Saat Agama Jadi Mainan
Arab Saudi Protes Lantunan Banser
"Yaa Lal Wathan" di Masjidil Haram
Pemerintah Arab Saudi melayangkan protes
keras kepada KBRI Riyadh. Protes dilayangkan terkait lantunan "Yaa Lal
Wathan" oleh sejumlah jemaah umrah Indonesia yang tengah menjalankan
ibadah sa'i.
Menurut keterangan pers KBRI Riyadh,
Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel menyayangkan terjadinya aksi
tersebut. Dia menjelaskan, apa yang dilakukan sejumlah jemaah umrah Indonesia
itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Saudi.
"Jika ada ekspatriat Indonesia di
Arab Saudi yang melakukan tindakan di luar kepatutan dan norma-norma yang
berlaku, maka secara diplomatik yang akan diprotes pertama kali oleh Pemerintah
Kerajaan Arab Saudi," sebut keterangan pers KBRI Riyadh kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (27/2).
"Aksi di Mas'a tersebut berpotensi
mengganggu hubungan diplomatik Indonesia - Arab Saudi yang saat ini sedang
berada di masa keemasan," sambung mereka.
Dubes Agus pun mengimbau bagi seluruh WNI
yang sedang atau akan berkunjung ke Arab Saudi, untuk mematuhi peraturan, dan
norma-norma yang berlaku di negara tersebut.
"Untuk diketahui bersama, Pemerintah
Kerajaan Arab Saudi melarang keras segala bentuk upaya yang mempolitisasi umrah
dan haji," jelas keterangan pers tersebut.
Video yang sempat menjadi viral tersebut
diunggah pertama kali oleh Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur
Romli.
"Selain bacaan-bacaan saat Sa'i,
Jamaah Sorban (anSOR BANser) juga gelorakan Ya Lal Wathan...Indonesia biladi...
Indonesia Negeriku... di Masjidil Haram Makkah," cuit Guntur Romli di akun
Twitternya pada Sabtu (24/2).
Gerakan Pemuda (GP) Ansor merupakan
organisasi kepemudaan yang berafiliasi pada Nahdlatul Ulama (NU). Sementara
Banser atau Barisan Ansor Serbaguna adalah badan otonom dari GP Ansor.
Dalam video berdurasi 1 menit 37 detik,
sejumlah jemaah memang tampak lantang melantunkan "Yaa Lal Wathan"
sembari mengepalkan tangan ke udara. "Yaa Lal Wathan" seperti dikutip
dari situs resmi NU adalah lagu karya salah satu pendiri NU, KH. Wahab
Hasbullah.
Dubes Saudi Syeikh Osama: Sa'i sambil
nyanyi tidak pantas dan tidak boleh, jangan terulang lagi
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia,
Syeikh Osama bin Muhammad Al Shuaibi menyampaikan bahwa ibadah Sa'i tidak boleh
dicampuri dengan nyanyian atau senandung, meskipun itu lagu kebangsaan.
[Video - Pernyataan Dubes Saudi]
facebook.com/abu.izzaalbuchary/videos/1552038884913995/
[Video - Pernyataan Dubes Saudi]
facebook.com/abu.izzaalbuchary/videos/1552038884913995/
"Hal seperti itu tidak pantas dan tidak boleh, nanti kalau semua dibolehkan nyanyi lagu kebangsaan atau syiar-syiar yang diluar ibadah nanti semua orang melakukan hal yang sama dan akan menimbulkan kegaduhan. Sama seperti dulu kelompok Syiah juga dilarang melakukan aksi unjuk rasa dan syiar-syiar mereka," kata Dubes Saudi Syeikh Osama yang diterjemahkan oleh Ustadz Fahmi Salim.
"Kegiatan ini jangan sampai terulang lagi," kata Dubes Saudi.
yesmuslim.blogspot.co.id
Dubes Saudi: Dulu Yang Sering Gaduh di
Tanah Suci itu Syiah
Video jamaah umrah Indonesia menyanyikan
lagu Hubbul Wathan yang menyebar di dunia maya menjadi perhatian Kerajaan Arab
Saudi. Duta Besar Kerajaan Saudi untuk Indonesia Osama bin Mohammed Abdullah
as-Shuaibi menegaskan, siapa pun yang menginjakkan kaki di Tanah Suci harus
menjaga adab.
“Kami imbau agar para jamaah fokus ibadah
dan menjaga etika,” ujar dia dalam jamuan makan malam bersama ulama di Kediaman
Kedubes Saudi Jakarta, Selasa (27/2).
Video tersebut menjadi perhatian banyak
pihak. Masyarakat dari berbagai kalangan mengomentari dan menyikapi video
tersebut dengan beragam.
Aparat Kerajaan Saudi menyayangkan
kegiatan jamaah umrah tersebut. Aparat Kerajaan Saudi tidak dapat membiarkan
adanya aktivitas seperti itu. Sebabnya, jika satu kegiatan macam tersebut
dibiarkan, dikhawatirkan semakin meluas dan menimbulkan kegaduhan.
Tanah Suci yang seharusnya tenang untuk
beribadah, nantinya menjadi tidak kondusif. “Kami tidak ingin ada kegaduhan,
seperti yang kerap dilakukan kelompok syiah zaman dulu,” kata dia.
Osama menjelaskan, dulu Kelompok Syiah
Qaramithah menghimpun massa untuk menghancurkan al-Haram. Mereka merobek kiswah
Ka’bah dan mencuri Hajar Aswad. “Bayangkan kegaduhan tersebut. dampaknya begitu
besar. Umat Islam dari berbagai penjuru dunia datang berhaji dan berumrah,
ingin mencium Hajar Aswad, tapi tidak ada? 20 tahun batu hitam itu dicuri,
hingga akhirnya kini sudah kembali lagi,” kata Osama menceritakan sejarah
penghancuran al-Haram.
Kerajaan Saudi mengimbau seluruh elemen
umat Islam sama-sama menjaga keutuhan Tanah Suci. Mereka yang sudah
mengikhlaskan dirinya untuk melaksanakan Rukun Islam kelima atau mengerjakan
sunnah umrah, harus fokus beribadah. Mereka harus menjaga diri dengan berakhlak
mulia.
Sementara pihak Kerajaan akan sekuat
tenaga memberikan pelayanan terbaik. “Doakan kami agar selalu diberikan
kekuatan melayani para tamu Allah yang hendak beribadah dalam kekhusyukan,”
papar dia. [republika]
Pembelaan MUI dan Organisasi Induknya
MUI Tanggapi Jemaah Banser yang
Kumandangkan Mars di Masjidil Haram
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi
Dakwah Majelis Ulama Indonesia Cholil Nafis berpendapat, lantunan itu sah-sah
saja dilakukan. Sebab menurutnya, dalam menjalankan Sai, tidak ada kewajiban
atau syarat bacaan tertentu.
"Yang penting melakukan jalan tujuh
kali antara bukit Safa dan Marwa. Cuma yang lebih afdal dan sesuai dengan
ibadah itu mengucap zikir dan doa serta tak mengganggu orang lain yang sedang
beribadah dengan suara kerasnya," ujar Cholil dalam keterangan tertulis,
Selasa (27/2). (???? Ya Allah Ya Rabb)
Menurut Cholil, sebaiknya, dalam
menjalankan ibadah umrah, dia mengimbau masyarakat untuk khusyuk, berzikir, dan
menghindari banyak publikasi agar dijauhkan dari sifat pamer atau riya.
"Tidak ada larangan, cuma membaca
syair itu tak pada tempatnya," tuturnya.
Dalam video itu, sejumlah jemaah lantang
melantunkan "Yaa Lal Wathan" sembari mengepalkan tangan ke udara.
Dikutip dari situs resmi NU, lantunan itu adalah lagu karya salah satu pendiri
NU, KH. Wahab Hasbullah.
HUKUM MENGGAUNGKAN SYIIR YA LAL WATHON
SEWAKTU SA’I
Oleh: M. Asnawi Ridlwan (Wakil Sekretaris
LBM-PBNU)
Beberapa hari ini viral di medsos tentang
pelaksanaan ibadah sa’i, karena di antara ritualnya diselingi dengan lantunan syi’ir
ya lal wathon yang menjadi lagu wajibnya Nahdlatul Ulama’. Tentu saja praktek
ini memunculkan pro kontra di antara kaum muslimin. bahkan ada yang menilai
sesat, tidak punya adab, dan haram.
Berikut saya sampaikan ulasan tentang
hukum pelaksanaan sa’i berselipkan syiir ya lal wathon tersebut.
1.Rasulullah SAW. Bersabda:
انما جعل الطواف بالبيت وبين الصفا والمروة ورمي
الجمار لإقامة ذكر الله
“Dijadikannya thawaf di baitullah, sa’I
antara shofa – marwah, dan melempar jimar adalah demi menjaga konsistensi diri
dalam berdzikir pada Allah.”
Dari hadits ini tertera secara jelas
bahwa thawaf, sa’i, dan melempar jumrah adalah bagian ibadah yang harus diisi
penuh dengan dzikir kepada Allah SWT. Tidak sepatutnya bila dalam pelaksanaan
ritual ibadah tersebut ternyata kita lalai ( ghoflah ) dari dzikir kepada Allah
terlebih lagi masih membawa kebiasaan maksiat dan belum mau bertaubat. Jadi,
sa’I tidak hanya diisi dengan kalimat-kalimat doa, tapi juga dianjurkan untuk
melafadlkan dzikir-dzikir.
Apakah syiir ya lal wathan termasuk
kategori dzikir?
Jawabannya: iya.
Karena syiir tersebut mengajak pada dua
kebaikan yakni ingat kepada Allah dan mengajak cinta tanah air.
عون المعبود وحاشية ابن القيم (5/ 239)
(إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ) أَيِ
الْكَعْبَةِ (وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ) أَيْ وَإِنَّمَا جُعِلَ السَّعْيُ
بَيْنَهُمَا (وَرَمْيُ الْجِمَارِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ) يَعْنِي إِنَّمَا
شُرِعَ ذَلِكَ لِإِقَامَةِ شِعَارِ النُّسُكِ
قَالَهُ المناوي قال علي القارىء أَيْ لِأَنْ
يُذْكَرَ اللَّهُ فِي هَذِهِ الْمَوَاضِعِ الْمُتَبَرَّكَةِ فَالْحَذَرَ الْحَذَرَ
مِنَ الْغَفْلَةِ وَالطَّوَافُ حَوْلَ البيت والوقوف للدعاء فَإِنَّ أَثَرَ
الْعِبَادَةِ لَائِحَةٌ فِيهِمَا
وَإِنَّمَا جُعِلَ رَمْيُ الْجِمَارِ وَالسَّعْيُ
بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ سُنَّةً لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى
يَعْنِي التَّكْبِيرُ سُنَّةٌ مَعَ كُلِّ جَمْرَةٍ وَالدَّعَوَاتُ فِي السَّعْيِ
سُنَّةٌ
مرعاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح (9/ 187)
وقال القاري: أي لأن يذكر الله في هذه المواضع
المتبركة، فالحذر الحذرمن الغفلة. وإنما خُصا بالذكر مع أن المقصود من جميع
العبادات هو ذكر الله تعالى لأن ظاهرهما فعل لا تظهر فيهما العبادة، وإنما فيهما
التعبد للعبودية بخلاف الطواف حول بيت الله، والوقوف للدعاء فإن أثر العبادة لائحة
فيهما. وقيل إنما جعل رمي الجمار والسعي بين الصفا والمروة سنة لإقامة ذكر الله،
يعني التكبير مع كل حجر والدعوات المذكورة في السعي سنة، ولا يبعد أن يكون لك من
الرمي والسعي حكمة ظاهرة ونكتة باهرة غير مجرد التعبد وإظهار المعجزة، ثم أطال
القاري الكلام في ذلك نقلاً عن الطيبي والغزالي، من شاء الوقوف على ذلك رجع إلى
المرقاة وأضواء البيان
2. Hukum menggaungkan syi’ir ya lal
wathon.
Menggaungkan syi’ir yang bertemakan dzikir pada Allah dan cinta tanah air
adalah sunnah baik di dalam masjid terlebih lagi di luar masjid.
تفسير القرطبي (12/ 271)
وَقَدْ رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَيْرِ حَدِيثٍ رُخْصَةٌ فِي إِنْشَادِ الشِّعْرِ فِي
الْمَسْجِدِ. قُلْتُ: أَمَّا تَنَاشُدُ الْأَشْعَارِ فَاخْتُلِفَ فِي ذَلِكَ،
فَمِنْ مَانِعٍ مُطْلَقًا، وَمِنْ مُجِيزٍ مُطْلَقًا، وَالْأَوْلَى التَّفْصِيلُ،
وَهُوَ أَنْ يُنْظَرَ إِلَى الشِّعْرِ فَإِنْ كَانَ مِمَّا يَقْتَضِي الثَّنَاءَ
عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَوِ الذَّبَّ عَنْهُمَا كَمَا كَانَ شِعْرُ حَسَّانَ، أَوْ يَتَضَمَّنُ
الْحَضَّ عَلَى الْخَيْرِ وَالْوَعْظَ وَالزُّهْدَ فِي الدُّنْيَا وَالتَّقَلُّلَ
مِنْهَا، فَهُوَ حَسَنٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَغَيْرِهَا،
الفقه على المذاهب الأربعة (1/ 262)
الحنفية قالوا: الشعر في المسجد إن كان مشتملاً
على مواعظ وحكم وذكر نعمة الله تعالى وصفة المتقين فهو حسن، وإن كان مشتملاً على
ذكر الأطلال والأزمان، وتاريخ الأمم فمباح، وإن كان مشتملاً على هجو وسخف، فحرام،
وإن كان مشتملاً على وصف الخدود والقدود والشعور والخصور، فمكروه إن لم يترتب عليه
ثوران الشهوة، وإلا حرم.
الحنابلة قالوا: الشعر المتعلق بمدح النبي صلى
الله عليه وسلم مما لا يحرم ولا يكره يباح إنشاده في المسجد.
المالكية قالوا: إنشاد الشعر في المسجد حسن إن
تضمن ثناء على الله تعالى، أو على رسوله صلى الله عليه وسلم أو حثاً على خير، وغلا
فلا يجوز.
الشافعية: إنشاد الشعر في المسجد إن اشتمل على
حكم مواعظ وغير ذلك مما لا يخالف الشرع؛ ولم يشوش جائز، وإلا حرم
3. Hukum cinta tanah air (nasionalisme)
dan hukum tidak cinta tanah air (anti NKRI dan perangkat-perangkatnya)
Nasionalisme harus terpatri dalam
sanubari setiap anak bangsa demi menjaga semangat mempertahankan, siap
berkorban dan berjuang demi bangsa, sehingga tetap lestari dalam kemajmukannya
baik di bidang agama, suku dan budayanya terpelihara menjadi kekuatan riil demi
memperkokoh kedaulatan bangsa. Sehingga terciptalah suasana kehidupan yang
damai, saling menghormati, menghargai, melindungi, dan mengasihi. Dalam sebuah
hadits disebutkan:
كان اذا قدم من سفر فنظر الى جدران المدينة أوضع
راحلته وان كان على دابة حركها من حبها . رواه البخارى
“Tatkala Rasulullah SAW. Pulang dari
bepergian dan melihat dinding kota Madinah, beliau mempercepat laju kudanya.
Dan bila mengendarai tunggangan, maka beliau gerak-gerakkan karena cintanya
pada Madinah.”
Syekh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani menegaskan
bahwa hadits tersebut menunjukkan dua hal pokok: yakni tentang keutamaan kota
Madinah dan disyariatkannya cinta tanah air.
فتح الباري لابن حجر (3/ 621)
وَرِوَايَةُ الْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ هَذِهِ
وَصَلَهَا الْإِمَامُ أَحْمَدُ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ
حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ
فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى
دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا وَأَخْرَجَهُ أَبُو نُعَيْمٍ فِي
الْمُسْتَخْرَجِ مِنْ طَرِيقِ خَالِدِ بْنِ مَخْلَدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرِ
بْنِ أَبِي كَثِيرٍ وَالْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ جَمِيعًا عَنْ حُمَيْدٍ وَقَدْ
أَوْرَدَ الْمُصَنِّفُ طَرِيقَ قُتَيْبَةَ الْمَذْكُورَةَ فِي فَضَائِلِ
الْمَدِينَةِ بِلَفْظِ الْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ رَاحِلَتَهُ
بَدَلَ نَاقَتِهِ وَوَقَعَ فِي نُسْخَةِ الصَّغَانِيِّ وَزَادَ الْحَارِثُ بْنُ
عُمَيْرٍ وَغَيْرُهُ عَنْ حُمَيْدٍ وَقَدْ نَبَّهْتُ عَلَى مَنْ رَوَاهُ كَذَلِكَ
مُوَافِقًا لِلْحَارِثِ بْنِ عُمَيْرٍ فِي الزِّيَادَةِ الْمَذْكُورَةِ وَفِي
الْحَدِيثِ دِلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حب الوطن
والحنين إِلَيْهِ
Sayyidina Umar bin Khattab RA.
Menjelaskan:
ولولا حب الوطن لخرب بلد السوء فبحب الأوطان عمرت
البلدان
“Seandainya tidak ada cinta tanah air,
niscaya akan semakin hancur suatu negeri yang terpuruk. Maka dengan cinta tanah
air, negeri-negeri akan termakmurkan.”
روح البيان (6/ 442)
قال عمر رضى الله عنه لولا حب الوطن لخرب بلد
السوء فبحب الأوطان عمرت البلدان
NB: Dari paparan ringkas ini bisa
disimpulkan bahwa
1. Menggaungkan syiir ya lal wathon saat
pelaksanaan sa’I adalah sebuah kebaikan dengan syarat tidak disuarakan dengan
arogan hingga mengganggu yang lain, karena cinta tanah air adalah kewajiban
setiap muslimin. Terlebih lagi, saat ini ajaran cinta tanah air banyak yang
tidak memahaminya.
2. Tidak mencintai NKRI beserta
perangkatnya adalah perbuatan dosa. Maka, diharuskan untuk segera bertaubat,
terlebih saat melaksanakan ibadah sa’i.
Guntur pun sudah angkat bicara terkait
unggahannya itu. Di akun media sosial Facebook, Guntur menulis ulang pendapat
KH. Asnawi Ridlwan, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail NU.
"Menggaungkan syiir 'Ya Lal Wathon'
saat pelaksanaan sai adalah sebuah kebaikan dengan syarat tidak disuarakan
dengan arogan hingga mengganggu yang lain. Karena cinta tanah air adalah
kewajiban setiap muslimin," tulis Guntur.
Guntur juga menilai, saat ini ajaran
cinta tanah air banyak yang tidak memahami. Menurutnya tidak mencintai NKRI
beserta perangkatnya adalah perbuatan dosa.
"Maka diharuskan untuk segera
bertaubat, terlebih saat ibadah sai," tutup Guntur.
Ramai Video Pembimbing Umrah Bacakan
Pancasila saat Ibadah Sai
Seorang pembimbing umrah sedang ramai
diperbincangkan publik, lantaran video unggahannya sedang menuntun jemaah
membacakan Pancasila di tengah-tengah ibadah sai viral di media sosial. Sai
adalah salah satu rukun umrah yakni berlari kecil dari Bukit Safa ke Bukit
Marwah, sebanyak 7 kali sejauh 3,5 km.
Pembimbing umrah tersebut diketahui
bernama Said Humaidy Aba Nick. Ia membagikan video tersebut dalam akun Facebook
miliknya, pada Sabtu (10/2) lalu, yang dilengkapi keterangan foto bertuliskan,
"Putaran ketiga, sai pada waktu umrah kedua. 10 Februari 2018. Semoga
menjadi umrah yang mabrur. Amiiin..99x. InsyaAllah. Dan Mohon maaf bila
dulur-dulur tidak berkenan atas video niki. Kulo punya makna tersendiri pada
Pancasila"
Dalam unggahan tersebut, tampak Said
Humaidy yang sedang menuntun jemaahnya menjalankan sai sambil membacakan doa.
Namun di sela-sela doa tersebut, tepatnya saat putaran ketiga, ia menyelipkan
bacaan Pancasila, yang juga diikuti oleh para jemaahnya.
Video yang diunggahnya itu langsung viral
di media sosial, bahkan hingga saat ini sudah diputar sebanyak 11 ribu kali
oleh warganet. Tak hanya itu, unggahan tersebut juga mendapat berbagai komentar
dari warganet.
"Mungkin maksud beliau mendoakan isi
poin-poin dalam Pancasila," komentar @JelouseNeveral.
"Kenapa tidak sekalian baca
pembukaan UUD 1945 biar greget," komentar @RizaldiIlman.
"Selamat pak, Anda terkenal seantero
nusantara. Mohon aktifkan hp Anda selalu, manatau diundang makan siang ke
istana," komentar @AfifuddinWarta.
Selain warganet, mantan ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD juga turut menanggapi video tersebut, melalui akun Twitter
resminya.
"Hahaha. Pagi-pagi setelah salat
subuh di Singkawang melihat ini jadi tertawa ngakak. Saya yakin itu hoax, hanya
dubbing. Tapi lumayanlah untuk menyindir kita," tulis @mohmahfudmd, Minggu
(11/2).
Meski begitu, Said Humaidy menjelaskan
dalam keterangan foto bahwa ia melakukan hal tersebut karena Pancasila memiliki
makna tersendiri baginya.
kumparan sudah menghubungi Said melalui
pesan Facebook, namun belum mendapat balasan.
Geger! Video Ritual Aliran Sesat,
Shalawat Nabi Muhammad Diganti Pancasila
Video tersebut menunjukkan sekelompok
orang yang thawaf dengan membaca shalawat, namun shalawat yang harusnya
ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW diganti dengan Shalawat kepada Pancasila,
Indonesia, dan Nusantara.
Dalam video ritual yang diunggah akun
Twitter Laskar Pembela Islam @.DPP_LPI itu, sekelompok orang berjalan
mengelilingi bendera Merah Putih dan Lambang Negara Burung Garuda di dalam
petak yang dikelilingi lilin yang menyala.
Dalam petak itu ada kelapa, batu, dan
keris, serta benda-benda ritual lainnya. Mereka berjalan berlawanan dengan arah
jarum jam seperti thawaf mengelilingi Ka’bah.
Saat berkeliling mereka mengumandangkan
shalallah ‘ala Pancasila, shalallah ‘ala Indonesia, shalallah ‘ala Nusantoro.
Mereka berkeliling tujuh kali dalam ritual berdurasi lima menit itu.
Usai ritual thawaf, mereka kembali
membaca shalawat normal, Allahumma shali ‘ala Muhammad. “Allahumma Shali ‘ala
Muhammad!” teriak mereka sambil mengepalkan tangan. Teriakan itu diulang tiga
kali.
“Waspadai kelompok ANUS, mulai
menyebarkan ritual sesat! WAJIB mencintai Indonesia, WAJIB bela Indonesia dan
WAJIB Jaga Indonesia, tp bukan dengan melecehkan Sholawat!!”, Tulis akun LPI.
Beredarnya video ritual terebut sontak
mengundang komentar dan kecaman dari warganet.
“Penistaan Agama..! Agama koq dijadikan
mainan…klo nggak ngerti ya belajar dulu sama yg ngerti bukan sama org yg paling
bodoh,” kata akun Azhar Matang.
“Dulu Baginda Nabi Muhammad SAW, sudah
berjuang habis²an untuk kemaslahatan umatnya di muka bumi ini, tp org² BODOH
ini malah melecehkan shalawat..Astagfirulloha’adzim..,” tulis akun @anggase90189847.
”Innallilahi…Secara
tidak langsung mereka sudah melecehkan Sholawat NABI MUHAMMAD 😭 Datang nya dari mana makhluk2 ini,” kata akun
@Bhatosai666.