Ja’far memang bukanlah berakidah Syiah, tapi
beliau adalah imam besar kaum Ahlus Sunnah
Oleh:
Kholili Hasib
SEBAGAIMANA sudah menjadi tradisi di
kalangan Syiah, peringatan ‘Asyura (tahun ini bertepatan dengan tanggal 24
November, Sabtu kemarin) diisi dengan ritual pengkultusan Husein bin Ali r.a
dan Ahlul Bait. Dalam ceramah-ceramah, da’i Syiah memberi pesan tentang
keutamaan Ahlul Bait. Namun, yang disampaikan sejatinya lebih tepat disebut
pengkultusan berlebihan terhadap Ahlul Bait. Ahlul Bait menjadi icon Syiah, dan
belakangan menyebut-nyebut sebagai “madzhab Ahlul Bait”.
Sejauh ini, belum ada catatan sejak kapan
tepatnya Syiah (Imamiyah) mendeklarasikan sebagai madzhab Ahlul Bait. Tapi
sebutan ini sudah cukup populer. Dua ormas Syiah menggunakan sebutan ini, yaitu
IJABI (Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia) dan ABI (Ahlul Bait Indonesia).
Bagi Syiah, Ahlul Bait (keluarga Nabi
Shallallahu ‘alaihi Wassalam) dijadikan icon utama. Dalam hadis, Syiah hanya
menerima jalur periwayatan yang hanya ditransmisikan oleh Ahlul Bait. Di luar
Ahlul Bait jalurnya ‘ditutup’. Tapi bisa diterima jika isi hadisnya mendukung
keutamaan Ahlul Bait. Akibatnya, Syiah menolak mayoritas hadis yang beredar di
kalangan kaum Muslimin (Ahlus Sunnah wal Jama’ah).
Berbeda dengan Ahlus Sunnah, semua hadis
diterima baik diriwayatkan oleh Ahlul Bait atau bukan asalkan memenuhi
syarat-syarat keabsahan hadis dan perawinya. Ahlus Sunnah juga mencitai Ahlul
Biat. Mereka mencintai Ahlul Bait berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah,
bukan atas dasar fanatisme. Ahlul Bait merupakan orang-orang baik, tapi mereka
manusia biasa, tidak ma’shum.
Dalam keyakinan Sunni Ahlul Bait itu adalah
satu kesatuan rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang terdiri
dari bapak, ibu, mertua, anak, menantu dan para cucu. Namun Syiah menyempitkan
anggota Ahlul Bait, terbatas Fatimah, Ali dan keturunannya. Abu Bakar yang
menjadi mertua Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam didiskualifikasi. Ustman bin
Affan yang menjadi menantu Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam dua kali dibenci
dikeluarkan dari anggota keluarga besar rumah tangga Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wassalam.
Pendiskualifikasian dan penyempitan makna
oleh Syiah awalnya didasarkan oleh ideologi kebencian, yang termakan propaganda
palsu Abdullah bin Saba’ bahwa ada sengketa politik bahwa sahabat (termasuk Abu
Bakar, Umar dan Ustman) memusuhi Ahlul Bait.
Ayatullah Khomeini, pemimpin besar revolusi
Iran, dalam bukunya Kasf al-Asrar menulis dongeng tentang Abu Bakar. Bahwa
ambisi Abu Bakar untuk berkuasa sudah tertanam sebelum Abu Bakar masuk Islam.
Dikisahkan, Abu Bakar masuk Islam atas petunjuk seorang dukun. Si Dukun
menganjurkan Abu Bakar untuk masuk Islam, mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi
Wassalam, dan setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam wafat Abu Bakar bisa
langsung menggantikan kekuasaan. Cerita palsu ini kemudian menjadi landasan
ideologis.
Padahal tidak ada permusuhan atau sengketa
apapun antara sahabat dan Ahlul Bait. Ali bin Abi Thalib pernah berwasiat
kepada anak keturunannya agar menjaga hak-hak sahabat. Sebab hal itu telah
dipesankan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam (Ibn Katsir, al-Bidayah wa
al-Nihayah). Dalam satu pidatonya, Ali r.a mengingatkan, “Saya sudah lihat
sendiri sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Tidak
seorangpun dari kalian yang dapat menyamai keutamaan mereka”. Nasihat-nasihat
Ali r.a ini cukup banyak ditulis dalam buku-buku sejarah. Sama sekali tidak
ditemukan cercaan terhadap sahabat, justru yang banyak adalah pesan keutamaan
sahabat.
Imam Ja’far al-Shadiq ketika membicarakan
keutamaan Abu Bakar r.a beliau berkata, “Di samping saya mengharap syafa’at
dari Ali, saya juga mengharap syafa’at dari Abu Bakar” (riwayat al-Daraqutni).
Imam Ja’far pernah mengatakan, “Aku
dilahirkan oleh Abu Bakar dua kali” (Ahmad bin Zain al-Habsyi,Syarhul ‘Ainiyah,
22). Ketika ia masih hidup, nama beliau (Ja’far) pernah dibajak oleh
orang-orang Syiah. Syiah membuat fitnah bahwa Ja’far berlepas diri dari
Syaikhoni (Abu Bakar dan Umar). Sontak ia marah. Beliau mengatakan, “Allah
berlepas dari mereka (orang-orang Syiah). Demi Allah, sesungguhnya aku berharap
Allah memberiku manfaat berkat hubungan kekerabatku dengan Abu Bakar” (Abdullah
bin Syekh al-Aidarus,Al-Iqdun Nabawi, 230).
Pernyataan Ja’far al-Shadiq ini menunjukkan
bahwa antara dia beserta nasab-nasabnya mengakui Abu Bakar sebagai kerabat
(Ahlul Bait). Keturunan Ja’far juga berkeyakinan sama. Ini menunjukkan, bahwa
Ja’far, yang diagungkan oleh Syiah sebagai imam, tidak menyempitkan makna Ahlul
Bait. Definisi ini sama dengan keyakinan Ahlus Sunnah dari dulu hingga kini.
Definisi ini lebih masuk akal, sebab
pendapat ini berdiri secara adil. Tanpa ada cacian, pilih-pilih sahabat. Yang
dikedepankan Ahlus Sunnah adalah metodologi, bukan doktrin mitologi.
Ja’far memang bukanlah berakidah Syiah, tapi beliau adalah imam besar kaum
Ahlus Sunnah. Jadi sesungghunya pendahulu dan pembesar Ahlul Bait berakidah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bukan Syiah.
Syeikh Yusuf al-Nabhani dalam Sywahidu
al-Haq mengatakan bahwa para Ahlul Bait dan keturunannya berakidah Ahlus Sunnah
mencintai sahabat dan mayoritas bermadzhab Syafi’i.
Ali bin Husein, salah satu pembesar Ahlul
Bait, pernah didatangi oleh orang-orang Syiah yang mencela Abu Bakar, Umar dan
Ustman. Ali lantas berbicara panjang lebar dan menyebut mereka (kelompok yang
mencela sahabat) itu bukan golongan yang diselamatkan oleh Allah swt. Habib
Abdullah al-Haddad, ulama yang disegani di kalangan bani Alawi, menilai Syiah
itu seperti kotoran hewan dibelah dua (Tastbitul Fuad, 226).
Sejatinya madzhab Ahlul Bait itu tidak ada.
Yang ada adalah madzhabnya Ahlul Bait (madzhab yang dianut oleh Ahlul Bait).
Syiah tidak tepat disebut madzhab Ahlul Bait sebab, ternyata Ahlul Bait sendiri
mencela Syiah karena akidahnya yang mencaci sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
Wassalam. Para habaib, hampir semuanya berakidah Sunni.
Belakangan Syiah tampil lebih pede dengan
nama “madzhab Ahlul Bait” daripada dengan nama Syiah Imamiyah. MUI Jawa Timur telah
mengkaji bahwa nama madzhab Ahlul Bait itu bagian dari propaganda Syiah untuk
menarik simpati kalangan habaib. Tertulis dalam fatwa MUI Jatim yang terbit
Januari 2012 lalu, bahwa nama Ahlul Bait dibajak Syiah. Tujuannya untuk
kepentingan kampanye ideologis.*
Penulis adalah alumni Pascasarjana ISID
Gontor, Peneliti InPAS Surabaya
Siapa yang Dimaksud dengan
Ahlul Bait oleh Syiah?
SALAH satu yang santer
menjadi hujjah orang Syiah adalah mereka berdalih sebagai orang-orang yang
bermadzhab Ahlul Bait. Apa sebenarnya Madzhab Ahlul Bait dalam Syiah itu?
Ahlul adalah nama samaran dari sekian banyak aliran-aliran
Syiah. Dimana setiap aliran Syiah mengklaim alirannya sebagai Madzhab Ahlul
Bait.
Sebagai contoh, aliran Syiah Zaidiyah mengaku sebagai Madzhab
Ahlul Bait. Begitu pula aliran Syiah Ismailiyah, mereka juga mengaku sebagai
Madzhab Ahlul Bait. Bahkan aliran Syiah yang paling sesat saat ini, yaitu aliran
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) juga berani mengaku sebagai Madzhab
Ahlul Bait.
Penyebab mereka sampai berani menyebut alirannya sebagai Madzhab
Ahlul Bait, dikarenakan saat ini masyarakat dunia Islam sudah mengetahui bahwa
aliran-aliran Syiah tersebut sesat dan menyesatkan dan ajarannya sangat
menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW. dan ajaran Ahlul Bait.
Karena itu dalam usahanya menipu dan menyesatkan umat Islam,
mereka menggunakan nama samaran sebagai Madzhab Ahlul Bait. Dan ternyata usaha mereka
tersebut berhasil, sehingga ada dari umat Islam yang tertipu dan akhirnya
terjerumus masuk Syiah.
Oleh karena aliran-aliran Syiah yang mengaku sebagai Madzhab
Ahlul Bait tersebut berbeda rukun imannya, maka mereka saling mengkafirkan,
Syiah yang satu mengkafirkan Syiah yang lain.
Jika aliran-aliran Syiah yang saling mengkafirkan itu
benar-benar sebagai Madzhab Ahlul Bait, berarti hal itu menggambarkan bahwa
pendiri madzhab-madzhab tersebut saling mengkafirkan, maka pertanyaan yang
timbul adalah; mungkinkah Ahlul Bait yang telah disucikan sesuci-sucinya oleh
Allah itu saling mengkafirkan ?.
Jawabnya, pasti tidak
mungkin, dan itu hanyalah rekayasa dan tipu daya tokoh-tokoh Syiah yang tidak
memikirkan akibatnya.
Dengan demikian yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu tidak ada,
yang ada adalah Madzhabnya Ahlul Bait, bukan Madzhab Ahlul Bait tapi madzhabnya
Ahlul Bait atau akidah-nya Ahlul Bait. Yaitu akidah yang sekarang dikenal
dengan nama akidah Ahlus Sunnah Waljamaah. Satu akidah yang berpegang kepada apa-apa
yang diyakini dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW, Ahlul Bait dan para
sahabatnya.
Jika yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu ada dan benar, pasti
yang mengikuti madzhab tersebut adalah keturunan Ahlul Bait, yaitu para habaib
bukan orang-orang ajam dari Iran.
Tapi kenyataannya para habaib hampir semuanya mengikuti akidah
Ahlus Sunnah Waljamaah. Mereka mengikuti akidah itu secara sambung menyambung
sampai kedatuk mereka baginda Rasulullah SAW.
Hal ini dapat dibaca dalam kitab Iqdul Yawaqid Aljauhariyyah, karya
Al-Allamah al-Habib Edrus bin Umar Al-Habsyi, dan dapat dibaca dalam puluhan,
bahkan ratusan kitab-kitab yang ditulis oleh para habaib dzurriyaturrasul.
Jadi yang benar, akidahnya golongan Ahlus Sunnah Waljamaah
adalah akidahnya Ahlul Bait atau madzhabnya Ahlul Bait yang sampai sekarang
diikuti oleh keturunan Ahlul Bait atau para habaib Al-Alawiyin
dzurriyaturrasul.
Apabila dari sekian juta habaib itu ada dua, tiga orang yang
menyimpang (syad), maka orang-orang tersebut tidak tergolong sebagai tokoh
habaib yang menjadi panutan. Tapi mereka adalah korban-korban yang rusak
akidahnya akibat membaca buku-buku yang ditulis oleh orang-orang orientalis dan
Zionis Yahudi. [sumber: albayyinat]
Syi’ah ( Rafidhah
) : Mengapa kalian tidak mau jika ahlul bait menjadi rujukan yang hak dalam
masalah agama?
Bukti nyata
kepalsuan Madzhab Syi’ah