Takfiri berasal dari kata kaffara-yukaffiru,
yang berarti menganggap seseorang sebagai kafir, murtad atau keluar dari agama
Islam.
Kegiatan memvonis seseorang sebagai kafir itulah takfir.
Dan pelaku yang sering melakukan ini disebut dalam bahasa indonesia sebagai
takfiri.
Dalam rilis fatwa MUI tahun 2007 tentang 10 Kriteria
Aliran Sesat. Salah satu poinnya berbunyi, “Mengkafirkan sesama muslim hanya karena bukan kelompoknya.”
Seringkali kita dapati kelompok Syiah sering melemparkan
tuduhan takfiri kepada kelompok tertentu untuk menutupi dirinya bahwa
sebenarnya merekalah yang takfiri. Selanjutnya mari kita telaah sumber-sumber
primer dari Kitab-kitab ulama Syiah yang muktabar tentang ideologi takfir itu
yang menganggap hanya merekalah yang suci.
Selain Syiah, Seluruh
Manusia adalah Anak Pelacur
Dari Abu Ja’far beliau berkata kepada Abu Hamzah, “Demi
Allah wahai Abu Hamzah, sesungguhnya seluruh manusia adalah anak pelacur
kecuali Syiah kita.”
(al-Raudhah min al-Kafi, al-Kulaini, Dar al-Kutub
al-Islamiyah, Cet. 5, 1375 H, Juz 8, hal. 285)
Penduduk Makkah adalah
orang kafir, Penduduk Madinah Lebih Najis dari Penduduk Makkah
Dari Sama’ah dari Abu Bashir, dari salah seorang dari
keduanya berkata, “Sesungguhnya penduduk Makkah kafir kepada Allah secara
terang-terangan. Dan penduduk Madinah lebih najis dari penduduk Makkah, lebih
najis dari mereka 70 kali lipat.”
(al-Ushul min al-Kafi, al-Kulaini, Dar al-Kutub
al-Islamiyah, Teheran, Cet. Ke 3, 1388 H, Juz 3, hal. 410)
Imamah Pokok Agama, Yang
Mengingkarinya Kafir
“Ada perbedaan antara orang yang kufur terhadap Allah SWT
dan Rasul-Nya dengan yang kufur terhadap para Imam alaihis salam.
Dengan kepastian bahwa al-Imamah bagian dari pokok agama sesuai dengan
keterangan ayat-ayat dan riwayat yang jelas yang menunjukkan itu secara ‘ainul
yaqin (sangat pasti).”
“Pertama: Anda telah ketahui bahwa yang menyelisihi itu
Kafir, tidak ada bagiannya dalam agama Islam sedikitpun sebagaimana yang telah
kami jelaskan pada kitab kami al-Syihab al-Syaqib.”
(al-Hada’iq al-Nadhirah fi Ahkam al-‘Itrah al-Thahirah,
Yusuf al-Bahrani, Dar al-Adhwa’, Beirut, hal. 136)
Mengingkari Satu Saja Imam
Syiah Sudah Kafir, Sesat dan Kekal di Neraka
al-Majlisi berkata, “Ketahuilah, lafaz Syirik dan Kufur
disandarkan pada orang yang tidak meyakini Imamah Amir al-Mukminin dan para
Imam dari anak-anaknya dan melebihkan orang lain atas mereka menunjukkan
bahwa mereka kafir dan kekal di neraka.”
“al-Syaikh al-Mufid berkata dalam kitabnya al-Masa’il,
golongan Imamiyah telah sepakat bahwa siapa yang mengingkari Imamah salah
seorang dari para Imam dan menolak dari apa yang Allah wajibkan padanya berupa
ketaatan maka dia telah kafir, sesat dan berhak untuk kekal di neraka.”
(Bihar al-Anwar, al-Majlisi, Mu’assasah Dar al-Wafa’ wa
Ihya’ al-Turats al-‘Araby, Beirut, Cet. Ke 3, 1403 H, Juz 23, hal. 390)
Orang Nashibi Halal
Darahnya, Bunuh Mereka
Dari Dawud bin Farqad, ia berkata, Saya bertanya kepada
Abu Abdillah alaihis salam, Bagaimana pendapatmu mengenai membunuh
Nashibi?, ia menjawab, “Halal darahnya. Tapi saya khawatirkan kamu, kalau bisa
timpakan tembok padanya atau menenggelamkannya di air, supaya kamu tidak
disaksikan, maka lakukanlah.” Saya bertanya lagi, Lalu bagaimana pendapatmu
mengenai hartanya, beliau menjawab, “Ambillah sebisamu.”
(‘Ilal al-Syara’i’, al-Shaduq, Mansyuraat Mu’assasah
al-A’lamy, Beirut, Cet. Pertama, 1408 H, hal. 326)
Nashibi itu Ahlus Sunnah
wal Jama’ah
Muh. Tijani al-Samawi berkata, “Cukuplah pengertian ini
bahwa mazhab nashibi itu adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.”
(al-Syi’ah Hum Ahl al-Sunnah, Muhammad al-Tijani,
Mu’assasah al-Fajr, London, Cet. Ke 10, 1423 H, hal. 161)
Doktrin ini Lalu Dibawa Ke
Indonesia
Ideologi para pedahulu Syiah di atas tidak berbeda dengan
ideologi Syiah masa kini. Doktrin itu dibawa mentah-mentah dan apa adanya.
Yaitu doktrin Takfiri, mengkafirkan golongan lain dan menganggap hanya
merekalah yang Islam atau hanya merekalah yang suci.
Para Sahabat Murtad
Sepeninggal Nabi
Setelah menukil hadis Haudh di atas dan tanpa
menjelaskannya sesuai dengan Syarh para Ulama Muhadditsin, Jalaluddin Rakhmat
yang merupakan Ketua Dewan Syuro IJABI ini menyimpulkan sendiri maksud hadis di
atas, “Rasulullah sangat sedih, bahwa sahabatnya akan murtad sepeninggal dia.”
(Buletin al-Tanwir, Nomor: 298, Edisi Khusus Asyura: 27
Desember 2009/10 Muharram 1431 H, IJABI Jawa Barat, IJABI Sulsel dan Yayasan
Muthahhari, “Bersama al-Husein: Hidupkan Kembali Sunnah Nabawiyyah.” Hal. 4)
Yang Tidak Mengenal Imam
(Syiah) Mati Jahiliyah, Mati Di Luar Islam
Begitu juga dengan Emilia Renita Az. Istri Jalaluddin
Rakhmat ini menukil hadis dari kitab Ahlus Sunnah mengenai orang yang tidak
berbai’at kepada seorang Khalifah lalu mati, maka ia mati dalam keadaan Jahiliyah.
(Ahlus Sunnah saat ini bukan tidak mengakui keshahihan hadis shahih Muslim ini,
atau tidak mau berbai’at kepada Khalifah, namun karena Khalifah yang mengayomi
seluruh kaum Muslimin saat ini belumlah ada.)
Dalam buku 40 Masalah Syiah-nya di atas, Imam
yang dimaksudkannya tentu Imam Syiah. Yang tidak mengenal Imam Syiah mati
jahiliyah. Lalu ia simpulkan bahwa, “Mati jahiliyah itu mati di luar Islam.”
(40 Masalah Syiah, Emilia Renita Az, Editor: Jalaluddin
Rakhmat, Cet. Ke 2, Oktober 2009, IJABI bekerjasama dengan The Jalal Center,
hal. 98)
Karena itu, alangkah piciknya jika mereka masih saja
memakai jargon seperti, “Syiah sekarang sudah beda, tidak seperti dulu lagi”
dan masih membabi-buta menuduh kelompok tertentu sebagai takfiri.
(Muh.
Istiqamah/lppimakassar.com)
Mengapa Syiah Menggunakan Istilah
Takfiri-Wahabi?
Kamis, 27 Juni 2013 - 11:07 WIB
Syiah malah latah mengikuti skenario adu domba
buatan lembaga riset Amerika, RAND Corporation
Oleh: Multazim Jamil
ISU Sunni-Syiah saat ini sedang menjadi trending topic di ranah pergerakan belakangan
ini. Bisa jadi ini merupakan efek dari jihad Suriah yang sedang menggelora. Di
Indonesia sendiri, kasus pengusiran warga Syiah di Sampang, Madura, merupakan
isu yang cukup sensitif.
Dalam perang opini antara kubu Sunni dan Syiah, ada satu
fenomena yang unik, yaitu penyebutan istilah Sunni yang oleh kubu Syiah sering
diganti dengan kata Wahabi atau takfiri.Sementara, kubu
Sunni masih tetap menggunakan kata Syiah sebagai sebutan bagi kaum Syiah baik
kelompok Nushairiyah, Imamiyah, dan yang lain.
Pada siaran Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, Selasa 25 Juni
2013, salah satu narasumber, Dr Haidar Bagir, CEO Mizan, menyebut kelompoktakfiri sebagai biang dari permasalahan
Sunni-Syiah. Berlanjut kemudian, terjadi perang opini di dunia maya lewat
jejaring sosial twitter.
Pihak Sunni yang malam itu melakukan aksi twitstorm dengan hastag#SyiahBukanIslam, mendapat perlawanan dari pihak
Syiah dengan hastag #IndonesiaTanpaTakfiri.
Sedikit melakukan perbandingan, labelisasi takfiri juga digunakan oleh kalangan
warga NU dalam perang opini, jauh sebelum konflik Sunni-Syiah ter-blow
up dan menjadi headline media massa di Indonesia.
Sudah mafhum bahwa labelisasi Wahabi, takfiri, dan lain sebagainya adalah
sematan serupa yang dialamatkan kepada Ahlus Sunnah.
Pada 2003, RAND
Corporation, sebuah
lembaga think-tank bentukan Barat untuk analisis
dunia Islam dan Timur tengah, melalui sebuah rekomendasi berjudul “Civil Democratic Islam: Parnters,
Resources, and Strategies” memberikan pemetaan kawan dan lawan, serta
arahan-arahan bagi pemerintah negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim
untuk mengatasi terorisme.
Rekomendasi ini diawali dengan klasifikasi umat Islam
menjadi empat kelompok, yaitu Fundamentalis, Tradisionalis, Modernis, dan
Sekuler. Pembagian kelompok ini berdasarkan fleksibilitas masing-masing
kelompok terhadap ajaran Islam dan sikap terhadap demokrasi.
Sebutan untuk kelompok fundamentalis diarahkan pada kelompok
Islam yang memegang teguh ajaran Islam, bercita-cita menegakkan Syariah, dan
paling getol menentang demokrasi.
Dalam masyarakat kita, kelompok ini lebih akrab dengan stigma
Wahabi atau takfiri. Sedangkan kelompok tradisional
adalah kelompok Islam yang masih berpegang pada budaya lokal dan seringnya
menganggap kelompok fundamentalis musuh berbahaya.
Pada poin kedua rekomendasi RAND Corporation disebutkan, “Support the traditionalists against
the fundamentalists” (dukung
kelompok tradisionalis dan lawan kelompok fundamentaslis). Ini adalah prinsip adu domba.
Cara seperti inilah yang digunakan Barat termasuk Belanda untuk
menghancurkan pejuang Indonesia. Strategi adu domba inilah yang saat ini
mungkin sedang diterapkan di Indonesia.
Ormas-ormas Islam terbesar di Indonesia, seperti NU, mewakili
identitas sebagai kelompok tradisionalis di Indonesia. Sementara itu, Jaringan
Islam Liberal (JIL) mewakili kelompok modernis, walau kini sudah kembang kempis
karena dana dari donatur hampir habis sering mengklaim diri sebagai
“Cendekiawan Moderat NU”. Ya, duet Tradisionalis-Modernis seolah telah
menjadi pasangan yang serasi, walau tak sedikit muncul penentangan dari
internal kalangan NU sendiri terhadap pemikiran JIL.
Posisi Syiah
Nah, kembali ke masalah Syiah. Di manakah posisi kelompok Syiah
dalam grand strategy adu domba buatan RAND Corporation ini?
Mari kita cermati kembali penggunaan istilah dan labelisasi oleh
pihak Syiah kepada Sunni. Penggunaan istilah takfiri dan Wahabi oleh Syiah sebenarnya
hanyalah mendompleng tren yang sedang menjamur, sebagaimana kebiasaan stigma
atau label Wahabi kepada kelompok yang bersemangat menegakkan Syariat Islam.
Ini menunjukkan kebingungan mereka untuk mengidentifikasi lawan mereka
sesungguhnya.
Syiah sadar, lawan mereka, secara istilah, adalah Ahlus Sunnah
wal Jamaah, yang jumlahnya adalah mayoritas di negeri ini. Namun jika Syiah
menggunakan terang-terangan istilah Ahlus Sunnah, itu sama artinya ia bunuh
diri, karena akan berhadapan dengan jutaan warga Sunni termasuk NU,
Muhmammadiyah dan Ormas-ormas Islam lain di negeri ini yang berpaham Sunni.
Wajar jika Syiah terjebak dan membebek garis-garis arahan RAND Corporation di atas.
Hal ini tentu berbanding terbalik dengan jargon Syiah yang
selama ini seolah mengusung sikap anti-Amerika dan anti Zionis. Namun faktanya,
Syiah malah latah mengikuti skenario adu domba buatan lembaga riset Amerika, RAND Corporation.
Lalu, masih relevankah slogan Anti-Amerika bila mereka sendiri demendengan
istilah-istilah bahkan menggunakan cara Amerika?
Penulis adalah pemerhati sosial
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Syiah
termasuk kelompok radikal jika merujuk definisi BNPT
Ketua
Umum Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Dr Hamid Fahmi
Zarkasy mengatakan jika mengacu definisi Badan Nasional Penanggulangan Teroris
(BNPT) tentang radikal, maka Syiah bisa masuk kelompok radikal.
Menurut Hamid, pernyataan ini dia sampaikan
berkaitan dengan 4 kriteria radikal yang disampaikan BNPT. Sebab menurutnya,
ada yang bisa dimasukkan ke dalam kriteria radikal dari aliran Syiah; yaitu takfiri (mengkafirkan orang lain) dan memaknai
jihad secara terbatas.
“Dalam hal ini, saya melihat jangan cuma
situs Islam saja, buku-buku Syiah juga banyak yang mengkafir-kafirkan para
sahabat, Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Usman Bin Affan dan sebagainya. Itu
takfiri namanya, itu kenapa tidak diblokir?” tanya Direktur Institute for the
Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), dikutip dari Hidayatullah.com.
Karena itu ia menjelaskan lembaga yang berhak
mendefinisikan istilah radikal itu adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Dan pemerintah harus konsultasi atau
konsolidasi dengan kriteria radikal yang dicanangkan oleh MUI,” kata Hamid
belum lama ini.
Hamid menuturkan jika seandainya MUI
mengatakan bahwa suatu paham itu ghuluw (atau berlebihan di dalam Islam, red)
hal tetap harus dikaji, kemudian kembali dipahami secara konseptual dan
dijelaskan. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan radikalisme dalam bidang agama.
“Baru kemudian Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) bisa menyalahkan perilaku situs media Islam yang tidak sesuai
dengan ajaran agama Islam,” ujar Hamid.
Lebih jauh, Hamid melihat kasus pemblokiran
situs media Islam dengan alasan radikal lebih kental nuansa politiknya.
“Saya melihat jika kasus pemblokiran
terhadap situs-situs media Islam ini lebih kental nuansa politik dari pada securitynya (keamanannya),” pungkas Hamid. (azm/arrahmah.com)
Silahkan buka discussion :
95 % pemeluk Syi’ah,
sebelumnya adalah warga nahdhliyin (NU), dan itu semua hanya karena fulus
(duit) belaka berdasarkan data yang dimiliki oleh Ketua PWNU Jawa Timur
KH.Habib Ahmad bin Zain Al Kaff dan para santrinya.
Bahwa sesungguhnya yang
memulai pengkafiran[ takfiri ] adalah kaum Syi’ah sendiri [ dengan mereka
mengkafirkan khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ummahatul Mukminin
A'isyah dan Hafshah dan sebagian besar para sahabat kecuali tiga
yaitu shahabat Salman Alfarisi, Miqdad Al Aswad dan Abu Dzar Al Ghifari ]
maka penghukuman kafir terhadap Syi’ah adalah buah dari pemahaman dan
tindakan mereka yang telah keluar dari Islam.
Bahwa pernyataan KH.Said Aqil
Siradj (Ketua Umum NU) tentang Syi’ah di Indonesia tidak mewakili sikap PBNU
terhadap Agama Syi’ah, dengan kesaksian ketua PWNU Jawa Timur KH.Habib
Ahmad bin Zain Al Kaff [ bahwa seluruh pernyataan KH.Said Aqil Siradj
tentang Syi’ah di media telah menyakiti hati kaum nahdhliyin, dan
menurut beliau 95 % pemeluk Syi’ah sebelumnya adalah warga nahdhliyin,
dan itu semua hanya karena fulus belaka berdasarkan data yang
dimiliki oleh KH.Habib Ahmad bin Zain Al Kaff dan para santrinya ]
Faedah dari Membedah Buku MUI
Seputar Syiah
Ayo adakan Didaerah
tempat Anda
Bedah Buku Mengenal
& Mewaspadai Penyimpangan dan Kesesatan Syi’ah diIndonesia. Dua
pembicara Ustadz Dr.Ali Musri Semjan Putera, MA {Ketua Sekolah Tinggi Dirasat
Islamiyah Imam Syafi’i, Jember, (STDIIS – Jember, Jawa Timur)}. dan
Ustadz Dr.Fahmi Salim Lc, MA (Penulis Buku dari Tim Khusus Komisi Fatwa
dan Komisi Pengkajian MUI/Majelis Ulama Indonesia, dimoderatori oleh
Ustadz Zaenuddin berlangsung di Masjid Nurul Iman , Blok M Square lantai
7. pada Hari Ahad 08 Desember 2013 pukul 09.00-dzuhur.
Di antara faedahnya sebagai
berikut.
1. Pentingnya Sosialisasi
Buku Panduan Majelis Ulama Indonesia tentang penyimpangan dan kesesatan
Syi’ah di Indonesia tidak hanya berhenti pada kajian terbatas
dimasjid-masjidkaum muslimin saja.
2. Pentingnya untuk diadakan
kajian/seminar/penyebaran & bedah buku, diseluruh sendi lapisan masyarakat
kaum muslimin diIndonesia, terutama dikampus-kampus, di sekolah-sekolah
dan dimana terdapat kantung-kantung kaum muslimin terutama ahlussunnah,
tentang penyimpangan dan kesesatan Syi’ah, yang menurut Ketua MUI
KH.Ma’ruf Amin harus diamputasi.
3. Pentingnya pengkajian
Sirah Shahabat dan Sejarah Islam yang konperhensif, sehingga generasi
Islam mengetahui dan mengenal, bahwa betapa agungnya pengorbanan
dan akhlak para shahabat Rasulullah radhiyallahu anhum ajma’in dalam
peran mereka mendakwahkan ISLAM ke seluruh dunia.
4. Bahwa sesungguhnya yang
memulai pengkafiran[ takfiri ] adalah kaum Syi’ah sendiri [ dengan mereka
mengkafirkan khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ummahatul Mukminin
A'isyah dan Hafshah dan sebagian besar para sahabat kecuali tiga
yaitu shahabat Salman Alfarisi,Miqdad Al Aswad dan Abu Dzar Al Ghifari ]
maka penghukuman kafir terhadap Syi’ah adalah buah dari pemahaman dan
tindakan mereka yang telah keluar dari Islam.
5. Bahwa pernyataan KH. Said
Aqil Siradj tentang Syi’ah di Indonesia tidak mewakili sikap PBNU terhadap
Agama Syi’ah, dengan kesaksian ketua PWNU Jawa Timur KH.Habib
Ahmad bin Zain Al Kaff [ bahwa seluruh pernyataan KH.Said Aqil Siradj
tentang Syi’ah di media telah menyakiti hati kaum nahdhliyin,dan menurut
beliau 95 % pemeluk Syi’ah sebelumnya adalah warga nahdhliyin, dan itu
semua hanya karena fulus belaka berdasarkan data yang dimiliki oleh
KH.Habib Ahmad bin Zain Al Kaff dan para santrinya ]
Insya Alloh masih
banyak lagi faedah yang belum kami sebutkan, silahkan bagi ikhwah fillah yang
hadir untuk menambahkan faedah yang belum kami sebutkan.
Mari Saudaraku Ahlus
Sunnah/Sunni adakan di tempat daerah Anda dimanapun berada bedah Buku MUI yang
berjudul Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan dan Kesesatan Syi’ah
di Indonesia untuk mengcounter aliran Kafir Syiah karena sesungguhnya#SyiahBukanIslam dan #IndonesiaDamaiTanpaSyiah
Sekilas Info
Donasi untuk Mencetak 1 juta
Buku MUI dengan Judul “Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah
di Indonesia”
Mari berinvestasi untuk
akhirat dengan mengirim donasi untuk mencetak 1 juta buku MUI dengan judul
“Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia” dengan nilai
Rp5000/buku, ke No rek a/n Formas : 7064-023-742 Mandiri Syari’ah (BSM) Jaksel.
Kode bank 451 & konfirmasi transfer atau permohonan buku via email dikirim
ke : formas.nkri@gmail.com . Silahkan disebarkan…
Melanjutkan BC Ustadz Irfan
Helmi dari komisi fatwa MUI pusat : FORMAS (Forum Masjid Ahlus Sunnah)
بســــــــــم الله الرحمن الرحيـــــم
Segala puji bagi Allah, Rabb
semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga
dan sahabatnya.
Alhamdulillah buku Panduan
MUI Pusat mengenai penyimpangan Syi’ah di Indonesia sudah mulai didistribusikan
sesuai permintaan yang masuk ke email formas.nkri@gmail.com.
Mengingat jumlah permintaan
yang meningkat, proses pengiriman akan memakan waktu beberapa hari. Infaq
sukarela untuk mengganti biaya pengiriman dan bisa ditransfer ke no
rekening kami :
Dana infaq yang terkumpul
akan dipergunakan kembali untuk mencetak buku.
Bagi yang ingin waqaf,
nilainya adalah Rp. 5,000/buku. Silahkan transfer dana ke rekening yang
tersebut di atas.
Konfirmasi transfer dana
dapat dikirim ke email : formas.nkri@gmail.com.
Mohon maaf, kami tidak
melayani permintaan/pertanyaan melalui sms/bbm/telpon.
Tujuan kami dalam 3 bulan ke
depan, bi idznillah, adalah membagikan 1 juta buku ini ke seluruh elemen
masyarakat luas.
Jumlah ini sangat besar namun
dengan dukungan antum/antunna semua, baik moril maupun materil, insyaAllah,
target ini akan tercapai.
Semoga Allah Ta’ala
membebaskan kita dan NKRI dari bahaya laten Syi’ah dan
antek-anteknya dan menjadikan amalan ini pemberat timbangan kita di
akhirat kelak.
آمــــــــــــــــــين يا ربّ العالمين
=========
Catatan :
FORMAS sudah diterima resmi oleh MUI Pusat dan diminta untuk
menyebarluaskan buku panduan MUI tersebut ke seluruh elemen masyarakat
dan semua instansi pemerintah dan militer. Walhamdulillah.