Wednesday, July 26, 2017

Termasuk Penyimpangan Dalam Manhaj: Bergagung Dengan Kelompok-Kelompok Atau Partai-Partai.

Hasil gambar untuk hizbiyah

[1]. Termasuk penyimpangan dalam manhaj: bergagung dengan kelompok-kelompok atau partai-partai
Celaan Terhadap Hizbiyyah dan Fanatik Golongan
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:

وَإِنَّ هٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ * فَتَقَطَّعُوْا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُــرًا كُلُّ حِزْبٍ بِـمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

"Sesungguhnya (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Rabb-mu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka terpecah-belah dalam urusan (agama)nya menjadi beberapa golongan. Setiap “Hizb” (golongan) merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka (masing-masing).” (QS. Al-Mu’minuun: 52-53).

Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:

...وَلَا تَكُونُوْا مِنَ الْمُشْرِكِينَ * مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَـعًا كُلُّ حِزْبٍ بِـمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap “Hizb” (golongan) merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Ruum: 31-32).

“Al-Hizb” secara bahasa adalah: golongan (kumpulan) dari manusia, berkumpulnya manusia karena adanya sifat yang bersekutu atau kemaslahatan yang menyeluruh…
Bukanlah sesuatu yang tersembunyi bagi orang yang berakal bahwa: setiap “Hizb” mempunyai: prinsip-prinsip, pemikiran, sandaran yang sifatnya intern, dan teori-teori yang menjadi patokan sebagai undang-undang bagi kelompok “Hizb”, meskipun sebagian mereka tidak menyebutnya sebagai undang-undang…
Maka undang-undang itu adalah asas wala’ (kesetiaan/loyalitas) dan bara’ (permusuhan), (asas) persatuan dan perpecahan, (asas) kepedulian dan ketidakpedulian.
Atas pertimbangan yang demikian; maka sesungguhnya di dunia ini hanya ada dua “Hizb”, yaitu: Hizb Allah dan Hizb setan, yang menang dan yang kalah, yang muslim dan yang kafir.
Orang yang memasukkan hizb-hizb (kelompok, pergerakan, jama’ah-jama’ah) yang lain ke dalam hizb Allah, maka dia telah merobek-robek hizb Allah, memecah belah kalimat Allah -Ta’aalaa-.
Seorang muslim wajib untuk meninggalkan dan menanggalkan semua bentuk hizbiyyah yang sempit dan terkutuk yang telah melemahkan hizb Allah dan tidak boleh toleran kepada semua kelompok/golongan/jama’ah. Supaya agama Islam ini seluruhnya milik Allah.
[Lihat: “Ad-Da’wah Ilallaah Baina At-Tajammu’ Hizbiyy Wa At-Ta’aawun Asy-Syar’iyy” (hlm. 53-55), oleh Syaikh ‘Ali Hasan Al-Halabi Al-Atsari -hafizhahullaah-]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullaah- berkata: “Barangsiapa mengangkat pemimpin -siapa pun orangnya- lalu wala’ dan bara’-nya menurut persetujuan perkataan/perbuatannya, maka ia termasuk:

مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِـمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ


"orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan…” (QS. Ar-Ruum: 32).
[“Majmuu’ Fataawaa” (XX/8)]
Beliau juga berkata: “Barangsiapa bergabung (berjanji setia) bersama orang tertentu untuk memberikan loyalitas kepada orang yang loyal kepadanya dan memusuhi orang yang memusuhinya, maka ia serupa dengan bangsa Tatar yang berperang di jalan setan. Dan yang seperti ini bukanlah termasuk orang yang berjuang di jalan Allah, tidak pula termasuk tentara kaum Muslimin, bahkan mereka lebih pantas menjadi bala tentara setan.”
[“Majmuu’ Fataawaa” (XXVIII/20-21)]
-dinukil secara ringkas dari: “Mulia Dengan Manhaj Salaf” (361-364- cet. ke-12), karya Fadhilatul Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah-
[2]. Tidak boleh berkumpul dengan ahlul bid’ah, karena akan hilang amar ma’ruf nahi munkar.
Penjelasan Tentang Keharusan Menjauhi Ahli Bid’ah

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِيْنَ يَـخُوْضُوْنَ فِـيْ آيَـاتِــنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَـخُوْضُوْا فِـيْ حَدِيْثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ
Apabila engkau (Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Dan jika syaitan menjadikan engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-An’aam: 68).

Imam Asy-Syaukani -rahimahullaah- (wafat th. 1250 H) berkata: “Dalam ayat ini terdapat nasihat yang agung bagi orang yang masih memperbolehkan untuk duduk bersama ahli bid’ah; yang mereka itu mengubah Kalam Allah, dan mempermainkan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, dan memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan hawa nafsu mereka yang menyesatkan dan sesuai dengan bid’ah-bid’ah mereka yang rusak.
Maka sesungguhnya jika seseorang tidak dapat mengingkari mereka dan tidak dapat mengubah keadaan mereka, maka minimalnya (paling tidak) ia harus meninggalkan duduk dengan mereka, dan yang demikian itu mudah baginya dan tidak sulit.
Bisa jadi para ahli bid’ah memanfaatkan hadirnya seseorang di majlis mereka, meskipun ia terhindar dari syubhat yang mereka lontarkan, tetapi mereka dapat mengaburkan dengan syubhat tersebut kepada orang-orang awam, maka hadirnya seseorang dalam majlis ahli bid’ah merupakan kerusakan yang lebih besar daripada sekedar kerusakan berupa mendengarkan kemungkaran. Dan kami telah melihat di majelis-majelis yang terlaknat ini yang jumlahnya banyak sekali, dan kami bangkit untuk membela kebenaran, melawan kebathilan semampu kami, dan mencapai kepada puncak kemampuan kami.
Barang siapa mengetahui syari’at yang suci ini dengan yang sebenar-benarnya, maka dia akan mengetahui bahwa bermajelis dengan ahlul bid’ah kerusakannya lebih besar (berlipat ganda) dibandingkan bermajlis dengan orang-orang yang bermaksiat kepada Allah dengan melakukan hal-hal yang diharamkan, lebih-lebih lagi bagi orang yang belum mapan ilmunya tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka ia mungkin sekali terpengaruh dengan kedustaan mereka berupa kebathilan yang jelas sekali, lalu kebathilan tersebut akan tergores di dalam hatinya sehingga sangat sulit sekali mencari penyembuh dan pengobatannya, maka dia pun mengamalkannya sepanjang umurnya. Dan ia akan menemui Allah dengan kebathilan yang ia yakini tersebut sebagai kebenaran, padahal itu merupakan sebesar-besar kebathilan dan sebesar-besar kemunkaran.”
[“Faidhul Qadiir” (II/128-129, cet. Daarul Fikr, th. 1393 H)]
-dinukil dari: “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah” (hlm. 521-523- cet. ke-15), karya Fadhilatul Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah-
Ahmad Hendrix

Persatuan lintas manhaj & aqidah

Hari demi hari semakin banyak ujian bagi dakwah salafiyah dan salafiyyin, baik dari dalam maupun dari luar. Semoga Allah senantiasa menetapkan hati kita diatas manhaj salafi sejati hingga akhir hayat nanti. Dan semoga Allah menyelamatkan kita dari fitnah kelompok-kelompok sesat kapan dan dimanapun kita berada. Aamin.

Diantara ujian tersebut adalah merasuknya virus kelompok Ikhwanul Muslimin (kelompok harakah/pergerakan) ke dalam relung manhaj sebagian yang mengaku sebagai dai salafi. Mulai dari meninggalkan atau tidak mengutamakan dakwah kepada tauhid uluhiyah (atau aqidah salaf), lebih mementingkan kuantitas (menarik massa sebanyak-banyaknya) daripada kualitas, menyeru kepada fiqih waqi’/realita (fiqih koran), ingin masuk ke ranah politik/parlemen, mengkritik pemimpin kaum muslimin di hadapan umum (di internet atau pun medsos).

Dan diantara virus mereka yang juga lagi semarak di akhir-akhir ini adalah bersatunya sebagian orang yang menisbatkan diri sebagai dai salafi (baik dalam menyusun organisasi/perkumpulan dakwah) dengan ahli bid’ah atau yang bukan di atas dakwah salafiyah atau yang punya pemikiran harakah (seperti fiqih koran, punya web yang suka mencela presiden RI dan suka menjadikan web kelompok Khawarij sebagai sumber informasi, menterjemahkan buku-buku dai harakah seperti ‘Aidh Al-Qarni dll) meski dilebeli dai salafi. Allahu al-musta’aan (kepada Allah lah kita memohon pertolongan). Bahkan bukan hanya bersatu namun mentokohkan mereka. Tanpa sadar mereka sudah terjangkiti virus kaidah ikhwaniyah “Kita tolong menolong dalam hal yang kita sepakati dan kita saling memberi udzur dalam hal yang kita perselisihkan”? [1] . Hal ini semakin memperparah keadaan sebagian jamaah salafiyyin yang tidak bisa lagi membedakan mana da’i salafi sejati yang bisa diambil ilmunya dan mana da’i haraki yang berlebel salafi (alias salafi KW) yang tidak boleh diambil ilmunya. Maka benar apa yang dikatakan oleh salah seorang ikhwah ketika penulis bertanya kepadanya : Bagaimana pendapat antum tentang dakwah salafiyah di negeri kita sekarang ini? Beliau menjawab : Faudha/kacau. Wa ilallah al-musytaka (kepada Allah lah aku mengeluhkan keadaan ini).

Maka dalam rangka melaksanakan sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam “Agama adalah nasehat”  kita akan nukilkan beberapa ucapan ulama dakwah salafiyah tentang hal ini. Semoga ini bisa menjadi bahan renungan bagi para pengibar bendera dakwah salafiyah dan bisa meluruskan yang bengkok serta mengembalikan mereka [2] ke jalan yang lurus dan membentengi yang lain dari virus-virus diatas dengan seijin dari Allah ta’ala :

1. Fatwa Lajnah Ad-Daimah (Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Asy-Syaikh, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan, Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid, Syaikh Shaleh bin Fauzan Al-Fauzan –semoga Allah merahmati mereka yang telah meninggal dunia dan menjaga yang masih hidup dari mereka-)

Pertanyaan : Sesuai dengan firman Allah :

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ‌ۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٲنِ‌ۚ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah : 2)

Ada yang mengatakan : Bahwa wajib untuk kita bersatu/bergotong-royong dengan semua kelompok-kelompok Islam meskipun berbeda dalam manhaj dakwah mereka. Karena manhaj kelompok jama’ah tabligh berbeda dengan manhaj kelompok ikhwanul muslimin atau hizbut tahrir, jama’ah jihad, atau salafiyin. Bagaimanakah aturan dalam kita bergotong-royong tersebut? Apakah hanya pada saat muktamar atau seminar bersama? Dan bagaimana cara menyeru selain kaum muslimin –dalam hal ini terdapat kerancuan dalam benak orang yang baru masuk Islam-? Karena setiap kelompok akan mengarahkan yang lain kepada markaz mereka dan kepada ulama mereka. Hal ini akan menyebabkan kebingungan dalam diri kaum muslimin? Bagaimana cara mengatasi hal ini?

Jawaban : Yang wajib adalah bersatu/bergotong-royong dengan kelompok yang berjalan di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf dalam berdakwah kepada tauhid, mengikhlaskan ibadah kepada Allah, serta memperingatkan umat dari kesyirikan, bid’ah dan maksiat, serta menasehati kelompok yang menyimpang. Jika mereka mau kembali kepada kebenaran maka kita bersatu/bergotong-royong dengan mereka. Namun jika mereka tetap dalam penyimpangan, maka wajib untuk menjauh darinya serta tetap berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Bergotong-royong dengan kelompok yang berpegang teguh dengan manhaj Al-Qur’an dan As-Sunnah itu dalam berbagai bidang yang disitu ada kebaikan dan ketakwaan, baik dalam seminar, muktamar, kajian, dan setiap hal yang bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin. [3]

2. Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullahu pernah ditanya : Apakah mungkin (kelompok-kelompok kaum muslimin) bersatu dengan adanya perbedaan manhaj dan aqidah?

Beliau menjawab : Tidak mungkin bersatu dengan adanya perbedaan manhaj dan aqidah. Sebaik-baik bukti dalam hal ini adalah keadaan bangsa arab sebelum diutusnya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Dahulu mereka berpecah-belah dan saling bermusuhan. Ketika mereka masuk Islam dan dibawah bendera tauhid, aqidah mereka satu dan manhaj mereka satu maka bersatulah mereka dan berdiri negara mereka. Dan Allah mengingatkan mereka tentang hal ini lewat firman-Nya :

وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ إِخۡوَٲنً۬ا

"Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara." (QS. Ali Imran : 103)

Dan Allah berfirman :

وَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِہِمۡ‌ۚ لَوۡ أَنفَقۡتَ مَا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا مَّآ أَلَّفۡتَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡ وَلَـٰڪِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ بَيۡنَہُمۡ‌ۚ إِنَّهُ ۥ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬

"Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana." (QS. Al- Anfal : 63)

Allah ta'ala tidak akan menyatukan hati orang-orang kafir dan yang murtad serta kelompok-kelompok sesat. Namun Allah hanya menyatukan hati orang-orang yang beriman yang bertauhid. Allah berfirman tentang orang-orang kafir dan munafik yang menyelisihi manhaj Islam dan aqidah Islam :

تَحۡسَبُهُمۡ جَمِيعً۬ا وَقُلُوبُهُمۡ شَتَّىٰ‌ۚ ذَٲلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَوۡمٌ۬ لَّا يَعۡقِلُونَ

"Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti." (QS. Al-Hasyr : 14)

وَلَا يَزَالُونَ مُخۡتَلِفِينَ (118) إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ‌ۚ

"Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu." (QS.Huud : 118-119)

(Yang diberi rahmat) adalah mereka yang berpegang teguh dengan aqidah serta manhaj yang benar. Dan mereka lah yang selamat dari perselisihan tersebut.

Orang-orang yang berusaha untuk menyatukan manusia diatas kerusakan aqidah dan manhaj yang berbeda, mereka itu melakukan hal yang mustahil. Karena menggabungkan antara dua hal yang bertentangan termasuk suatu yang mustahil. Tidaklah yang menyatukan hati serta barisan (kaum muslimin) melainkan kalimat tauhid لا إله إلا الله . Jika memang dipahami maknanya serta diamalkan konsekuensinya. Bukan sekedar dilafadzkan saja tapi diselisihi kandungan isinya. Maka tidak lah bermanfaat kalimat tauhid tersebut.[4]

Beliau juga mengatakan : Tidak ada kelompok yang selamat kecuali hanya satu saja yaitu yang berjalan diatas metode Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat beliau[5]. Inilah manhaj yang wajib bersatu diatasnya. Dan manhaj-manhaj yang menyelisihinya itu memecah belah dan tidak menyatukan....kita tidak boleh bersatu kecuali diatas manhaj salafush shalih.[6]

3. Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafidzahullahu ketika mengomentari kaidah ikhawaniyah diatas berkata : “Yang layak bahkan yang wajib bagi para pengikut da’i (yang menyeru kepada kaidah diatas) daripada mengamalkan kaidah tersebut untuk mengumpulkan semua kelompok-kelompok sesat bahkan yang paling sesat pula yaitu Rafidhah. Lebih baik dia mengamalkan kaidah cinta dan benci karena Allah. Yang dengan kaidah tersebut maka tidak ada ruang untuk dia memberi udzur (bersatu) dengan kelompok sesat dan yang menyelisihi ahlussunnah wal jama’ah.[7]

4. Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu ketika berkata tentang jihad pertama di Afghanistan : Ketika masalah itu semakin rumit dan ini yang kita khawatirkan yaitu hizbiyah yang menyatukan sufi, syi’i, fasik dan shalih kemudian setelah itu (kalahnya uni soviet), mereka berperang sendiri untuk mendapatkan kedudukan. Karena pondasi persatuan mereka tersebut bukan pondasi keimanan yaitu tunduk kepada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau kepada hukum Allah.[8]

5. Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullahu berkata : Tidak boleh bagi pengikut kebenaran untuk bersatu dengan pengikut kebatilan. Tidaklah hal ini (persatuan antara semua kelompok) kecuali penipuan. Karena kemenangan tidak akan terwujud kecuali dengan kebenaran saja. Adapun kebatilan maka kita tidak boleh bersatu dengannya namun kita harus menjauhinya.....Adapun para pengekor hawa nafsu (kelompok sesat) mereka menginginkan untuk kita bersatu dengan mereka. Akan tetapi seorang penuntut ilmu salafi yang berjalan diatas agama Allah, diatas Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pemahaman para salafush shaleh tidak boleh bersatu dengan mereka.[9]

Wallahu ta’ala a’lam
[1] Ini adalah kaidah yang batil dan sesat yang meruntuhkan aqidah wala’ dan bara’ ahlussunnah wal jamaah. Untuk mengetahui bantahan kaidah tersebut lihat kitab “Zajru Al-Mutahawin bi Dharari qaidah Al-Ma’dzirah wa At-ta’awun” oleh Syaikh Hamad bin Ibrahim Al-Utsman dengan diberi muqaddimah oleh Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr.
[2] Terutama bagi yang hobi berorganisasi sangat diwajibkan memahami kaidah ini. Jangan hanya bermodalkan semangat mendirikan organisasi, yayasan, perhimpunan, perkumpulan atau apapun namanya sebelum memahami aturan mainnya yang sesuai dengan manhaj salafi.
[3] Dinukil dan diterjemahkan dari kitab Zajru Al-Mutahawin hal.131-132.
[4] Al-Ajwibah Al-Mufiidah ‘an as-ilah al manahij al-jadidah no. 77 hal. 142-144.
[5] Namun jangan kita tertipu dengan slogan kelompok-kelompok yang beraneka ragam aqidah serta manhaj mereka yang mendengungkan slogan persatuan diatas Al-Qur’an dan al- sunnah dengan pemahaman para sahabat, tabi’in tapi tanpa bukti yang nyata dilapangan. Apakah termasuk manhaj salafush shalih seorang salafi bersatu dengan haraki hizbi, sufi dan masih banyak lagi?
[6] Idem no.78 hal.145-146.
[7] Zajrul Mutahawin hal.7-8.
[8] Maqtal Asy-Syaikh Jamil Rahman hal.19
[9] Ru’yah syar’iyyah lil fitan wa an nawaazil fi as-sahah al-iraqiyah hal.29-30 oleh Hasan Al-‘Iraqi.