Diposting oleh MITHUN THUN pada 05:34,
23-Jul-15
'Benang Merah' Dari Abu
Lu'lu'ah -- hingga Abdullah Ibnu Saba.
Selamat Membaca -- Semoga Mencerahkan Wawasan antum.
********************
ALKISAH, Sepeninggal Baginda Nabi Shallallahu'Alaihi Wasallam, maka Umat Islam
mempercayakan Kepemimpinan kepada Khalifah Ar-Rasyidin : Abu Bakar Ash-Siddiq
Radhiyallahu'Anhu. Dan setelah beliau wafat, umat Islam pun membai'at Al-Faruq
: Umar Ibnu Khattab Radhiyallahu'Anhu sebagai Khalifah Penggantinya.
Pada Masa Khalifah Umar Ibnu
Khattab Radhiyallahu'Anhu inilah proses perluasan Dawulah Islamiyyah hingga ke
beberapa wilayah di sekitar Jazirah Arabiyah. Tepatnya pada Tahun 14 Hijriyah
atau tahun 636 M, Amirul Mu'minin Al-Faruq mengutus Sahabat yang juga paman
Nabi, yaitu : Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu sebagai Panglima Perang
untuk menaklukkan wilayah Irak (yang saat itu masih berada dalam wilayah
kekuasaan Kerajaan Majusi Persia).
Terjadilah Pertempuran hebat
antara Kaum Muslimin melawan kaum Kafir musyrikin Majusi Persia di wilayah Irak
, tepatnya di wilayah yang bernama : Qadisiyyah, yang merupakan sebuah daerah
di sebelah barat sungai Eufrat, Irak. Sehingga perang tersebut di catat dalam
sejarah dengan nama : Pertempuran Al-Qadisiyyah (Bahasa Arab: ﻣﻌﺮﻛﺔ ﺍﻟﻘﺎﺩﺳﻲّ )
ALLAHU AKBAR...!
Atas Izin ALLAH TA'ALA akhirnya perang tersebut di-menangkan oleh kaum Muslimin
dengan gemilang. Pasukan majusi persia berhasil di tumpas hingga sisanya
melarikan diri, sedang sang panglima perang majusi, Rustam Farrokhzad (Rustum)
berhasil di penggal kepalanya, setelah itu gelombang serangan pasukan muslim
merangsek masuk hingga menguasai ibukota Persia, Ctesiphon atau Mada'in. Kaisar
Persia Yazdgird III (Yazdegerd) terbunuh dalam serangan itu. Akhirnya binasalah
kekaisaran Imperium Majusi persia, para kaum Musyrik - penyembah Api ,
Laknatullah Alaihim !
Hasil akhir dari pertempuran
Qadisiyyah ini, Kaum muslimin mendapat 'Ghanimah' (harta rampasan perang) yang
sangat banyak. Bahkan putri raja Yazdegerd yang bernama Shahrbanu atau yang
dikenal dengan Syahzinan berhasil di tawan. Kemudian oleh Amirul Mu'minin -
khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu'Anhu, sang puteri dari Raja persia ini
di-Hadiahkan - untuk di-Nikahi oleh Husain Bin Ali (putra dari Ali bin Abi
Thalib).
KEKALAHAN Telak yang sangat
Menyakitkan dan memalukan ini tentu saja membuat Api kemarahan penuh dendam
kesumat di-dada kaum Majusi Persia. Sebagian dari mereka melarikan diri,
sebagian lagi di tawan, namun mereka masuk islam secara terpaksa - mereka pun
menerima Aqidah islam dengan 'setengah hati'. Untuk itulah mereka terus
memikirkan cara sambil menyusun 'strategi busuk' untuk kembali menyerang Islam
, atau paling tidak melakukan Adu-Domba untuk membuat kekuatan Islam terpecah-belah.
Inilah Sifat Asli dari Kaum MUNAFIKIN LAKNATULLAH ALAIHIM !
Pada Suatu Kesempatan,
tepatnya pada hari Rabu tanggal 25 Dzulhijjah tahun 23 H, di saat Sholat Subuh
, Khalifah Umar Ibnu Khattab Radhiyallahu'Anhu sedang mengimami Sholat Subuh
tersebut, .. Tiba-tiba masuklah seseorang yang bernama : Abu Lu’lu’ah Fairuz,
ke dalam mesjid, dia lantas 'menikam' tubuh Khalifah Al-Faruq , beberapa kali
tikaman dengan sebuah belati yang bermata dua. Setelah berhasil menikam sang
Khalifah, Abu Lu’lu’ah Fairuz yang sebenarnya adalah Budak pengikut majusi ini,
berusaha melarikan diri, bahkan dia sempat melukai dan membunuh beberapa
jama'ah mesjid lainnya yang ingin menangkapnya. Akhirnya dia berhasil di-sergap
dan di tangkap, si Majusi Abu Lu’lu’ah Fairuz ini pun terbunuh ! SEMOGA ALLAH
TA'ALA Mengadzab Abu Lu’lu’ah dengan Adzab yang Pedih !
Adapun Khalifah Umar Ibnu
Khattab Radhiyallahu'Anhu setelah menderita luka parah akibat tikaman
belati-nya si Abu Lu’lu’ah, Beberapa hari kemudian Beliau Radhiyallahu'Anhu
akhinya wafat. Setelah itu Kaum Muslimin memilih dan membai'at : Usman Bin
Affan Radhiyallahu'An
hu sebagai Khalifah Penggantinya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 23 H.
Ternyata tidak cukup sampai
disitu saja. Konspirasi Busuk kaum Munafikin dan majusi terus berlanjut. Pada
Masa Ke-Khalifahan Usman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu ini, munculah seseorang
dari Shan’a, negeri YAMAN. Orang itu bernama : Abdullah Bin Saba (Ibnu Saba).
Dahulu orang ini beragama : Yahudi. Dengan bersikap munafik -- ibnu saba
berpura-pura masuk islam, namun sebenarnya dia ingin menghancurkan ajaran islam
dari dalam. Ibnu Saba menolak membai'at Khalifah Utsman Bin Affan
Radhiyallahu'Anhu serta menolak mengakui Khalifah-khalifah sebelumnya (Abu
Bakar & Umar bin Khattab Radhiyallahu'An
hum). Bahkan ibnu saba memprovokasi masyarakat untuk melakukan huru-hara dan
pemberontakan (bughat) terhadap khalifah.
Inilah Fitnah-Kerusakan Besar yang pertama terjadi dalam sejarah Islam,
sejak wafatnya baginda Nabi Shallallahu Alayhi Wassallam. Kemunculan Tokoh
Yahudi Munafik, Abdullah bin Saba’ (ibnu Saba') adalah menjadi Tonggak
''Peng-Rusakkan" Aqidah umat islam. Ibnu Saba' bersama para Konspirator
Makarnya terus menghasut masyarakat untuk memberontak dan melawan Penguasa
Islam.
Ibnu Saba Menganggap bahwa
Ali bin abi Thalib telah menerima wasiat sebagai Khalifah yang Sah pengganti
Nabi.
- Dia Menganggap dalam diri Ali memiliki Sifat-sifat Ketuhanan !
- Dia Mencela Para Khalifah sebelum Ali dan menyebarkan kebencian kepada kaum
muslimin yang telah membai'at para Khalifah pengganti sesudah Nabi Wafat.
- Bahkan ibnu Saba Menganggap Para Sahabat telah Kafir dan Murtad setelah Nabi
Wafat.
- Ibnu Saba mengklaim bahwa para Sahabat telah merampas Hak ke-Khalifahan yang
seharusnya di ambil alih oleh Ali bin abi Thalib sesudah Nabi Wafat.
Mendengar Pemikiran sesat
ibnu saba ini, tentu saja Khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'Anhu tidak
bisa menerimanya dan beliau berlepas diri , seraya meminta agar ibnu saba dan
para pengikutnya agar ber-taubat dari keyakinan Sesat lagi Zindiq tersebut.
Namun ke-engganan ibnu saba dan pengikutnya untuk bertaubat, akhirnya membuat
Khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'Anhu menghukum mereka. Sebagian di
Hukum Mati dengan cara di bakar, sedangkan ibnu saba sendiri di buang /
di-asingkan.
Abu Muhammad al Hasan Ibnu
Musa An Naubakhti , seorang Pendeta Syi’ah yang terkemuka , di dalam bukunya
yang berjudul “Firaq As Syi’ah” pada halaman. 41-42 mengatakan bahwa Ali
Radhiyallahu'anhu pernah hendak membunuh Abdullah bin Saba’ karena fitnah dan
kebohongan yang disebarkan, yakni menganggap Ali sebagai tuhan dan mengaku
dirinya sebagai Nabi, akan tetapi tidak jadi karena tidak ada yang setuju. Lalu
sebagai gantinya Abdullah bin Saba’ dibuang ke Mada’in, ibu kota Iran di masa
itu
.
ﺃُﺗِﻲَ ﻋَﻠِﻲٌّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺑِﺰَﻧَﺎﺩِﻗَﺔٍ ﻓَﺄَﺣْﺮَﻗَﻬُﻢْ ﻓَﺒَﻠَﻎَ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﺑْﻦَ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻮْ ﻛُﻨْﺖُ ﺃَﻧَﺎ ﻟَﻢْ ﺃُﺣْﺮِﻗْﻬُﻢْ ﻟِﻨَﻬْﻲِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﺎ ﺗُﻌَﺬِّﺑُﻮﺍ ﺑِﻌَﺬَﺍﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻟَﻘَﺘَﻠْﺘُﻬُﻢ ْ ﻟِﻘَﻮْﻝِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺑَﺪَّﻝَ ﺩِﻳﻨَﻪُ ﻓَﺎﻗْﺘُﻠُﻮﻩُ
.
Di-datangkanlah kepada ‘Ali
Radhiyallahu ‘anhu sekelompok orang-orang Zindiq, lalu ia (‘Ali) membakar
mereka, Kemudian berita tersebut sampai kepada Ibnu ‘Abbas,
lantas ia (Ibnu ‘Abbas) berkata, “Seandainya (yang menghukum) adalah aku, maka
aku tidak akan membakar mereka dikarenakan terdapat larangan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yakni “Janganlah kalian mengadzab dengan adzab
Allah.”
Namun aku tetap akan membunuh mereka berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, “Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia
"
--. [HR. imam Al-Bukhari no.6411]
.
ﻭَﺯَﻋَﻢَ ﺃَﺑُﻮ ﺍﻟْﻤُﻈَﻔَّﺮِ ﺍﻟْﺈِﺳْﻔَﺮَﺍﻳِﻦُّﻱِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤِﻠَﻞِ ﻭَﺍﻟﻨِّﺤَﻞِ ﺃَﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﺣْﺮَﻗَﻬُﻢْ ﻋَﻠِﻲٌّ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﻭَﺍﻓِﺾِ ﺍﺩَّﻋَﻮْﺍ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟْﺈِﻟَﻬِﻴَّﺔَ ﻭَﻫُﻢُ ﺍﻟﺴَّﺒَﺎﺋِﻴَّﺔُ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻛَﺒِﻴﺮُﻫُﻢْ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦُ ﺳَﺒَﺄٍ ﻳَﻬُﻮﺩِﻳًّﺎ ﺛُﻢَّ ﺃَﻇْﻬَﺮَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡَ ﻭَﺍﺑْﺘَﺪَﻉَ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﻟَﺔَ
.
Abu al-Mudhaffar al-Isfarainiy
menyatakan di dalam (kitab) al-Milal wan Nihal, “Bahwasanya orang-orang yang
dibakar oleh ‘Aliy adalah sekelompok dari Rawafidh (Syiah) yang mengklaim pada
dirinya (‘Ali) terdapat Uluhiyyah (sifat ketuhanan), mereka adalah as-Sabaiyyah
dan tokoh besar mereka adalah ‘Abdullah bin Saba’ yang seorang Yahudi. Kemudian
menampakkan ke-Islaman serta mengada-adakan perkataan ini.”
--.(Sumber : kitab al-Milal
wan Nihal,)
.
Tidak puas dengan hukuman
dari Khalifah ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu itu, kaum Munafikin pengikut Abdullah bin
Saba terus memikirkan cara lain untuk mengadu-domba sesama kaum muslimin ketika
itu.
Al-kisah setelah Syahid-nya
Khalifah Utsman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu yang di bunuh oleh kaum Munafikin,
mereka pun terus menyebarkan Provokasi dan hasutan ke semua pihak.
Muawiyah bin Abi Sufyan
Radhiyallahu ‘anhu, yang menjabat sebagai Gubernur Syam di Damaskus atau
Damsyik (Suriah) ketika itu dan Ibunda - Ummul Mu'minin, A'isyah
Radhiyallahu'Anha beserta Thalhah dan Az-Zubair Radhiyallahu'An
hum, mereka semua ingin menuntut 'Qishash' atas pembunuhan terhadap Khalifah
Utsman Bin Affan Radhiyallahu'Anhu. Mereka menuntut agar para pembunuh Utsman
Bin Affan di tangkap dan di-hukum 'Qishash'.
Adapun pendapat Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau
akan tetap melakukan Qishash, namun menunggu hingga keadaan / situasi keamanan
kembali Stabil
Dan yang di maksud sebagai
orang-orang 'pembunuh' yang harus di-Qishash itu adalah Golongan Kaum
Munafikin, yang saat itu sebagian dari mereka menyusup masuk kedalam barisan
'Syi'ah' (Pendukung-pembela) Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu.
Mereka ini di sebut sebagai : ''Syi'ah Ali''. Inilah kelicikan kaum Munafikin
dalam hal Taktik Adu-Domba. Melihat situasi seperti ini, mereka pun
berlomba-lomba mendukung dan membela Khalifah Ali agar nanti terjadi peperangan
melawan saudara sesama muslim. Tentu saja akhir dari semua ini adalah :
kelemahan di tubuh Ummat islam sendiri.
Upaya Provokasi dan Adu-Domba
dari kaum Munafikin ini pun berhasil. Maka Terjadilah tiga kali peperangan
antar sesama Ummat islam sendiri.
1. Perang Jamal :
Pada tahun 36 H terjadi
perang JAMAL, antara Pasukan Ummul Mu'minin, Siti Aisyah Radhiyallahu'Anha yang
berhadapan dengan pasukan khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu, dan
akhir dari peperangan itu adalah kemenangan di pihak pasukan khalifah Ali Bin
Abi Thalib Radhiyallahu'anhu, dan kekalahan di pihak Ummul Mu'minin, Siti
Aisyah Radhiyallahu'Anha.
Namun Khalifah Ali Bin Abi
Thalib Radhiyallahu'an
hu tidak ingin mengambil Ghanimah (harta rampasan perang) dan beliau tidak pula
menawan pihak yang kalah. Bahkan beliau Radhiyallahu'an
hu tetap memperlakukan Ummul Mu'minin, Siti Aisyah Radhiyallahu'Anha dengan
penuh penghormatan dan mengembalikannya ke Mekkah.
2. Perang Shiffin.
Belum selesai luka akibat
Perang Jamal, menyusul lagi perang Shiffin. Perang ini terjadi pada 37 H , di
kawasan hulu Sungai Eufrat yang kini dikenal sebagai wilayah perbatasan antara
Irak dan Suriah. yaitu antara pasukan khalifah Ali Bin Abi Thalib
Radhiyallahu'anhu yang berhadapan dengan pasukan Gubernur Syam, Muawiyah bin
Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu.
Pertikaian ini berakhir dengan cara Tahkim (perundingan) untuk mencapai
perdamaian, yang berisi keputusan bahwa (khalifah) Ali bin Abi Thalib
ditetapkan membawahi wilayah Irak dan penduduknya. Sedangkan pihak Muawiyah
(gubernur) ditetapkan membawahi wilayah Syam beserta para penduduknya. Sesuai
kesepakatan tidak ada penggunaan senjata dan hal ini berlaku dalam satu tahun.
3. Perang Nahrawan.
Perang ini terjadi pada Bulan
Muharram tahun 38 H. Sekelompok pasukan memisahkan dari barisan khalifah Ali
Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu. Mereka merasa tidak puas atas keputusan
Tahkim antara Ali Bin Abi Thalib dengan pihak Muawiyah bin Abi Sufyan. Bahkan
mereka menyatakan bahwa Ali telah Kafir dan murtad karena menerima Tahkim
sebagai hukum manusia. Mereka yang memberontak terhadap khalifah Ali inilah
yang di sebut dengan : Kaum KHAWARIJ. Ali berusaha menyadarkan mereka agar
kembali pada jalan yang benar, namun sebagian besar dari mereka tetap
bersikeras untuk membangkang. Akhirnya khalifah Ali memerangi mereka di sebuah
tempat di wilayah Irak yang bernama : Nahrawan. Sebagian besar pasukan khawarij
ini binasa, Sisanya tertawan dan lainnya melarikan diri. Kelompok kecil mereka
yang tersisa dan masih hidup berkomplot untuk membalas dendam, seorang dari
mereka di utus untuk membunuh Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, namun hal itu
tidak berhasil. Seorang lagi yang bernama Abdurahman bin Muljam di utus untuk
membunuh khalifah Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu. tepat Pada Hari Jum’at
Shubuh di Bulan Ramadhan 40 H, Abdurahman bin Muljam membacok kepala sang
Khalifah yang mengakibatkan luka yang sangat parah, hingga Ali hanya bisa
bertahan selama 3 hari dan kemudian meninggal pada tanggal 21 Ramadhan 40 H.
Ketika Mendengar khabar
Terbunuhnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu, Sikap kaum
munafikin Pengikut Ibnu Saba (Syi'ah Ali) malah semakin menjadi-jadi
Kejahilan-nya.
Para pengikut Ibnu Saba’
masih belum merasa puas dengan hanya mendustakan kabar itu (terbunuhnya Ali),
tetapi mereka pergi ke Kufah dengan menyiarkan ajaran-ajaran kesesatan guru dan
pemimpin mereka, Ibnu Saba Al-Kadzab !
Sa’d bin Abdullah Al-Qummi,
seorang penulis kitab Al-Maqalat wal Firaq dan orang yang sangat terpercaya di
kalangan Syi’ah telah meriwayatkan, bahwa kaum Sabaiyah (pengikut Ibnu Saba)
telah berkata pada pembawa kabar tentang wafatnya Ali :
.
" Engkau berdusta, wahai
musuh Allah. Seandainya engkau datang dengan membawa otaknya yang telah hancur
serta membawa 70 orang saksi, kami tetap tidak akan mempercayai-mu. Kami yakin
bahwa dia tidak mati dan tidak terbunuh. Dia tidak akan mati sampai ia kelak
menggiring orang-orang Arab dengan tongkatnya serta menguasai bumi.” Kemudian,
sedang beberapa saat mereka pergi ke rumah Ali. Mereka minta ijin untuk masuk
dengan penuh keyakinan bahwa Ali masih hidup, hingga mereka dapat memenuhi
keinginan mereka untuk bertemu dengannya. Orang-orang yang menyaksikan pembunuhan
terhadap Ali, yaitu keluarga, para sahabat serta putranya, mengatakan kepada
para pendatang tersebut : “Subhanallah ! Tidak tahukah kalian, bahwa Amirul
Mukminin (Ali) telah mati syahid ?!?”
Mereka menjawab : “Kami tahu
pasti, bahwa ia tidak terbunuh dan tidak mati, hingga kelak ia menggiring
orang-orang Arab dengan pedang dan cemetinya, sebagaimana ia pimpin mereka
dengan hujjah dan bukti nyata yang ada padanya. Sungguh ia mendengar segala
bisikan yang penuh rahasia dan mengetahui apa yang ada dibawah selimut tebal.
Ia demikian kemilau dalam kegelapan, sebagaimana kemilaunya pedang yang tajam.”
--. (Kitab Al-Maqalat wal
Firaq oleh Sa’d bin Abdullah Al-Qummi tahun 301 H, hal : 21, cetakan : Teheran
1963 M. Tahqiq Dr. Muhammad Jawad Masykur
Mengapa kaum Majusi lebih
memilih Ali..?
Sebab pada ajaran Majusi
kuno; Zoroaster, Manikeisme, dan Mazdakisme, perihal Kepemimpinan haruslah
dipegang oleh ‘Keluarga Suci’. Ali di anggap sebagai anggota keluarga Nabi
Shallallahu'Alaihi Wasallam. Maka dengan berpihak kepada Ali, mereka bisa
menghidupkan lagi tradisi ajaran Majusi Kuno. Mereka pun mengklaim bahwa Ali
dan keturunannya ma’shum (suci), karena Ali bagian dari Ahlul bait nabi dan
hikmah ilahiyah terpatri dalam diri mereka.
Husain , (anak dari Ali bin
Thalib) , telah menikahi puteri Raja Persia Iran, yaitu putri raja Yazdegerd
yang bernama Shahrbanu atau yang dikenal dengan nama Syahzinan. Sehingga Kaum
Syi'ah majusi lebih meng-Agungkan dan mengkultuskan Garis keturunan Ali ==>
ke Husain (hingga 12 orang Imam).
mereka meyakini bahwa hak
keimaman (kepemimpinan) hanya berada pada keturunan Ali bin Thalib ., terutama
Husein bin Ali.
Tahukah Anda, mengapa syiah
senantiasa memuja dan menyembah Husein saja dan tidak mencintai anak-anak
Fatimah yang lainnya...?
Informasi berikut ini bisa
jadi akan membuat Anda dan kaum muslimin sedunia kaget setengah mati, khususnya
Syiah-syiah non Iran. Kenapa mereka hanya meminta kepada Husein saja, padahal
Hasan juga anak kandung Ali bin Abi Thalib yang juga terlahir dari rahim Fatimah
binti Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, baik Hasan maupun Husein sama-sama
Ahlu Bait.
.
Syiah hanya mensakralkan
Husein saja, namun tidak mensakral Hasan dan tidak juga mensakralkan anak-anak
Ali bin Abi Thalib yang lainnya yang semuanya diredhai Allah.
Jawabannya adalah: karena
Husein menikahi wanita Persia Iran putri raja Yazdegerd yang bernama Shahrbanu
atau yang dikenal dengan Syahzinan. ketika itu Kekaisaran Persia ditaklukkan
dan terbunuhnya Kaisar Yazdegerd maka putri-putrinya pun ditawan.
Saat itu Khalifah Umar
Al-Faruq menghadiahkan putri sang Kaisar yang bernama Syahzinan kepada Husein
bin Ali bin Abi Thalib dan Husein pun menikahinya. Oleh karena itulah Syiah
begitu mensakralkan Husein dan para imam Syiah yang terlahir dari rahim Syahzinan
berdarah Persia, dan bukan seperti klaim mereka bahwa mereka mencintai keluarga
nabi Muhammad yang berasal dari Arab.
Hakikatnya, mereka sangat
mencintai Ahlu Bait kaisar yang menjadi moyang 12 imam yang semuanya berasal
dari ibu berdarah Persia, mereka sangat fanatis dalam mencitai dan memuja kakek
anak-anak Husein sang kaisar Persia, bukan sang nabi yang berasal dari Arab.
Imam-imam yang mereka
sakralkan dan mereka anggap maksum satu level dengan nabi-nabi itu hanyalah
imam-imam yang berasal dari keturunan raja Persia Yazdegerd, tidak ada yg
berasal dari Arab.
Mereka mencintai Husein dan
para imam-imamnya karena mereka meyakini bahwa di dalam darah imam itu mengalir
darah Persia keturunan kaisar.
Mereka (Syi'ah majusi)
sebenarnya hanya mencintai Ahlu Bait - keturunan dari kaisar raja Persia, dan
bukan Ahlu Bait nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Bagi Mereka (kaum Syi'ah
majusi) Pengkultusan terhadap Ali dan Husain hanyalah alasan mereka belaka,
bukan segalanya bila ditinjau dari retorika perang. Tidak bisa menyerang
langsung umat Islam. Orang-orang Persia dahulu yang memang terbilang sastrawan
dan banyak menulis tentang peradaban “mitra” [ agama Persia Kuno] melakukan
ajaran kombinasi anatara Islam dan Mitra.
Agama mitra yang sejak awal
mentokohkan “Imam 12” [ sebelum Islam ] diorbitkan kembali dalam bentuk wajah
ahlul bait, di-sandarkan nasabnya pada Rasulullah. Dihitung dari Husain hingga
turunannya, ada 12 imam-fiktif ala Syiah yang merupakan produk agama lama Iran
[Persia Kuno]
Ajaran 12 Imam Syi'ah
(imamiyah Itsna Asyariyah), sesungguhnya di sandarkan pada kepercayaan kuno
terhadap : ''12 Murid Mitra'' yang mereka anggap sebagai orang orang makshum
dalam keyakinan Iran (persia) sebelum Islam. Lalu siapakah 'Mitra' itu.. ?
Sesungguhnya dalam ajaran
Majusi persia kuno, Mitra atau Matras adalah “Dewa Matahari” , yang didampingi
oleh '12 orang suci' pilihannya. Agama ini juga kemudian diadopsi oleh agama
trinitas, Lalu dinisbatkan dalam bentuk ayat sisipan dalam alkitab perjanjian
baru, yang melahirkan angka 12 imam atau rasul suci yang juga kedudukannya
adalah makshum dan suci dimata trinitas.
Dijaman Khalifah umar, agama
musyrik ini harus ditinggalkan, mereka harus memeluk Islam, meskipun banyak
yang Ikhlas melepaskan negaranya dari retorika musyrikin Persia, tetapi masih
saja ada yang tetap bertahan dengan keyakinan lamanya. Setelah penaklukan Islam
terhadap Persia, sudah pasti banyak tokoh Persia yang rasial dalam
mengaktualisasi dirinya merasa perlu merebut kembali Iran, sekalipun dengan
jalan “tipu Muslihat atau yang disebut “taqiyah”,. Disamping bermunculan para
pengarang kitab kitab dari orang orang di sucikan dan dikultuskan sebagai Imam.
Yang isinya adalah propaganda anti Islam dengan menebarkan agama paganis Majusi
jilid II dalam versi Iran muslim, yang 'setengah hati' menerima agama Islam.
Kitab kitab itu banyak
mengandung provokasi terhadap Islam, misalnya anti Quran dan khalifah yang
mengumpulkannya, Anti hadist hadist nabi dan hadist mereka sendiri yang
dipasarkannya, meskipun tidak terlepas dari tradisi musyirikin. Revolusi dari
12 orang suci Mitra ke 12 Imam suci Syiah, penghinaan kepada para sahabat nabi,
sekaligus penghinaan pada semua perawi hadist yang ada dalam kitab Sunni,
dengan topeng Syahadat Islam, padahal tujuannya untuk menghancurkan agama
Islam.
Sehingga dalam babak
perjalanan yang paling menjolok adalah usaha untuk terus mencela serta melaknat
Khalifah Abu Bakar dan Umar yang mereka anggap sebagai biang kehancuran budaya
dan agama Persia kuno yang ternyata menuhankan DEWA MATAHARI..! ....
Na'udzubillah!
Waspadalah ...... Syi'ah
sebenarnya adalah Jelmaan Majusi Persia yang berkomplot dengan Yahudi untuk
menghancurkan Islam..!
Dan SYI'AH BUKAN ISLAM ...!
========================
Sumber Referensi :
(Tulisan sejarah lengkapnya dapat di baca pada kitab-kitab berikut ini)
- Kitab Waja'a Daurul Majus (Skenario Pemeluk Majusi), karya Syaikh DR.
Abdullah Al Gharib
- Kitab Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah, al-Imam al-Hafizh Ibnu
Katsir, Penyusun: Dr.Muhammad bin Shamil as-Sulami, Penerbit: Dar al-Wathan,
Riyadh KSA. Cet.I (1422 H./2002 M.
- Kitab Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/ 365, Tarikh ath-Thabari 4/193.
- Al Hafiz Ibnu Hajar Al Asqalani di dalam bukunya “lisan al mizan” (jilid III,
hal. 289-290, cetakan I, tahun 1330 H
- DR. Ali Muhammad ash-Shalabi (Utsman ibn Affan h. 146, MS) menukil dari
ath-Thabari dalam Tarikh al-Umam w al-Muluk dan Ibnu al-Atsir dalam al-Kamil fi
al-Tarikh
- Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili, Al-Intishar Li Ash-Shahbi Wa Al-Aal
Min Iftira'ati As- Samawi Adh-Dhaal. Hal 233-240- Tarikh at-Thabari, 4/427-429,
beliau telah mengumpulkan riwayat ini dan dipelajari kembali oleh Dr. Muh.
Amhazun dalam kitabnya yang berbobot, Tahqiq Mawaqif As-Shahabah fil al-Fitnah,
20/59-75- Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm.
- Kitab Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 8/479, Syarh
Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz hlm. 490, dan Kitab At-Tauhid karya
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123
- kitab Al-Furqon Bainal Haq Wal Batil tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
judul bahasa indonesia “Membedah Firqoh Sesat” penerbit Al-Qowam
- Kitab al-Bidayah wa al-Nihayah, 7/256 dan Tahqiq Mawaqif al-Shahabah Fi
al-Fitnah, karya Amhazun, 2/147
- Kitab al-Bidayah wa al-Nihayah karya Ibnu Katsir, 7/268-270. Riwayat-riwayat
ini telah dikumpulkan oleh Dr. Muh. Amhazun pada kitabnya Tahqiq Mawaqif
al-Shahabah Fi al-Fitnah, 2/146-150.- Kitab Fathul baari (XIII/38). Ibnu Hajar.
- Kitab Alkaamil fit Taariikh (III/120)
- Kitab Tarikh al-Umam wal Muluk karya Ibnu Jarir ath-Thabari (4/573) dan
al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir (7/280)
- Majalah Asy-Syariah No. 57/V/1431 H/2010, Meluruskan Sejarah Memurnikan
Akidah. —
Translated from Indonesian|Original