Kita masih akan mengkaji
keyakinan Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah terhadap kitab suci Al-Qur’an,
dengan merujuk kepada karya-karya induk para ulama besar Syi’ah.
Al-‘Ayasyi dan Kedudukannya di Kalangan Syi’ah
Salah satu ulama besar Syi’ah
pada abad 3 – 4 Hijriyah adalah Muhammad bin Mas’ud bin Ayyasy as-Sulami, yang
terkenal dengan nama panggilan Al-Ayasyi.
Kedudukannya yang sangat
tinggi dan terpercaya di kalangan Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah telah
ditegaskan oleh para ulama senior Syi’ah.
Ulama besar Syi’ah,
An-Najasyi, memuji Al-Ayasyi dengan mengatakan, “Ia adalah seorang yang tsiqah,
shaduq, dan salah satu tokoh besar dalam kelompok ini (Syi’ah).” (Rijalun
Najasyi, hlm. 247)
Ulama besar Syi’ah,
Al-Khawansari, memuji Al-Ayasyi dengan mengatakan, “Ia adalah penduduk belahan
timur (dunia Islam) yang paling banyak ilmunya, keutamaannya, adabnya,
pemahamannya, dan kecerdasannya pada zamannya. Ia mengarang lebih dari 200
karya.” (Raudhat Al-Jannat, 6/130)
Ulama besar tafsir Syi’ah,
Al-Qumi, memuji Al-Ayasyi dengan mengatakan, “Para ulama pakar perawi hadits
mengatakan bahwa ia adalah orang yang tsiqah, shaduq, seorang tokoh besar dalam
kelompok (Syi’ah), sangat agung kedudukannya, sangat luas periwayatan
haditsnya, sangat jauh (mendalam) riwayatnya, dan sangat menguasai dalam bidang
tersebut. Ia memiliki lebih dari 200 karya. Antara lain adalah kitab tafsirnya
yang sudah terkenal. Dikutip dari Ibnu An-Nadim bahwa ia berkomentar tentang
dirinya (Al-Ayasyi) ‘Ia adalah salah seorang ulama besar Syi’ah Imamiyah, ia
adalah orang yang paling unggul dan tiada bandingannya dalam hal kedalaman
ilmunya pada masa hidupnya dan pada masa generasinya.” (Al-Kuna wa Al-Alqab,
2/449-450)
Ulama besar Syi’ah, Muhammad
Husaian Ath-Thabathabai, memuji Al-Ayasyi dengan mengatakan, “Ia adalah salah
satu tokoh besar di kalangan ulama Syi’ah. Ia adalah soko guru (tiang utama)
hadits dan tafsir, karena ia meriwayatkan dari orang-orang (ulama Syi’ah, pent)
yang hidup pada abad 3 Hijriyah. Adapun buku karyanya telah diterima secara
bulat oleh para ulama dalam bidang ini (tafsir, pent) sejak lebih dari 1000
tahun sampai hari ini, tanpa ada sebuah celaan pun yang disebutkan
terhadapnya.” (Muqaddimah Haula Al-Kitab wa Muallifuhu, tulisan Ath-Thabathabai)
Ulama Syi’ah, Agha Bazrak
at-Teherani, memuji Al-Ayasyi dengan menulis, “Tafsir Al-Ayasyi karya Abu Nadhr
Muhammad bin Mas’ud…Ia adalah salah seorang guru dari Al-Kasyi dan ia termasuk
satu angkatan dengan tsiqatul Islam, Al-Kulaini.” (Adz-Dzari’ah ila Tashaniifi
Asy-Syi’ah, 4/295)
Akidah Syiah Imamiyah Terhadap Al-Qur’an dalam
Tafsir Al-‘Ayasyi
Itulah kedudukan ulama besar
Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang bernama Muhammad bin Mas’ud Al-Ayasyi dan
kitab tafsirnya, Tafsir Al-Ayasyi.
Bagaimana keyakinan Syiah
Imamiyah Itsna ‘Asyariyah terhadap Al-Qur’an, sebagaimana ditulis oleh
Al-Ayasyi dalam kitab Tafsirnya tersebut? Marilah kita melihatnya dari
riwayat-riwayat yang ditegaskan oleh Al-Ayasyi dalam kitab tafsirnya.
1.Dalam muqaddimah tafsirnya,
Al-Ayasyi menulis riwayat dari Asbagh bin Nabatah, ia berkata, “Saya mendengar
Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib) ‘alaihis salam berkata, ‘Al-Qur’an itu
turun dalam tiga bagian; sepertiganya (satu bagian) adalah tentang kami dan
tentang musuh-musuh kami, sepertiganya (satu bagian) adalah Sunnah-sunnah dan
perumpamaan-perumpamaan, dan sepertiga (satu bagian lainnya) adalah
kewajiban-kewajiban dan hokum-hukum.” (Muqaddimah Tafsir Al-Ayasyi, pada judul
“Dalam Hal Apa Al-Qur’an Diturunkan?”, juz 1 hlm. 9. Riwayat tersebut
disebutkan oleh para ulama besar Syi’ah lainnya dalam karya-karya mereka.
Antara lain oleh Al-Majlisi dalam Al-Bihar, 19/30; Ash-Shafi dalam tafsirnya,
1/14; dan Al-Bahrani dalam Al-Burhan, 1/21)
2.Dari Daud bin Farqad dari
seseorang yang memberitahunya dari Abu Abdullah ‘alaihis salam (imam ke-6 di
kalangan Syi’ah, yaitu Abu Abdullah Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir
pent), ia berkata, ‘Seandainya Al-Qur’an dibaca sebagaimana dahulu ia
diturunkan, niscaya engkau akan mendapati kami (ahlil bait dari jalur Ali bin
Abi Thalib, pent) disebutkan (nama-namanya) di dalamnya.” (Tafsir Al-Ayasyi,
1/13 dan Muqaddimah Al-Burhan, hlm. 37)
3.Dari Maisar dari Abu Ja’far
‘alaihis salam (imam ke-5 di kalangan Syi’ah, yaitu Muhammad Al-Baqir bin Ali
Zaenal Abidin, pent) ia berkata, “Seandainya bukan karena Al-Qur’an itu telah
ditambah-tambahi dan dikurang-kurangi, niscaya hak kami tiada samar bagi orang
yang berakal sehat.”(Muqaddimah Al-Burhan, hlm. 37 dan Al-Bihar, 19/30 dan
Itsbat Al-Huda, 3/43-44)
Inilah sebagian riwayat dari
imam-imam Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariah dalam Tafsir Al-‘Ayasyi.
Riwayat-riwayat lainnya yang menguatkannya banyak disebutkan dalam tafsir
tersebut. Kesemua riwayat tersebut menegaskan keyakinan Syi’ah bahwa Al-Qur’an
yang dipegangi oleh kaum muslimin telah ditambah-tambahi, dikurang-kurangi, dan
dirubah-ubah oleh musuh-musuh Syiah, yaitu kaum muslimin (Ahlus Sunnah). Wallahu
a’lam bish-shawab.
Penulis : Fauzan
Tafsir Al-Qumi, Rujukan Syiah yang menuduh
Al-Quran Menyelisihi Wahyu Allah
Pada tulisan sebelumnya kita
sudah membahas bagaimana kitab Syiah Al Kaafi memandang Al-Quran. Pada tulisan
ini kita akan membahas Tafsir Al-Qumi yang menuduh Al-Quran menyelsihi apa yang
diturunkan Allah. Buku ini merupakan salah satu kitab induk kaum Syiah.
Tafsir Al-Qumi dan Kedudukannya di Kalangan Syi’ah
Tafsir Al-Qumi ditulis oleh
ulama besar Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yaitu Abul Hasan Ali bin Ibrahim
Al-Qumi. Ia adalah guru dari ulama hadits terbesar dan terpercaya di kalangan
Syiah, Al-Kulaini. Tafsir Al-Qumi dikarang pada saat beberapa Imam Syi’ah masih
hidup. Tidak heran apabila Al-Qumi memiliki kedudukan sangat tinggi di kalangan
Syi’ah.
Ulama Syiah, An-Najasyi,
memuji Al-Qumi dengan menulis, “Ia adalah seorang yang tsiqah dalam bidang
hadits, tsabt, mu’tamad (dijadikan pegangan), madzhabnya shahih, ia banyak
mendengarkan hadits, mengarang banyak kitab, dan ia memiliki karya At-Tafsir.”
(Rijalun Najasyi, hlm. 183)
Dalam kesempatan lain,
An-Najasyi memuji Al-Qumi dengan menulis, “Ia adalah perawi dari kalangan sahabat
kami (ulama Syiah) yang paling mulia. Dari dirinyalah para ulama hadits (Syiah)
meriwayatkan hadits. Kami tidak mendapatkan keterangan tentang tahun wafatnya,
hanyasaja ia masih hidup sampai tahun 307 H.” (Al-Kuna wa Al-Alqab, 3/68)
Ulama Syiah, Agha Bazrak
at-Teherani, memuji Al-Qumi dengan menulis, “Ia hidup pada masa Imam Abul Hasan
Muhammad Al-Imam Al-Askari (imam ke-12 di kalangan Syiah, pent).” (Adz-Dzari’ah
ila Tashaniifi Asy-Syiah, 4/302)
Tafsir Al-Qumi dan Kedudukannya di Kalangan Syiah
Tafsir Al-Qumi memiliki
kedudukan sangat mulia dan terpercaya di kalangan Syiah Imamiyah Itsna
‘Asyariyah.
Ulama Syiah, As-Sayyid
Thayyib Al-Musawi Al-Jazairi, dalam kata pengantarnya atas Tafsir Al-Qumi
menjelaskan kedudukan yang sangat tinggi dari kitab Tafsir Al-Qumi tersebut
disebabkan oleh enam keistimewaan:
1.Tafsir
Al-Qumi adalah pokok dan induk dari semua kitab tafsir (di kalangan Syiah)
2.Riwayat-riwayat dalam kitab Tafsir Al-Qumi bersambung sampai kepada dua
Imam Syiah yang ma’shum dengan hanya melalui sedikit perantara (perawi). Oleh
karenanya Agha Bazrak at-Teherani dalam Adz-Dzari’ah menyatakan sebenarnya
Tafsir Al-Qumi adalah tafsir dari dua Imam Syiah sendiri.
3.Pengarangnya, Al-Qumi, hidup pada masa hidupnya Imam Al-Hasan Al-Askari
‘alaihis salam (imam ke-11 di kalangan Syiah, pent).
4.Bapaknya
yang meriwayatkan hadits-hadits tersebut kepada putranya, adalah sahabat dekat
dari Imam Ar-Ridha ‘alaihis salam (imam ke-8 di kalangan Syiah, pent).
5.Di dalam
kitab tafsir Al-Qumi terdapat ilmu yang sangat agung tentang
keutamaan-keutamaan Ahlul Bait, yang hendak dikeluarkan oleh musuh-musuh Ahlul
Bait dari dalam Al-qur’an.
6.Tafsir
Al-Qumi memberikan penjelasan terhadap banyak ayat Al-Qur’an yang tidak bisa
dipahami maknanya secara sempurna kecuali dengan arahan dan bimbingan Ahlul
Bait.” (Muqaddimah Tafsir Al-Qumi, hlm. 15)
Al-Quran Dalam Sorotan Kitab Syiah Al-Kaafi
Di antara kitab rujukan Syiah
adalah kitab hadits Al Kaafi yang dikarang oleh Al-Kulaini, sebagaimana sudah
disinggung di tulisan sebelumnya.
Kitab ini mendapat pujian dari ulama Syiah dan menjadi rujukan utama mereka.
Sang penyusun kitab ini juga menjadi orang yang diakui keilmuannya oleh Syiah.
Kedudukan Kitab Al-Kaafi di Kalangan Syi’ah
Kitab Al-Kaafi dikarang oleh
Al-Kulaini. Al-Kaafi menduduki rangking pertama kitab hadits pegangan Syi’ah
Imamiyah Itsna ‘Asyariyah. Al-Kaafi bagi kaum Syi’ah adalah seperti halnya
Shahih Bukhari bagi umat Islam. Kedudukan Al-Kaafi adalah paling tinggi
dibanding semua kitab referensi Syi’ah lainnya.
Berikut ini pujian para ulama
Syi’ah terhadap kitab Al-Kaafi.
1.Agha Bazrak at-Teherani
menulis, “Ia adalah kitab yang paling agung dari keempat kitab induk yang
menjadi landasan dasar Syiah. Tidak pernah ditulis kitab yang sepertinya dalam
bidang riwayat dari para Ahlul Bait. Ia adalah karya Tsiqatul Islam Muhammad
bin Ya’qub bin Ishaq al-Kulaini ar-Razi, yang meninggal pada tahun 328 H.” (Agha
Bazrak at-Teherani, Adz-Dzari’atu ila Tashaaniif asy-Syi’ah, juz 17 hlm. 245)
2.Abbas al-Qumi menulis, “Ia
adalah kitab Islam yang paling agung dan karya milik Syi’ah Imamiyah yang
paling besar. Tidak pernah dikarang buku sehebat itu untuk Syi’ah Imamiyah.
Al-Mawla Muhammad Amin al-Istiraabadi berkata dalam Mahki Fawaid-nya, ‘Kami
telah mendengar dari para syaikh kami dan ulama kami bahwasanya belum pernah
dikarang di dalam Islam sebuah kitab yang menandingi Al-Kaafi atau mendekati keagungan
Al-Kaafi’.” (Abbas al-Qumi, Al-Kuna wa Al-Alqab, juz 3 hlm. 98)
Ushul Al Kaafi
3.Muhaddits as-Naisaburi
menulis, “Kitabnya tidak membutuhkan pujian lagi, sebab ia dikarang di hadapan
para wakil Imam ‘alaihis salam. Ia telah diminta oleh sebagian pengikut Syi’ah
dari wilayah yang jauh untuk mengarang sebuah kitab, sebab ia berada di hadapan
para utusan (Imam) dan bermudzakarah dengan para ulama (Syi’ah) yang
dipercayai ilmunya. Maka ia pun mengarang dan menulis (Kitab Al-Kaafi).
Diriwayatkan bahwa ia menunjukkan kitab itu kepada Imam ‘alaihis Salam, maka
Imam ‘alaihis salam berkata: “Kitab ini sudah Kaafin (mencukupi) bagi Syi’ah
(para pengikut) kita.” (Raudhatul Jannat, juz 6 hlm. 116)
4.Al-Husain Ali dalam
pengantar atas kitab Al-Kaafi menulis, “Sebagian ulama (Syi’ah) meyakini bahwa
kitab (Al-Kaafi) ini telah ditunjukkan kepada Al-Qaim (Imam ke-12 Syiah), maka
ia menganggapnya bagus, dan ia berkata: ‘Kitab ini Kaafin (sudah mencukupi)
bagi Syi’ah (para pengikut) kita.” (Muqaddimah Al-Kaafi, hlm. 25)
Pujian Para Ulama Syi’ah Terhadap Al-Kulaini
Al-Kulaini, pengarang kitab
Al-Kaafi, adalah ulama besar Syi’ah yang memiliki kedudukan sangat tinggi di
kalangan seluruh penganut Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah. Berikut ini kutipan
pujian para ulama Syi’ah terhadap Al-Kulaini.
1.An-Najasyi berkata, “Ia
adalah Syaikh (guru) para sahabat (ulama) kami pada zamannya di kota Ray
(Teheran), dan tokoh mereka. Ia adalah orang yang paling terpercaya di bidang
hadits dan paling kuat hafalannya di antara mereka.” (Rijalu an-Najasyi)
2.Ibnu Thaus berkata, “Ia
adalah syaikh (guru) yang telah disepakati ketsiqahan dan amanahnya, ia orang
yang paling sempurna dalam meriwayatkan hadits, dan paling jujur dalam
melakukan kajian.” (Kasyfu al-Mahajjah, hlm. 258)
3.Al-Qumi berkata, “Mujaddid
(pembaharu) madzhab Imamiyah pada penghujung 100 tahun pertama adalah Muhammad
bin Ali Al-Baqir ‘alaihis salam (Imam ke-5 di kalangan Syiah, pent). Mujaddid
pada penghujung 100 tahun kedua adalah Ali bin Musa ar-Ridha ‘alaihis salam
(imam ke-8 di kalangan Syiah, pent). Dan mujaddid pada penghujung 100 tahun
ketiga adalah Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini.” (Al-Kuna wa al-Alqab,
juz 3 hlm. 99 dan Raudhaatu al-Jannat, juz 6 hlm. 111)
Akidah Syiah Imamiyah Terhadap Al-Qur’an dalam Kitab Al-Kaafi
Itulah kedudukan yang sangat
tinggi dari Al-Kulaini dan kitabnya, Al-Kaafi, di kalangan Syi’ah Imamiyah
Itsna ‘Asyariyah. Sekarang marilah kita melihat hadits-hadits dan
riwayat-riwayat Syi’ah dari jalur Syi’ah yang bersambung kepada imam-imam
Syi’ah dalam kitab Al-Kaafi; khususnya yang berkenaan dengan keyakinan Syi’ah
Imamiyah terhadap kitab suci Al-Qur’an.
Berikut ini sebagian riwayat
yang disebutkan oleh Al-Kulaini dalam kitab Al-Kaafi.
1.Dari Ali bin Hakam dari
Hisyam bin Shalih dari Abu Abdullah ‘alaihis salam (Ja’far ash-Shadiq bin
Muhammad al-Baqir, imam ke-6 di kalangan Syi’ah, pent), ia berkata,
“Sesungguhnya Al-Qur’an yang dibawa oleh malaikat Jibril ‘alaihis salam kepada
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam itu berjumlah 17.000 ayat.” (Al-Kaafi:
Kitab Fadhl Al-Qur’an, juz 2 hlm. 634)
2.Sejumlah sahabat kami
(ulama Syiah, pent) meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad dari Abdullah
al-Hajjal dari Ahmad bin Umar al-Halabi dari Abu Bashir, ia berkata, “Saya
masuk menemui Abu Abdullah ‘alaihis salam dan berkata ‘Aku menjadikan diriku
sebagai tebusan Anda. Saya ingin bertanya tentang sebuah masalah kepada Anda,
apakah ada orang lain di sini yang mendengarkan perkataanku?’ Maka Abu Abdullah
‘alaihis salam mengangkat sebuah tabir penutup antara dirinya dengan sebuah rumah
lainnya, lalu ia muncul di sana dan berkata, ‘Wahai Abu Muhammad, tanyakanlah
apa yang hendak engkau tanyakan’.Abu Bashir lantas menanyakan beberapa hal dan
Abu Abdullah ‘alaihis salam menjawabnya. Lalu Abu Abdullah ‘alaihis salam
berkata, “Kami (imam-imam Syi’ah, pent) memilii mushaf Fathimah ‘alaihas salam
dan tidaklah mereka mengetahui apa itu mushaf Fathimah ‘alaihas salam.” Abu
Bashir bertanya, “Apa itu mushaf Fathimah?” Abu Abdullah ‘alaihis salam
menjawab, “Ia adalah sebuah mushaf yang di dalamnya berisi tiga kali lipat dari
seperti isi mushaf Al-Qur’an kalian. Demi Allah, di dalamnya tidak ada satu
huruf pun dari Al-Qur’an kalian.” (Al-Ushul min Al-Kaafi, juz 1 hlm. 239-240)
3.Dari Abu Ali al-‘Asyari
dari Muhammad bin Abdul Jabbar dari shafwan dari Ishaq bin Ammar dari Abu
Bashir dari Abu Ja’far (Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin, imam ke-5 di
kalangan Syi’ah, pent) ‘alaihis salam, ia berkata, “Al-Qur’an itu turun dalam
empat bagian. Seperempatnya (satu bagian) tentang kami, seperempat lainnya
tentang musuh kami, seperempat lainnya adalah sunah-sunah dan
perumpamaan-perumpamaan, dan seperempat lainnya adalah kewajiban-kewajiban dan
hukum-hukum.” (Al-Kaafi fil Ushul: Kitab fadhlu al-Qur’an, juz 2 hlm. 628)
4.Dari Muhammad bin Yahya
dari Muhammad bin Hasan dari Abdurrahman bin Abi Hasyim dari Salim bin Salamah
bahwasanya Abu Abdullah ‘alaihis salam berkata, “Bacalah Al-qur’an sebagaimana
Al-Qur’an yang dibaca masyarakat (orang-orang non-Syi’ah, pent) sampai Al-Qaim
‘alaihis salam (imam ke-12 Syiah, pent) muncul. Jika Al-Qaim ‘alaihis salam
telah muncul, ia akan membaca Al-Qur’an sendiri dan mengeluarkan mushaf yang
ditulis oleh Ali ‘alaihis salam…” (Al-Kaafi fil Ushul: Kitab fadhlu al-Qur’an,
juz 2 hlm. 633)
Kesimpulan
1.Kitab Al-Kaafi karya
Al-Kulaini adalah kitab hadits paling shahih dan paling tinggi kedudukannya
dalam kelompok Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah. Kitab ini telah diajukan
kepada Al-Qaim (Imam ke-12 Syiah, pent) dan dipuji olehnya.
2.Kitab Al-Kaafi menegaskan
bahwa Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah memiliki kitab suci tersendiri yang
dinamakan Mushaf Fathimah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Mushaf Fathimah berisi
17.000 ayat dan sampai saat ini masih disimpan oleh imam ke-12 Syi’ah yang
masih bersembunyi (menurut keyakinan Syi’ah).
3.Kitab Al-Kaafi menegaskan
bahwa tidak satu huruf pun dari 17.000 ayat dalam Mushaf Fathimah yang sama
dengan huruf-huruf dalam Al-Qur’an. Jika hurufnya saja tidak sama, tentu kata,
kalimat, ayat, dan surat dalam Mushaf Fathimah seratus persen berbeda dengan
Al-Qur’an di tangan umat Islam. Boleh jadi Mushaf Fathimah kelompok Syi’ah
ditulis dalam huruf dan bahasa Persia.
4.Kitab Al-Kaafi menegaskan
bahwa kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur’an, telah dikurang-kurangi dan
dirubah-rubah oleh umat Islam (yang mereka tuduh sebagai musuh Syi’ah). Menurut
Al-Kaafi, kitab suci yang benar-benar diturunkan oleh Allah melalui malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW hanyalah Mushaf Fathimah, yang sejak 11 abad
lebih tidak muncul di tengah umat Islam (sebab, tokoh fiktif yang diyakini
sebagai imam ke-12 Syi’ah diklaim menyembunyikan dirinya bersama Mushaf
Fathimah tersebut pada pertengahan abad 3 H).
5.Syi’ah Imamiyah Itsna
‘Asyariyah bukanlah bagian dari umat Islam. Salah satu sebabnya adalah kitab
sucinya berbeda dengan kitab suci umat Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis : Fauzan