Thursday, March 12, 2015

Tanggapan ( 2 ) terhadap tulisan Habib Muhammad Rizieq Shihab : syiah-vs-wahabi

Pedagang Nasi Basi Itu Ternyata Adalah???
Posted by www.sunnahcare.com on Selasa, 10 Maret 2015

RISALAH TERBUKA UNTUK PARA PEDAGANG NASI "BASI": HABIB RIZIEQ SHIBAB, KAMI SIAP BERDIALOG DENGAN ANDA.

Oleh: Abu Husein At-Thuwailibi.
Habib Muhammad Rizieq Shihab adalah termasuk salah seorang Da'i yang kami hormati bahkan kami cintai dinegeri ini, terlepas dari segala perkara yang saya selisihi darinya, namun ia adalah saudara kita, orang tua kita, yang layak kita hormati dan cintai dengan segala kelebihan dan kekurangannya, walaa nuzakkii 'alallahi ahadaa... Dia dan dakwahnya banyak memberikan sumbangsih terhadap Islam dan Muslimin, walau disadari atau tidak terkadang tidak jarang juga "merusak" cintra islam dan muslimin dengan aksi-aksinya yang dinilai kontroversi...ini realita ! Semoga Allah mengampuni kita dan menerima amal-amal kita, Allahul Musta'an.
Na'am. Ustadz Habib Rizieq Shihab menulis artikel barunya,isinya mencela Syiah Rafidhoh dan Nashibi. Nashibi adalah kelompok pembenci Ahlul Bait Rasulullah, yang mana nashibi ini sesat juga.
Tapi sayangnya, salah satu tokoh yang Habib Rieziq sebut Nashibi adalah Ibnu Taimiyah rahimahullah, atau yang sering disebut Syaikhul Islam. Katanya, dalam kitab Minhajus Sunnah karya beliau penuh dengan caci-maki terhadap para Shahabat Nabi dan Ahlul Bait beliau.
Bilahil-'Adziim, pernyataan demikian menjadi semacam dorongan bagi Ustadz Abi Syakir dan siapa saja yang berakal untuk membaca langsung Kitab Minhajus Sunnah Nabawiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Sedih terasa di hati...
Menurut ustadz Abi Syakir, meskipun ini butuh waktu, beliau akan membangun SIKAP. Jika benar tuduhan Habib Rizieq Shihab bahwa Ibnu Taimiyah rahimahullah mencaci dan mencela para Shahabat Nabi, khususnya Ali bin Abi Thalib, Fathimah binti Rasulillah, Hasan dan Husein bin Ali --radhiyallahu 'anhum ajma'in--; maka kami akan meninggalkan pendapat Ibnu Taimiyah. Karena SANGAT TIDAK BOLEH seorang Ahlus Sunnah mencela, mencaci, memburukkan para Shahabat Nabi, khususnya dari kalangan Keluarga Nab. Tidak boleh itu. Hatta, Muawiyah pun tidak boleh dicela dan dicaci; meskipun kita boleh menyalahkan pendapat dan perbuatannya yang bertentangan dengan kebijakan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Dalam hati, kami tidak percaya, Ibnu Taimiyah punya sikap seperti yang disebutkan Habib Rizieq itu. Itu baru perasaan kami yang sering membaca pendapat-pendapat beliau yang adil, jujur, dan moderat. Kami tidak percaya dengan kesimpulan Habib Rizieq itu; meskipun untuk memastikannya, tetap harus membaca sendiri kitab Minhajus Sunnah itu.
Tapi kami berjanji, jika Ibnu Taimiyah terbukti mencaci maki para Shahabat (Ahlul Bait) sehingga berhak disebut sebagai Nashibi oleh Habib Rizieq, kami tak ragu untuk meninggalkannya; karena yang semacam itu jelas bukan Ahlus Sunna dan Ibnu Taimiyah berarti sesat.
Perlu anda ketahui, Kitab ini salah satu karya besar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Bantahan kuat terhadap sekte Rafidhah (Syiah). Sangat kuat, sehingga orang-orang Rafidhah merasa sakit hati teramat dalam.
Tapi Ibnu Taimiyah memakai metode unik, membantah Rafidhah dengan lawannya, yaitu sekte Nashibi (pembenci Ahlul Bait). Ini mengingatkan pada dialog imajiner antara "Jabbari Vs Qadari" karya Ibnul Qayyim Jauziyah.
Posisi Ibnu Taimiyah sendiri bukan NASHIBI, karena beliau hanya "pinjam tangan" saja. Istilah Jawa-nya "nabok nyilih tangan" (memukul dengan tangan orang lain).
Mengapa Ibnu Taimiyah meminjam tangan pandangan sekte NASHIBI?
Begini:
(1). Itu menunjukkan KEDALAMAN ilmunya, tahu dengan sangat dalam paham Syiah Rafidhah dan lawannya, Nashibi. Keduanya bukan Ahlus Sunnah.
(2). Beliau seperti ingin MENGHINAKAN pendapat-pendapat ulama Syiah, Muthahhar Al-Hully. Bahkan dalam judul buku pun ada kesan dibuat tandingan; yang satu "Minhajul Karamah" satu lagi "Minhajus Sunnah". Sisi penghinaannya, kalau Al-Hully mengagung-agungkan Ahlul Bait; maka Nashibi punya hujjah untuk mematahkan pengagungan itu. Jika ada ekstrem kanan, ada juga ekstrem kirinya.
(3). Bagi Ibnu Taimiyah seakan dirasa TIDAK PENTING membantah Al-Hully dengan ilmunya sendiri, cukup dibantah dengan lawannya saja. Hanya saja, bagi orang yang TERBURU-BURU, metode itu disalah-pahami. Dikiranya pendapat NASHIBI mewakili paham Ibnu Taimiyah.
(4). Hikmah lain, ulama jarang membahas paham NASHIBI, maka dalam kitab itu Ibnu Taimiyah mendokumentasikan paham tersebut. Ini adalah kerja ilmiah yang sangat baik, alhamdulillah.
(5). Hikmah bagi orang AWAM: Pahami dua titik ekstrem, kaum Syiah yang menuhankan Ahul Bait dan kaum Nashibi yang menghujat Ahlul Bait. Keduanya jangan diambil, karena sama-sama EKSTREM.
Intinya, Tidak bisa menilai Ibnu Taimiyah dari metode "pro kontra" yang beliau gunakan dalam Kitabnya Minhajus Sunnah Nabawiyah. TAPI lihatlah aneka pendapat beliau dalam kitab-kitabnya yang lain. Termasuk Majmu' Fatawa-nya. na'am.
Ibnu Taimiyah sebenarnya nama yang tidak asing ditelinga kawan dan lawan. Beliau adalah sosok ulama’ islam yang tidak diragukan lagi keilmuannya. Maka tidak kelirulah kalau umat islam menjuluki beliau sebagai Syaikhul Islam.
Hanya saja, dari pihak lawan ada yang ’kebakaran kumis’ (karena tidak punya jenggot) dengan kiprah dakwah beliau. Karena memang beliau menelanjangi ahlul bathil sampai tidak ada satu helai benang pun di ’badan’ mereka.
Lihat saja kitab beliau Minhajus Sunnah, kitab yang terdiri dari 8 jilid beliau khususkan untuk membantah kaum syi’ah dan qodariyah. Berbagai argumen mereka dipatahkan berkeping-keping oleh beliau didalam kitab tersebut.
Maka –sekali lagi- tidaklah heran, apabila mereka sampai berusaha begitu keras, memeras keringat, dan membanting tulang untuk menodai nama suci beliau dari tengah umat, dengan kata lain ingin menjauhkan umat dari ulama’ panutannya.
Diantara senjata tumpul yang sering mereka gunakan untuk menghantam Ibnu Taimiyyah adalah ’sikap Ibnu Taimiyyah terhadap Ahlul Bait’. Kata mereka, Ibnu Taimiyyah sangat benci kepada Ahlul Bait, terkhusus kepada Ali bin Abi Thalib.
Entah dari mana dagangan basi ini mereka dapatkan, lha wong orang yang bertahun-tahun mempelajari kitab-kitab beliau pun saja tidak pernah menemukan hal itu. Yang ada justru sebaliknya, beliau sangat memuliakan ahlul bait, tentu ini semua akan diketahui oleh orang yang benar-benar mempelajari kitab beliau, bukan ikut-ikutan, atau hanya sekedar mencuplik sana sini.
Maka dari itulah, kami pada edisi ini menampilkan tentang sikap Ibnu Taimiyyah terhadap Ahlul Bait Nabi Shallallahu ’alaihi wa Sallam.
Berikut paparan dari kami
Coba perhatikan Kitab Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah

...

Dalam kitab ini beliau memberikan bab khusus tentang ahlul bait,

منزلة أهل البيت النبوي عند أهل السنة والجماعة
Kedudukan Ahlul bait disisi Ahlussunnah wal Jama’ah
Dan mereka (ahlussunnah) mencintai Ahlul bait rasul, menjadikan mereka wali, dan selalu menjaga wasiat Rasulullah tentang mereka ketika beliau bersabda pada hari Ghadir Khum: “Aku ingatkan kalian atas nama Allah untuk menunaikan hak-hak ahlul baitku.”
Dan beliau juga pernah berkata kepada Al-’Abbas, paman beliau ketika dia (Al-’Abbas) mengadu kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa Qurai’sy mengganggu Bani Hasyim: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sekali-kali mereka tidak akan beriman sampai mencintai kalian karena Allah dan juga kerabatku.”
Beliau juga bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memilih bani Isma’il, dan memilih dari bani Isma’il bani Kinanah, dan memilih dari bani Kinanah kaum Quraisy, dan memilih dari kaum Quraisy bani Hasyim dan memilihku dari bani Hasyim.” ……
Kemudian Kitab Minhajus Sunnah
Sebuah kitab yang sangat terkenal baik oleh kawan maupun lawan, dalam banyak tempat beliau menyebutkan secara detail tentang ahlul bait:
وأما أهل السنة فيتولون جميع المؤمنين، ويتكلمون بعلم وعدل، ليسوا من أهل الجهل ولا من أهل الأهواء، ويتبرؤن من طريقة الروافض والنواصب جميعاً، ويتولون السابقين الأولين كلهم، ويعرفون قدر الصحابة وفضلهم ومناقبهم، ويرعون حقوق أهل البيت عليهم السلام التي شرعها الله لهم
……“Adapun Ahlussunnah, mereka mencintai semua orang yang beriman, mereka berucap dengan ilmu dan keadilan. Mereka bukan orang jahil, bukan pula pengikut hawa nafsu. Mereka berlepas diri dari metode (Syi’ah) rafidhah dan kaum nawashib semuanya. Mereka sangat mencintai seluruh As-Sabiiqunal Awwalun, sangat mengetahui kedudukan para shahabat dan keutamaan mereka. Dan mereka selalu memelihara hak-hak Ahlul Bait ‘alaihimus Salam yang telah Allah syari’atkan untuk mereka”
(Ibnu Taimiyyah dalam Minhajus Sunnah 2/71).
TENTANG IMAM ALI DI MATA IBNU TAIMIYYAH
Ibnu Taimiyyah berkata:
((فضل عليّ وولايته لله وعلو منزلته عند الله معلوم، ولله الحمد….))
“Keutamaan Ali dan kewaliyannya serta kedudukannya yang tinggi di sisi Allah adalah suatu yang sudah dimaklumi, alhamdulillah. Dari riwayat-riwayat yang shahih memberikan kepada kita sebuah keyakinan (tentang keutamaannya), yang tidak membutuhkan lagi (setelah adanya hadits shahih itu riwayat-riwayat) dusta dan tidak pula (riwayat) yang tidak diketahui kebenarannya”
(Minhajus Sunnah: 8/165)
Ibnu Taimiyyah berkata:
((وأما كون عليّ وغيره مولى كل مؤمن ، فهو وصف ثابت لعليّ في حياة النبي صلى الله عليه وسلم وبعد مماته، وبعد ممات عليّ، فعلي اليوم مولى كل مؤمن))
“Adapun keadaan Ali dan selainnya bahwa dia adalah kekasih setiap mukmin, itu adalah sifat yang benar untuk Ali semasa NabiShalallahu ‘alaihi wa Sallam hidup dan setelah beliau wafat dan juga setelah Ali meninggal. Maka Ali pada hari ini tetap wali/kekasih setiap mukmin”
(Minhajus Sunnah:7/325)
((وأما علي رضي الله عنه فلا ريب أنه ممن يحب الله ويحبه الله))
“Adapun Ali Radhiallahu ‘anhu, tidak diragukan lagi bahwa dia termasuk orang yang mencintai Allah dan dicintai Allah”
(Kitab Minhajus Sunnah:7/218 )
((لا ريب أن موالاة علي واجبة على كل مؤمن، كما يجب على كل مؤمن موالاة أمثاله من المؤمنين))
“Tidak diragukan lagi bahwa mencintai Ali bagi setiap mukmin adalah wajib. Sebagaimana diwajibkan pula bagi setiap mukmin mencintai mukmin yang lainnya”
(Minhajus Sunnah:7/27).
Ketika menggambarkan keberanian Ali radhiallahu ‘anhu, Ibnu Taimiyyah berkata:
))لا ريب أن علياً رضي الله عنه كان من شجعان الصحابة، وممن نصر الله الإسلام بجهاده، ومن كبار السابقين الأوَّلين من المهاجرين والأنصار، ومن سادات من آمن بالله واليوم الآخر وجاهد في سبيل الله، وممن قاتل بسيفه عدداً من الكفار
((“Tidak diragukan lagi bahwa Ali Radhiallahu ‘anhu termasuk shahabat yang paling berani. Dan termasuk yang Allah menolong islam dengan sebab jihadnya, beliau termasuk shahabat besarsabiqunal awwalun dari muhajirin dan anshar, termasuk pembesar orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan (pembesar) orang yang berjihad fii sabilillah. Dan beliau termasuk orang yang dengan pedangnya telah membunuh sejumlah orang kafir.” (Minhajus Sunnah:8/76)
Ibnu Taimiyyah berkata menggambarkan kezuhudan Ali:
((وأما زهد عليّ رضي الله عنه في المال فلا ريب فيه))
“Adapun kezuhudan Ali Radhiallahu ‘anhu dalam hal harta tidak perlu diragukan lagi” (Minhajus Sunnah:7/489).
Ibnu Taimiyyah lebih mengutamakan shahabat yang tidak ikut memerangi Ali daripada shahabat yang ikut memerangi Ali:
((وأيضاً فأهل السنة يحبون الذين لم يقاتلوا علياً أعظم مما يحبون من قاتله، ويفضلون من لم يقاتله على من قاتله كسعد بن أبي وقاص، وأسامة بن زيد، ومحمد بن مسلمة، وعبد الله بن عمر رضي الله عنهم. فهؤلاء أفضل من الذين قاتلوا علياً عند أهل السنة. والحب لعليّ وترك قتاله خير بإجماع أهل السنة من بغضه وقتاله، وهم متفقون على وجوب موالاته ومحبته، وهم من أشد الناس ذبّاً عنه، ورداً على من طعن عليه من الخوارج وغيرهم من النواصب…..))
“Dan juga. Ahlussunnah mencintai para shahabat yang tidak ikut memerangi Ali lebih besar dari kecintaan mereka kepada shahabat yang ikut memerangi Ali. (Ahlus Sunnah) lebih mengutamakan shahabat yang tidak ikut memerangi Ali dari shahabat yang ikut memeranginya, Seperti Sa’d bin Abi Waqqash, Usamah bin Zaid, Muhammad bin Maslamah, dan Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘anhum. Mereka ini lebih utama disisi Ahlus Sunnah dari (para shahabat) yang ikut memerangi Ali.Dan mencintai Ali demikian pula menghindar untuk tidak memeranginya lebih baik dengan kesepakatan Ahlus Sunnah dari membencinya dan memeranginya. Dan mereka sepakat atas wajibnya menjadikan Ali wali dan mencintainya. Mereka (ahlus sunnah) adalah manusia yang paling gigih membela Ali, dan membantah setiap yang mencelanya dari kalangan Khawarij dan selain mereka dari Nawashib”
(Minhajus Sunnah:4/395)
Ibnu Taimiyyah lebih mengutamakan imam Ali daripada Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan para shahabat nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
بل هم كلهم متفقون على أنه أجلّ قدراً، وأحق بالإمامة، وأفضل عند الله وعند رسوله وعند المؤمنين من معاوية وأبيه وأخيه الذي كان خيراً منه، وعليّ أفضل من الذين اسلموا عام الفتح وفي هؤلاء خلق كثير افضل من معاوية. أهل الشجرة افضل من هؤلاء كلهم ، وعليّ أفضل جمهور الذين بايعوا تحت الشجرة، بل هو أفضل منهم كلهم إلا ثلاثة، فليس في أهل السنة من يقدم عليه أحداً غير الثلاثة، بل يفضلونه على جمهور أهل بدر وأهل بيعة الرضوان، وعلى السابقين الأوَّلين من المهاجرين والأنصار))
“Bahkan mereka (Ahlussunnah) semua sepakat bahwa Ali memiliki kedudukan lebih tinggi, lebih berhak dengan kepemimpinan, dan lebih mulia di sisi Allah dan rasul-Nya serta kaum mukminin dari Mu’awiyah, ayahnya dan saudaranya yang lebih utama darinya (Mu’awiyah). Dan Ali lebih utama dari semua shahabat yang masuk islam pada Fathu Makkah, sedangkan banyak diantara mereka (yang masuk islam pada Fathu Makkah) lebih utama dari Mu’awiyah. Dan Ahlu Syajarah (yang berbaitan di bawah pohon, bai’at ridhwan) lebih utama dari mereka (yang masuk islam pada fathu Makkah), dan Ali lebih utama dari mereka semua yang ikut berbai’at di bawah pohon kecuali dari tiga orang. Tidak ada dari kalangan Ahlussunnah yang mendahulukan seorang pun diatas Ali kecuali dari tiga orang. Bahkan Ali lebih afdhal dari mayoritas Ahlu Badar (yang ikut perang badar) dan yang mengikuti bai’at Ridhwan, dan (lebih utama) dari Sabiqunal Awwalun dari Muhajirin dan Anshar” (Minhajus Sunnah:4/396)
Ibnu Taimiyyah lebih mendahulukan shahabat yang berperang dipihak Ali daripada shahabat yang berperang dipihak Mu’awiyah –radhiallahu ‘anhum ajma’in- beliau berkata:
((معلوم أن الذين كانوا مع علي من الصحابة مثل: عمار وسهل بن حنيف ونحوهما كانوا أفضل من الذين كانوا مع معاوية))
“Telah maklum bahwa para shahabat yang berperang di pihak Ali seperti, Ammar, Sahl bin Hunaif dan selain keduanya lebih afdhal dari para shahabat yang ikut berperang di pihak Mu’awiyah” (Majmu’ atur Rasail wal Masail li Ibni Taimiyyah, hal:61)
Imam Husein di mata Ibnu Taimiyyah
Berkata Ibnu taimiyyah:
((والحسين رضي الله عنه قتل مظلوماً شهيداً ، وقتلته ظالمون معتدون(( مقتل الحسين وحكم قاتله – ص 77“
Dan Husein Radhiallahu ‘anhu terbunuh sebagai syahid secara zhalim, yang membunuhnya adalah orang-orang yang zhalim yang melampaui batas” (Maqtal Al-Husein wa Hukmu Qatilihi, hal:77)
((( وأما من قتل الحسين ) أو أعان على قتله ، أو رضي بذلك فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين ، لا يقبل الله منه صرفاً ولا عدلا ً)) مجموع الفتاوى 4 / 487 – 488
“Adapun orang yang telah membunuh Husein atau memiliki andil dalam pembunuhannya, atau ridha dengan hal itu, maka dia akan mendapatkan LA’NAT ALLAH, MALAIKAT DAN SELURUH MANUSIA, Allah tidak akan menerima darinya sharfan tidak pula adlan”
(Majmu’ Fatawa 4/487-488 )
Inilah wahai saudaraku seiman pendirian Ibnu Taimiyyah terhadap Ahlul Bait Nabi. Beliau sangat mencintai mereka. Maka dari sini jelaslah bahwa panah-panah api lagi beracun yang selalu beliau lancarkan adalah ditujukan kepada kaum syi’ah dan selain mereka, dan bukan kepada Ahlul Bait Nabi. Wallahu ’alam
Habib Rizieq Shihab perlu diajak dialog, agar syubhat-syubhatnya dibersihkan.