Saturday, October 31, 2015

Surat Resmi Mui & Annas Kota Bogor Untuk Komnas Ham. Wakil Ketua Komisi VIII DPR: Kehadiran Syiah Berpotensi Menimbulkan Konflik di Masyarakat. Atas Nama HAM, Bolehkah Kelompok Minoritas Nodai Ajaran Islam?

Surat Resmi Mui & Annas Kota Bogor Untuk Komnas Ham.

30 October 2015 
Kepada:

Saudara Imdadun Rahmat,
Di kantor KOMNAS HAM

HAL: surat teguran saudara kpd Bpk. Walikota Bogor
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Surat teguran saudara No:007/TIM-KBB/X/2015 tertanggal 27 Oktober 2015 kepada Bapak Walikota Bogor, telah menodai dan melukai kami sebagai ummat Islam. Tindakan saudara tersebut dapat memicu perpecahan ummat yang dapat mengancam keutuhan NKRI.
Kami Aliansi Nasional Anti Sy’iah (ANNAS) kota Bogor bersama-sama FORKAMI, HASMI, FUI, GEMMA dan ormas-ormas Islam lainnya, yang di ikuti para Ulama, Tokoh masyarakat, MUI dan masyarakat muslim seluruhnya, meminta kepada saudara untuk menarik surat teguran saudara diatas dan meminta maaf kepada bapak Walikota Bogor dan Ummat Islam, atas kecerobohan saudara yang telah mengambil tindakan salah dan mengatasnamakan KOMNAS HAM, tanpa mengetahui akar permasalahannya.
Karena ketidak tahuan saudara tersebut, maka perlu kami sampaikan bahwa:
1. Syi’ah sekte Sesat yang menodai ajaran islam dan telah keluar dari ajaran islam secara Asasi.
2. Syi’ah di fatwakan sesat oleh MUI pada Munas MUI thn 1984.
3. Syi’ah di fatwakan sesat oleh Persatuan Ulama Muslim Sedunia (Rabithah ‘Alam Islami)
4. Syi’ah merupakan gerakan radikalisme irani terselubung yang mengancam stabilitas keamanan nasional.
5. Syi’ah membahayakan NKRI.
Selanjutnya sebagai sesama muslim dan dengan niat baik, kami memberikan nasehat agar saudara lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak atas nama KOMNAS HAM, terlebih dalam masalah agama, karena hal tersebut dapat menimbulkan konflik horizontal yang membahayakan keutuhan NKRI, dan perpecahan itulah yang diharapkan oleh syi’ah untuk mengambil alih kekuasaan sebuah negara dengan cara apapun, seperti tragedi-tragedi berdarah di Irak, Suriah dan Yaman.
Segeralah bertaubat kepada Alloh subhanahu wata’ala yang telah menciptakan saudara, karena tidak ada kekuatan apapun yang dapat menahan murka-NYA didunia maupun diakhirat kelak.
Semoga Alloh mengampuni saudara dan memberikan taufiq hidayah-Nya kepada kita semua.
Wassalamu’alakum Warahmatullah Wabarakatuh.
Bogor 28 Oktober 2015
Ttd
ANNAS Bogor.      FORKAMI.      MUI
HASMI.   GEMMA.   FUI….
DLL……………………………
Cc:
1.Ketua ANNAS Pusat

2.Bpk. Walikota Bogor
3.Bpk. Gubernur Jawa Barat
2.Ketua Komnas HAM
3.Menteri Dalam Negeri
4.Menteri Agama


Wakil Ketua Komisi VIII DPR: Kehadiran Syiah Berpotensi Menimbulkan Konflik di Masyarakat

Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang membidangi sosial dan keagamaan, Dr. Ir. Sodik Mudjahid mengatakan sikap Wali Kota Bogor Bima Arya yang melarang acara perayaan Asyura kaum Syiah tidak melanggar konstitusi ataupun Hak Asasi manusia (HAM).
“Keputusan tersebut tidak melanggar HAM, karena dalam UUD 45 ada pasal khusus menyatakan bahwa dalam menjalankan HAM di Indonesia harus patuh kepada hukum,” katanya saat dihubungi Kiblat.net, pada Jumat (30/10).
Menurut Sodik, setiap pimpinan daerah punya kewajiban menjamin keamanan dan ketentraman di daerahnya. pimpinan daerah memiliki kemampuan mengetahui faktor-faktor apa saja yang bisa menggangu ketertiban.
“Dia juga sangat tahu potensi dan isu-isu sensitif penyebab terjadinya kericuhan dan konflik sosial,” ujarnya.
Sementara, kata Sodik, saat ini kehadiran aliran Syiah dengan berbagai kegiatannya berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.
“Dalam sikon (situasi kondisi, red) sensitif atau darurat seperti ini, kita pahami keputusan walkot Bogor,” tandasnya.
Sekedar diketahui, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota dengan Nomor: 300/1321-Kesbangpol yang berisi larangan merayakan Asyuro bagi penganut Syiah di Bogor.
Surat edaran itu diterbitkan atas dasar memperhatikan beberapa hal. Pertama, sikap dan respons dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor dengan Nomor: 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang paham Syiah. Kedua, surat pernyataan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota Bogor yang menyatakan penolakan segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah. Dan ketiga, merupakan hasil rapat dari Pimpinan Daerah.
Reporter: Bilal Muhammad

Editor: Fajar Shadiq


Atas Nama HAM, Bolehkah Kelompok Minoritas Nodai Ajaran Islam?

Salahsatu poin yang diutarakan oleh lembaga Syiah, OASE saat konferensi pers di LBH Jakarta pada Rabu, (28/10) adalah urusan aqidah, negara tak bisa mengintervensi.
Komentar ini dilayangkan Emilia Renita, pimpinan Organisation Ahlulbayt for Social Support and Education (OASE) terkait Surat Edaran Walikota Bogor yang melarang perayaan Asyura karena berpotensi menimbulkan konflik.
Terkait hal itu, aktivis dan pengacara Muslim, Munarman SH menyatakan negara memang tidak bisa mengintervensi keyakinan seseorang, namun kewenangannya diatur oleh majelis-majelis agama masing-masing.
“Majelis Ulama kan sudah mengeluarkan buku (mewaspadai penyimpangan ajaran syiah), jadi penilaiannya menurut otoritas agama. Otoritas agamanya kan ada di MUI dong, kalau soal Islam,” ujar dia kepada Kiblat.net, (29/10) kemarin.
Direktur An-Nasr Institute ini mencontohkan kasus Sampang. Dalam hal ini, MUI Provinsi Jawa Timur secara tegas sudah mengeluarkan fatwa kesesatan Syiah. (Baca juga: Surat Bima Arya dan Batasan HAM)
Ia juga mengkritisi standar ganda sekelompok orang dan lembaga pembela HAM yang kerap mengadvokasi kelompok minoritas. Ada pandangan seolah-olah semua kelompok minoritas adalah kelompok yang benar. Sehingga, sekte Syiah yang mengaku sebagai kelompok minoritas harus dibela secara membabi-buta.
“Padahal tidak semua orang yang minoritas itu otomatis benar. Kalau dia minoritas, kan dia berarti bukan Islam. Di Indonesia ini kan Islam mayoritas,” jelas Munarman.
Dengan pemahaman seperti itu, menurut Munarman, kalau sekte Syiah mengaku sebagai kelompok minoritas, berarti mereka mengakui sendiri kalau mereka bukan Islam. “Secara implisit kan begitu. Jadi kalau cara berpikirnya keliru ya, kayak gitu jadinya,” pungkas dia.
HAM dan Kebebasan Beragama
Munarman juga mengingatkan HAM di Indonesia ini, sebagaimana kata para pengusungnya harus sejalan dengan konstitusi. Sementara, di konstitusi hukum Indonesia, seseorang maupun secara berkelompok tidak boleh mengatasnamakan kebebasan dan hak asasi manusia tapi melanggar hak orang lain dan menghina agama orang lain.
“Termasuk juga melanggar norma-norma agama yang berlaku di masyarakat,” kata pria kelahiran Palembang ini.
Sebagaimana diketahui, kelompok Syiah di Indonesia baik yang tergabung dalam ormas OASE, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) maupun Ahlul Bait Indonesia (ABI) secara terang-terangan telah menerbitkan sejumlah buku yang menodai agama Islam. (Baca juga: Tolak Tawhidi, Benarkah ABI-IJABI Anti Takfiri?)
Menurutnya, HAM di Indonesia itu ada batasannya. Tidak serta merta bebas secara mutlak sehingga orang bisa berbuat sekenanya.
Hanya saja ada segelintir orang yang mempraktekkan HAM tanpa batas. “Ada oknum-oknum ya, oknum-oknum di Komnas HAM (yang mempraktekkan hal itu, red),” sambung Munarman.
Saat Kiblat.net bertanya siapa saja oknumnya, Munarman hanya menjawab singkat, “Nah oknum-oknumnya ini siapa saja, ya perlu diteliti. Ini kan oknum-oknum yang menjadi agen-agen komprador internasional.”
Reporter: Bunyanun Marsus

Editor: Fajar Shadiq


Munarman: Pembela HAM Jangan Mau Dijadikan Kuda Tunggangan Kelompok Menyimpang

Direktur An-Nasr Institute Munarman, SH  menegaskan ancaman lembaga Syiah yang akan melaporkan dirinya dengan pasal ujaran kebencian (hate speech) tak perlu diladeni.
“Prinsipnya anjing menggonggong kafilah berlalu. Kalau diladenin sama saya, gak level lah. Saya siapa? Iya dong, harus begitu dong,” ujarnya kepada Kiblat.net melalui sambungan telepon pada Kamis, (29/10).
Seperti diberitakan Kiblat.net sebelumnya, dalam Konpers di LBH Jakarta, OASE menyontohkan pernyataan Munarman yang menyatakan, “Memberitahu umat mengenai kesesatan dan penyimpangan Syiah tidak melanggar hukum. Dasar pernyataan itu adalah UU No. 1 PNPS tahun 1965 tentang penodaan agama.”
Menurut lembaga pimpinan Renita Emilia itu, ucapan Munarman merupakan bentuk hate speech.
Menanggapi hal itu, Munarman menghimbau lembaga pembela hak asasi seperti Komnas HAM dan sebagainya jangan mau dijadikan kuda tunggangan oleh kelompok-kelompok yang menyimpang dari jalan agama seperti sekte Syiah.
Menurutnya, penyimpangan itu adalah kejahatan. Baik dari segi ajaran agama maupun dari segi hukum negara. Kalau ada seseorang atau sekelompok orang melakukan penyimpangan dalam agama, hal ini bisa dikenai pasal UU PNPS No.1 Tahun 1965.
“Dan juga baik dari hak asasi manusia itu justru orang harus menghormati hak-hak beragama. Dalam hal ini kan (kelompok Syiah, red) yang tidak menghormati,” bebernya.
Munarman berprasangka baik, Komnas HAM ini agak sedikit lugu dalam menghadapi permasalahan Syiah.
“Kenapa? Karena dia menganggap orang yang melakukan penodaan agama itu korban masalahnya. Jadi, positioningnya itu ndak jelas. Seharusnya dia melihat agama yang dihina, dinodai serta dirusak itulah yang jadi korban,” lanjut dia.
Munarman menyayangkan cara berpikir sejumlah oknum di Komnas HAM yang terbalik. Pasalnya, tidak semua kelompok minoritas di Indonesia itu benar.
“Logika berpikirnya Komnas itu kan yang minoritas pasti bener. Gitu kan? Itu keliru kalau begitu,” pungkasnya.
Reporter: Bunyanun Marsus

Editor: Fajar Shadiq