Dulu saya pernah kepincut dengan gerakan syiah seperti
Hizbullah dari Libanon dan juga tokohnya seperti Khomaini. Pertama kali buku
syiah yang saya miliki dan saya baca adalah karya seorang ulama syiah asal
Libanon, Muhammad Husain Fadhlullah, yang berjudul Islam dan Logika Kekuatan.
Alasan saya membelinya adalah karena judul dan sinopsisnya yang menarik. Saat
itu saya masih duduk dibangku SMA. Tanpa pikir panjang dan pengetahuan saya
yang terbatas mengenai syiah, saya menelan isinya begitu saja.
Kakak saya yang mengetahui saya membeli buku tersebut
pun ikut membacanya. Kakak saya saat itu juga sedang keranjingan membaca
buku-buku Islam. Hanya saja, dia lebih paham bahaya tentang syiah dibanding
saya. Setelah membacanya, kakak saya memberi beberapa catatan peringatan
dibeberapa halaman buku tersebut, "Hati-hati ini pemikiran syiah!"
Pada waktu itu saya tidak peduli dengan peringatan kakak saya tersebut.
Sewaktu perang Hizbullah-Israel tahun
2006 lalu, saya semakin terkesima dengan gerakan syiah. Tokohnya, Hasan
Nashrullah begitu saya kagumi karena keberanian dan khutbah-khutbahnya yang
membakar semangat. Saya menonton beberapa cuplikan video perjuangannya, semakin
menambah kecintaan saya pada gerakan syiah ini. Hal ini mengingatkan saya
dengan buku syiah karya Fadhlullah di atas. Karena ternyata Husain Fadhlullah
adalah penasehat spiritual Hizbullah. Tapi ada yang mengganjal di hati saya,
mengapa Hizbullah selalu membawa-bawia foto-foto Khomaini dalam setiap
aksi-aksinya? Hizbullah di Libanon sedangkan Khomaini di Iran. Apakah Hizbullah
masih dalam satu komando Khomaini? Dari sini saya tidak menemukannya di
negara-negara sunni. Jawaban dari pertanyaan itu nantinya akan anda temukan
dalam tulisan ini.
Saya mulai tidak suka dengan gerakan
syiah ketika konflik Suriah mulai memuncak. Di mana gerakan syiah Iran dan
Hizbullah ikut-ikutan menyerang dan membunuhi saudara saya dari ahlussunnah.
Mulailah saya membaca buku dan artikel-artikel tentang bahaya syiah. Saya
begitu terkejut, begitu banyaknya perbedaan baik yang furu maupun yang ushul
dengan kalangan ahlussunnah. Rujukannya bukan hanya dari perkataan ulama-ulama
ahlussunnah, tapi dari buku-buku dan perkataan ulama-ulama syiah itu sendiri.
Salah satu ajaran yang paling berbahaya dari syiah adalah taqiyah yaitu
menyembunyikan kebusukan hati mereka dengan alasan kondisi belum memungkinkan untuk
mengungkap kebusukan tersebut. Saya katakan "kebusukan" sedangkan
bagi mereka adalah "kebenaran". Bagi mereka, taqiyah adalah dien itu
sendiri; fardhu ain untuk diamalkan seperti halnya shalat fardhu. Bahkan lebih
fardhu daripada shalat fardhu itu sendiri. Al Kulaini, Ulama besar syiah,
berkata, “Tidak beragama orang yang tidak menggunakan konsep taqiyah.”
(al-Kulaini, Ushul al-Kafi, jilid II, hal. 217).
Ibnu Babawaih, tokoh besar Syiah klasik,
berfatwa bahwa hukum menerapkan taqiyah itu wajib, seperti kewajiban
menjalankan shalat. Ia mengatakan; “Keyakinan kita tentang hukum taqiyah adalah
wajib, barangsiapa yang meninggalkan taqiyah sama halnya dengan meninggalkan
shalat.” (Ibnu Babawaihi, al-I’tiqadat, hal. 114).
Dalam keyakinan Syiah, taqiyah merupakan
pilar-pilar utama agama. Taqiyah diserupakan dengan Sembilan persepuluh dari
agama mereka. Sementara rukun-rukun Islam dan kewajiban dalam Islam lainnya
hanya sepadan dengan satu persepuluh. Ini artinya, taqiyah lebih utama daripada
rukun Islam. (Al-Kafi, juz II hal. 217, Badzlul Majhud juz II
hal. 637).
Prof. Ali Muhammad al-Syalabi
menerangkan, dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran taqiyah; Pertama,
Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya. Kedua, taqiyah
digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah. Ketiga, taqiyah
berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan.
Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan (Ali Muhammad
al-Syalabi, Fikr al-Khawarij wa al-Syiah fi Mizan Ahlissunnah wal
Jama’ah, hal. 311).
Prof. Muhammad Baharun dalam bukunya
yang berjudul "Tantangan Syiah terhadap Ahlus Sunnah" di
hal 108 mengatakan, topeng taqiyah Syiah menjadi masalah dalam interaksi dengan
Ahlus Sunnah. Dakwah Syiah yang menggunakan taqiyah kerap mengelabuhi umat.
Banyak pengikut Syiah tidak mengaku Syi’i secara konsekuen dan terang-terangan.
Mereka Syi’i biwajhin Sunni (Syiah berwajah Sunni).
Pengelabuhan ini memiliki target khusus. Setelah mereka menguasai, baru
menampakkan wujud aslinya.
Artinya, orang syiah itu seperti musuh
dalam selimut. Pengkhianat yang sewaktu-waktu menikam dari belakang. Salah satu
bukti nyata pengkhianatan syiah kontemporer adalah keterlibatan mereka dalam
penggulingan Presiden Mesir yang sah, Muhammad Mursi. Situs bersamadakwah.com pada
bulan Juli 2013 melaporkan, "Kelompok Syiah dilaporkan tengah bergerak
untuk menggulingkan Presiden Mesir Muhammad Mursi. Mereka memobilisasi lebih
dari 100 ribu warga Mesir penganut Syiah menandatangani pernyataan
pemberontakan yang bertujuan menarik kepercayaan terhadap pemerintahan Mursi.
Juru bicara komunitas Syiah Mesir Bahaa
Anwar dalam pernyataannya Sabtu (1/6) lalu mengatakan, sebanyak 100.253 orang
Syiah Mesir telah menandatangani pernyataan itu. Sebagian penandatangan tinggal
di luar negeri, lapor Al-Ahram.
Selain Syiah, kalangan sekuler Mesir
adalah motor kampanye “pemberontakan” itu. Mereka mengklaim, sejak
“pemberontakan” digulirkan 1 Mei 2013 lalu, sampai saat ini sudah terkumpul 7
juta tanda tangan.
Kampanye tersebut berusaha mendapatkan
15 juta tanda tangan guna mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Mursi, untuk
melampaui 13,2 juta suara yang didapat Mursi dalam pemilu presiden yang
dimenangkannya tahun lalu."
Sejarah pengkhianatan syiah sangat
panjang. Sejarahnya mungkin sama panjangnya dengan sejarah Islam itu sendiri
khususnya bermula sejak zaman Khalifah Umar bin Khaththab yang dibunuh oleh Abu
Lu’luah Al-Majusi. Abu Lu'luah oleh orang syiah dijuluki "Baba
Syujauddin" (sang pembela agama yang gagah berani).
Salah satu sejarah pengkhianatan mereka
disebutkan oleh sejarawan Mesir, Imam Al-Maqrizi dalam kitab-nya (as-suluk),
tentang rencana pembunuhan pahlawan Islam, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka
adalah orang-orang yang berusaha menegakkan kembali daulah Syiah Fatimiyah di
Mesir yang sebelumnya dihancurkan oleh Shalahuddin. Alhamdulillah, Sultan
Shalahuddin berhasil menggagalkan rencana itu dengan membasmi mereka terlebih
dahulu sebelum rencana mereka dilaksanakan.
Foto dibawah: Mahmud Badr,
salah satu tokoh utama penggerak kudeta terhadap Mursi ternyata adalah seorang
syiah.
Saya tidak setuju dengan pandangan dokter Joserizal
yang melulu berpendapat bahwa konflik yang terjadi di Suriah adalah konspirasi
zionis yang bermula dari Arab Spring. Tampaknya dokter Joserizal
lupa dengan pembantaian besar-besaran yang pernah dilakukan oleh Hafez Al Asad,
bapaknya Bashar Al Asad, terhadap kaum muslimin Suriah terutama di kota Homs
dan Hama pada tahun 1982. Puluhan ribu orang syahid, termasuk di antaranya
adalah para ulama ahlussunnah. Syaikh Jabir Rizq, seorang ulama dari gerakan
Ikhwanul Muslimin, menggambarkan pembantaian terhadap umat Islam Suriah di masa
rezim Hafez Al Asad dalam bukunya yang berjudul, "Ikhwan Dibantai
Syiria": Ada sebuah masjid dimana berkumpul para ulama dan jamaahnya.
Lalu masjid itu kemudian ditembaki oleh tentara Asad hingga semua orang yang
ada di masjid itu mati. Pada saat itu lebih dari 30.000 orang tewas, 88 masjid
dan 3 gereja hancur serta puluhan ribu warga mengungsi dari tempat tinggalnya.
Saat itu, tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin Suriah seperti
Syaikh Said Hawwa rahimahullah menghadap Khomaini. Tujuannya adalah meminta
tolong kepada Khomaini agar mau membantu gerakan revolusi Islam yang saat itu
sedang bergelora di Suriah. Saat itu banyak tokoh Ikhwan memandang Iran adalah
negara yang berhasil meraih kemenangan berkat revolusi Islamnya dan mereka
berharap banyak dari Khomaini untuk mau membantu revolusi mereka seperti halnya
Khomaini berhasil melakukannya di Iran.
Apakah Khomaini mau membantu revolusi
Islam di Suriah? Tidak! Mengapa? Hafez Al Asad (ayah dari Bashar Al Asad/
diktator Suriah saat itu) adalah penganut Syiah. Walaupun bukan penganut Syiah
Itsna Asyariah, tetapi Syiah Nusairiyah memiliki banyak kesamaan dengan Syiah
Itsna Asyariah. Begitupun yang terjadi di Yaman dan Bahrain saat ini. Kaum
syiah tidak malu-malu lagi mengangkat-angkat foto-foto tokoh-tokoh syiah Iran
seperti Khomaini dan Khemeni dalam aksi-aksi demonstran mereka. Apa hubungannya
mereka yang bukan warga negara Iran dengan Iran? Solidaritas ke-syiahahan
mereka terus memuncak. Maka syiah dari kelompok manapun dan dimanapun akan
saling berangkulan dengan syiah yang ada di Iran. Dengan kata lain, Iran adalah
kekhalifahan tersembunyi bagi kelompok syiah di seluruh dunia.
Tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin pun mulai
menyadari bahwa revolusi di Iran bukanlah revolusi Islam, tetapi revolusi
Syiah. Revolusi syiah seperti ini bisa saja meletus di negara mana pun baik
negeri kafir maupun negeri yang mayoritasnya kaum sunni seperti Indonesia. Bila
revolusi ini terjadi maka mereka akan mensyiahkan negara yang mereka
revolusikan. Bersiap-siaplah ahlussunnah menerima penindasan dan kehancuran.
Bukan menakut-nakuti. Tapi ini adalah kenyataan yang terus berulang sepanjang
sejarah Islam. Oleh karenanya, sebelum Shalahuddin Al Ayyubi menaklukkan
pasukan Salib di Yerussalem, terlebih dahulu menaklukkan kaum Syiah. Karena
kaum syiah dikenal dengan kelicikan dan pengkhianatannya yang tidak kepalang
tanggung. Tidak heran bila Sejarawan kontemporer seperti Prof. Raghib As
Sirjani berpendapat, sebelum umat Islam menaklukkan Al Aqsha dari cengkeraman
Zionis, harus menaklukkan kaum Syiah terlebih dahulu.
Foto: - Penghancuran kota-kota basis Sunni di Suriah
pada tahun 1982 oleh rezim Hafez Al Asad, penganut Syiah Nushairiyah dan bapak
dari Bashar Al Asad.
- Demonstrasi di Bahrain. Orang-orang syiah mengangkat
foto Khomaini dan Khemenei dari Iran. Apa hubungannya? Tidak mengherankan bila
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi mengatakan bahwa revolusi yang terjadi di Bahrain
bukanlah revolusi rakyat tapi revolusi syiah.
Kaum syiah dan para pendukung Bashar Al Asad
seringkali menuduh bahwa ulama-ulama pendukung kelompok oposisi berasal dari
kelompok wahabi atau kelompok oposisi itu adalah wahabi. Mereka berpikiran
bahwa yang mengkritik mereka adalah wahabi. Tidak sedikit kaum muslimin yang
terpengaruh dengan tuduhan mereka ini. Sebagian dari kaum muslimin akhirnya
memilih diam atau tidak mendukung siapapun, dan sebagian lagi malah
terprovokasi dan ikut-ikutan menyerang mujahidin Suriah. Salah satu alasan
mereka terprovokasi adalah dengan kematian ulama Syaikh Said Ramadhan Al Buthi
yang menurut mereka dibunuh oleh kaum oposisi Suriah. Karena Syaikh Al Buthi
adalah ulama ahlussunnah, maka otomatis yang membunuh ulama tersebut berasal
dari wahabi. Yang ada dalam pikiran mereka, para pembunuh ulama ahlussunnah
adalah berasal dari kalangan wahabi. Inilah fakta yang terjadi saat ini. Umat
Islam dipecah belah sedemikian rupa oleh permainan kotor kaum syiah dan para
pendukung Bashar Al Asad.
Mereka mengatakan bahwa yang membunuh Syaikh Al Buthi
adalah wahabi, lalu bagaimana dengan yang membunuh ribuan ulama ahlussunnah
Homs dan Hama tahun 1982? Ya, para pembunuh itu tidak lain adalah orang-orang
syiah. Saksikanlah kemarahan Syaikh Ali Ash Shabuni hafidzahullah dalam video
di youtube berikut ini:https://www.youtube.com/watch?t=59&v=rEq_qtzkr9w
Di video itu, Syaikh Ali Ash Shabuni,
walaupun sudah tua tapi tampak terlihat kemarahan beliau dengan fenomena ini.
Beliau berkata: Kemarin dunia seluruhnya telah menyaksikan terbunuhnya
seorang ‘alim yang memutuskan dirinya membela kezaliman dan thoghut menurut
kebenaran dan keadilan. Kita telah berselisih dengan Syaikh Al-Buthi semenjak
priode penjahat lagi zalim Hafez Assad, di mana pada waktu itu ia berdiri di
samping Hafez kemudian menshalatinya dan berdiri untuk jenazahnya. Sedangkan
Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu menshalati jenazah yang mati di
antara mereka (munafiq) selamanya dan janganlah berdiri di kuburannya,” (QS.
At-Taubah:84)
Apa makna jangan berdiri di
kuburannya. Artinya jangan menyaksikan jenazahnya karena murka Allah Azza wa
Jalla turun ke jenazah itu.
Kemudian pada revolusi yang penuh
berkah ini, Al-Buthi telah menyelisihi bukan hanya rakyat Suriah saja, bahkan
menyelisihi para ulama ummat ini. Dan Maha benar Allah yang Maha Agung, “Siapa
yang menentang Rasul setelah jelas baginya Al-Huda dan mengikuti jalan selain
jalan kaum muslimin, Kami palingkan ia sebagaimana ia berpaling dan Kami
masukkan ke jahannam.” (QS. An-Nisa’: 115)
Apa maksud firman Allah Kami
palingkan ia sebagaimana ia berpaling dan Kami masukkan ke jahannam? Yaitu kami
rasakan ia siksa jahannam. Allah tidak berfirman siapa yang menentang Rasul dan
kitab Allah, tapi Ia berfirman dan mengikuti selain jalan kaum muslimin.
Ulama telah berpendapat wajibnya
memberontak kepada musailamah Al-kadzdzab yang dinamakan Bashar Assad setelah
ia memperlihatkan kethoghutannya dan kejahatannya, membunuh manusia serta
mencedari rumah Allah dengan bom. Ia juga menghinakan kitabullah dan merampas
kehormatan wanita – wanita mukmin.
Namun Al-Buthi malah mendukung
kezaliman ini dan kefajiran Bashar seraya melupakan sabda Rasulullah Saw,
“Siapa yang menolang orang yang membunuh seorang mukmin walau dengan sepotong
kata (jangankan mengatakan bunuh, tapi bun.Syaikh), ia akan menjumpai Allah
Azza wa Jalla sedangkan di antara kedua matanya tertulis Ayisun min rahmatillah
(berputus asa dari rahmat Allah)”
Sungguh Al-Buthi terus berlangsung
menentang para oposisi Bashar, di mana ia menyebut mereka sebagai sampah. Dan
menyamakan para pembunuh yaitu tentara Bashar dengan kedudukan sahabat. Kalau
saja ia diam, maka hal itu lebih baik buat dia.
Al-Buthi telah datang dengan sesuatu
yang belum pernah ada sebelumnya. Saya katakan sesungguhnya Dr Al-Buthi yang
telah dipanggil Robb Nya telah membawa di lehernya darah yang banyak.
Fatwa-fatwanya membenarkan pembunuhan atas nama agama. Hingga Allah menjadikan
kontribusi Bashar yang membunuh rakyat itu berada di dadanya, di mana Al-Buthi
membuat fatwanya terakhir mengajak jihad di bawah panji tentara pemerintah
Bashar Assad.
Fatwa dan seruan ini membuat Bashar
menyelesaikan hajatnya. Orang-orang yang keluar dari masjid dengan menyambut
seruan Allah Labbaikallah, mustahil mencederai kehormatan rumah Allah. Apalagi
dengan masjid Al-Iman, di mana di sana menjadi tempat mengajarnya Syaikh Syam,
Syaikh Muhammad Awadh rahimahullah. Perbuatan ini (membom masjid) menyelisihi
prinsip agama.
Sesungguhnya keterlibatan pasukan
Assad dalam operasi jahat ini sangat jelas seperti terangnya matahari. Siapa
yang mengambil manfaat atas pembunuhan Al-Buthi? Bukan kah ia adalah
pemerintah. Dengan ini ia bisa menyemangati manusia untuk memerangi pejuang
Suriah dengan alasan mereka membunuh orang-orang yang menyelisihi mereka.
Pasukan Assad adalah musuh
kemanusiaan seperti zionis jahat. Mereka tidak pernah menunggu-nunggu waktu
untuk membunuh siapa saja, meskipun orang itu membela mereka. Jika dalam
membunuhnya dapat mewujudkan tujuannya yang buruk.
Pada suatu hari, di mana oposisi
menekan. Seorang Kurdi dijadikan oleh pemerintah sebagai Perdana Menteri.
Pasukan Assad membunuh Syaikh Kurdi pada hari besar Kurdi. Dan ini bukan suatu
kebetulan bagi orang yang merenung dengan baik sejerah pemerintah ini dan
kelebihannya dalam kejahatan.
Kemudian, lihat bagaimana pasukan
Assad langsung masuk ke masjid setelah peristiwa pembunuhan itu dengan penuh
tenang dengan para petugas medis tanpa rasa takut dan malu. Dan sebagian lagi
pura – pura menangis.
Pemerintah ini (rezim syiah Bashar)
juga telah membunuh Khotib masjid Al-Muhammadi, Syaikh Riyadh Ash-Sha’b
rahimahullah, semoga Allah menerima beliau di kalangan syuhada. Mereka membom
mobil beliau ketika menuju majlis ilmu sebelum 24 jam.
Sebelum 24 jam juga mereka membom
masjid Al-Iman. Apakah dengan ini semua kita membebaskan pasukan Bashar dari
pembunuhan seseorang, baik itu orang tua atau anak-anak atau wanita atau yang
membela mereka.
Saya katakan sesungguhnya para
pejuang yang mulia mereka mempunyai orang yang lebih penting dari Al-Buthi di
jajaran militer dalam sandraan untuk dibunuh. Jika mereka benar – benar berhak
untuk dibunuh.
Sesungguhnya kami di Suriah yakin
bahwa di balik insiden pembunuhan ini adalah pasukan pemerintah Assad. Kami
lebih tau tentang mereka dan modus-modus mereka yang membuat kami terbiasa
dengan itu puluhan tahun.
Mereka adalah pembunuh. Mereka
membunuh ulama Lebanon seperti Syaikh Hasn Khalid, Mufti Lebanon rahimahullah.
Dan juga membunuh puluhan ulama di Suriah.
Dan bapaknya yang zalim, Hafez Assad,
telah membunuh tiga puluh ribu lebih warga Suriah di Hama.
Kami meminta kepada muslimin untuk
mendoakan rahmat untuk mereka yang terbunuh dan syahid di bawah panji Al-Haq.
Ketika mati, semua manusia sama. Kami bersedih atas setiap tetes darah dari
anak-anak, orang tua dan wanita yang terbunuh setiap hari. Kami tidak
membedakan, yang satu mati kita diamkan dan yang satu kita marah karena
terbunuh. Itulah Dinul Islam.
Yang mengharamkan darah di antara
kita. Maka pada hari dibunuhnya Al-Buthy, terbunuh pula 150 lebih orang Suriah
oleh ditang thoghut yang jahat iini (Bashar).
Ya Allah terimalah syuhada kami,
ampuni mereka. Jadikan amal-amal yang baik kami pada akhir hayat kami. Siapa
yang beramal baik walau sebiji zarrah ia akan melihatnya. Siapa yang beramal
jelek sebiji zarrah ia akan melihatnya pula.
Saya katakan mereka adalah pembunuh
dan penumpah darah orang-orang yang tak bersalah. Mereka yang berafiliasi
kepada pemerintah ganas lagi bertaring yang menamakan dirinya Bashar Assad. Dia
tidak lain murid musailamah Al-Kadzdzab. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin”
Siapakah Syaikh Ali Ash Shabuni
hafidzahullah yang mengatakan bahwa Bashar adalah musailamah? Beliau adalah
seorang mufassir besar abad ini. Namanya sudah tidak asing lagi di
tengah-tengah pesantren di Indonesia. Salah satu karyanya yang terkenal adalah “Shafwah
al-Tafaasir”. Kitab tafsir Al-Qur’an ini merupakan salah satu tafsir terbaik,
karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal
sebagai hafiz Al-Qur’an, Ash-Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir,
guru besar ilmu syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim.
Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya ini. Syaikhul Azhar DR. Abdul
Halim Mahmud rahimahullah memberikan komentar tentang kitab ini, “Shofwah
at-Tafasir adalah hasil penelitian penulis terhadap kitab-kitab besar tafsir,
kemudian ditulis ulang dengan mengambil pendapat terbaik dari kitab-kitab
tersebut yang disusun secara ringkas dan mudah”.
Apakah beliau seorang ulama wahabi?
Ternyata bukan. Beliau beraqidah asy'ariyah, banyak ulama Saudi yang memberikan
kritikan dan bantahan, seperti yaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh
Al-Albani, Abu Bakar Zaid dan lain-lain. Kitab beliau yang paling banyak
mendapat bantahan dari para ulama wahabi itu adalah Shofwah at-Tafasir. Syaikh
Abu Bakr Zaid telah mentahzir kitab ini dengan menulis sebuah kitab at-Tahdzir
min Mukhtasharat ash-Shabuni fi Tafsir. Syaikh Jamil Zainu menulis kitab
Tanbihat Haammah ‘ala Kitab Shafwah Tafasir sebagai kritikan terhadap kitab
Shafwah.
Jadi, masalah di Suriah bukanlah masalah
wahabi. Tapi ini adalah masalah permusuhan orang-orang syiah terhadap
ahlussunnah. Kalaupun baru-baru ini ulama-ulama saudi menggelorakan jihadnya,
sesungguhnya sudah sejak lama ulama-ulama Suriah menggelorakan jihad itu. Hanya
saja puncaknya menemukan momentum saat Arab Spring berlangsung. Sudah sejak
lama syiah melampiaskan kezalimannya kepada ahlussunnah. Mereka adalah para
pembunuh sebenarnya. Para peneror sebenarnya. Mereka memperkosa dan telah
berbuat kerusakan di bumi ahlussunnah Suriah.
Foto: Syaikh Ali Ash Shabuni bersama KH. Maimun
Zubair. Dan Syaikh Ali Ash Shabuni bersama Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki.