Iran melalui bantuan pendidikannya berencana melahirkan seribu doktor (PhD)
di Indonesia
Aliran Syiah masuk ke berbagai belahan
dunia dengan menggunakan beberapa strategi. Strategi itu terfokus pada
penguasaan tiga asas utama yang ada pada setiap negara, yaitu militer, ilmu
pengetahuan (ulama dan intelektual), serta ekonomi (pemilik modal).
Demikian
disampaikan Assoc. Prof. Dr. Kamaluddin Marjuni dalam dialog ilmiah tentang
Syiah di kampus International Islamic University Malaysia (IIUM) hari Sabtu, 14
Maret 2015.
Acara yang
digagas Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) dengan mengangkat tema “Syiah: Apa, Siapa, Mengapa, dan
Bagaimana?” itu juga
menghadirkan Assoc. Prof. Dr. Syamsuddin Arif.
Menurut
Dr. Kamaluddin Marjuni, selain itu, upaya pensyiahan dunia Islam juga dilakukan
melalui penguatan hubungan diplomatik, politik, dan kebudayaan.
Sejak
Revolusi Iran, pengaruh Syiah terus menyebar ke banyak negeri Muslim.
Negeri-negeri berpenduduk mayoritas Sunni, termasuk di antaranya Malaysia, yang
kebanyakan menolak penyebaran paham Syiah di negerinya.
Namun, menariknya, di Indonesia, paham apa
pun masuk dan diterima, termasuk Syiah, padahal hal itu sangat tidak
menguntungkan Indonesia ke depannya.
“Iran melalui bantuan pendidikannya
berencana melahirkan seribu doktor (PhD) di Indonesia,” ujar Dr. Kamaluddin.
“Saudi Arabia pun berencana melahirkan
seribu doktor di Indonesia. Masing-masing tentu akan menyebarkan paham Syiah
dan Salafy ke Indonesia. Jadi bisa dibayangkan akan seperti apa pertarungan
intelektual di Tanah Air ke depannya dengan semakin ramainya kedua kelompok
yang sangat bermusuhan ini. Hal ini akan menjadi tantangan yang sangat besar
bagi kalangan Asy’ari di Tanah Air,” ujarnya.
Jejak Persia
Sementara itu, Dr. Syamsuddin Arif
mengamati adanya jejak-jejak Persia di dalam paham dan praktek keagamaan Syiah.
Ia menyebutkan adanya beberapa upaya
menghidupkan kembali identitas Persia, sejak negeri itu dikuasai oleh Muslim,
melalui gerakan-gerakan perlawanan terhadap pemerintah pusat, antara lain
melalui gerakan Syiah.
Banyak hal yang mengundang pertanyaan
tentang Syiah. Salah satu contoh mendasar adalah bagaimana “seluruh agama
(Islam) disederhanakan menjadi semata-mata isu Ali-Fatimah-Hasan-Husain.”
Dr. Syamsuddin juga menyinggung tentang
beberapa praktek keberagamaan Syiah yang ganjil. Ia memberi contoh penelitian
Edith Szanto tentang penjualan beberapa barang terkait seks, seperti kondom,
Viagra dan krim untuk alat vital, yang dijajakan secara bebas di tempat-tempat
ziarah Syiah di Damaskus. Seolah-olah hal itu merupakan satu bentuk dukungan
keagamaan bagi para peziarah yang datang.
Dalam dialog ilmiah ini kedua pembicara
sama-sama menjelaskan tentang beragamnya kelompok Syiah yang ada, mulai dari
yang ekstrim hingga moderat.
Karena itu penting bagi kalangan Ahlu Sunnah untuk tidak mengeneralisir penyikapan
terhadap Syiah. Bagaimanapun, keduanya menekankan bahwa penyebaran paham dan
gerakan Syiah merupakan hal yang berbahaya bagi Indonesia.*
Dr. M. Kholid Muslih: Syiah di Berbagai Negara Berpotensi
Memberontak
Akhir dari gol pergerakan
semua kelompok Syi’ah adalah ingin mendapatkan sebuah kekuasaan
Kasus pemberontakan kelompok Syi’ah
al Hautsi (Barat
menyebut al Houti) yang tengah menduduki Istana Kepresidenan Yaman dan
Universitas al Iman, Yaman harus menjadi perhatian umat
Islam di Indonesia, khususnya Ahlus Sunnah.
Syi’ah bukanlah semata-mata sebuah kelompok
agama melainkan kelompok politik yang orientasinya ingin menguasai seluruh kekuasaan
dimana pun Syi’ah berada, termasuk di Indonesia.
Yang perlu diketahui oleh seluruh umat
Islam, Syi’ah di berbagai negara selalu ingin memberontak karena dalam rangka
urusan politik mereka.
Demikian keterangan yang disampaikan oleh
Dr. M. Kholid Muslih, M.A salah satu pakar Syi’ah dari Universitas Darussalam
(UNIDA) Gontor kepada hidayatullah.com, mengutip pendapat para ulama Mesir
terkait pendudukan Syiah di Yaman.
“Orientasi utama Syi’ah adalah politik dan
mereka menjadikan imamah sebagai salah satu rukun iman. Bahkan ulama-ulama di
Mesir mengklarifikasikan Syi’ah sebagai sebuah kelompok politik bukan kelompok
agama,” tegas alumni Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir kepada hidayatullah.com, Selasa (23/09/2014)
pagi.
Menurut Kholid, Syi’ah yang saat ini ada di
Indonesia dinilai memiliki potensi yang sama dengan Syi’ah al-Hautsi yang kini telah menduduki Istana
Kepresidenan Yaman.
Bukan hanya Syi’ah al-Hautsi saja, tetapi juga beberapa kelompok
Syi’ah yang berhasil menguasai Iraq dan sebagian wilayah di Libanon. Karena
akhir dari gol pergerakan semua kelompok Syi’ah adalah ingin mendapatkan sebuah
kekuasaan. Hal itu merupakan proses panjang menurut mereka.
“Pergerakan kelompok Syi’ah akan terus
merambah kemana-mana. Sebab kelompok Syi’ah selalu berupaya untuk saling
menguatkan dan terus bekerja sama guna mencapai orientasi politik mereka dan
demi kepentingan kelompok masing-masing,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Muslih menyelesaikan
S1 hingga S3 nya di Fakultas Ushûluddin Jurusan Aqidah di Universitas
Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Secara
khusus, tesis dan disertasinya meneliti masalah gerakan politik Syiah. Tesisnya
berjudul “Al-Ittijâh al-Syi’I al-Itsnâ Asyari
(al-Qodim wa al-muâ’shir) wa al-In’ikâsâtuhu ‘alâ al-Mujtama’ al-Sunni bi
Indûnisia” sedang
disertasinya berjudul “Wilâyatu
al-Faqîh wa al-tathbîqâtuhâ al-mu’âshirah; Qirâ’ah naqdiyyah lillidhâm
al-siyâsi assî’I al-mu’âshir; muqâranan bi al-syûrâ wa al-dimûkrâthiyah.”*/Ahmad
Fazeri
Beberapa Fakta Sejarah Serangan Syiah pada
Ahlus Sunnah
Kasus penyerangan pembela Syiah terhadap jamaah Majelis Az-Zikra menurutnya
bisa menjadi senjata ampuh pemerintah dan bangsa Indonesia menahan perkembangan
paham Syiah
Pakar Syi’ah dari Universitas Darussalam
(UNIDA) Gontor Dr. M. Kholid Muslih, M.A membantah pernyataan tokoh Syiah
Indonesia yang mengatakan tak ada sejarah Syiah menyerang Sunni.
“Ungkapan tidak ada sejarah Syiah menyerang
Ahlus Sunnah itu jelas jelas pernyataan a-historis dan a-argumentatif,”
ujarnya.
Dalam sejarah, ujar Kholid, berdirinya
kerajaan Shofawiyah 1501-1785 adalah perjalanan berdarah-darah, di mana Ismail
as Shofawi setelah berhasil menundukkan beberapa daerah (Kailan, mayotitas
daerah negara Persia dahulu, serta Iraq) dengan cara memaksakan paham
Syiah kepada penduduk dengan hanya 3 pilihan; mati, keluar dari daerah
mereka atau menganut paham Syiah.
Setelah itu, ujarnya lagi, Shafawiyah
selalu menyerang Utsmaniyah.
Safawiyah (dalam bahasa Parsi Safawian) adalah dinasti
Iran yang memerintah dari tahun 1501 hingga 1736. Ketika era inilah Syiah menjadi
agama resmi Iran hingga hari ini.
Dalam sejarah lain, kelompok Syiah
Qaramithah juga pernah menyerang Makkah dan mengambil Hajar Aswad dari
tempatnya.
Penyerangan terhadap Makkah ini kemudian
diulang kembali pada tahun 1987.
Menurut Kholid, banyak sejarah lain terkait
serangan Syiah terhadap Sunni. Misalnya yang terjadi pada 22 Agustus 2014
kelompok Syiah kembali menyerang masjid Sunni (Mushab Bin Umair) di dekat Kota
Ba’quba Iraq dan menewaskan 65 orang dan 16 luka luka.
Yang terakhir adalah pengambil-alihan
kekuasaan oleh pemberontak Syiah Hutsi (al-Hautsi atau Haouthi) Yaman dengan
jalan senjatatanpa proses demokrasi sebagai bukti paling kongkrit saat ini.
[Baca: Dr. M. Kholid Muslih: Syiah di Berbagai Negara Berpotensi
Memberontak]
Demikian pula bukti bukti pembinasaan warga
Sunni oleh Nusyairiyah di Suriah saat ini.
Lebih jauh pria yang menyelesaikan S2 dan
S3 terkait paham politik Syiah di Fakultas Ushûluddin Jurusan Aqidah di
Universitas Al-Azhar, Mesir ini juga mengatakan pemerintah harusnya cepat
tanggap dengan membentuk mensikapi kasus penyerangan pembela Syiah terhadap
jamaah Majelis Az-Zikra.
“Kita tidak bisa sekedar mengumpat-ngumpat
yang hanya akan melakukan hal-hal di luar hukum.”
“Kasus penyerangan pembela Syiah terhadap
jamaah Majelis Az-Zikra menurutnya bisa menjadi senjata ampuh pemerintah
dan bangsa Indonesia menahan perkembangan paham Syiah,” ujarnya.*