذَلِكَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ وَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ
الَّذِي نَجَّى فَاطِمَةَ مِنْ النَّارِ
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad : Telah menceritakan kepada kami
Hammaam : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa : Telah menceritakan kepadaku
Zaid bin Salaam : Bahwasannya kakeknya pernah menceritakan kepadanya :
Bahwasannya Abu Asmaa’ pernah menceritakan kepadanya : Bahwasannya Tsaubaan maulaa Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah menceritakan kepadanya : “Anak perempuan Hubairah pernah
bertamu ke kediaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sedangkan di tangannya ada cincin-cincin
emas bernama Al-Fatah. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallammemukul-mukulkan tongkat kecil ke
tangannya, dan bersabda kepadanya : “Apakah engkau senang jika Allah
mengenakan cincin-cincin dari api neraka ke tanganmu ?". Anak perempuan Hubairah itu lalu
mendatangi Fathimah dan mengadukan apa yang dilakukan Rasulullahshallallaahu
'alaihi wa sallam kepadanya. Tsaubaan berkata : Aku dan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam beranjak, lalu beliau berdiri di balik
pintu. Dan kebiasaan beliau bila meminta ijin masuk (rumah), beliau berdiri di
balik pintu. Lalu Faathimah berkata kepada anak perempuan Hubairah : “Lihatlah
kalung ini yang dihadiahkan Abu Hasan (yaitu ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu) kepadaku”. Saat kalung emas itu ada di
tangan Faathimah, lalu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam masuk menemuinya dan bersabda : "Wahai Fathimah ! Demi tegaknya
keadilan, (senangkah engkau) seandainya orang-orang berkata : 'Faathimah binti
Muhammad mengenakan kalung dari api neraka ?". Lalu beliau mencela Faathimah dengan
keras, setelah itu beliau pergi dan tidak duduk. Kemudian Faathimah
memerintahkan agar kalung itu dijual, kemudian harganya dibelikan budak
kemudian dimerdekakan. Saat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam mendengar hal itu, beliau bertakbir dan
bersabda :"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah
dari neraka"[Diriwayatkan oleh Ahmad 5/278; shahih].
Pelajaran
yang dapat kita ambil dari hadits ini adalah bahwa Faathimah binti Rasulullahshallallaahu
‘alaihi wa sallam bukanlah pribadi maksum. Ia bisa berbuat keliru, karena barangkali
ia belum mengetahui larangan tersebut dari ayahnya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Selain itu,
dapat kita ketahui bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam marah karena melihat adanya pelanggaran
syari’at. Tidaklah ia mengecam dengan keras dan mengancam dengan api neraka
jika perbuatan itu bukan satu larangan dalam syari’at. Keridlaan Faathimah
tidak membuat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam kendur, karena syari’at tidaklah diukur
dari keridlaan ataupun kemarahan seseorang selain beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Syari’atlah yang menjadi tolok ukur
dalam menghukumi sesuatu.
Dari sini
nampak kekeliruan orang-orang Syi’ah yang telah menjadikan kemarahan Faathimah
menjadi tolok ukur syari’at secara mutlak ! Mereka keliru dalam memahami hadits
:
فَإِنَّمَا هِيَ بَضْعَةٌ مِنِّي
يُرِيبُنِي مَا أَرَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا
“Faathimah
adalah bagian dariku. Akan menyenangkanku apa yang membuatnya senang, dan akan
menyakitiku apa saja yang menyakitinya”.
Keridlaan
dan kemarahan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam terikat dengan hukum Allahta’ala.
Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam ridla apabila hukum Allah ditaati, dan beliau marah jika hukum
Allah dimaksiati.
[5] Mungkin saja
Syi’ah akan berdalil dengan hadits tsaqalain yang menurut mereka ahlul-bait itu pasti
benar. Jika kita mengikuti ‘gaya’ pendalilan mereka, bisa saja
kita berdalil dengan hadits :
حدثڽا علي بن سعيد الرازي، ثنا
علي بن زنجة الرازي، ثنا زيد بن الحباب العكلي، ثنا عياش بن عقبة الرازي الحضرمي،
حثني يحيى بن ميمون الحضرمي، حدثني سهل بن سعد الساعدي، قال : استشار رسول الله
صلى الله عليه وسلم أبا بكر وعمر، فأشارا عليه فأصاب أبو بكر، فقال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : يا عمر، إن الله يكره أن يخطئ أبو بكر.
Telah
menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Sa’iid Ar-Raaziy : Telah menceritakan kepada
kami ‘Aliy bin Zunjah Ar-Raaziy : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin
Al-Hubbaab Al-‘Ukliy : Telah menceritakan kepada kami ‘Iyaasy bin ‘Uqbah
Ar-Raaziy Al-Hadlramiy : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Maimuun
Al-Hadlramiy : Telah menceritakan kepadaku Sahl bin Sa’d As-Saa’idiy, ia
berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta pendapat kepada Abu Bakr dan
‘Umar, maka keduanya mengemukakan pendapatnya. Lalu Abu Bakr lah yang benar.
Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Sesungguhnya Allah tidak
suka jika Abu Bakr keliru” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath 4/193 no. 3949].
Keterangan
ringkas : Sanad riwayat ini hasan. ‘Aliy bin Sa’iid Ar-Raaziy adalah seorangtsiqah,
kadang keliru, dan diperbincangkan tentang sirahnya [lihat : Irsyaadul-Qaadliy, hal. 430-431 no. 679]. ‘Aliy bin Zunjah
Ar-Raaziy adalah seorang yang tsiqah shaaduq [lihat : Al-Jarh wat-Ta’diil, 9/187]. Zaid bin Al-Hubbaab Al-‘Ukliy
adalah seorang yang shaduuq,
keliru dalam hadits Ats-Tsauriy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 351-352 no.
2136]. ‘Iyaasy bin ‘Uqbah Al-Hadlramiy adalah seorang yang shaduuq [Taqriibut-Tahdziib, hal. 764, no.
5305]. Yahyaa bin Maimuun Al-Hadlramiy adalah seorang yang shaduuq [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1068 no.
7707].
Namun itu
tidak kita lakukan, karena Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu bukanlah dalil. Ia bukan seorang yang ma’shum. Sama seperti shahabat lainnya, termasuk
‘Aliy dan Faathimahradliyallaahu ‘anhumaa. Hadits di atas hanyalah menunjukkan bahwa
kebenaran mendominasi Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu dalam setiap pendapat atau perbuatannya.
Yang tetap menjadi dalil secara mutlak adalah Al-Qur'an, As-Sunnah, dan juga ijma'. Wallaahu a’lam.
[6] Seorang penguasa
(khalifah/’amir) berhak memberikan asset negara berupa tanah kepada individu
dengan pertimbangan kemaslahatan. Sedikit singgungan bahasan mengenai hal ini
dapat dibaca artikel kami di : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/08/ngobrol-privatisasi.html.
[7] Lebih lanjut,
silakan baca komentar kami di : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/05/hadits-tsaqalain-ahlul-bait-jaminan.html (terutama di catatan kaki no. 2).