Faidah Kajian Ustadz Aris Munandar di UMY
Bertempat di Masjid KH. Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Ustadz Aris Munandar MPd.I, yang hadir sebagai pembicara dalam
tabligh akbar bertajuk “Mengenal Syi’ah dan ISIS”, Minggu (24/5/2015),
menyampaikan pembagian Syi’ah menurut ulama ahlu sunnah.
Di awal, staff pengajar Ponpes Hamalatul
Qur’an ini memaparkan definisi Syi’ah dari sudut pandang bahasa dan istilah
para ulama.
“Syi’ah secara bahasa artinya kelompok,
golongan atau orang-orang yang mecintai. Oleh karena itu Syi’ah menamai diri
mereka dengan Syi’atu Ali yang artinya pengikut Ali, pecinta Ali dan
kelompoknya Ali. Ini makna Syi’ah secara bahasa. Namun klaim Syi’ah sebagai
pengikut dan pecinta Ali ini tidak tepat. Mereka bukan pengikut Ali, bukan
pecinta Ali bahkan mereka justru merendahkan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
anhu,” jelas Ustadz Aris Munandar
Kaidah dalam bahasa, terang Ustadz Aris
Munandar, menyebutkan bahwa memuji sesuatu secara berlebihan hingga tidak sesuai
dengan kenyataan yang dipuji pada hakikatnya adalah pelecehan. Maka tindakan
dan keyakinan Syi’ah yang memuji Ali secara berlebihan, mengeluarkan Ali dari
sifat-sifat kemanusiaan dan meletakkan Ali pada derajat ketuhanan pada
hakikatnya adalah penghinaan terhadap Ali bin Abi Thalib.
Lebih dalam Ustadz Aris Munandar merinci
kelompok Syi’ah berdasarkan tingkat ekstrimisme mereka.
“Al Hafidz ibnu hajar al asqolani as syafi’i
dalam Fathul Bari membagi Syi’ah menjadi 4 kategori. Syi’ah, Ghulatu Syi’ah
(Syi’ah ekstrim), Rofidoh dan Rofidoh ekstrim,” katanya.
Dimulai dengan mendefinisikan yang pertama,
Ustadz Aris Munandar mengatakan bahwa tindakan dan keyakinan orang yang
berpaham Syi’ah disebut Tasayu’. Mereka adalah orang yang mendahulukan Ali
daripada Utsman dalam keutamaan atau kemuliaan. Dalam pandangan sekte ini, Ali
lebih mulia daripada Utsman, tanpa diiringi tindakan mencela Utsman. Mereka
juga tidak memiliki keraguan terhadap keabsahan pemerintahan Utsman. Jika
seseorang disebut Syi’i dalam hal ini, maka yang jadi perbedaan adalah tentang
keutamaan tidak berkaitan dengan masalah kekhalifahan.
Kelompok yang kedua adalah Ghulatu Syiah atau
Syiah yang ekstrim. Mereka adalah orang-orang yang mengatakan Ali lebih mulia
daripada Utsman. Disebut Syi’ah ekstrim, karena aqidah mereka diikuti dengan
perbuatan mencela Utsman. Mereka sebut Utsman zalim, karena dalam perspektif
mereka sahabat yang pernah menikahi dua anak Nabi ini merebut kekhalifahan dari
Ali.
Selanjutnya adalah Rofidoh. Lebih nekat dari
Ghulatu Syi’ah, mereka adalah golongan yang meyakini dan mengatakan Ali lebih
mulia daripada Abu bakar dan Umar radhiallahu anhum. Sama seperti kelompok yang
pertama, keyakinan mereka tidak diserta cacian kepada Syaikhoni (dua pembesar
yang dalam pandangan ilmu sejarah maksudnya adalah Abu bakar dan Umar)
Keempat dan terakhir sekaligus yang paling ekstrim adalah Ghulatu
Rofidoh. Mereka adalah orang yang lebih memuliakan Ali daripada Abu bakar dan
Umar kemudian mencela Syaikhoni. Rofidoh
ekstrim berpandangan bahwa bahwa dua sahabat terdekat Rasulullah telah berlaku
zalim dengan merampas hak Ali sebagai khalifah. Abu Bakar dan Umar dianggap
sebagai orang yang fasiq, murtad bahkan disebut sebagai berhala Qurays.
Sebelum mengakhiri pembahasan tentang
pembagian Syi’ah menurut Imam Ibnu Hajar, Ustadz Aris Munandar menyampaikan
sebuah catatan.
Berkaitan tentang mana yang lebih utama
antara Ali dan Utsman, menurut guru ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, hal
tersebut merupakan perbedaan yang bisa dimaklumi dan terjadi diantara sesama
ulama ahlu sunnah sejak masa silam.
“Seperti yang disampaikan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Mana yang lebih mulia antara Ali dan Utsman ada perbedaan pendapat
diantara ahlu sunnah. Mayoritas berpendapat bahwa Utsman lebih mulia, sedangkan
minoritas meyakini bahwa suami Fatimah binti Muhammad lebih mulia,” rinci
alumni Sastra Arab UIN Yogyakarta ini.
Saat ditanya tentang kelompok Syi’ah yang ada
di Indonesia dan bagaimana cara menyekat perkembangannya, Ustadz Aris Munandar
mengatakan bahwa berdasarkan pernyataan-pernyatan tokoh-tokoh Syi’ah yang di
Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa mereka adalah kelompok Ghulatu Rofidoh.
Master Ushul Fiqih yang menyelesaikan
studinya di UMS Surakarta ini menambahkan, cara yang paling ampuh untuk
menghentikan Syi’ah adalah dengan menyebarkan ilmu
“Tidaklah kesesatan tersebar kecuali karena
banyak kebodohan di tengah-tengah umat. Oleh karena itu masyarakat perlu
mendapat penjelasan tentang mana Aqidah yang benar dan mana pemahaman yang
keliru. Jika umat tahu tentang kebenaran, maka Syi’ah tidak akan menemukan
tempat untuk berkembang,” tutup staff pengajar Ma’had Ilmu Yogyakarta ini.
Menjawab Syubuhat Syiah ''Tidak Semua
Syiah Sesat, Tidak Semua Sunni Benar''
Syi’ah sering memunculkan
syubuhat-syubuhat untuk mengelabuhi umat Islam. Salah satunya, jargon bahwa
tidak semua syi’ah sesat sebagaimana tidak semua Ahlussunnah benar.
“Ini bahaya sekali, yang
menyampaikan ini ustadz besar,” tutur Ustadz Eman Badru Tamam, Lc, Mudir Ma’had
Tahfidzul Qur’an Isy Karima, pada acara Silaturahmi dan Sarasehan Pimpinan
Yayasan dan Mudir Ma’had Aly Bersama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Propinsi
Jawa Tengah, Surakarta, Jawa Tengah, Ahad (24/05/2015) kemarin.
Ustadz Badru menilai
perkataan tersebut sebagai muqadimah untuk menyatakan bahwa dirinya sebagai
Syiah. “Lihat saja suatu saat, dia akan mengatakan saya Syi’ah. Tapi bukankah
tidak semua Syi'ah sesat,” tuturnya.
Orang yang menyatakan
ada Syi'ah yang tidak sesat akan menyatakan adanya Syi’ah mu’tadilah (lurus).
“Kalau saya langsung tanya, di mana Syi’ah Mu’tadilah, Sukoharjo, Karang Anyar,
tunjukkan tempatnya, atau ente,” tegas Ustadz yang sedang diuji dengan penyakit
komplikasi ini menjawab Syubhat tersebut.
Ustadz muda yang penuh
kharisma ini mengingatkan umat Islam Solo bahwa Syi’ah Solo itu sangat cerdik
sembunyikan jati dirinya. “Syiah Solo bekerjanya sangat rapi. Mereka tidak
banyak bicara, tapi mereka banyak bekerja keras dan cerdas,” tuturnya.
Sementara umat Islam
Solo, menurut Ustadz berkunyah Abu Harits ini, cenderung mengedepankan
cara-cara provokasi untuk menghadapinya.
“Kurang cerdas, jadi
lebih banyak memprovokasi kaum muslimin untuk membenci suatu lembaga, suatu
kelompok, daripada melakukan kerja-kerja cerdas mengimbangi apa yang mereka
lakukan,” tuturnya.
Beliau memberikan pesan
kepada umat Islam Solo dalam menghadapi Syi’ah di kota Surakarta ini. “Kita
harus bekerja keras dan berpikir cerdas,”tutur beliau menirukan nasehat Ustad
Syuhada' Bahri, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) pusat