Rezim Assad di Suriah “kehilangan
legitimasinya karena kekejamannya terhadap rakyat Suriah,” menurut Martin
Longden, perwakilan khusus Inggris untuk Suriah. seperti dilansir dari Middle
East Monitor, Kamis,(10/1/2019).
Longden mengatakan di Twitter pada hari
Selasa bahwa Inggris menutup kedutaan besarnya di Damaskus pada tahun 2012 dan
“kami tidak memiliki rencana untuk membukanya kembali.”
“Akhir dari cerita,” tegasnya.
Inggris menutup kedutaannya di Damaskus
setelah rezim Bashar al-Assad menargetkan warga Suriah menyusul protes
anti-rezim, yang mengikuti protes serupa di Musim Semi Arab.
Inggris telah kritis terhadap rezim di
Suriah sejak awal kekejaman yang menargetkan warga sipil.
“Melindungi warga Suriah dan memberi
mereka bantuan apa yang mereka butuhkan haruslah yang terpenting,” kata Menlu
Boris Johnson saat itu hampir setahun yang lalu, sebagai tanggapan atas
pengepungan yang menghancurkan di Ghouta Timur.
“Inggris berkomitmen untuk bekerja sama
dengan semua mitra internasional untuk menjamin berakhirnya pertumpahan darah
yang mengerikan dan membuat terobosan untuk memajukan solusi politik, hal ini
merupakan satu-satunya cara untuk membawa perdamaian bagi rakyat Suriah,”
katanya.
“Rezim Suriah memiliki catatan kelam,
dimana rezim ini menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri,” dan
senjata kimia telah “menjadi senjata perang yang terlalu biasa dalam konflik
Suriah,” Peter Wilson, perwakilan Inggris untuk Organisasi Larangan Senjata
Kimia (OPCW), mengatakan penggunaan senjata kimia telah dilakukan oleh pasukan
Assad di berbagai lokasi, termasuk Douma.
Pernyataan Wilson datang pada Rapat Dewan
Eksekutif OPCW tahun lalu setelah serangan udara bersama oleh AS, Inggris, dan
Prancis ke gudang senjata kimia rezim Assad yang di Suriah.
Suriah telah dikunci dalam perang saudara
yang ganas sejak awal 2011, ketika rezim Assad menindak demonstran dengan
keganasan yang mendadak.
Sejak itu, ratusan ribu orang diyakini
telah terbunuh dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal akibat konflik.
Sumber : Middle East
Monitor | Redaktur : Fairuz syaugi