Pedagang
Nasi Basi Itu Ternyata Adalah???
Posted by
www.sunnahcare.com on Selasa, 10 Maret 2015
RISALAH TERBUKA UNTUK PARA PEDAGANG NASI "BASI": HABIB
RIZIEQ SHIBAB, KAMI SIAP BERDIALOG DENGAN ANDA.
Oleh: Abu Husein At-Thuwailibi.
Habib Muhammad Rizieq Shihab adalah termasuk salah seorang Da'i
yang kami hormati bahkan kami cintai dinegeri ini, terlepas dari segala perkara
yang saya selisihi darinya, namun ia adalah saudara kita, orang tua kita, yang
layak kita hormati dan cintai dengan segala kelebihan dan kekurangannya, walaa
nuzakkii 'alallahi ahadaa... Dia dan dakwahnya banyak memberikan sumbangsih
terhadap Islam dan Muslimin, walau disadari atau tidak terkadang tidak jarang
juga "merusak" cintra islam dan muslimin dengan aksi-aksinya yang
dinilai kontroversi...ini realita ! Semoga Allah mengampuni kita dan menerima
amal-amal kita, Allahul Musta'an.
Na'am. Ustadz Habib Rizieq Shihab menulis artikel barunya,isinya
mencela Syiah Rafidhoh dan Nashibi. Nashibi adalah kelompok pembenci Ahlul Bait
Rasulullah, yang mana nashibi ini sesat juga.
Lihat artikelnya di sini:http://www.habibrizieq.com/2015/03/syiah-vs-wahabi.html
Tapi sayangnya, salah satu tokoh yang Habib Rieziq sebut Nashibi
adalah Ibnu Taimiyah rahimahullah, atau yang sering disebut Syaikhul Islam.
Katanya, dalam kitab Minhajus Sunnah karya beliau penuh dengan caci-maki
terhadap para Shahabat Nabi dan Ahlul Bait beliau.
Bilahil-'Adziim, pernyataan demikian menjadi semacam dorongan
bagi Ustadz Abi Syakir dan siapa saja yang berakal untuk membaca langsung Kitab
Minhajus Sunnah Nabawiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah.
Sedih terasa di hati...
Menurut ustadz Abi Syakir, meskipun ini butuh waktu, beliau akan
membangun SIKAP. Jika benar tuduhan Habib Rizieq Shihab bahwa Ibnu Taimiyah
rahimahullah mencaci dan mencela para Shahabat Nabi, khususnya Ali bin Abi
Thalib, Fathimah binti Rasulillah, Hasan dan Husein bin Ali --radhiyallahu 'anhum
ajma'in--; maka kami akan meninggalkan pendapat Ibnu Taimiyah. Karena SANGAT
TIDAK BOLEH seorang Ahlus Sunnah mencela, mencaci, memburukkan para Shahabat
Nabi, khususnya dari kalangan Keluarga Nab. Tidak boleh itu. Hatta, Muawiyah
pun tidak boleh dicela dan dicaci; meskipun kita boleh menyalahkan pendapat dan
perbuatannya yang bertentangan dengan kebijakan Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib.
Dalam hati, kami tidak percaya, Ibnu Taimiyah punya sikap
seperti yang disebutkan Habib Rizieq itu. Itu baru perasaan kami yang sering
membaca pendapat-pendapat beliau yang adil, jujur, dan moderat. Kami tidak
percaya dengan kesimpulan Habib Rizieq itu; meskipun untuk memastikannya, tetap
harus membaca sendiri kitab Minhajus Sunnah itu.
Tapi kami berjanji, jika Ibnu Taimiyah terbukti mencaci maki
para Shahabat (Ahlul Bait) sehingga berhak disebut sebagai Nashibi oleh Habib
Rizieq, kami tak ragu untuk meninggalkannya; karena yang semacam itu jelas
bukan Ahlus Sunna dan Ibnu Taimiyah berarti sesat.
Perlu anda ketahui, Kitab ini salah satu karya besar Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah. Bantahan kuat terhadap sekte Rafidhah (Syiah). Sangat
kuat, sehingga orang-orang Rafidhah merasa sakit hati teramat dalam.
Tapi Ibnu Taimiyah memakai metode unik, membantah Rafidhah
dengan lawannya, yaitu sekte Nashibi (pembenci Ahlul Bait). Ini mengingatkan
pada dialog imajiner antara "Jabbari Vs Qadari" karya Ibnul Qayyim
Jauziyah.
Posisi Ibnu Taimiyah sendiri bukan NASHIBI, karena beliau hanya
"pinjam tangan" saja. Istilah Jawa-nya "nabok nyilih
tangan" (memukul dengan tangan orang lain).
Mengapa Ibnu Taimiyah meminjam tangan pandangan sekte NASHIBI?
Begini:
(1). Itu menunjukkan KEDALAMAN ilmunya, tahu dengan sangat dalam
paham Syiah Rafidhah dan lawannya, Nashibi. Keduanya bukan Ahlus Sunnah.
(2). Beliau seperti ingin MENGHINAKAN pendapat-pendapat ulama
Syiah, Muthahhar Al-Hully. Bahkan dalam judul buku pun ada kesan dibuat
tandingan; yang satu "Minhajul Karamah" satu lagi "Minhajus
Sunnah". Sisi penghinaannya, kalau Al-Hully mengagung-agungkan Ahlul Bait;
maka Nashibi punya hujjah untuk mematahkan pengagungan itu. Jika ada ekstrem
kanan, ada juga ekstrem kirinya.
(3). Bagi Ibnu Taimiyah seakan dirasa TIDAK PENTING membantah
Al-Hully dengan ilmunya sendiri, cukup dibantah dengan lawannya saja. Hanya
saja, bagi orang yang TERBURU-BURU, metode itu disalah-pahami. Dikiranya
pendapat NASHIBI mewakili paham Ibnu Taimiyah.
(4). Hikmah lain, ulama jarang membahas paham NASHIBI, maka
dalam kitab itu Ibnu Taimiyah mendokumentasikan paham tersebut. Ini adalah
kerja ilmiah yang sangat baik, alhamdulillah.
(5). Hikmah bagi orang AWAM: Pahami dua titik ekstrem, kaum
Syiah yang menuhankan Ahul Bait dan kaum Nashibi yang menghujat Ahlul Bait.
Keduanya jangan diambil, karena sama-sama EKSTREM.
Intinya, Tidak bisa menilai Ibnu Taimiyah dari metode "pro
kontra" yang beliau gunakan dalam Kitabnya Minhajus Sunnah Nabawiyah. TAPI
lihatlah aneka pendapat beliau dalam kitab-kitabnya yang lain. Termasuk Majmu'
Fatawa-nya. na'am.
Ibnu Taimiyah sebenarnya nama yang tidak asing ditelinga kawan
dan lawan. Beliau adalah sosok ulama’ islam yang tidak diragukan lagi
keilmuannya. Maka tidak kelirulah kalau umat islam menjuluki beliau sebagai
Syaikhul Islam.
Hanya saja, dari pihak lawan ada yang ’kebakaran kumis’ (karena
tidak punya jenggot) dengan kiprah dakwah beliau. Karena memang beliau
menelanjangi ahlul bathil sampai tidak ada satu helai benang pun di ’badan’
mereka.
Lihat saja kitab beliau Minhajus Sunnah, kitab yang terdiri dari
8 jilid beliau khususkan untuk membantah kaum syi’ah dan qodariyah. Berbagai
argumen mereka dipatahkan berkeping-keping oleh beliau didalam kitab tersebut.
Maka –sekali lagi- tidaklah heran, apabila mereka sampai
berusaha begitu keras, memeras keringat, dan membanting tulang untuk menodai
nama suci beliau dari tengah umat, dengan kata lain ingin menjauhkan umat dari
ulama’ panutannya.
Diantara senjata tumpul yang sering mereka gunakan untuk
menghantam Ibnu Taimiyyah adalah ’sikap Ibnu Taimiyyah terhadap Ahlul Bait’.
Kata mereka, Ibnu Taimiyyah sangat benci kepada Ahlul Bait, terkhusus kepada
Ali bin Abi Thalib.
Entah dari mana dagangan basi ini mereka dapatkan, lha wong
orang yang bertahun-tahun mempelajari kitab-kitab beliau pun saja tidak pernah
menemukan hal itu. Yang ada justru sebaliknya, beliau sangat memuliakan ahlul
bait, tentu ini semua akan diketahui oleh orang yang benar-benar mempelajari
kitab beliau, bukan ikut-ikutan, atau hanya sekedar mencuplik sana sini.
Maka dari itulah, kami pada edisi ini menampilkan tentang sikap
Ibnu Taimiyyah terhadap Ahlul Bait Nabi Shallallahu ’alaihi wa Sallam.
Berikut paparan dari kami
Coba perhatikan Kitab Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah
...
Dalam kitab ini beliau memberikan bab khusus tentang ahlul bait,
منزلة أهل البيت النبوي عند أهل السنة والجماعة
Kedudukan Ahlul bait disisi Ahlussunnah wal Jama’ah
Dan mereka (ahlussunnah) mencintai Ahlul bait rasul, menjadikan
mereka wali, dan selalu menjaga wasiat Rasulullah tentang mereka ketika beliau
bersabda pada hari Ghadir Khum: “Aku ingatkan kalian atas nama Allah untuk menunaikan
hak-hak ahlul baitku.”
Dan beliau juga pernah berkata kepada Al-’Abbas, paman beliau
ketika dia (Al-’Abbas) mengadu kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa
Qurai’sy mengganggu Bani Hasyim: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
sekali-kali mereka tidak akan beriman sampai mencintai kalian karena Allah dan
juga kerabatku.”
Beliau juga bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memilih bani
Isma’il, dan memilih dari bani Isma’il bani Kinanah, dan memilih dari bani
Kinanah kaum Quraisy, dan memilih dari kaum Quraisy bani Hasyim dan memilihku
dari bani Hasyim.” ……
Kemudian Kitab Minhajus Sunnah
Sebuah kitab yang sangat terkenal baik oleh kawan maupun lawan,
dalam banyak tempat beliau menyebutkan secara detail tentang ahlul bait:
وأما أهل السنة فيتولون جميع المؤمنين، ويتكلمون بعلم وعدل، ليسوا من
أهل الجهل ولا من أهل الأهواء، ويتبرؤن من طريقة الروافض والنواصب جميعاً، ويتولون
السابقين الأولين كلهم، ويعرفون قدر الصحابة وفضلهم ومناقبهم، ويرعون حقوق أهل البيت
عليهم السلام التي شرعها الله لهم
……“Adapun Ahlussunnah, mereka mencintai semua orang yang
beriman, mereka berucap dengan ilmu dan keadilan. Mereka bukan orang jahil,
bukan pula pengikut hawa nafsu. Mereka berlepas diri dari metode (Syi’ah)
rafidhah dan kaum nawashib semuanya. Mereka sangat mencintai seluruh
As-Sabiiqunal Awwalun, sangat mengetahui kedudukan para shahabat dan keutamaan
mereka. Dan mereka selalu memelihara hak-hak Ahlul Bait ‘alaihimus Salam yang
telah Allah syari’atkan untuk mereka”
(Ibnu Taimiyyah dalam Minhajus Sunnah 2/71).
TENTANG IMAM ALI DI MATA IBNU TAIMIYYAH
Ibnu Taimiyyah berkata:
((فضل عليّ وولايته لله وعلو منزلته عند الله معلوم، ولله الحمد….))
“Keutamaan Ali dan kewaliyannya serta kedudukannya yang tinggi
di sisi Allah adalah suatu yang sudah dimaklumi, alhamdulillah. Dari riwayat-riwayat
yang shahih memberikan kepada kita sebuah keyakinan (tentang keutamaannya),
yang tidak membutuhkan lagi (setelah adanya hadits shahih itu riwayat-riwayat)
dusta dan tidak pula (riwayat) yang tidak diketahui kebenarannya”
(Minhajus Sunnah: 8/165)
Ibnu Taimiyyah berkata:
((وأما كون عليّ وغيره مولى كل مؤمن ، فهو وصف ثابت لعليّ في حياة النبي
صلى الله عليه وسلم وبعد مماته، وبعد ممات عليّ، فعلي اليوم مولى كل مؤمن))
“Adapun keadaan Ali dan selainnya bahwa dia adalah kekasih setiap
mukmin, itu adalah sifat yang benar untuk Ali semasa NabiShalallahu ‘alaihi wa
Sallam hidup dan setelah beliau wafat dan juga setelah Ali meninggal. Maka Ali
pada hari ini tetap wali/kekasih setiap mukmin”
(Minhajus Sunnah:7/325)
((وأما علي رضي الله عنه فلا ريب أنه ممن يحب الله ويحبه الله))
“Adapun Ali Radhiallahu ‘anhu, tidak diragukan lagi bahwa dia
termasuk orang yang mencintai Allah dan dicintai Allah”
(Kitab Minhajus Sunnah:7/218 )
((لا ريب أن موالاة علي واجبة على كل مؤمن، كما يجب على كل مؤمن موالاة
أمثاله من المؤمنين))
“Tidak diragukan lagi bahwa mencintai Ali bagi setiap mukmin
adalah wajib. Sebagaimana diwajibkan pula bagi setiap mukmin mencintai mukmin
yang lainnya”
(Minhajus Sunnah:7/27).
Ketika menggambarkan keberanian Ali radhiallahu ‘anhu, Ibnu
Taimiyyah berkata:
))لا ريب أن علياً رضي الله عنه كان من شجعان الصحابة، وممن نصر الله
الإسلام بجهاده، ومن كبار السابقين الأوَّلين من المهاجرين والأنصار، ومن سادات من
آمن بالله واليوم الآخر وجاهد في سبيل الله، وممن قاتل بسيفه عدداً من الكفار
((“Tidak diragukan lagi bahwa Ali Radhiallahu ‘anhu termasuk
shahabat yang paling berani. Dan termasuk yang Allah menolong islam dengan
sebab jihadnya, beliau termasuk shahabat besarsabiqunal awwalun dari muhajirin
dan anshar, termasuk pembesar orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir dan (pembesar) orang yang berjihad fii sabilillah. Dan beliau termasuk
orang yang dengan pedangnya telah membunuh sejumlah orang kafir.” (Minhajus
Sunnah:8/76)
Ibnu Taimiyyah berkata menggambarkan kezuhudan Ali:
((وأما زهد عليّ رضي الله عنه في المال فلا ريب فيه))
“Adapun kezuhudan Ali Radhiallahu ‘anhu dalam hal harta tidak
perlu diragukan lagi” (Minhajus Sunnah:7/489).
Ibnu Taimiyyah lebih mengutamakan shahabat yang tidak ikut
memerangi Ali daripada shahabat yang ikut memerangi Ali:
((وأيضاً فأهل السنة يحبون الذين لم يقاتلوا علياً أعظم مما يحبون من
قاتله، ويفضلون من لم يقاتله على من قاتله كسعد بن أبي وقاص، وأسامة بن زيد، ومحمد
بن مسلمة، وعبد الله بن عمر رضي الله عنهم. فهؤلاء أفضل من الذين قاتلوا علياً عند
أهل السنة. والحب لعليّ وترك قتاله خير بإجماع أهل السنة من بغضه وقتاله، وهم متفقون
على وجوب موالاته ومحبته، وهم من أشد الناس ذبّاً عنه، ورداً على من طعن عليه من الخوارج
وغيرهم من النواصب…..))
“Dan juga. Ahlussunnah mencintai para shahabat yang tidak ikut
memerangi Ali lebih besar dari kecintaan mereka kepada shahabat yang ikut
memerangi Ali. (Ahlus Sunnah) lebih mengutamakan shahabat yang tidak ikut
memerangi Ali dari shahabat yang ikut memeranginya, Seperti Sa’d bin Abi
Waqqash, Usamah bin Zaid, Muhammad bin Maslamah, dan Abdullah bin Umar
Radhiallahu ‘anhum. Mereka ini lebih utama disisi Ahlus Sunnah dari (para
shahabat) yang ikut memerangi Ali.Dan mencintai Ali demikian pula menghindar
untuk tidak memeranginya lebih baik dengan kesepakatan Ahlus Sunnah dari
membencinya dan memeranginya. Dan mereka sepakat atas wajibnya menjadikan Ali
wali dan mencintainya. Mereka (ahlus sunnah) adalah manusia yang paling gigih
membela Ali, dan membantah setiap yang mencelanya dari kalangan Khawarij dan
selain mereka dari Nawashib”
(Minhajus Sunnah:4/395)
Ibnu Taimiyyah lebih mengutamakan imam Ali daripada Mu’awiyah
bin Abi Sufyan dan para shahabat nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
بل هم كلهم متفقون على أنه أجلّ قدراً، وأحق بالإمامة، وأفضل عند الله
وعند رسوله وعند المؤمنين من معاوية وأبيه وأخيه الذي كان خيراً منه، وعليّ أفضل من
الذين اسلموا عام الفتح وفي هؤلاء خلق كثير افضل من معاوية. أهل الشجرة افضل من هؤلاء
كلهم ، وعليّ أفضل جمهور الذين بايعوا تحت الشجرة، بل هو أفضل منهم كلهم إلا ثلاثة،
فليس في أهل السنة من يقدم عليه أحداً غير الثلاثة، بل يفضلونه على جمهور أهل بدر وأهل
بيعة الرضوان، وعلى السابقين الأوَّلين من المهاجرين والأنصار))
“Bahkan mereka (Ahlussunnah) semua sepakat bahwa Ali memiliki
kedudukan lebih tinggi, lebih berhak dengan kepemimpinan, dan lebih mulia di
sisi Allah dan rasul-Nya serta kaum mukminin dari Mu’awiyah, ayahnya dan
saudaranya yang lebih utama darinya (Mu’awiyah). Dan Ali lebih utama dari semua
shahabat yang masuk islam pada Fathu Makkah, sedangkan banyak diantara mereka
(yang masuk islam pada Fathu Makkah) lebih utama dari Mu’awiyah. Dan Ahlu
Syajarah (yang berbaitan di bawah pohon, bai’at ridhwan) lebih utama dari
mereka (yang masuk islam pada fathu Makkah), dan Ali lebih utama dari mereka
semua yang ikut berbai’at di bawah pohon kecuali dari tiga orang. Tidak ada
dari kalangan Ahlussunnah yang mendahulukan seorang pun diatas Ali kecuali dari
tiga orang. Bahkan Ali lebih afdhal dari mayoritas Ahlu Badar (yang ikut perang
badar) dan yang mengikuti bai’at Ridhwan, dan (lebih utama) dari Sabiqunal
Awwalun dari Muhajirin dan Anshar” (Minhajus Sunnah:4/396)
Ibnu Taimiyyah lebih mendahulukan shahabat yang berperang
dipihak Ali daripada shahabat yang berperang dipihak Mu’awiyah –radhiallahu
‘anhum ajma’in- beliau berkata:
((معلوم أن الذين كانوا مع علي من الصحابة مثل: عمار وسهل بن حنيف ونحوهما
كانوا أفضل من الذين كانوا مع معاوية))
“Telah maklum bahwa para shahabat yang berperang di pihak Ali
seperti, Ammar, Sahl bin Hunaif dan selain keduanya lebih afdhal dari para
shahabat yang ikut berperang di pihak Mu’awiyah” (Majmu’ atur Rasail wal Masail
li Ibni Taimiyyah, hal:61)
Imam Husein di mata Ibnu Taimiyyah
Berkata Ibnu taimiyyah:
((والحسين رضي الله عنه قتل مظلوماً شهيداً ، وقتلته ظالمون معتدون((
مقتل الحسين وحكم قاتله – ص 77“
Dan Husein Radhiallahu ‘anhu terbunuh sebagai syahid secara
zhalim, yang membunuhnya adalah orang-orang yang zhalim yang melampaui batas”
(Maqtal Al-Husein wa Hukmu Qatilihi, hal:77)
((( وأما من قتل الحسين ) أو أعان على قتله ، أو رضي بذلك فعليه لعنة
الله والملائكة والناس أجمعين ، لا يقبل الله منه صرفاً ولا عدلا ً)) مجموع الفتاوى
4 / 487 – 488
“Adapun orang yang telah membunuh Husein atau memiliki andil
dalam pembunuhannya, atau ridha dengan hal itu, maka dia akan mendapatkan
LA’NAT ALLAH, MALAIKAT DAN SELURUH MANUSIA, Allah tidak akan menerima darinya
sharfan tidak pula adlan”
(Majmu’ Fatawa 4/487-488 )
Inilah wahai saudaraku seiman pendirian Ibnu Taimiyyah terhadap
Ahlul Bait Nabi. Beliau sangat mencintai mereka. Maka dari sini jelaslah bahwa
panah-panah api lagi beracun yang selalu beliau lancarkan adalah ditujukan
kepada kaum syi’ah dan selain mereka, dan bukan kepada Ahlul Bait Nabi. Wallahu
’alam
Habib Rizieq Shihab perlu diajak dialog, agar syubhat-syubhatnya
dibersihkan.