Members of the Syrian and Palestinian communities hold
aloft placards displaying pictures of Russian President Vladimir Putin during a
rally in support of refugees that was part of a national campaign in central
Sydney, Australia, October 11, 2015. The crowd, estimated at around one
thousand people, called for an end to mandatory detention for refugees and for
an end to Russia's intervention in Syria. REUTERS/David Gray
March 3, 2016
Kebijakan
Rusia di Suriah menghadapi berbagai kesulitan yang membuat misi politik dan militernya
sangat sulit. Rusia lebih dekat dengan kegagalan daripada kesuksesan, dan ini
tidak dapat dibuktikan selain oleh fakta bahwa mantan perwira KGB,
Vladimir Putin, yang memerintah Rusia seperti pada masa Uni Soviet,
membutuhkan dukungan dari Gereja Ortodoks Rusia dan bahwa ia terpaksa,
pada banyak kesempatan, dengan liputan media yang luas, untuk
tampil bersama Gereja Patriarch Rusia, karena ia mengobarkan perang di
Suriah.
Penampilan publik dan aliansi antara
agama dan politik tidak dibutuhkan oleh Uni Soviet ketika menduduki
Afghanistan. Namun, Putin membutuhkan Gereja Rusia dan ini
menunjukkah fakta bahwa presiden Rusia tidak yakin rakyat Rusia
mendukung operasi militer di Suriah. Oleh karena itu, ia ingin
memperkuat posisi politiknya dengan meminta dukungan gereja dalam rangka
mengurangi oposisi populer Rusia atau untuk mengelabui rakyat Rusia dan
gereja bahwa perang di Suriah adalah perang suci melawan Muslim di sana.
Bukti
lain tentang lemahnya posisi politik Putin adalah fakta bahwa ia perlu berbohong
kepada publik Rusia dan dunia dan berpura-pura bahwa perang mereka adalah untuk
melawan Daesh. Namun, ia membuktikan bahwa perang di Suriah bertujuan untuk
melindungi posisi Bashar Al-Assad dan aliansi sektarian nya. Lebih dari 90
persen dari serangan tentara Rusia mentargetkan oposisi moderat, bukan
Daesh. Selain itu, KTT Eropa terbaru di Brussels menyatakan kebijakan
Rusia di Suriah merusak proses perdamaian dan mendukung Daesh. Laporan serupa
diterbitkan oleh AS, PBB dan pengamat internasional di Suriah.
Ketika Rusia dan Amerika mengumumkan
kesepakatan gencatan senjata di Suriah, tanpa berunding dengan pasukan
oposisi atau negara-negara regional, Iran menyatakan ragu-ragu sehubungan
perjanjian tersebut. Bahkan berusaha mendekati Turki dan mengirim duta besar
baru ke Ankara untuk memperbaiki hubungan dengan Turki.
Bashar Al-Assad merupakan proyek
paling penting bagi Rusia untuk membagi Suriah dan komponen Suriah
lainnya dalam pengendalian wilayah Suriah. Assad menyuarakan penolakannya
terhadap rencana ini dan ini dikritik oleh perwakilan Rusia di Dewan Keamanan
PBB. Rusia mengkritik Bashar karena mengatakan bahwa ia ingin
mengembalikan kekuasaannya atas seluruh wilayah Suriah, dan ini dianggap oleh
Rusia sebagai penyimpangan dari rencana Rusia untuk Suriah dalam mendukung
rezim Al-Assad. Rusia datang untuk menyelamatkan Al-Assad setelah
pasukannya berada di ambang kehancuran untuk kedua kalinya pada
pertengahan Juli 2015. Rusia juga bertujuan untuk membuat Al-Assad mampu
berpartisipasi dalam negosiasi politik mengenai solusi akhir untuk masa depan
Suriah, agar Rusia dapat mempertahankan pengaruh dan kepentingan di
Suriah. Rusia masih percaya bahwa pemerintah Al-Assad dan sekutu sektarian
adalah kunci untuk melestarikan kepentingan Rusia di Suriah. Presiden
Rusia berbohong kepada rakyat Rusia dan negara-negara Arab dan Muslim
dengan mengatakan bahwa Rusia akan memasuki Suriah untuk menyerang Daesh.
Kebohongan yang sama oleh Amerika tentang aliansi internasional untuk melawan
Daesh pada bulan September 2014 di Paris. Namun, yang dicapai di Irak dan
Suriah hanyalah kematian dan kehancuran.
Kehadiran Rusia di Suriah didasarkan pada
kebohongan besar, yaitu melawan Daesh. Kebohongan ini telah dilihat dunia,
dan karena itu membutuhkan kekuatan revolusioner Suriah untuk mengungkapkan
kebohongan ini kepada dunia, serta mengungkapkan kejahatan yang dilakukan oleh
tentara Rusia di Suriah. Negara pertama yang medianya menyoroti kekerasan Rusia
terhadap rakyat Suriah adalah negara-negara Arab dan Muslim, dimulai dengan
Arab Saudi dan negara Teluk. Hal ini karena korban serangan Rusia adalah
orang-orang Suriah Arab dan Muslim, terutama Muslim Sunni, dimana serangan
Rusia menargetkan kota dan desa-desa Sunni, terutama di utara Suriah. Media
tidak saharusnya diam menghadapi serangan Rusia dan kejahatan terhadap
rakyat Suriah, terutama karena Rusia tidak mencapai salah satu tujuannya selain
membunuh orang tak berdosa dan warga sipil.
Pemerintah Rusia menyadari dua bulan
setelah meluncurkan serangan terhadap rakyat Suriah bahwa operasi militer gagal
untuk memaksa oposisi Suriah menerima solusi politik dan militer Rusia. Oleh
karena mereka berusaha menciptakan pengalihan dan membawa perhatian
publik terhadap konflik Rusia dengan Turki. Namun, Turki menyadari tujuan Putin
dan menggagalkan rencananya untuk memperluas jenis dan tingkat konflik dengan
membatasi konflik hanya di Suriah.
Turki adalah pakar dalam mengungkapkan
kebohongan politik Soviet, dimana Putin telah bermain dengan cara yang sama.
Turki telah menggagalkan rencana Bashar Al-Assad di masa lalu, dan menggagalkan
rencana Iran untuk melibatkan Turki secara langsung dalam konflik Suriah.
Rencana Iran sudah diperlihatkan di negara-negara Arab, yang
ditunjukkan dengan menjadi sebuah negara sektarian yang membunuh Muslim dengan
brutal dan penuh kebencian. Iran mencoba menarik Turki ke dalam konflik Suriah
karena gagal untuk menumbangkan revolusi Suriah pada
pertengahan-2015. Namun, pemerintah Turki menolak untuk terlibat langsung
dalam perang sektarian dan bersikeras menjaga konflik hanya terbatas di
wilayah Suriah, antara rakyat Suriah dan rezim tirani pembunuh. Turki mendukung
rakyat Suriah dengan bantuan kemanusiaan dan melindungi perbatasannya dari
ancaman keamanan, terlepas dari manapun sumbernya.
Rencana Rusia untuk mempermalukan Turki
dengan memberitakan bahwa Turki memiliki hubungan dengan Daesh gagal dan
sebaliknya membuktikan bahwa Rusia terlibat kerjasama dengan Daesh dengan
menyerang basis kekuatan oposisi Suriah. Rusia memberikan perlindungan
udara dalam serangan Daesh melawan oposisi Suriah sebagai cara
melayani kepentingan rezim Al-Assad dan sekutu sektarian nya. Selain ini, empat
bulan setelah serangan membabi buta dengan kehancuran dan pembunuhan
terhadap rakyat Suriah, Rusia menyadari akhir tujuan untuk operasi militer
semakin tidak jelas dan terjebak dalam keadaan kebingungan militer serta
kebingungan politik. Konferensi Wina dan kemudian Jenewa, diikuti oleh
kesepakatan gencatan senjata, yang dilanggar pada hari pertama dengan serangan
teroris yang dilakukan oleh tentara Al-Assad, sementara pesawat Rusia menahan
diri dari aktivitas militer pada hari pertama tapi kemudian melanjutkan
serangan pada hari-hari berikutnya , membuktikan bahwa Rusia kehilangan
kepercayaan dalam peran militernya di Suriah, meskipun kekerasan
demi kekerasan dan terorisme dilakukan dalam beberapa bulan terakhir.
Rusia menghadapi dilema dengan
kehadirannya di Suriah dan perannya di dalam negeri. Kehilangan opsi militer,
saat pesawat canggih Rusia tidak dapat memenangkan pertempuran dengan
oposisi Suriah. Tentara Rusia tidak siap untuk bertempur dalam
hitungan bulan atau tahun, dan rencana politik Rusia gagal satu demi satu,
dari Wina, ke Jenewa, perjanjian bilateral dengan Amerika, dan bahkan
rencana sistem federal di Suriah. Ini semua lebih seperti mimpi dari
proyek politik. Hari ini, Rusia takut bahwa kegagalan mereka akan terungkap dan
bahwa hal itu akan memberi tekanan secara internal dan eksternal.
Tampaknya Lavrov sedang mencoba untuk melompat dari kapal sebelum tenggelam.
Jika negara-negara Arab dan Turki mengambil keuntungan dari kelemahan Rusia
setelah kelemahan Iran, maka mereka akan memiliki kartu yang sangat kuat dalam
konflik Suriah. Oleh karena itu, Rusia sangat khawatir bahwa rencana di
Suriah akan berubah menjadi sebuah pertempuran eksplisit dan jelas
melawan negara-negara Arab dan Muslim, terutama karena Rusia tidak akan
dapat menggunakan boneka Daesh jika Turki dan Arab Saudi juga memasuki
aliansi internasional untuk memerangi Daesh.
Ketakutan yang saat ini sedang diungkapkan
oleh analis Rusia dalam mengantisipasi tekanan Arab, Muslim dan internasional
yang akan dihadapi Rusia dimana mereka dengan keras menyuarakan penolakan
mereka terhadap kehadiran dan peran Rusia di Suriah. Sikap Negara-negara Arab
dan kesediaan Turki untuk menghadapi pendudukan Rusia di Suriah adalah pesan
bagi Rusia bahwa Daesh juga dapat digunakan sebagai alasan oleh negara Arab dan
Turki, bukan hanya oleh Rusia dan Amerika, khususnya di Suriah, selama mereka
adalah bagian dari aliansi internasional. Oleh karena itu, baik Rusia maupun
Iran atau Bashar tidak akan dapat mencegah negara Arab danTurki, sebagai bagian
aliansi internasional yang memiliki resolusi internasional dari Dewan Keamanan
untuk memerangi terorisme di mana saja di dunia. Oleh karena itu, mantan
kolonel intelijen Rusia mengatakan bahwa Moskow sangat takut
terhadap keseriusan Arab Saudi, Turki dan negara-negara Arab lainnya dalam
melaksanakan operasi darat di Suriah, yang akan menyebabkan
meletusnya perang regional dengan hasil yang tak terduga, dan hal ini
akan mengakibatkan konflik dengan proporsi yang serius.
Masuknya negara-negara Arab atau Muslim
ke Suriah, karena mereka memiliki hak disebabkan korban serangan Rusia
adalah orang Arab dan Muslim, akan mengungkapkan kebenaran tentang serangan
Rusia di Suriah. Rusia telah mencoba untuk menghindari konfrontasi ini dengan
menawarkan kepada negara-negara Teluk Arab dan Turki proyek-proyek ekonomi
utama dengan Rusia sebelum memulai serangannya di Suriah pada 30 September
2015. Mereka melakukannya untuk menjamin negara-negara ini tetap diam selama
Rusia merencanakan dan meluncurkan serangan di Suriah.
Rusia menipu negara-negara Arab,
agar tidak mengutuk serangan membabi buta terhadap sekolah-sekolah, rumah
sakit, pasar dan masjid dengan trik ini, sementara Turki menyatakan
penolakannya terhadap pendudukan Rusia ketika Erdogan mengumumkan bahwa misi
revolusi Suriah telah meluas, dan sekarang berusaha untuk membebaskan
Suriah dari pendudukan asing mengacu pada kehadiran Rusia di Suriah. Negara Arab
diharapkan meluncurkan kampanye di media secara luas untuk
menetang kehadiran Rusia di Suriah. Ini adalah tugas persaudaraan yang
harus dilaksanakan untuk mendukung saudara-saudara Suriah mereka, dan
pada saat yang sama AS akan gagal dalam gencatan senjata dan mengakibatkan
kerugian Putin dan Rusia di Suriah akan semakin besar. Namun, kerugian lainnya
adalah hilangnya nyawa warga Arab dan tumpahnya darah Muslim. Tekanan Arab dan
Muslim harus semakin meningkat dalam rangka menghapus pendudukan Rusia dari Suriah,
dan kemudian juga akan menyebabkan runtuhnya pendudukan Iran.
Kebijakan Rusia berada dalam kesulitan
besar dan tidak akan dapat selesai tanpa menarik diri dari Suriah sebelum
terlambat. Kepentingan Rusia di Suriah sangat besar dan tidak bisa
dijamin oleh Bashar Al-Assad atau pemerintah berikutnya sehingga
Rusia mencoba bertahan melalui delusi Amerika. Kebijakan Amerika adalah
kebijakan mengelak yang berusaha untuk menyenangkan semua orang.
Amerika berusaha untuk menyenangkan Arab Saudi, negara-negara Arab, Rusia,
Turki dan negara-negara Eropa. Juga mencoba untuk menunjukkan dukungan
bagi pasukan oposisi Suriah, sementara mereka juga berusaha menyenangkan
Iran dan Bashar Al-Assad. Fakta bahwa Amerika telah berbicara tentang
adanya rencana alternatif untuk perjanjian gencatan senjata dengan Rusia,
sementara Rusia secara resmi menyangkal ini, adalah bukti bahwa Amerika
berusaha menjadi penengah antara Rusia, Arab, Turki dan Iran sebagai
bagian dari visi dan strategi Amerika, yaitu memperpanjang konflik di Suriah
sampai semua orang kehabisan kemampuan mereka di Suriah. Akankah Arab
Saudi dan Turki menggunakan kartu tekanan mereka melawan Rusia, terutama karena
hal ini ditakuti oleh Moskow ?
Oleh : Muhammad Zahid Gul
Diterjemahkan dari AlKhaleejOnline, 2 Maret 2016.
Middle East Monitor
http://www.middleeastupdate.net/apakah-rusia-takut-menghadapi-arab-saudi-dan-turki-di-suriah/
Rusia negeri adidaya yang tengah
‘sakit’ sudah berbulan bulan menyerang basis pertahanan ISIS, namun sampai
detik ini ISIS belum juga berhasil dibasmi dan wilayah kekuasaan ISIS masih
saja belum bisa direbut kembali oleh pasukan rezim Syiah Asad. Kini beban biaya
perang membayangi Negara Rusia, setelah Iran mulai menghitung ulang biaya
perang yang selama ini membiayai Rusia dan Asad.
Angka-angka pada laporan menunjukkan bahwa serangan bom, pasokan logistik, infrastruktur dan personil militer – ditambahkan dengan penembakan rudal jelajah ke zona konflik – telah menelan biaya $80 juta- $115 juta sejak kampanye serangan dimulai pada 30 September, menurut laporan The Moscow Times.
Dibandingkan dengan jumlah anggaran pertahanan Rusia tahun ini yaitu RUR (Russia Rubel) 3,1 triliun ($50 milyar), biaya tersebut masih terbilang kecil. Tapi Kremlin bisa melihat biaya tersebut akan terus membengkak. Para analis memperingatkan bahwa konflik di Suriah bisa berlangsung selama bertahun-tahun. Bahkan jika tentara mereka banyak yang mati, keterlibatan Rusia bisa saja semakin meningkat secara dramatis.
Setiap pesawat perang menelan biaya $12.000 per jam untuk terbang, dan masing-masing helikopter $3.000 per jam, menurut data IHS. Dengan tempo pemboman yang membutuhkan waktu selama rata-rata 90 menit sehari dan helikopter terbang satu jam per hari, Moskow menghabiskan sekitar $710.000 setiap 24 jam, kata IHS. Setiap hari, mereka mengeluarkan biaya sekitar $750.000 untuk amunisi.
Sementara untuk personel militer, Rusia membutuhkan biaya sekitar $440.000 per hari, menurut perkiraan IHS. Menjaga kapal di Mediterania memerlukan biaya $200.000. Biaya pendukung lainnya, seperti logistik, rapat intelijen, komunikasi dan ahli mesin, membutuhkan sekitar $250.000 per hari.
Itu berarti biaya minimum operasi ini adalah $2.400.000 per hari. Itu adalah estimasi biaya normatif, kata Ben Moores, seorang analis senior di IHS, dan biaya riil kemungkinan dua kali lipat lebih tinggi.
Kementerian Pertahanan Rusia tidak bersedia mengomentari saat dikonfirmasi tentang biaya operasi militer di Suriah.
Sumber: http://www2.muqawamah.net/rusia-hamburkan-dana-miliaran-di-suriah-demi-perang-yang-mustahil-dimenangkan/
Perang
Suriah : Rusia Tertekan dan Terpaksa Gencatan Senjata
Pasalnya koalisi Saudi dan Turki berniat melakukan
serangan darat di Suriah. Turki dan Saudi Arabia masing masing memiliki kepentingan.
Turki ingin melenyapkan pusat pertahanan AKP yang selama ini bersembunyi di
wilayah Suriah dekat perbatasan dengan Turki. Sedangkan Saudi sedang membendung
arus militerisme Syiah yang menjadi penyebab memanasnya suhu politik Timur
Tengah.
Rusia yang selama ini ngotot
mempertahankan dan membenarkan dirinya untuk menyerang Suriah dengan dalih
memburu ISIS, harus melunak di hadapan Amerika Serikat yang mewakili sekutu
Saudi Arabia dan Turki untuk melakukan gencatan senjata.
Menurut sebuah lembaga yang dikelola
Pemerintah Rusia, agen berita Sputnik menginformasikan bahwa Rusia telah
menghentikan semua serangan udara dan darat untuk menghormati gencatan senjata
sebagai alasan untuk mendukung visi negera “menghentikan permusuhan” yang
diumumkan minggu lalu.
Gencatan Senjata yang diprakasai oleh
Menteri Luar Negri Amerika Serikat dan Rusia, Jhon Kerry dan Sergei Lavrov
tidak melibatkan kelompok bersenjata ISIS dan Jabhat Al Nusra (AlQaida).
Sehingga ISIS menganggap gencataqn senjata tersebut tidak pernah ada. ISIS
terus melakukan serangan kejutan kejantung pertahan musuh dengan melakukan
pemboman di Suriah Tengah yang dikuasai oleh militer Kurdi.
Masuknya Turki dan Saudi Arabia ke
kancah peperangan Suriah, setidaknya sudah membuat Iran sebagai donatur perang
Asad dan Rusia menghitung ulang anggaran perang. Apalagi setelah Iran pada hari
jumat telah melakukan pemilu Parlemen dan Majlis Ahli di Iran. Rouhani Presiden
Iran berharap popularitas dirinya semakin kuat di mata ulama Iran dan
rakyatnya.
Karena kenyataanya Iran hanya mampu
mengandalkan penjualan minyak ditengah kondisi pengangguran tinggi dan ekonomi
yang belum juga membaik. Presiden Iran tidak menginginkan kondisi perekonomian
Iran semakin memburuk dengan membiayai perang yang tidak berkesudahan. Dengan
masuknya raksasa ekonomi Turki dan Arab Saudi, Iran mengendurkan perannya di
Suriah sebagai “Bodyguard” Asad, juga Rusia tanpa pasokan modal tentu tidak
ingin nekat melanjutkan perang.(abnei)
MOSKOW -
Presiden Rusia, Vladimir Putin menyatakan, Rusia akan melakukan "apapun
yang diperlukan" untuk memastikan Damaskus menghormati kesepakatan
gencatan senjata.
"Kami akan melakukan apapun yang diperlukan dengan Damaskus, dengan pihak berwenang Suriah yang sah. Kami mengandalkan Amerika Serikat (AS) untuk melakukan hal yang sama dengan sekutu dan kelompok yang mendukungnya," kata Putin seperti dikutip dari Daily Star, Selasa (23/2/2016).
Putin mengatakan, AS dan Rusia siap melakukan mekanisme kontrol yang efektif untuk menjamin penghormatan kesepakatan gencatan senjata. Putin bahkan menambahkan, jalur komunikasi langsung akan dibuat dan, jika perlu sebuah kelompok kerja untuk bertukar informasi.
"Akhirnya kesempatan nyata untuk mengakhiri tahun-tahun pertumpahan darah dan kekerasan muncul juga. Semua kelompok harus konfirmasi kepada kami, atau ke Amerika Serikat, komitmen mereka untuk gencatan senjata ini," ujarnya.
Namun Putin menegaskan, operasi udara terhadap Front al-Nusra, ISIS, dan kelompok teroris lainnya yang diakui oleh PBB akan tetap di lakukan. "Serangan udara terhadap mereka akan terus berlanjut," tegas Putin
http://www.atjehcyber.net/2016/02/putin-bilang-akan-paksa-bashar-patuhi.html
"Kami akan melakukan apapun yang diperlukan dengan Damaskus, dengan pihak berwenang Suriah yang sah. Kami mengandalkan Amerika Serikat (AS) untuk melakukan hal yang sama dengan sekutu dan kelompok yang mendukungnya," kata Putin seperti dikutip dari Daily Star, Selasa (23/2/2016).
Putin mengatakan, AS dan Rusia siap melakukan mekanisme kontrol yang efektif untuk menjamin penghormatan kesepakatan gencatan senjata. Putin bahkan menambahkan, jalur komunikasi langsung akan dibuat dan, jika perlu sebuah kelompok kerja untuk bertukar informasi.
"Akhirnya kesempatan nyata untuk mengakhiri tahun-tahun pertumpahan darah dan kekerasan muncul juga. Semua kelompok harus konfirmasi kepada kami, atau ke Amerika Serikat, komitmen mereka untuk gencatan senjata ini," ujarnya.
Namun Putin menegaskan, operasi udara terhadap Front al-Nusra, ISIS, dan kelompok teroris lainnya yang diakui oleh PBB akan tetap di lakukan. "Serangan udara terhadap mereka akan terus berlanjut," tegas Putin
http://www.atjehcyber.net/2016/02/putin-bilang-akan-paksa-bashar-patuhi.html
Kesulitan
Taklukan Mujahidin Suriah, Inilah Rincian Kerugian, Kekalahan Besar Rusia dari
Sudut Financial
Kondisi Terbaru Suriah 2015: Kampanye serangan udara Rusia di Suriah telah menyedot biaya hingga $4
juta per hari, menurut data yang diberikan kepada The Moscow Times, oleh think
tank pertahanan IHS.
Angka-angka pada laporan menunjukkan bahwa serangan bom, pasokan logistik, infrastruktur dan personil militer – ditambahkan dengan penembakan rudal jelajah ke zona konflik – telah menelan biaya $80 juta- $115 juta sejak kampanye serangan dimulai pada 30 September, menurut laporan The Moscow Times.
Dibandingkan dengan jumlah anggaran pertahanan Rusia tahun ini yaitu RUR (Russia Rubel) 3,1 triliun ($50 milyar), biaya tersebut masih terbilang kecil. Tapi Kremlin bisa melihat biaya tersebut akan terus membengkak. Para analis memperingatkan bahwa konflik di Suriah bisa berlangsung selama bertahun-tahun. Bahkan jika tentara mereka banyak yang mati, keterlibatan Rusia bisa saja semakin meningkat secara dramatis.
Setiap pesawat perang menelan biaya $12.000 per jam untuk terbang, dan masing-masing helikopter $3.000 per jam, menurut data IHS. Dengan tempo pemboman yang membutuhkan waktu selama rata-rata 90 menit sehari dan helikopter terbang satu jam per hari, Moskow menghabiskan sekitar $710.000 setiap 24 jam, kata IHS. Setiap hari, mereka mengeluarkan biaya sekitar $750.000 untuk amunisi.
Sementara untuk personel militer, Rusia membutuhkan biaya sekitar $440.000 per hari, menurut perkiraan IHS. Menjaga kapal di Mediterania memerlukan biaya $200.000. Biaya pendukung lainnya, seperti logistik, rapat intelijen, komunikasi dan ahli mesin, membutuhkan sekitar $250.000 per hari.
Itu berarti biaya minimum operasi ini adalah $2.400.000 per hari. Itu adalah estimasi biaya normatif, kata Ben Moores, seorang analis senior di IHS, dan biaya riil kemungkinan dua kali lipat lebih tinggi.
Kementerian Pertahanan Rusia tidak bersedia mengomentari saat dikonfirmasi tentang biaya operasi militer di Suriah.
Sumber: http://www2.muqawamah.net/rusia-hamburkan-dana-miliaran-di-suriah-demi-perang-yang-mustahil-dimenangkan/
Rusia ( komunis ) Bantai Muslim ( Ahlus
Sunnah ) Suriah, Rusia Tegaskan Negaranya Jadi Musuh Islam.Banyak Perempuan Dan
Anak-anak Tewas Mengenaskan. Kalau Kita Diam ( Memihak Kufar ), Apakah Allah
Akan Meridhai Kita ?
Gereja Rusia Sebut Pertempuran di Suriah
Sebagai Perang Suci, Membinasakan Ahlus Sunnah Suriah ( Yang berjuang Melawan
Kezaliman Keji Syiah Bashar Assad). Banyak Perempuan Dan Anak-anak Tewas
mengenaskan. Kalau Kita Diam ( Memihak kufar ), Apakah Allah Akan Meridhai Kita
?