Sunday, April 5, 2015

Adakah Ayat Al-Qur'an yang Mencela Sahabat?

Serial ulasan ke-19 atas buku "Akhirnya Kutemukan Kebenaran" dan penulisnya, Dr. Muhammad At-Tijani. Silakan baca serial ulasannya secara lengkap di sini:Akhirnya Kutemukan Kebenaran
Penulis (At-Tijani) berkata pada hal. 111 (dalam bukunya, “Akhirnya Kutemukan Kebenaran”) dengan judul “Pendapat al-Qur’an mengenai para sahabat”.
Sebelumnya, saya harus mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah memuji para sahabat Rasulullah di banyak tempat dalam al-Qur’an, mereka yang mencintai dan mengikuti Rasulullah…., inilah pembagian dari para sahabat yang mana umat Muslim mengetahui kedudukan mereka dari sikap mereka, perbuatan mereka terhadap Rasulullah, umat Islam mencintai mereka, memuliakan, dan mengagungkan, serta meridhai mereka setiap nama mereka disebut.
Dan pembahasan saya tidak berkaitan dengan pembagian sahabat ini, yang mana mereka mendapatkehormatan dan kedudukan dari sunnah dan syi’ah. Begitu juga –pembahasan saya- tidak berkaitan dengan bagian sahabat yang terkenal kemunafikannya, yang dilaknat oleh kalangan sunnah dan syiah. Akan tetapi pembahasan saya di sini berkaitan dengan pembagian para sahabat, yang umat Muslim berbeda pendapat mengenai mereka. dan al-Qur’an turun mengenai kecaman dan ancaman terhadap mereka di beberapa tempat (dalam al-Qur’an), yang mana Rasulullah memberi peringatan kepada mereka di banyak kesempatan atau berhati-hati terhadap mereka.
Aku katakan (Prof. Ibrahim Ar-Ruhaili): perkataannya ini tidak lepas dari kedustaan dan tadlis/ penipuan, karena ahlussunnah meyakini keadilan para sahabat seluruhnya. Adapun orang-orang munafik bukanlah termasuk dari kalangan para sahabat. Sahabat secara istilah adalah mereka yang berjumpa dengan Rasulullah dan beriman kepadanya dan mati dalam keadaan beriman[1]. Jadi, orang-orang kafir dan munafik keluar dari batasan para sahabat karena mereka tidak beriman kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam meskipun orang-orang munafik pada zaman Nabi menampakkan keislaman mereka.
Pembagian yang dia sebutkan di atas tidak lain selain aqidah Rafidhah, bukan ahlussunnah. Orang-orang Rafidhah/syiah-lah yang membagi para sahabat kedalam dua kelompok: uduul (sahabat yang adil) dankelompok murtad. Menurut mereka, para sahabat semuanya murtad dari Islam kecuali sedikit, tidak mencapai empat atau tujuh orang seperti disebutkan secara gamblang dalam beberapa riwayat mereka (syiah) yang masyhur, yang telah dinukil didepan (pada awal buku ini) dalam hadits tentang aqidah mereka terhadap para sahabat.[2]
Para Sahabat yang diyakini keadilannya oleh kedua kelompok (Sunni-Syiah) adalah beberapa orang sahabat yang dkecualikan oleh Syiah dari kelompok sahabat yang murtad. Sedangkan sahabat yang kedudukan mereka diperselisihkan adalah kelompok sahabat yang diyakini oleh Syiah kekafiran dan kemurtadan mereka. Adapun ahlussunnah tidak menyetujui pembagian ini dan tidak meyakininya. Para sahabat di mata mereka semuanya adalah adil.
Dengan kerusakan pembagian yang dia sebutkan ini, adalah lebih baik jika dia jujur dengan apa yang dia tuduhkan dan berlaku inshaf, untuk berkata setelah ini: “sesungguhnya saya akan membahas di  sirah (sejarah) pembagian sahabat ini, dan saya menetapkan kebenaran di dalamnya”. Akan tetapi dia menyebutkan pembagian ini kemudian menghukumi secara langsung dan melaknat kemudian berkata: “akan tetapi pembahasan saya di sini berkaitan dengan pembagian para sahabat, yang umat Muslim berbeda pendapat mengenai mereka. dan al-Qur’an turun mengenai kecaman dan ancaman terhadap mereka di beberapa tempat (dalam al-Qur’an), yang mana Rasulullah memberi peringatan kepada mereka di banyak kesempatan atau berhati-hati terhadap mereka.”
Maka nampaklah bahwasanya penulis (at-tijani) hanya ingin menggiring pembaca kedalam sikap Syiah dalam membagi dan menghukumi para sahabat. Bertentangan dengan mereka yang bersikap adil, inshaf (pertengahan), dan objektif dalam menghukumi. Dengan ini, telah dikemukakan hukumnya sesuai anggapannya (tijani) dalam sirah dan ihwal para sahabat. Dan Ia menyebutkan nash-nash yang dia anggap bahwa nash tersebut sesuai dengan yang dia tetapkan.
Kemudian penulis -meneruskan- penyebutan ayat-ayat yang dianggapnya bahwa ayat tersebut menyingkap keadaan para sahabat dan ayat yang turun mengenai kecaman dan celaan terhadap mereka.
Oleh: Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili (Guru Besar Aqidah pada Islamic Interntional University of Medina) dari buku Al-Intishar Li Ash-Shahbi Wa Al-Aal Min Iftira'ati As- Samawi Adh-Dhaal. Hal 296-312  
(Mahardy/lppimakassar.com)

[1] Ibnu Hajar, al-Ishabah, 1/7