Friday, May 27, 2016

Hati Yang Bersih Dan Hakekat Cinta Kepada Allah


(Khotbah Jum’ah Masjid Nabawi 15 Shafar 1437 H)
Oleh: Asy-Syaikh Al-Hudzaifi hafizohullah
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Pelindung orang-orang shalih, Dia memberikan bimbingan taufiq kepada siapa saja yang dikehendakiNya atas anugerahNya dan rahmatNya sehingga jadilah orang tersebut beruntung. Dia biarkan orang yang dikehendakiNya mengurus dirinya sendiri atas keadilanNya dan kebijaksanaanNya sehingga orang tersebut menempuh selain jalur orang-orang yang beriman. Aku memuji Tuhanku, berterima kasih dan bertobat kepadaNya serta memohon ampunanNya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, Tuhan Yang Maha Benar dan Nyata. Aku bersaksi bahwa junjungan kita dan Nabi kita Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya, yang senantasa benar janjinya dan terpercaya amanatnya.

Ya Allah ! curahkanlah rahmat kasih sayang dan doa keselamatan serta keberkahan kepada hambaMu dan RasulMu Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam beserta seluruh pengikutnya !

Selanjutnya..

Bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah memasukkan kalian ke dalam rahmatNya dan menyelamatkan kalian dari murkaNya dan sanksi hukumanNya. Sungguh beruntung orang yang bertakwa dan merugi orang yang berdusta dan melampaui batas.

Para hamba Allah ! setiap orang berusaha untuk meraih kebahagiaan abadi dan kehidupan yang memuaskan hati. Ada di antara manusia yang memang mendapatkan bimbingan Tuhan untuk menempuh jalanNya sehingga Allah memberinya kebahagiaan yang abadi dan kehidupan duniawi yang memuaskan hati. Tetapi ada pula orang yang yang segala perhatiannya hanya tertuju kepada dunia dan melupakan akhiratnya sehingga Allah memberinya jatahnya dari dunia yang memang telah Allah tetapkan untuknya, namun di akhirat kelak ia tidak mendapatkan bagian apa-apa. Sedangkan jatah duniawi yang diperolehnya tidaklah jernih tanpa kekeruhan, kekalutan, gangguan dan keburukan. Firman Allah Swt :

مَنْ كانَ يُرِيدُ الْعاجِلَةَ عَجَّلْنا لَهُ فِيها مَا نَشاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاها مَذْمُوماً مَدْحُوراً[ الإسراء / 18 ]

(Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang [duniawi], maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir ) Qs Al-Isra : 18

Firman Allah :

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَعْمى ، قالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيراً،  قالَ كَذلِكَ أَتَتْكَ آياتُنا فَنَسِيتَها وَكَذلِكَ الْيَوْمَ تُنْسى ، [ طه / 124-126 ]

( Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan" ) Qs Thaha : 124-126

Jika faktanya memang demikian, yaitu masing-masing orang berusaha meraih kebahagiaan duniawi dan berkerja keras meraih kebahagiaan ukhrawi yang kekal abadi sebagai kehidupan yang terbaik dan kenikmatan yang paling prima, maka perlu diketahui bahwa kebahagiaan dunia yang menyenangkan dan kebahagiaan akhirat yang kekal abadi itu tidak akan mungkin diraih kecuali dengan jiwa yang tulus dan hati yang bersih. Firman Allah :

يَوْمَ لا يَنْفَعُ مالٌ وَلا بَنُونَ ،  إِلاَّ مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ  ، وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ ،  وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِلْغاوِينَ ، [ الشعراء / 88 – 91 ]

( pada hari, harta dan anak-anak lelaki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, pada hari itu, surga didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa, dan neraka Jahim diperlihatkan dengan jelas kepada orang-orang yang sesat ) Qs As-Syu’ara : 88-91

Firman Allah  :

مَنْ عَمِلَ صالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَياةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ ما كانُوا يَعْمَلُونَ  [ النحل / 97 ]

(Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan) Qs An-Nahl : 97

Amal shalih tidak mungkin terlaksana kecuali oleh orang yang berhati ikhlas dan tulus. Firman Allah :

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثابَهُمْ فَتْحاً قَرِيباً  [ الفتح / 18 ]

( Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat waktunya) Qs Al-Fath : 18

Artinya Allah mengetahui kemurnian iman, kesungguhan niat dan kesucian batin yang ada dalam hati mereka, yang aman dari sifat kemunafikan dan cabang-cabangnya.

( عَن عبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ قَالُوا صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ    ) حديث صحيح رواه ابن ماجه

Abdullah bin ‘Amru berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ; “Manusia bagaimanakah yang paling mulia?” Beliau menjawab: “Semua orang yang hatinya makhmum (disapu/dibersihkan) dan tutur katanya benar.” Mereka berkata; “Tutur kata yang benar telah kami sudah mengerti, tetapi apakah maksud dari hati yang makhmum?” Beliau bersabda: “Yaitu hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada dosa, kezoliman, kedengkian dan hasad di dalamnya.” (Hadis shahih riwayat Ibn Majah).

Dari Abdullah Bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

( حُرِمَ عَلَى النَّارِ كُلِّ هَيِنٍ لَيِّن قَرِيبٍ مِنَ الّناسِ ) رواه أحمد والترمذى

(Diharamkan (terlindung dari neraka) setiap orang yang suka memudahkan, lemah lembut, dan akrab dengan sesama manusia ).” HR. Ahmad dan Tirmizi

Perhatikan wahai saudaraku sesama muslim bagaimana hati yang tulus ikhlas dan bersih itu dapat mengangkat seseorang kepada derajat yang demikian tinggi di surga, dan dapat menyelamatkannya dari neraka dan akibat yang membinasakannya.

Hati yang bersih dekat dari segala kebaikan, jauh dari segala keburukan. Hati yang bersih dapat menampung semua perilaku yang baik sebagaimana tanah yang landai dapat menampung air. Hati yang baik akan mampu menolak semua perilaku kerendahan sebagaimana tempa besi dapat menghilangkan karat pada emas dan perak. Hati yang bersih dapat manaungi pemiliknya dengan rahmat Allah, perlindunganNya, penjagaanNya dan bimbinganNya.

Firman Allah  :

وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ ، الَّذِينَ إِذا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلى ما أَصابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلاةِ وَمِمَّا رَزَقْناهُمْ يُنْفِقُونَ  [ الحج / 34 – 35 ]

) Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah, [yaitu] orang-orang yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan shalat dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka) Qs Al-Haj : 34-35

Firman Allah  :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَخْبَتُوا إِلَى رَبِّهِمْ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ  [ هود / 23 ]

( Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya ) Qs Hud : 23

Sikap merendakan diri kepada Allah Swt merupakan sifat yang melekat pada hati yang bersih. Ada yang menafsirkannya sebagai sikap tawadhu’ ( dalam arti patuh dan taat ) kepada Allah Swt serta merasa tenteram dalam menjalankan syariatNya dan firmanNya, pun pula merasa nyaman mengerjakan amal kebajikan dan puas dengannya. Firman Allah  :

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلامٌ عَلَيْكُمْ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ [ النحل / 32 ]

( orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan [kepada mereka]: "Salaamun´alaikum”, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan ) Qs An-Nahl : 32

Yang dimaksud dengan “mereka wafat dalam keadaan baik” di sini adalah “hati yang bersih dalam keimanan”.

Diriwayatkan dari Iyadh Bin Himmar radhiyallahu 'anhu berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

( أَهْلُ الْجَنَّةِ ثَلَاثَةٌ: ذُو سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ، وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ لِكُلِّ ذِي قُرْبَى، وَمُسْلِمٍ، وَرَجُلٌ فَقِيرٌ عَفِيْفٌ مُتَصَدِّقٌ ) رواه ابن حبان

 ( Ahli surga itu ada tiga :

Pertama : orang yang punya kekuasaan dan berlaku adil serta mau bersedekah atas pertolongan Allah.

Kedua ; orang yang di dalam hatinya terdapat rasa belas kasihan kepada sanak saudara dan sesama muslim.

Ketiga  : orang miskin yang mampu menjaga harga dirinya [dari meminta-minta], dan ia-pun masih mau bersedekah ) HR Ibnu Hibban.

Hati yang bersih punya sifat dan ciri khas tertentu, yang paling menonjol dan terpenting ialah terbebasnya hati seseorang dari kemusyrikan besar ( syirik akbar ) dan kecil ( syirik asghar ) beserta cabang-cabangnya, juga terhindarnya dosa-dosa besar dan kecil, terjauhkan dari sifat-sifat tercela dan perilaku nista, seperti kikir, terlampau pelit, iri hati, dengki, sombong, menipu, curang, khianat, tipu muslihat, dusta dan sifat-sifat hati tak terpuji lainnya. Di samping itu, hati yang bersih pemiliknya selalu menjalankan kewajiban dan memperbanyak ibadah sunah serta menghindari hal-hal yang makruh.

Adapun sebaik-baik karakter dan sifat hati yang bersih dan yang paling tinggi tingkat kesuciannya ialah sebagaimana yang sifat-sifat hati bersih yang disandang oleh para Nabi –alaihimussalam- .

Firman Allah mengkisahkan rasul kekasihNya, Ibrahim a.s.  :

وَإِنَّ مِنْ شِيعَتِهِ لَإِبْراهِيمَ ، إِذْ جاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ  [ الصافات / 83-84 ]

(Dan sesungguhnya benar-benar termasuk golongannya [Nuh] adalah Ibrahim. ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci) Qs Ash-Shafat: 83-84

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

( لَا يُبَلِّغُنِي أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِي عَنْ أَحَدٍ شَيْئًا، فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيمُ الصَّدْرِ   ) رواه أبو داود والترمذى

( Tidaklah seseorang di antara sahabat-sahabatku yang menyampaikan sesuatu kepadaku dari seseorang, [melainkan] aku sungguh senang jika aku keluar menemui kalian sementara aku dalam keadaan hati yang bersih) HR Abu Dawud dan Tirmizi.

Dari Syaddad Bin Aus radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada kami doa ini :

( اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الأَمْرِ، وَالعَزِيمَةَ على الرُّشْدِ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ لِسَانًا صَادِقًا، وَقَلْبًا سَلِيمًا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا تَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ عَلاَّمُ الغُيُوبِ )رواه أحمد والترمذى والنسائي

(Ya Allah, aku mohon kepadaMu ketetapan hati dalam segala urusan dan keteguhan kehendak menuju kebenaran. Dan aku memohon agar aku dapat mensyukuri nikmatMu dan beribadah kepadaMu dengan sebaik-baiknya. Ya Allah, aku memohon kepadaMu tutur kata yang benar, hati yang bersih, dan aku berlindung kepadaMu dari keburukan apa yang Engkau ketahui, aku memohon kepadaMu kebaikan dari apa yang Engkau ketahui, aku memohon ampun kepadaMu dari apapun yang Engkau ketahui, sesungguhnya hanya Engkau jualah yang Maha Mengetahui yang ghaib). HR Ahmad, Tirmizi dan Nasai.

Sebaik-baik kondisi hati, yang paling sempurna dan paling tinggi derajatnya adalah bersihnya hati dan baiknya hati. Dan kesempurnaan bersihnya hati bertingkat-tingkat. Maka barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam meneladani para nabi –'alaihimus salam- maka ia akan meraih kebersihan hati sesuai kadar keteladanannya. Barangsiapa yang mengikuti petunjuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan berpegang teguh dengan sunnahnya yang mulia maka ia telah dibimbing kepada petunjuk yang terbaik, amal dan keyakinan yang terbaik. Dan Allah akan menganugerahkan kepadanya hati yang bersih sebagaimana Allah menganugerahkan hati yang bersih kepada para sahabat yang meneladani petunjuk Nabi mereka Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan berpegang teguh dengannya. Allah berfiman :

وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلۡإِيمَٰنَ مِن قَبۡلِهِمۡ يُحِبُّونَ مَنۡ هَاجَرَ إِلَيۡهِمۡ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمۡ حَاجَةٗ مِّمَّآ أُوتُواْ وَيُؤۡثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ وَلَوۡ كَانَ بِهِمۡ خَصَاصَةٞۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٩

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ´mencintai´ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada hasad dalam dada mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada kaum muhajirin; dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (QS Al-Hasyr : 9)

Dan orang-orang kemudian yang mengikuti para sahabat dengan baik mereka diberikan hati yang bersih juga. Allah berfirman

وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلّٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٞ رَّحِيمٌ ١٠

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" (QS Al-Hasyr : 10)

Hati yang bersih ganjarannya adalah surga (di akhirat) dan tubuh yang sehat di dunia. Dari Anas r.a ia berkata :

كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ " فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ، قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلَ ذَلِكَ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى . فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ الْأُولَى، فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ: إِنِّي لَاحَيْتُ أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ ؟ قَالَ: نَعَمْ

"Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliaupun berkata : "Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga". Maka munculah seseorang dari kaum Anshoor, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka Abdullah bin 'Amr bin Al-'Aash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya : "Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu hingga berlalu tiga hari?. Maka orang tersebut berkata, "Silahkan".

Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya :

وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي الثَّلَاثَ، فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ شَيْئًا، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ، حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ . قَالَ عَبْدُ اللهِ: غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا، فَلَمَّا مَضَتِ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْقِرَ عَمَلَهُ، قُلْتُ: يَا عَبْدَ اللهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ وَلَا هَجْرٌ ثَمَّ، وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ: " يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ " فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ، فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ، فَأَقْتَدِيَ بِهِ، فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ . قَالَ: فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ

"Abdullah bin 'Amr bin al-'Aaash bercerita bahwasanya iapun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan sholat malam, hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka iapun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk sholat subuh. Abdullah bertutur : "Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan. Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka akupun berkata kepadanya : Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali : Akan muncul sekarang kepada kalian seorang penduduk surga", lantas engkaulah yang muncul, maka akupun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku contohi, namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Maka apakah yang telah menyampaikan engkau sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?". Orang itu berkata : "Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat". Abdullah bertutur : "Tatkala aku berpaling pergi maka iapun memanggilku dan berkata : Amalanku hanyalah yang engkau lihat, hanya saja aku tidak menemukan perasaan dengki (jengkel) dalam hatiku kepada seorang muslim pun dan aku tidak pernah hasad kepada seorangpun atas kebaikan yang Allah berikan kepadanya". Abdullah berkata, "Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surga-pen), dan inilah yang tidak kami mampui" (HR Ahmad, Ibnu Katsir berkata : Ini sanadnya shahih)

Jika seorang muslim bersungguh-sungguh untuk meraih dan melakukan sebab-sebab bersihnya hati dan akhirnya ia meraih kedudukan yang tinggi ini maka sungguh dia telah menang dan beruntung dan ia akan menjalani hidup di dunia dengan sehat (selamat) dan Allah akan menjamin baginya derajat yang tinggi di akhirat. Ia akan dibimbing oleh Allah untuk menasehati dan ia terlepas dari penipuan, maka iapun melakukan yang terbaik kepada Allah, kepada kitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin, dan kepada keumuman kaum muslimin. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Agama adalah nasehat (sebanyak 3 kali). Para sahabat bertanya, "Nasehat untuk siapa", Nabi berkata, "Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan keumuman kaum muslimin" (HR Muslim dari sahabat Tamim Ad-Dary).

Dan bentuk nasehat kepada Allah adalah beribadah kepadanya dengan ikhlas, dan nasehat kepada kitabNya adalah mempelajarinya dan mengajarkannya serta mengamalkannya. Nasahat kepada RasulNya adalah dengan mengikuti sunnahnya dan berdakwah kepada sunnahnya. Nasehat kepada para pemimpin (penguasa) adalah dengan tidak memberontak kepada mereka serta membantu mereka dalam menjalankan beban amanah yang dipikul oleh mereka. Nasehat bagi kaum muslimin adalah dengan menunaikan hak-hak mereka, menjaganya, dan memberi pelajaran bagi mereka serta menyumbangkan kebaikan bagi mereka dan menahan diri dari berbuat keburukan terhadap mereka. Barangsiapa yang sempurna bersihnya hatinya maka ia menyukai bagi kaum muslimin apa yang ia sukai untuk dirinya sendiri, dan ia akan diselamatkan dari sifat pelit sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

"Tidaklah salah seorang dari kalian beriman hingga ia menyukai bagi saudaranya apa yang ia sukai untuk dirinya" (HR Al-Bukhari dan Muslim dari Anas)

Ibnu Rojab berkata tentang hadits ini : "Hadits ini menunjukkan bahwa seorang mukmin membahagiakannya apa yang membahagiakan saudaranya seiman, dan ia ingin untuk saudaranya tersebut kebaikan yang ia inginkan untuk dirinya. Ini semuanya timbul dari sempurnanya bersihnya hati dari dengki, jahat, dan hasad. Karena hasad melazimkan orang yang hasad benci seorangpun mengunggulinya atau menyamainya dalam perkara kebaikan, karena ia maunya menjadi spesial di hadapan manusia dengan keutamaan-keutamaan yang dimilikinya dan ia ingin menjadi sendirian yang istimewa diantara mereka. Dan keimanan melazimkan lawan dari yang demikian ini, yaitu dia ingin kaum mukminin seluruhnya ikut merasakan kebaikan yang Allah anugrahkan kepadanya tanpa mengurangi kebaikan tersebut darinya."

Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata :

إِنِّي لَأَمُرُّ بِالآيَةِ فَأَعْلَمُ مِنْهَا مَا أَعْلَمُ فَأَتَمَنَّى أَنَّ كُلَّ مُسْلِمٍ يَعْلَمُ مِنْهَا مَا عَلِمْتُ

Sesungguhnya aku membaca sebuah ayat lalu mengetahui ilmu dari ayat tersebut maka akupun berangan-angan agar semua muslim mengetahui ilmu tentang ayat tersebut"

Al-Imam Asy-Syafi'i berkata :

وَدِدْتُ أَنَّ النَّاسَ تَعَلَّمُوا هَذَا الْعِلْمَ وَلَمْ يُنْسَبْ إِلَيَّ مِنْهُ شَيْئٌ

"Aku ingin orang-orang mempelajari ilmu (ku) ini lalu tidak dinisbahkan kepadaku sedikitpun dari ilmu tersebut"

Dan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menginfakkan seluruh hartanya demi kemaslahatan kaum muslimin, dan Umar radhiyallahu 'anhu menginfakkan setengah hartanya.

Dan diantara dampak dari hati yang bersih adalah sikap memaafkan, mengalah, sabar, dan lemah lembut terhadap kaum muslimin. Dan Nabi shallallahu 'alihi wasallam telah memuji Abu Dhomdhom karena hal tersebut. Jika beliau di pagi hari beliau berkata :

اللَّهُمَّ لاَ مَالَ لِي لِأَتَصَدَّقَ بِهِ عَلَى النَّاسِ، وَقَدْ تَصَدَّقْتُ عَلَيْهِمْ بِشَتْمِ عِرْضِي، فَمَنْ شَتَمَنِي أَوْ قَذَفَنِي فَهُوَ حِلٌّ

"Ya Allah sesungguhnya aku tidak memiliki harta untuk bersedekah dengannya kepada orang-orang, dan aku telah bersedekah kepada mereka dengan cacian terhadap harga diriku, maka barangsiapa yang mencaci maki aku atau menuduhku (dengan tuduhan tidak benar) maka ia telah aku halalkan". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ يَسْتَطِيْعُ مِنْكُمْ أَنْ يَكُوْنَ كَأَبِي ضَمْضَمَ؟

"Siapa diantara kalian yang mampu seperti Abu Dhomdhom?" (HR Al-Hakim, Ibnu Abdilbar, dan Al-Bazzar, dan hadits ini hasan"

Dan lawan dari hati yang bersih adalah hati yang sakit dengan berbagai macam penyakit yang dibenci dan tercela. Diantara penyakit hati yang  paling parah adalah pelit. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memperingatkan umatnya dari penyakit ini, beliau berkata :

اتَّقُوا الظُّلْمَ؛ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ؛ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، وَحَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ، وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ

"Waspadalah kalian dari perbuatan menzolimi karena kezoliman adalah kegelapan yang bertumpuk-tumpuk pada hari qiamat, dan jauhilah kalian dari pelit, karena sikap pelit telah membinasakan orang-orang sebelum kalian, sikap pelit ini mengantarkan mereka untuk menumpahkan darah mereka dan menghalalkan perkara-perkara yang haram' (HR Muslim dari hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu)

Jika seorang yang berakal mengamati fitnah yang meluas dan yang khusus di dunia ini, maka ia akan mendapat bahwasanya diantara sebab utamanya adalah sikap pelit dan tamak (rakus). Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda :

«يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيَنْقُصُ الْعَمَلُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ» قَالُوا: وَمَا الْهَرْجُ؟ قَالَ: «الْقَتْلُ الْقَتْلُ»

"Zaman semakin mendekat, dan amal semakin sedikit, dan muncullah fitnah-fitnah, dan dilemparkanlah sifat Asy-Syuh (pelit disertai semangat mengejar dunia) di hati dan banyaklah al-Harju". Mereka bertanya, "Apakah itu al-Harju?", Nabi berkata, "Pembunuhan, pembunuhan" (HR Al-Bukhari)

Maka sikap Asy-Syuh (pelit kelas kakap) adalah semangat untuk mengejar dunia, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berakta,

مَا الفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنِّى أخْشَى عَلَيْكُمْ أنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا، وَتُهْلِكَكُم كَمَا أهْلَكَتْهُمْ

"Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian, akan tetapi dibentangkannya dunia pada kalian lalu kalian berlomba untuk memperebutkannya sebagaimana orang-orang sebelum kalian berlomba memperebutkannya, maka dunia tersebut membinasakan kalian sebagaimana dunia telah membinasakan mereka'

Dan jika engkau telah mengetahui makna dari "pelit" maka engkau berusaha untuk menghindarinya. Dan engkau telah mengetahui bahwa fitnahnya penyakit ini yang telah menjadikan hati menjadi mati adalah sikap Asy-Syuh (pelit) yaitu tamak (rakus) dan semangat untuk meraih apa yang ada di tangan orang lain, dan berusaha dengan berbagai macam cara ditempuh untuk memilikinya di tanganmu, demikian hak-hak orang lain yang wajib yang ada ditanganmu kau tahan dan tidak kau tunaikan kepada mereka. Dan ini merupakan sifat yang paling buruk, maka Asy-Syuh lebih parah daripada hanya sekedar "kikir/pelit", dan Asy-Syuh merupakan sebab terputusnya silaturahmi, melanggar hak-hak orang lain, dan menumpahkan darah orang lain, dan menahan hak-hak orang lain yang wajib untuk ditunaikan kepada mereka yang berhak menerimanya.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

"Waspadalah kalian dari penyakit Asy-Syuh, karena ia telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Asy-Syuh telah memerintahkan mereka untuk berbuat dzolim maka merekapun menzolimi, memerintahkan mereka untuk berbuat fajir (maksiat) maka merekapun berbuat fajir, memerintahkan mereka untuk memutuskan silaturahmi maka merekapun memutuskan silaturahmi" (HR Ahmad dan Abu Dawud dari hadits Abdullah bin 'Amr).

Allah berfirman

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ وَٱسۡمَعُواْ وَأَطِيعُواْ وَأَنفِقُواْ خَيۡرٗا لِّأَنفُسِكُمۡۗ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٦

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS At-Tagobun : 16)

Semoga Allah memberkahi aku dan kalian dalam Al-Qur'an.

Khutbah Kedua

Segala puji bagi Allah yang maha perkasa, maha pengampun, yang mengetahui apa yang ada di dada manusia. Aku memuji Robku dan aku bersyukur kepadaNya serta aku bertaubat kepadaNya dan memohon ampunanNya. Dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Yang Maha Penyantun dan Maha membalas kebaikan. Dan aku bersaksi bahwasanya Nabi kita dan pemimpin kita Muhammad adalah hamba dan utusanNya, Allah mengutusnya dengan petunjuk dan cahaya. Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam serta keberkahan kepada hambaMu dan rasulMu Muhammad, juga kepada keluarganya dan para sahabatnya, serta orang-orang yang meneladani mereka dengan baik hingga hari kebangkitan.

Selanjutnya, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, berpeganglah tali Islam dengan kuat. Hamba-hamba Allah sekalin, ketahuilah bahwasanya sehatnya hati dan bersihnya hati adalah dengan kesabaran dan keyakinan. Yaitu sabar untuk meninggalkan perkara-perkara yang haram, sabar dalam menunaikan kewajiban-kewajiban, dan memperbanyak menjalankan perkara-perkara yang mustahab, dan juga bersabar dalam menghadapi bencana-bencana dan perkara-perkara yang sudah ditakdirkan.

Dan keyakinan akan memperkuat hati dan menolak syubhat-syubhat serta berbegai bentuk kemunafikan dan syahwat. Barangsiapa yang hatinya telah dikuasai oleh syubhat  atau syahwat hingga mati maka ia telah celaka dengan kecelakaan yang sangat besar. Allah berfirman

وَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ فِتۡنَتَهُۥ فَلَن تَمۡلِكَ لَهُۥ مِنَ ٱللَّهِ شَيۡ‍ًٔاۚ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمۡۚ لَهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا خِزۡيٞۖ وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٞ ٤١

Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (QS Al-Maidah : 41)

Mengerjakan apa saja yang diperintahkan oleh Allah adalah membersihkan dan mensucikan hati. Dan seluruh apa yang dilarang oleh Allah adalah dalam rangka untuk menjaga hati dari penyakit-penyakit.

Maka wahai seorang muslim, carilah kebersihan hatimu dan sehatnya hatimu dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan penyakit-penyakit hati yang tercela dan mematikan hati atau membuatnya sakit. Kalau hal ini tidak mampu untuk dikerjakan oleh seorang hamba maka tentu Allah tidak akan membebaninya dengan hal ini, dan Allah tidak akan membebani suatu jiwapun kecuali dengan apa yang mampu untuk ia lakukan. Dalam hadits Nabi bersabda :

لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا

"Janganlah kalian saling hasad, dan jangan saling memboikot, dan jangan saling bermusuhan" (HR Muslim dari Abu Huroiroh)

Hamba-hamba Allah, sesungguhnya Allah dan para malaikat bersolawat kepada Nabi.

Diterjemahkan oleh Firanda Andirja dan Usman Hatim


Khotbah Jum’at dari Masjid Nabawi, 15 Rajab 1437 H
Oleh : Syekh Abdul Bari Bin Awadh Al-Tsubaiti
Khotbah Pertama
Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat dan salam tenantiasa tercurah kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- beserta segenap keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejaknya.

Selanjutnya.

Cinta kepada Allah merupakan konsekuensi keimanan. Tidak akan sempurna tauhid (peng-Esaan) kepada Allah hingga seorang hamba mencintai Tuhannya secara sempurna. Kecintaa tidak bisa didefinisikan dengan lebih jelas keculai dengan kata "kecintaan" itu sendiri. Dan tidak bisa disifatkan dengan yang lebih jelas seperti kata "kecintaan " itu sendiri. Tidak ada sesuatu yang esensinya patut dicintai dari segala sisi  selain Allah, yang memang tidak boleh ada penyembahan, peribadatan, ketundukan dan kepatuhan serta kecintaan yang sempurna kecuali hanya kepada Nya –subhanahu wa ta’ala-.

Cinta kepada Allah, bukanlah sembarang cinta; tidak ada suatu apapun yang lebih dicintai dalam hati seseorang selain Sang Penciptanya, Kreatornya. Dialah Tuhannya, Sesembahannya, Pelindungnya, Pengayomnya, Pengaturnya, Pemberi rezekinya, dan Pemberi hidup dan matinya. Maka mencintai Allah –subhanahu wa ta’ala- merupakan kesejukan hati, kehidupan jiwa, kebahagiaan sukma, hidangan batin, cahaya akal budi, penyejuk pandangan dan pelipur perasaan.

Tiada suatu apapun menurut hati yang bersih, sukma yang suci, pikiran yang jernih lebih indah, lebih nyaman, lebih lezat, lebih menyenangkan dan lebih nikmat dari pada kecintaan kepada Allah, perasaan tenteram damai di sisi-Nya dan kerinduan akan perjumpaan dengan-Nya.

Yahya Bin Mu’adz berkata :

عَفْوُهُ يَسْتَغْرِقُ الذُّنُوْبَ فَكَيْفَ رِضَوَانُهُ؟، وَرِضْوَانُهُ يَسْتَغْرِقُ الآمَالَ فَكَيْفَ حُبُّهُ؟، وَحُبُّهُ يُدْهِشُ الْعُقُوْلَ فَكَيْفَ وُدُّهُ؟، وَوُدُّهُ يُنْسِي مَا دُوْنَهُ فَكَيْفَ لُطْفُهُ؟

“Ampunan-Nya mencakup (menggugurkan) seluruh dosa, lalu bagaimana lagi dengan ridho-Nya?  Ridho-Nya begitu mendominasi seluruh cita-cita dan harapan, lantas bagaimana dengan kecintaan-Nya? Kecintaan-Nya begitu mengagumkan akal pikiran, lalu bagaimana dengan kasih sayang-Nya? Kasih sayangnya begitu melupakan segala yang selainNya, lalu bagaimana dengan kelembutan-Nya?

Maka, terukur dengan sejauh mana cinta kasih seseorang kepada Allah, sejauh itu pula ia akan merasakan lezat dan manisnya iman. Barangsiapa yang hatinya karam dalam kecintaan kepada Allah, maka cukuplah hal itu menjadikannya tidak perlu dengan kecintaan, kekhawatiran dan kepasrahan hati kepada selain Allah. Sebab tidak ada yang dapat memuaskan hati, tidak bisa mengisi relung-relung cinta hatinya, serta tidak bisa mengenyangkan rasa laparnya kecuali cinta kepada Allah –subhanahu wa ta’ala-.

Andakan saja hati seseorang mendapatkan segala apa yang melezatkan, tidaklah ia merasa damai dan tenteram kecuali dengan kecintaannya kepada Allah –subhanahu wa ta’ala-. Jika seseorang kehilangan cinta kepada Allah dalam hatinya, maka kepedihan yang dirasakannya jauh lebih parah dari pada kepedihan mata karena kehilangan cahaya pengelihatan, atau kepedihan telinga karena kehilangan pendengaran, hidung karena kehilangan penciuman dan mulut karena kehilangan kemampuan berbicara, bahkan kerusakan hati akibat kekosongan dari rasa cinta kepada Allah sebagai Penciptanya, Pencetus wujudnya dan Tuhan sesembahannya yang sejati, jauh lebih berat dari pada kerusakan fisik karena terpisah dari nyawanya.

Esensi (hakikat) cinta adalah bilamana Anda merelakan segala yang Anda miliki untuk seseorang yang Anda cintai sehingga tidak menyisakan sedikitpun apa yang ada pada diri Anda. Di sinilah, maka kecintaan seseorang kepada Allah hendaklah mengalahkan mendominasi segala perkara yang dicintai, sehingga apapun yang dicintai oleh seseorang tunduk kepada cinta yang satu ini yang menjadi penyebab kebahagiaan dan kesuksesan bagi dirinya.

Kadar kecintaan dalam hati orang yang mencintai Allah adalah bertingkat-tingkat. Itulah sebabnya, Allah –subhanahu wa ta’ala- melukiskan betapa besarnya kecintaan orang-orang mukmin kepada-Nya dalam firman-Nya :

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ [ البقرة / 165]

“Orang-orang yang beriman sangat mendalam cintanya kepada Allah.”. Qs Al-Baqarah : 165

Kata “Asyaddu” (sangat mendalam) menjadi bukti adanya tingkatan cinta dalam hati mereka. Artinya, ada cinta yang lebih tinggi dan kemudian ada lagi yang lebih tinggi.

Cinta kepada Allah berarti Anda mengutamakan segala sesuatu yang disenangi Allah di atas diri Anda, jiwa Anda dan harta benda Anda, lalu ketaatan Anda kepada Allah dalam kesendirian dan keramaian, kemudian kesadaran diri akan kelalaian Anda dalam mencintai Allah. Seharusnya secara totalitas Anda mencintai Allah dengan mencurahkan jiwa dan raga serta pengembaraan hati dalam upaya mencari Sang Kekasih, dengan lisan yang selalu bergerak untuk menyebut nama-Nya.

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :

وَأَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ

“Aku memohon kepada-Mu agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang mendekatkan diriku untuk mencinta-Mu.”

Suatu kecintaan yang apabila telah melekat di hati seseorang dan memuncak, akan menjadi al-Walah (ketundukan/peribadatan), dan al-Walah adalah kecintaan yang sangat dalam. Karenanya at-taalluh (ketundukan dan peribadatan) kepada Allah adalah bentuk kecintaan yang dalam kepada Allah dan kecintaan terhadap perkara yang datang dari sisi Allah.

Kebutuhan manusia akan cintaan secara mendalam kepada Allah jauh lebih mendesak dari pada bebutuhannya akan asupan zat gizi (makanan). Sebab jikalau kekurangan asupan zat gizi itu dapat merusak tubuh seseorang, maka kekurangan cinta yang mendalam (kepada Allah) dapat merusak jiwa spiritualnya.

Seorang mukmin ketika mengenal Tuhannya, pastilah ia cinta kepada-Nya. Ketika itulah dirinya memusatkan perhatian kepada-Nya. Jika ia telah dapat merasakan manisnya konsentrasi kepada-Nya, maka ia tidak lagi melihat dunia dengan kaca mata syahwat (kelezatan sesaat) dan tidak pula melihat akhirat dengan pandangan pesimistis (kendur semangat).

Cinta kepada Allah mendorong seseorang melakukan kewajiban dan meninggalkan larangan, memacu seorang hamba melaksanakan amal ibadah sunnah, dan mencegahnya berbuat hal-hal yang makruh (tidak selayaknya dilakukan).

Cinta kepada Allah memenuhi hati seseorang dengan kelezatan dan manisnya iman.

ذَاقَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِيْناً وَمُحَمَّدٍ رَسُولاً

“Akan dapat merasakan manisnya iman, seorang yang ridha Allah sebagai Tuhan-nya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad –shallallahu alaihi wa sallam- sebagai rasul.”

Cinta kepada Allah dapat mengusir dari dalam hati segala bentuk kecintaan kepada apa saja yang tidak disenangi Allah. Organ-organ tubuh dengan dorongan kecintaan kepada Allah akan tergugah untuk beribadah kepada-Nya, dan jiwa menjadi tenteram karenanya. Allah berfirman dalam hadis qudsi :

فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا .

"Jika Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan mendengar, penglihatannya yang dia gunakan melihat, tangannya yang dia gunakan memukul dan kakinya yang digunakan berjalan.”

Seeorang yang sedang mencintai, karena keasyikan dan kelezatan cintanya ia akan melupakan segala derita cobaan, tidak terasa baginya kepedihan yang dirasakan orang lain. Cinta kepada Allah merupakan kekuatan yang sangat kuat untuk mendorong seseorang mampu bertahan untuk tidak melanggar dan mendurhakai Allah.

" إنَّ المُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ "

“Orang yang mencintai tunduk kepada sang kekasih yang dicintainya.”

Semakin kuat dorongan cinta dalam hati seseorang, akan semakin kuat pula dorongan untuk melaksanakan ketaatan serta menghindari kemaksiatan dan pelanggaran. Sebab kemaksiatan dan pelanggaran hanya terjadi akibat lemahnya dorongan cinta dalam diri seseorang.

Cinta yang sejati, membuat seseorang merasa dikawal oleh pengawas dari sang kekasih untuk membimbing hatinya berikut organ-organ tubuhnya. Hanya sekedar cinta tidak akan berdampak positif seperti ini selama tidak disertai sikap pengagungan dan pemuliaan terhadap sang kekasih. Jika cinta itu disertai sikap pengagungan dan rasa hormat, maka akan melahirkan rasa malu berikut ketaatan. Namun jika kosong dari sikap pengagungan dan rasa hormat, maka cinta model itu hanya membuahkan semacam kemesraan, kepuasan, keharuan dan kerinduan belaka. Itulah sebabnya, mengapa pengaruh positif cinta tersebut tidak ada. Ketika yang bersangkutan memeriksa hatinya, ternyata ia pun menemukan rasa cinta kepada Allah, tetapi cinta yang tidak mendorong dirinya untuk meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya.

Sebabnya adalah, kehampaan cinta tersebut dari sikap pengagungan dan rasa hormat. Padahal tidak ada sesuatu yang mampu memakmurkan hati setara dengan cinta yang disertai sikap pengagungan dan rasa hormat. Itulah anugerah Allah –subhanahu wa ta’ala- yang paling besar dan paling utama bagi seorang hamba, dan itu pula karunia Allah yang berikan kepada orang yang dikehendaki-Nya.

Cinta yang hampa dari sikap ketundukan dan kerendahan hati, sesungguhnya hanyalah pengakuan cinta yang tidak bermutu. Sama seperti orang yang mengaku dirinya cinta kepada Allah, tetapi tidak mau melaksanakan perintah-Nya dan tidak patuh kepada sunnah Nabi-Nya Muhammad –shallallahu alaihi wa sallam-; tidak meneladaninya dalam ucapan, perbuatan dan amal ibadah.

Tidak disebut cinta kepada Allah dan tidak pantas mengaku cinta kepada-Nya orang yang tidak meneladani Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-. Oleh karena itu, Allah menceritakan tentang ucapan orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam firman-Nya :

وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ وَٱلنَّصَٰرَىٰ نَحۡنُ أَبۡنَٰٓؤُاْ ٱللَّهِ وَأَحِبَّٰٓؤُهُۥۚ [ المائدة / 18]

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Qs Al-Maidah : 18

Pengakuan semata tanpa bukti nyata, semua orang pun bisa berbuat seperti itu. Di sinilah Allah memadamkan seluruh pengakuan dan menyingkap kedok kepalsuannya dalam firmanNya :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ [ آل عمران/31]

"Katakanlah jika kalian benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan memaafkan dosa-dosa kalian, dan Allah maha pengampun lagi penyayang." Qs Ali-Imron : 31

Diantara indikasi cinta kepada Allah adalah mencintai orang-orang yang taat kepada Allah, loyal kepada wali-wali Allah, dan memusuhi orang-orang yang membangkang kepada-Nya, berjihad melawan musuh-musuh-Nya dan menolong para penolong-Nya. Semakin kuat kecintaan hamba kepada Allah maka semakin kuat pula praktik amal-amalnya.

Di sini penting bagi kita untuk mengenal sebab-sebab yang mendatangkan kecintaan kepada Allah. Diantaranya  :

Mengenal nikmat dan karunia Allah kepada para hambaNya yang tidak terhitung dan tidak terhingga.

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا [ النحل / 18]

"Dan jika kalian menghitung nikmat-nikmat Allah maka kalian tidak akan mampu menghitungnya" (QS An-Nahl : 18)

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ [ القصص / 77]

"Dan berbuatlah baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu." Qs Al-Qosos : 77

Diantara sebab yang mendatangkan kecintaan kepada Allah adalah mengenal Allah –subhanahu wa ta’ala- melalui nama-namaNya yang terindah dan sifat-sifatNya serta perbuatan-perbuatanNya.  Siapa yang mengenal Allah maka ia akan mencintai Allah, siapa yang mencintai Allah maka ia akan taat kepadaNya, siapa yang taat kepada Allah maka Allah akan memuliakannya, dan siapa yang dimuliakan Allah maka Allah akan menempatkannya di sisiNya, dan siapa yang ditempatkan oleh Allah di sisi-Nya maka sungguh mujur nasibnya.

Di antara penyebab utama cinta kepada Allah adalah merenungkan tentang kerajaan-Nya di langit dan di bumi. Semua yang Allah ciptakan merupakan tanda-tanda yang melambangkan keagungan-Nya, kemaha-kuasaan-Nya, kemuliaan-Nya, kesempurnaan-Nya, keperkasaan-Nya, kelembutan dan kasih sayang-Nya, dan nama-nama Allah yang demikian indah serta sifat-sifatNya yang luhur lainnya. Maka semakin kuat makrifat (pengenalan) hamba tentang Allah, maka semakin kuat pula rasa cintanya kepada Allah dan kecintaannya untuk mentaati-Nya. 

Di antara sebab yang mendatangkan kecintaan kepada Allah adalah bersikap tulus dan ikhlas dalam bermu’amalah dengan Allah, serta tidak menuruti kemauan hawa nafsu. Hal ini merupakan penyebab turunnya karunia Allah kepada hambaNya sehingga anugerah cinta kepada-Nya dapat diraih.

Diantara sebab terbesar untuk mendatangkan kecintaan kepada Allah adalah memperbanyak dzikir ( mengingat) Allah.

" فَمَنْ أحَبَّ شيْئًا أكْثَرَ مِنْ ذِكْرِهِ "

“Siapa yang cinta kepada sesuatu, maka ia akan sering menyebutnya. Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ [ الرعد / 28]

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram." Qs Ar-Ra'du : 28

=======

Khotbah Kedua:

Saudara-saudaraku seiman!

Di sini ada empat bentuk kecintaan yang harus dibedakan satu dengan yang lainnya.

Pertama : Kecintaan kepada Allah. Kecintaan ini semata tidak cukup untuk menyelamatkan seseorang dari azab Allah dan meraih ganjaran dari pada-Nya. Karena kaum musyrikin, para penyembah salib, kaum yahudi, dan yang lainnya juga mencintai Allah.

Kedua : Mencintai apa yang dicintai oleh Allah, dan kecintaan inilah yang memasukan seseorang ke dalam Islam dan mengeluarkannya dari kekufuran. Sedangkan orang yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling mampu mengaplikasikan kecintaan ini dan yang paling konsisten menjalankannya.

Ketiga : Cinta di jalan Allah dan karena Allah. Maka inilah konsekuensi dari mencintai apa yang dicintai oleh Allah, yang mana tidak akan lurus kecintaan apa yang dicintai oleh Allah kecuali melalui cinta di jalan-Nya dan karenaNya.

Keempat : Mencintai selain Allah di samping cinta kepada Allah. Inilah cinta kesyirikan. Maka semua yang mencintai sesuatu yang lain bersamaan dengan kecintaan kepada Allah, bukan karena Allah, dan bukan juga di jalan Allah, maka ia telah menjadikannya sebagai partner atau tandingan bagi Allah. Inilah bentuk kecintaan kaum musyrikin.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ [البقرة/165]

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, maka amat sangat mendalam cintanya kepada Allah." Qs Al-Baqoroh : 165

====== Doa ======

Penerjemah : Usman Hatim & Firanda Andirja