Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 5 Th. ke-12, Dzulhijjah 1433 H / September – Oktober 2012
Tambahan [http://firanda.com/index.php/artikel/bantahan/211-antara-habib-munzir-a-islam-jamaah (edited)]
Ada seorang tokoh yang sangat diagungkan oleh para pengagumnya di negeri ini yang mencela para ulama mu’tabar sekelas Syaikh Bin Baaz, Ibnu Al-‘Utsaimiin, dan Syaikh Al-Albani karena para ulama tersebut tidak bersanad! Sehingga pengagumnya pun meragukan ilmu para ulama tersebut. Sungguh kasihan umat yang tidak mengetahui siapa sebenarnya ulama mereka.
1. Makna perkataan Ibnu Mubarok
Imam Muslim membawakan praktek Ibnul Mubaarok yang mengecek para perawi dalam sebuah sanad.
Imam Muslim berkata :
قلت لعبد الله بن المبارك يا أبا عبد الرحمن الحديث الذي جاء إن من البر بعد البر أن تصلي لأبويك مع صلاتك وتصوم لهما مع صومك قال فقال عبد الله يا أبا إسحاق عمن هذا قال قلت له هذا من حديث شهاب بن خراش فقال ثقة عمن قال قلت عن الحجاج بن دينار قال ثقة عمن قال قلت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قال يا أبا إسحاق إن بين الحجاج بن دينار وبين النبي صلى الله عليه وسلم مفاوز تنقطع فيها أعناق المطي ولكن ليس في الصدقة اختلاف وقال محمد سمعت علي بن شقيق يقول سمعت عبد الله بن المبارك يقول على رؤوس الناس دعوا حديث عمرو بن ثابت فإنه كان يسب السلف
“Abu Ishaaq bin ”Isa berkata : Aku berkata kepada Abdullah bin Al-Mubaarok, Wahai Abu Abdirrahman, hadits yang datang bahwasanya : ((Diantara berbakti setelah berbakti adalah engkau sholat untuk kedua orangtuamu beserta sholatmu dan engkau berpuasa untuk kedua orangtuamu bersama puasamu)). Beliau berkata : Wahai Abu Ishaaq, dari manakah hadits ini?. Aku berkata, “Ini dari periwayatan Syihaab bin Khiroosy”. Ibnul Mubaarok berkata : “Ia tsiqoh, lalu ia meriwayatkan dari siapa?”.
Aku berkata, “Dari Al-Hajjaaj bin Diinaar”. Beliau berkata : “Ia tsiqoh, lalu Hajjaj meriwayatkan dari siapa?”
Aku berkata, “(langsung) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda”. Beliau berkata, “Wahai Abu Ishaaq antara Hajjaaj bin Diinaar dan Nabi ada padang pasir yang besar, butuh banyak onta untuk bisa menempuhnya. Akan tetapi tidak ada perbedaan pendapat tentang bersedekah (atas nama kedua orang tua)”…
Ali bin Syaqiiq berkata : “Aku mendengar Abdullah bin Al-Mubaarok berkata di hadapan khalayak manusia : Tinggalkanlah periwayatan ‘Amr bin Tsaabit karena ia mencela para salaf” (Lihat Muqoddimah Shahih Muslim hal 16)
Dari sini kita faham bahwasanya perkataan Ibnul Mubaarok di atas semakin menguatkan akan urgensinya memeriksa kredibilitas para perawi dalam sebuah sanad. Dan perkataan Ibnul Mubaarok ini sama sekali tidak berkaitan dengan persangkaan Habib Munzir ; “Orang yang tidak bersanad maka fatwanya batil”
2. Praktik Jarh wa Ta’dil
Untuk menerapkan kriteria ini (yaitu pengecekan kedudukan dan kredibilitas para perawi hadits) maka para ulama ahli hadits menulis buku-buku al-jarh wa at-ta’diil yang menyebutkan tentang biografi para perawi, dengan menjelaskan kedudukan para perawi tersebut apakah tsiqoh ataukah dho’iif??.
Berbagai macam buku yang ditulis oleh para ulama,
– Ada kitab-kitab yang khusus berkaitan dengan para perawi yang tsiqoh
– Ada kitab-kitab yang khusus berkaitan dengan para perawi yang dho’if dan majruuh
– Ada kitab-kitab yang menggabungkan antara para perawi yang tsiqoh dan dho’iif
– Ada kitab-kitab yang berkaitan dengan para perawi yang menempati kota tertentu, seperti Taariikh Baghdaad, Taariikh Dimasq, Taariikh Waasith, dll
– Ada kitab-kitab yang menjelaskan tentang para perawi kitab-kitab hadits tertentu, seperti ada kitab yang khusus menjelaskan para perawi dalam kitab Muwaatho’ Imam Malik, ada kitab yang khusus menjelaskan tentang para perawi Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, ada kitab yang khusus menjelaskan tentang kedudukan para perawi al-kutub as-sittah
– Dan jenis-jenis kitab yang lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam buku-buku al-jarh wa at-ta’diil atau ‘ilmu ar-rijaal.
Karenanya dengan meneliti kedudukan para perawi tersebut –berdasarkan kaidah al jarh wa at-ta’diil yang diletakkan oleh para ahli hadits- maka akan jelas apakan sanad suatu hadits shahih ataukah lemah atau maudhuu’ (palsu).
Alhamdulillah para ulama telah mengumpulkan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak kitab-kitab hadits sebagaimana yang masyhuur diantaranya : Muwatthho’ al-Imam Maalik, Musnad Al-Imam Ahmad, Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Shahih Ibnu Hibbaan, Shahih ibnu Khuziamah, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Thirmidzi, Sunan An-Nasaai, Sunan Ibni Maajah, Mu’jam-mu’jam At-Thobrooni, Sunan Al-Baihaqi, dan kitab-kitab hadits yang laiinya. Yang seluruh penulis kitab-kitab tersebut meriwayatkan hadits dengan menyebutkan sanad mereka dari jalur mereka hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga dengan penerapan kaidah ilmu mustholah al-hadits dan ilmu al-jarh wa at-t’adiil terhadap para perawi yang terdapat dalam sanad-sanad hadits maka bisa dinilai apakah suatu hadits dari kitab-kitab tersebut shahih ataukah dhoiif.
Karenanya untuk mengecek keabsahan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab di atas adalah dengan mengecek para perawi yang termaktub dalam isnad-isnad dari para penulis kitab-kitab tersebut.
Sebagai contoh untuk mengecek shahih tidaknya sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Thirimidzi dalam kitab “sunan” beliau maka kita mengecek para perawi di atas Imam At-Thirimidzi (dalam hal ini adalah guru imam At-Thirmidzi) hingga keatas sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Sanad di Zaman Sekarang
Di zaman kita sekarang ini masih banyak ahli hadits atau para syaikh atau para penuntut ilmu yang masih melestarikan kebiasaan para ahli hadits dalam meriwayatkan hadits dengan sanad. Sehingga banyak diantara mereka yang meriwayatkan hadits dengan beberapa model sanad hadits, diantaranya:
Pertama : sanad yang bersambung kepada salah satu dari para penulis hadits. Ada sanad di zaman sekarang ini yang bersambung hingga Al-Imam Al-Bukhari atau kepada At-Thirmidzi, atau kepada Abu Dawud, atau
Kedua : Sanad yang bertemu di guru-guru para penulis tersebut, atau bertemu di para perawi yang lebih di atasnya lagi (para guru dari para guru dari para penulis), atau
Ketiga : Sanad yang melalui jalur lain hingga kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa melalui jalur para penulis kitab-kitab tersebut.
Dari sini jelas bahwasanya fungsi sanad di zaman ini (jika berkaitan dengan sanad hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka kurang bermanfaat dari dua sisi:
Pertama : Karena para perawi yang dibawah para penulis kitab-kitab hadits tersebut hingga perawi di zaman kita sekarang ini tidak bisa diperiksa kredibilitasnya karena biografi mereka tidak diperhatikan oleh para ulama dan tidak termaktub dalam kitab-kitab al-jarh wa at-ta’diil
Kedua : Kalaupun jika seluruh para perawi tersebut (dari zaman kita hingga ke penulis kitab) kita anggap tsiqoh maka kembali lagi kita harus mengecek para perawi dari zaman gurunya para penulis kitab-kitab hadits tersebut hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka seakan-akan kita ngecek langsung para perawi yang terdapat dalam sanad-sanad yang terdapat dalam kitab-kitab hadits tersebut.
Jadi keberadaan isnad dari zaman sekarang hingga nyambung ke para penulis kitab-kitab hadits tersebut kurang bermanfaat, itu kalau tidak mau dikatakan tidak ada faedahnya !!!
Adapun jenis isnad yang ketiga, yaitu periwayatan hadits yang diriwayatakan oleh seseorang di zaman sekarang hingga zaman Rasulullah –tanpa melalui jalur para penulis kitab-kitab hadits diatas- maka tentunya kita akan mendapatkan minimal sekitar 20 orang perawi. Dan 20 orang perawi tersebut tidak mungkin kita cek kredibilitas mereka karena tidak adanya kitab-kitab al-jarh wa at-tadiil yang menjelaskan biografi mereka.
Dari sebab-sebab inilah maka terlalu banyak para penuntut ilmu yang berpaling dari mencari sanad hadits-hadits Nabi di zaman sekarang ini karena tidak ada faedah besar yang bisa diperoleh. Namun meskipun demikian masih saja ada para penuntut ilmu dan para ulama yang masih melestarikan periwayatan hadits dengan sanad-sanad tersebut untuk melestarikan adatnya para ahli hadits. Akan tetapi sama sekali tujuan mereka bukan untuk dijadikan senjata sebagaimana senjata yang digunakan oleh Habib Munzir dan para pengagumnya.
4. Sanggahan
Sanggahan terhadap propaganda Habib Munzir ini dari banyak sisi
a. Tuduhan Habib Munzir bahwa para ulama Wahabi tidak memiliki sanad merupakan tuduhan yang sangat dusta. Jangankan para ulama besar Wahabi, ustadz-ustadz yang ada di Indonesia saja banyak yang memiliki sanad. Jadi jangan sampai Habib Munzir ini merasa ia adalah pendekar sanad satu-satunya, karena pendekar-pendekar junior wahabi ternyata sudah banyak yang memiliki sanad.
b. Terkhususkan tuduhan Habib Munzir terhadap As-Syaikh Albani bahwa beliau tidak memiliki sanad dan hanya seperti tong kosong yang menipu umat, maka ini merupakan tuduhan dusta dan sangat keji.
Syaikh Albani punya isnad, dan ini merupakan perkara yang ma’ruuf, beliau memiliki ijazah hadits dari ‘Allamah Syaikh Muhammad Raghib at-Thobbaakh Al-Halabi yang kepadanyalah beliau mempelajari ilmu hadits, dan mendapatkan hak untuk menyampaikan hadits darinya. (silahkan lihat Hayaat Al-Albaani wa Aaatsaaruhu wa ats-Tsanaa’ al-‘Ulamaa ‘alaihi karya Muhammad Ibrahim As-Syaibaani hal 45-46). As-Syaikh Al-Albani pun telah menegaskan hal ini dalam beberapa kitabnya seperti dalam kitab Tahdziir As-Saajid hal 84-85 dan juga kita Mukhtshor Al-‘Uluw hal hal 74
Dan sebagian murid Syaikh Albani –seperti Abu Ishaaq Al-Huwaini- mengambil sanad dari As-Syaikh Al-Albani (silahkan lihat jugahttp://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=18495).
Kemudian kenapa begitu berani Habib Munzir mensifati Syaikh Al-Albani dengan TONG KOSONG !!!, bahkan Habib Munzir mengkhawatirkan hancurnya umat karena tipuan Tong Kosong !!!, Subhaanallah…tipuan apa yang telah dilancarkan oleh Syaikh Al-Albani wahai Habib Munzir…!!! ataukah anda yang sedang melancarkan tipuan kepada umat bahwa yang tidak punya sanad fatwanya batil???
Khusus untuk Syaikh Utsaimin, Sanad [Mata Rantai] Para Guru Fadlilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin Rahimahullah yang Bersambung Sampai Kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dapat dilihat di http://www.kajianislam.net/2012/01/sanad-mata-rantai-para-guru-dari-guru-kami-syaikhuna-wa-ustadzuna-fadlilatusy-syaikh-muhammad-bin-sholeh-al-utsaimin-rahimahullah/
c. Kaum muslimin telah faham bahwasanya sumber hukum mereka adalah Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, demikian juga ijmaa’ para ulama. Dan tatkala terjadi perselisihan maka Allah memerintahkan kita untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah berfirman :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisaa : 59)
Allah tidak pernah mengatakan “Kembalilah kalian kepada orang yang bersanad”
Alhamdulillah Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih telah dijaga oleh Allah.
d. Propaganda Habib Munzir ini sama sekali tidak pernah dilakukan oleh para ulama dari madzhab manapun, baik dari madzhab Imam Abu Hanifah, atau madzhab Imam Malik, atau Madzhab Imam Ahmad, atau madzhab Dzohiriyah. Bahkan tidak seorangpun dari ulama madzhab Syafi’iyah yang mengigau dengan propaganda Habib Munzir ini.
Silahkan buka kitab fiqih dari madzhab manapun…, atau kitab aqidah dari madzhab manapun…, atau kitab hadits dari madzhab manapun…, atau kitab ushul al-fiqh dari madzhab manapun….tidak seorangpun dari para ulama pernah berkata : “Fatwa anda tertolak karena anda tidak bersanad !!”
Sering terjadi perdebatan dalam masalah fikih dikalangan para ulama madzhab…namun tidak seorangpun dari mereka tatkala membantah yang lain dengan berdalih “Pendapat anda batil karena anda tidak bersanad !!!”
Bahkan tatkala ulama ahlus sunnah berdebat dengan para ahlul bid’ah dalam masalah aqidah maka para ulama ahlus sunnah membantah dengan cara menyebutkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sama sekali mereka tidak pernah berkata kepada Ahlul Bid’ah “Kalian di atas kebatilan karena tidak bersanad !!!”
Karenanya propaganda Habib Munzir ini merupakan hal yang sangat lucu dan konyol…tidak seorangpun yang pernah menelaah kitab-kitab para ulama akan terpedaya dengan propaganda ini. Yang terpedaya hanyalah orang awam yang tidak mengerti kitab-kitab para ulama, yang tidak mengerti tentang ilmu hadits dan ilmu sanad, sebagaimana Nur Hasan ‘Ubaidah berhasil menipu dan membodohi banyak orang-orang awam yang jahil sehingga terperangkap dalam jaringan sekte Islam Jama’ah. Wallahul Musta’aan.
e. Kalaupun kita menerima sanad yang dimiliki Habib Munzir maka kita harus mengecek para perawi yang terdapat dalam sanad tersebut, mulai dari Habib Munzir, gurunya, lalu guru dari guru Habib Munzir dst. Tentunya kita tidak akan mendapatkan perkataan para imam al-jarh wa at-ta’diil (seperti Syu’bah bin Hajjaaj, Al-Bukhari, Al-Imam Ahmad, Yahya bin Sa’iid, dll) tentang guru-guru Habib Munzir. Maka para perawi tersebut (guru-guru habib Munzir) dalam ilmu hadits dihukumi sebagai para perawi majhuul.
Demikian juga kita harus mengecek kredibiltas hafalan dan ketsiqohan Habib Munzir sebagai perawi dan salah satu mata rantai sanad yang ia miliki. Apakah Habib Munzir Al-Musawa adalah seorang perawi yang tsiqoh yang kredibilitas hafalannya baik dan tinggi, ataukah malah sebaliknya sering pelupa dan tidak memiliki hafalan?. Kemudian dinilai juga dari kejujuran dalam bertutur kata?. Karena jika kita menerapkan kaidah para ahli hadits, maka jika ketahuan seorang perawi pernah berdusta sekali saja –bukan pada hadits Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam- akan tetapi dusta pada perkara yang lain maka perawi ini dihukumi muttaham bil kadzib (tertuduh dusta), dan periwayatannya tertolak atau tidak diterima. Bagaimana lagi jika ketahuan sang perawi telah berdusta berkali-kali !!!, bagaimana lagi jika kedustaannya tersebut dalam rangka untuk menjatuhkan para ulama ??
f. Sebagaimana Habib Munzir memiliki sanad ternyata terlalu banyak para penuntut ilmu wahabi yang juga memiliki sanad…!!!, maka fatwa siapakah yang diterima?, apakah fatwa Habib Munzir ataukah fatwa para penuntut ilmu wahabi tersebut??!!
Hanya saja Habib Munzir mengesankan kepada murid-mudirnya bahwa para wahabi tidak bersanad !!!, ini merupakan kedustaan yang sangat nyata seperti terangnya matahari di siang bolong.
g. Bukankah sering dua orang yang sama-sama memiliki sanad ternyata saling berselisih??. Lihat saja bagaimana para ulama saling berselisih pemahaman dalam banyak permasalahan agama sehingga timbulah madzhab-madzhab yang berbeda-beda. Bukankah para ulama besar pengikut madzhab As-Syafii memiliki sanad akan tetapi sering berselisih dengan para ulama pengikut madzhab Hanafi yang juga memiliki sanad??
Bukankah Imam Ibnu Hazm yang bermadzhab Dzohiriah –yang beliau banyak meriwayatkan hadits dengan sanadnya dalam kitab beliau Al-Muhalla- ternyata banyak menyelisihi para ualama empat madzhab yang juga memiliki sanad?
Bahkan… bukankah Imam As-Syafii yang memiliki sanad yang pernah berguru kepada Imam Malik yang juga memiliki sanad ternyata masing-masing dari mereka berdua memiliki madzhab tersendiri??, demikian juga halnya antara Imam Ahmad yang berguru kepada Imam As-Syafii??
Dari sini jelas bahwa isnad tidak melazimkan satu pemahaman, bahkan orang yang memiliki satu isnad bisa berselisih faham, bahkan bisa jadi murid menyelisihi guru. Lantas bagaimana bisa dianalogikan jika Habib Munzir memiliki sanad lantas secara otomatis lebih faham tentang agama??!!
h. Orang yang memiliki sanad yang shahih dalam periwayatan hadits tidak mesti lebih faham tentang agama daripada orang yang sama sekali tidak memiliki sanad, maka bagaimana lagi orang yang memiliki sanad yang dhoif karena banyak perawi yang majhuul??
Al-Imam Al-Bukhari telah membuat sebuah bab dengan judul :
بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Bab sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : Betapa sering orang yang disampaikan lebih faham dari yang mendengarkan”.
Lalu Al-Imam Al-Bukhari membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مْنِهُ
“Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena bisa jadi yang hadir menyampaikan kepada orang yang lebih faham daripada dia” (HR Al-Bukhari no 67)
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata :
وَالْمُرَادُ رُبَّ مُبَلَّغٍ عَنِّي أَوْعَى أَيْ أَفْهَمُ لِمَا أَقُوْلُ مِنْ سَامِعٍ مِنِّي
“Maksudnya yaitu bisa jadi orang yang disampaikan sabdaku lebih menguasai yaitu lebih faham tentang sabdaku dari pada yang mendengarkan (langsung) dariku” (Fathul Baari 1/158)
Rasulullah juga bersabda :
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga Allah menerangi wajah seseorang yang mendengar sebuah hadits dariku lalu ia menghafalkannya hingga menyampaikannya. Bisa jadi seorang membawa fiqih (ilmu) lalu ia sampaikan kepada yang lebih faqih daripadanya, dan bisa jadi seseorang membawa fiqih (ilmu) akan tetapi ia bukanlah seorang yang faqih” (HR Abu Dawud no 3662, At-Thirmidzi no 2656, Ibnu Maajah no 230)
Hadits ini menjelaskan bahwasanya bisa jadi seseorang memiliki riwayat hadits akan tetapi tidak faham dengan isi dari hadits tersebut, serta tidak bisa mengambil dan mengeluarkan huku-hukum dari hadits tersebut.
Al-Munaawi As-Syafii berkata :
“Betapa banyak pembawa fiqih (ilmu) namun tidak faqiih, yaitu tidak mengambil (menggali) ilmu hukum-hukum dengan cara pendalilan, akan tetapi ia membawa riwayat tanpa memiliki sisi pendalilan dan pengeluaran hukum” (Faidul Qodiir 4/17)
Karenanya ilmu dan kefaqihan bukanlah dengan banyaknya riwayat dan banyaknya sanad, karena bisa jadi ada seseorang yang memiliki banyak riwayat dan sanad akan tetapi tidak faham atau kurang faham dengan isi dari hadits-hadits yang ia riwayatkan.
Ibnu Bathool rahimahullah berkata :
“Nabi ‘alaihis salaam sungguh telah menafikan ilmu dari orang yang tidak memiliki pemahaman, sebagaimana dalam sabda beliau “Betapa banyak orang yang membawa fiqih/ilmu akan tetapi tidak memiliki kefaqihan”
Imam Malik berkata : “Bukanlah ilmu dengan banyaknya periwayatan, akan tetapi ilmu adalah cahaya yang Allah letakan dalam hati”. Maksud Imam Malik adalah memahami makna-maknanya dan istinbaathnya (pengambilan hukum darinya)” (Syarh Shahih Al-Bukhaari karya Ibnu Batthool 1/157)
Kesimpulan dari hadits ini :
Pertama : Bisa jadi seseorang memiliki riwayat atau sanad akan tetapi tidak faham dengan kandungan dari hadits yang ia riwayatkan.
Kedua : Bisa jadi seseorang memiliki riwayat dan sanad akan tetapi orang yang membaca hadits yang ia riwayatkan lebih faham dengan isi hadits daripada yang memiliki sanad.
i. Sungguh sangat menyedihkan jika kita dapati seseorang memiliki sanad akan tetapi tidak mengerti ilmu hadits….sanadnya itu hanya sebagai topeng yang melindungi kebodohannya dalam ilmu hadits, sehingga tatkala lisannya mulai berbicara tentang ilmu hadits akhirnya ngawur.
Apalagi murid-murid dan para pengagum Habib Munzir yang begitu mudahnya diberikan ijaazah oleh Habib Munzir. Silahkan perhatikan yang dibawah ini :
Pengagum Habib Munzir berkata :
“Dengan hormat saya hendak belajar kepada Habib walau sementara baru sebatas lewat internet.
1. Mohon izin belajar kepada Habib yang bersanad keguruan sampai kepada Nabi Muhammad SAW
2. Mohon ijazah untuk pengamalan amalan ahluh sunah wal jamaah…
Habib Munzir menjawab :
“Saudaraku yg kumuliakan, selamat datang di web para pecinta Rasul saw, kita bersaudara dalam kemuliaan
1. saudaraku tercinta, saya belum pantas menjadi murid yg baik, bagaimana saya menjadi guru, kita bersaudara dan saling menasihati karena Allah, namun sanad keguruan anda telah berpadu dg sanad keguruan saya hingga kepada Rasul saw.
2. Saya Ijazahkan pada anda sanad keguruan saya kepada anda, yg bersambung sanadnya kepada Guru Mulia kita, hingga Rasulullah saw, ia adalah bagai rantai emas terkuat yg tak bisa diputus dunia dan akhirat, jika bergerak satu mata rantai maka bergerak seluruh mata rantai hingga ujungnya, yaitu Rasulullah saw, semoga Allah swt selalu menguatkan kita dalam keluhuran dunia dan akhirat bersama guru guru kita hingga Rasul saw.
Saya ijazahkan seluruh dzikir salafusshalih, semua doa Rijaalussanad dan semua doa dan dzikir dari seluruh para wali dan shalihin, munajat dan dzikir para Ahlusshiddiqiyyatul Kubra, kepada anda, Ijazah sempurna yg saya terima dari Guru Mulia kita Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin hafidh yg sanadnya muttashil (bersambung) pada segenap para ulama, muhaddits, para wali dan shalihin. Ijazah ini mencakup seluruh surat dalam Alqur’an, wirid, dzikir, amalan sunnah, dan doa Nabi Muhammad saw dan doa para Nabi dan Doa seluruh Ummat Muhammad saw, dan seluruh Hamba Allah yg shalih. semoga anda selalu dalam kemuliaan Dzikir dan Cahya Munajat mereka. Amiin
Saya Ijazahkan kepada anda sanad Alqur’anulkarim dalam tujuh Qira’ah, seluruh sanad hadits riwayat Imamussab’ah, seluruh sanad hadist riwayat Muhadditsin lainnya, seluruh fatwa dan kitab syariah dari empat Madzhab yaitu Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi, dan seluruh cabang ilmu islam, yg semua itu saya terima sanad ijazahnya dari Guru Mulia Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Hafidh, yg bersambung sanadnya kepada guru guru dan Imam Imam pada Madzhab Syafii dan lainnya, dan berakhir pada Rasulullah saw…
Gampangnya Habib Munzir memberikan sanad ijazah kepada orang-orang awam tanpa persyaratan dan bahkan hanya sekedar melalui internet sering beliau lakukan.
Silahkan lihat : (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=25448#25448), lihat juga (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=22111#22111), lihat juga (http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=9&id=21894#21894), dll
Perhatikanlah wahai para pembaca…dengan begitu mudahnya Habib Munzir memberi ijazah kepada seseorang yang meminta isnadnya hanya melalui internet ?!!
Lantas apakah jika orang tersebut telah diberi ijazah oleh Habib Munzir berarti ia telah menguasai seluruh qiro’ah sab’ah al-qur’aan dan juga menguasai seluruh fatwa dari empat madzhab, seluruh riwayat hadits dari imam saba’ah??!!! . Sementara orang yang meminta tersebut siapakah dia?, seorang alimkah dia?!! Belajar di mana?? Tahu nawhu shorof atau tidak?, menguasai ilmu ushul fiqh atau tidak?, menguasai ilmu mustolah hadits atau tidak?, menguasai fikih empat madzhab atau tidak??
Habib Munzir sendiri apakah menguasai seluruh ilmu yang ia ijazahkan?, menguasai tujuh qiroo’ah?, menguasai seluruh hadits-hadits yang diriwayatkan oleh imam sab’ah?, menguasai seluruh fatwa dan kitab-kitab syari’ah empat madzhab??!!! Sunnguh sangat a’lim Habib Munzir ini?, bahkan ana rasa mungkin tidak ada seorang yang lebih ‘alim dari Habib Munzir di zaman ini.
Pantas saja jika beliau digelari dengan al-‘Allaamah al-Fahhaamah (silahkan lihat http://assajjad.wordpress.com/2009/03/05/biografi-habib-munzir-al-musawa/)
Bisa jadi seseorang tidak memiliki sanad akan tetapi ia adalah seorang yang ‘alim. Sebaliknya….
– Percuma punya banyak sanad jika masih saja meriwayatkan hadits-hadits yang lemah, apalagi tidak mengerti tentang ilmu takhriij.
– Percuma punya isnad sampai Imam As-Syafii tapi berdusta atas nama Imam As-Syafii dan juga berdusta atas nama Ibnu Hajar
– Percuma punya isnad kalau membolehkan kesyirikan beristighootsah kepada mayat
– Percuma punya banyak isnad kalau sering keliru dalam membicarakan ilmu hadits
– Percuma punya banyak isnad kalau tukang mencela para ulama, karena ini bukan akhlaknya orang yang mempunyai sanad.
– Percuma punya banyak isnad kalau menuduh para ulama sebagai pendusta tukang menggunting perkataan ulama (padahal dia sendiri yang tukang gunting)
– Percuma punya banyak isnad kalau menuduh para ulama wahabi tidak punya isnad (yang ini merupakan kedustaan yang sangat nyata..!!!!)
j. Tidak semua orang yang memiliki sanad dan meriwayatkan hadits maka otomatis aqidahnya merupakan aqidah yang lurus. Ini merupakan perkara yang sangat mendasar dan diketahui oleh semua orang yang baru belajar ilmu mustholah al-hadits.
Karenanya para ulama ahli al-jarh wa at-ta’diil menyebutkan (dalam kitab-kitab Ad-Du’afaa’ dan kitab-kitab yang secara spesifikasi membicarakan tentang para perawi yang lemah) bahwasanya banyak perawi hadits yang memiliki pemahaman bid’ah, baik bid’ah khawarij, bid’ah syi’ah, bid’ah irjaa’, bid’ah qodariyah dan lain-lain yang menyebabkan riwayat para perawi tersebut tertolak. Dan masih banyak sebab-sebab lain yang menyebabkan periwayatan seseorang yang memiliki sanad tertolak
Sementara kesan yang dibangun oleh Habib Munzir bahwasanya jika seseorang telah memiliki sanad yang bersambung kepada Nabi maka melazimkan seakan-akan ia adalah orang yang ma’sum yang tentunya aqidahnya lurus. Tentu hal ini merupakan kelaziman yang tidak lazim.
k. Kelaziman dari hal ini, maka seluruh dai dan ulama yang tidak bersanad tidak diterima perkataan dan fatwa mereka, dan fatwa mereka dihukumi sebagai fatwa yang batil. Saya rasa sebaiknya Habib Munzir memberi masukan kepada Majelis Ulama Indonesia yang selama ini tatkala berfatwa tidak mencantumkan sanad mereka !!! yang menunjukkan bahwa fatwa-fatwa mereka selama ini adalah fatwa yang batil.
Demikian juga masukan kepada ribuan dai yang di Indonesia, bahkan masukan kepada jutaan dai yang ada di dunia agar berhenti berdakwah dan hendaknya mencari sanad dahulu agar perkataan dan fatwa mereka bisa diterima dan tidak bernilai batil !!!
Dari dua belas sisi bantahan di atas maka jelas bahwasanya perkataan Habib Munzir : “Orang yang tidak bersanad fatwanya batil dan tertolak” adalah kesalahan yang fatal !!!
Sekali lagi, selengkapnya dapat dibaca di http://firanda.com/index.php/artikel/bantahan/211-antara-habib-munzir-a-islam-jamaah
Semoga Sholawat dan Salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad berserta sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.
Palembang, 11 Robi’ul Awwal 1434 H / 23 Januari 2013