Sebagian orang tatkala berada dihadapan orang lain
maka ia mampu dengan mudahnya meninggalkan kemaksiatan, bahkan ia mampu untuk
menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ia mampu melaksanakan itu semua
meskipun ia berada di tengah-tengah kondisi masyarakat yang tenggelam dalam
lautan kemaksiatan. Ini adalah suatu kemuliaan karena ia bisa menghadapi ujian
dengan baik sehingga terhindar dari kemaksiatan. Namun ingat sesungguhnya bukan
ini ujian yang sebenarnya.
Allah telah melarang para hambanya untuk bermaksiat
kepadanya baik secara terang-terangan atau tatkala ia bersendirian tatkala
tidak ada orang lain yang melihatnya. Seseorang yang mencegah dirinya dari
melakukan kemaksiatan dihadapan khalayak tentunya berbeda dengan orang yang
mencegah dirinya dari melakukan kemaksiatan tatkala ia bersendirian.
Sesungguhnya ujian yang hakiki adalah ujian yang
dihadapi seorang hamba tatkala ia sedang bersendirian kemudian tersedia
dihadapannya sarana dan prasarana serta kemudahan baginya untuk melakukan
kemaksiatan, apakah ia mampu mencegah dirinya dari kemaksiatan tersebut??.
Inilah ujian yang hakiki, ujian yang sangat berat, beruntunglah bagi mereka
yang bisa selamat dari ujian ini.
Ketahuliah…, orang yang mampu menghindarkan dirinya
dari kemaksiatan tatkala dihadapan orang lain namun ia terjerumus dalam
kemaksiatan tatkala ia sedang bersendirian merupakan orang yang tercela.
Rasulullah salallah wa’alaihi wasallam pernah bersabda
لألفين أقواما من
أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة فيجعلها الله هباء منثورا فقالوا
يا رسول الله صفهم لنا لكي لا نكون منهم ونحن لا نعلم فقال أما إنهم من إخوانكم
ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم الله انتهكوها
“Sungguh aku
mengetahui sebuah kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa
kebaikan yang banyak seperti[1] bukit Tihamah kemudian Allah menjadikannya
seperti debu yang beterbangan.” Maka mereka -sahabat- bertanya, “Wahai
Rasulullah, berikanlah ciri mereka kepada kami agar kami tidak termasuk
golongan mereka dalam keadaan tidak sadar.” Maka beliau menjawab, “Adapun,
mereka itu adalah saudara-saudara kalian, akan tetapi mereka adalah orang-orang
yang apabila bersepi-sepi dengan apa yang diharamkan Allah maka mereka pun
menerjangnya.”
Allah telah menguji
orang-orang yahudi dengan ikan,
Allah berfirman
}وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ
حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ
يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعاً وَيَوْمَ لا يَسْبِتُونَ لا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ
نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ| (لأعراف:163)
“Dan tanyakanlah
kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka
melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang
berada disekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari
bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba
mereka disebabkan mereka berlaku fasik”. (QS. 7:163)
Lihatlah…Allah
memudahkan bagi mereka sebab-sebab untuk melakukan kemaksiatan. Namun mereka
(orang-orang Yahudi) tersebut tidak sabar dengan ujian Allah padahal mereka
yakin bahwa Allah mengawasi gerak-gerik mereka, oleh karena itu mereka tidak
melanggar perintah Allah secara langsung tetapi mereka melakukan hilah yang
akhirnya Allah merubah mereka menjadi kera-kera yang hina.
Allahpun telah
menguji para sahabat Nabi, Allah berfirman
}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَيَبْلُوَنَّكُمُ
اللَّهُ بِشَيْءٍ مِنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ
اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ
أَلِيمٌ| (المائدة:94)
“Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang
buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui
orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barangsiapa
yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih” (Al-Maidah :
94)
Dari Muqotil bin
Hayyan, bahwasanya ayat ini turun tatkala umroh Hudaibiyah, tatkala itu muncul
banyak sekali zebra, burung, dan hewan-hewan buruan yang lain di tengah
perjalanan para sahabat (yang sedang dalam keadaan berihram umroh), mereka
tidak pernah menjumpai yang seperti ini sebelumnya, namun Allah melarang mereka
untuk berburu hewan-hewan tersebut.[2] Sampai-sampai saking terlalu jinaknya
hewan-hewan tersebut maka mereka bisa mengambil langsung hewan-hewan buruan
yang kecil dengan tangan-tangan mereka, adapun hewan-hewan buruan yang besar
maka mereka bisa dengan mudah menombaknya[3]
Dalam ayat ini | لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللَّهُ } Allah menta’kid (menekankan)
dengan sumpah[4] untuk menunjukan bahwa apa yang sedang mereka hadapi berupa
jinaknya hewan-hewan buruan, tidaklah Allah menjadikan hewan-hewan tersebut
jinak kecuali karena untuk menguji mereka.[5]
Adapun nakiroh pada
kalimat | بِشَيْءٍ } menunjukan
bahwa cobaan yang Allah turunkan pada mereka bukanlah cobaan yang sangat
mengerikan yang menyebabkan terbunuhnya nyawa dan rusaknya harta benda, namun
cobaan yang Allah berikan kepada para sahabat pada ayat ini adalah semisal
cobaan yang Allah berikan kepada penduduk negeri Ailah (orang-orang yahudi)
berupa ikan-ikan yang banyak mengapung di permukaan laut namun Allah melarang
mereka untuk menangkapnya[6]. Dan faedah dari cobaan yang tergolong “ringan”
ini adalah untuk mengingatkan mereka bahwa barangsiapa yang tidak bisa tegar
menghadapi seperti cobaan ini maka bagaimana ia bisa tegar jika menghadapi
cobaan yang sangat berat. Oleh karena itu huruf | مِنَ
} dalam ayat ini | مِنَ الصَّيْدِ } ini jelas
adalah bayaniah dan bukan tab’idhiyah.[7]
Jika seorang hamba
merasakan bahwa dirinya dimudahkan untuk melakukan kemaksiatan, jalan-jalan
menuju kemaksiatan terbuka lapang baginya maka ketahuilah bahwa ia sedang diuji
oleh Allah…ingatlah bahwa Allah yang sedang mengujinya juga sedang
mengawasinya, maka takutlah ia kepada Allah. Inilah ujian yang hakiki, dan
Allah akan memberikan ganjaran yang besar baginya karena kekuatan imannya.
Barangsiapa yang meninggalkan kemaksiatan padahal sangat mudah baginya untuk
melakukannya maka ketahuilah bahwa itu adalah kabar gembira baginya karena hal
itu merupakan indikasi imannya yang kuat. Barangsiapa yang bermaksiat kepada
Allah dalam keadaan bersendirian maka ketahuliah bahwa imannya ternyata lemah,
dan hendaknya ia takut kepada adzab yang Allah janjikan kepada orang-orang yang
melanggar perintahNya.
Oleh karena itu di
akhir ayat Allah berfirman | لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ }, inilah hikmah dari ujian yang
Allah berikan kepada para sahabat yang sebagian mereka bisa saja mengambil
hewan-hewan buruan tersebut dengan mudahnya baik secara terang-terangan maupun
secara sembunyi-sembunyi. Dengan ujian ini akan nampak siapakah dari
hamba-hamba Allah yang takut dan bertakwa kepada Allah baik secara
terang-terangan maupun tatkala bersendirian.
Hal ini sebagaimana
firman Allah
}إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ
لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ| (الملك:12(
“Sesungguhnya
orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka
akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar”. (QS. 67:12)[8]
Ujian yang diberikan
oleh Allah agar terbedakan hamba Allah yang karena keimanannya yang kuat maka
takut kepada adzab Allah di akhirat yang meyakini bahwasanya Allah senantiasa
mengawasinya meskipun ia tidak melihatNya, agar terbedakan dari hamba yang
lemah imannya sehingga berani melanggar perintah Allah…[9], sehingga Allah
memberinya ganjaran yang besar…adapun menampakan rasa takut kepada Allah
dihadapan khalayak maka bisa jadi ia melakukannya karena takut kepada Allah
maka ia tidak mendapatkan ganjaran…[10].
Penulis: Ustadz
Firanda Andirja Abidin, Lc. -hafizhahullah-
Catatan Kaki
[1] HR Ibnu Majah
II/1418 no 4245 dan At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Ash-Shogir I/396 no 662 (dan
ini adalah lafalnya) dan Al-Mu’jam Al-Awshoth V/46 no 4632. Dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam shahih Sunan Ibnu Majah, dan As-Shahihah II/32 no 505
[2] Ad-Dur
Al-Mantsur, karya As-Suyuthi (3/185)
[3] Tafsir Ibnu
Katsir (2/98)
[4] Karena huruf lam
dalam ayat ini adalh Al-Lam Al-Waqi’ah lijawabil qosam
[5] Tafsir Abi
As-Sa’ud (3/78)
[6] Lihat juga Fathul
Qodir (2/77), At-Tafsir Al-Kabir (12/71)
[7] Tafsir Abi
As-Sa’ud (3/78), Tafsir As-Sa’di (1/244), karena jika kita mengatakan bahwa مِن dalam ayat ini adalah tab’idhyah (sebagaimana hal ini adalah
pendapat yang dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (2/98)) maka sesuatu
yang ringan yang difahami dari kalimat بِشَيْءٍ
bukanlah jika dibandingkan dengan cobaan-cobaan yang berat namun jika
dibandingkan dengan seluruh hewan
[8] Tafsir Ibnu
Katsir (2/99)
[9] Tafsir Abi
As-Saud (3/78)
[10] Tafsir As-Sa’di
(1/244)
Related articles
Zuhud
Apa dan Siapa disebut Zalim (ظلم). [ IT ]
Kenapa Ibadah Terasa Hambar? Keshalehan Bathin,
Tinggalkan Yang Haram Sekalipun Dalam Keadaan Terdesak Dan Riya’ Mengancam Kita
Hati Yang Bersih Dan Hakekat Cinta Kepada Allah
Perbuatan Baik Bukan Jaminan Dia Adalah Ahli Surga,
Dan Sebaliknya, Semua Akan Mengikuti Takdirnya. Kalau Memang Sudah Ditaqdir (
Allah Menciptakan Manusia ), Buat Apa Allah Menyiksanya Di Neraka? Apakah Allah
Tidak Adil Jika Memasukkan Hambanya Ke Neraka? ( Bagian I )
Benang Tipis: Antara Kemudahan Islam Dan
Bermudah-Mudahan Dalam Mengamalkan Syariat Islam
Hadist: Jika Engkau Tak Malu, Perbuatlah Sesukamu
Penyakit Riya Dan Gila Popularitas. Mengapa Kita Tak
Perlu Terkenal ? Mereka Orang Yang Shalih, Tapi Tidak Mau Dikenal
2 Dosa Besar Yang Kerap Membuat Seorang Ustadz/Kyai
/Ulama Tergelincir Dari Qudwah ( 18 Dosa Besar Lainnya Mungkin Bisa Dipatuhi )
Yaitu Ghibah Dan Riba (Bagian I)
Al-Muflis ( Bangkrut )
4 Tipe Ustadz Dalam Berdakwah. 4 Tipe Manusia Dalam
Beramal
Zuhud, Bayaran Dalam Dakwah, Dan Upah Khatib Jum’at