Friday, April 3, 2020

Koleksi Dusta Sufi Dr. Yusri Rusydi Jabr, Menuduh Wahhabi Bunuh 30.000 Jamaah Haji. Lisannya Tajam Terhadap Dakwah Tauhid.

Wahhabi bunuh 30000 jemaah Haji - Sejarah Wahabi Ulama Al-Azhar (Yusri Rusydi Jabr) 
(409 Comments)
[Mengerikan] Sekte Berdarah Wahabi (Arab Saudi) !!! - Ustadz Firanda Andirja (907 Comments)

Benarkah kerajaan saudi mengkhianati khilafah turki utsmani? - Ustadz Firanda Andirja 
(1,244 Comments)

Tanya Jawab: Benarkah Wahabi Itu Antek Inggris? Ustadz DR Firanda Andirja, MA.
Dr. Yusri Rusydi Jabr, Sufi (Tarekat As-Syadziliyah) Pendengki (Fitnah) Negeri Tauhid Saudi Arabia Dan Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahab. Tidak Ada Karya Intelektualnya.

Wahabi Membunuh Ribuan Umat Islam Di Makah Dan Madinah ??!

(Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Idahram 12 – Sejarah Dusta Versi Idahram)
Idahram berkata ;

((Setelah Wahabi menyerang kota Thaif dan membunuh umat Islam serta ulamanya, mereka menyerang tanah mulia Makkah al-Mukarromah tahun 1803 M-1804 M (1218 H-1219 H). Hal ini seperti dinyatakan oleh pengkaji sejarah, Abdullah ibnu Asy-Syariif Husain dalam kitabnya yang berjudul Sidqu al-Akhbaar fi Khawaarij al-Qorni ‘Asyar. Sedangkan pengkaji sejarah berfaham wahabi, Utsman ibnu Abdillah ibnu Bisyr al-Hanbali an-Najdi (dalam kitabnya ‘Unwan al-Majd fi Taarikh Najd) menyatakan, prahara tersebut terjadi pada tahun 1220 H. Dalam kedua kitab sejarah tersebut, diceritakan kezaliman Wahabi di tanah suci Makah, diantaranya adalah :

Pada bulan Muharram 1220 Hijriah, bertepatan dengan 1805 Masehi, Wahabi di Makah membunuh ribuan umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji (Ibnu Bisyr : Unwan al-Majd fi tarikh Najd, Darot al-Malik Abdul Aziz, jilid 1, op.cit, h.135-137)
Dalam Tariikh al-Aqthaar al-‘Arabiyah al-Hadits hal 179 disebutkan bahwa pembunuhan bukan hanya terjadi pada jama’ah haji, melainkan juga pada masyarakat sipil. Mereka bukan hanya ditindas dan dibunuh, tetapi juga banyak diantara mereka yang disiksa terlebih dahulu dengan dipotong tangan dan kakinya
Ibu-ibu penduduk kota Makah dipaksa menjual hartanya untuk menebus kembali anak-anaknya yang masih kecil yang telah disandera oleh Wahabi.
Penduduk kota Makah dilanda penyakit busung lapar akibat kezaliman yang telah dilakukan oleh Wahabi. Anak-anak dan orang tua mati kelaparan, sehingga mayat bergelimpangan di mana-mana karena Wahabi telah merampas semua harta umat Islam Makah yang mereka klaim sebagai harta ghanimah. Bukan hanya itu, mereka juga tidak segan-segan untuk membunuh siapa saja yang menghalanginya.
Utsman ibnu Abdillah ibnu Bisyr an-Najdi, pengkaji sejarah berfaham wahabi, menyatakan bahwa Wahabi menjual daging-daging keledai, daging anjing, dan bangkai kepada umat Islam Makah dengan harta yang tinggi dalam keadaan mereka kelaparan. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kota Makah karena takut dari kekejaman Wahabi, sementara bangkai manusia membusuk bergelimpangan di sana sini (Ibnu Bisyr, Unwan al_majd fi Tarikh Najd, jilid 1, op.cit, h. 135-137)
Pendudukan Haramain ini berlangsung sekitar enam setengah tahun. Periode kekejaman ini ditandai dengan pembantaian dan pemaksaan ajaran Wahabi kepada penduduk Haramain, penghancuran bangunan-bangunan bersejarah dan pekuburan, pembakaran buku-buku selain Al-Qur’an dan hadis…))
(demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 83-84).

Komentar:

Sebelum menjelaskan kedustaan idahram dalam nukilan di atas, maka ada baiknya jika para pembaca mengetahui bagaimana sikap Syarif Gholib beserta para ulama sufiah yang mendukungnya terhadap para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Dalam kitabnya Khulaashotul Kalam fi ‘Umaroo al-Balad al-Haroom Syaikh Ahmad Zaini Dahlan menyatakan bahwa wahabi adalah kaum yang kafir dan mulhid. Dahlan berkata dalam kitabnya tersebut :

ونظروا الى عقائدهم فاذا هي مشتملة على كثير من المكفرات فبعد أن أقاموا عليهم البرهان والدليل أمر الشريف مسعود قاضي الشرع ان يكتب حجة بكفرهم الظاهر ليعلم به الاول والآخر وأمر بسجن أولئك الملاحدة الانذال ووضعهم في السلاسل والاغلال فسجن منهم جانبا وفر الباقون ووصلوا الى الدرعية

“Mereka (*para ulama yang sefaham dgn Dahlan-pen) melihat kepada aqidah (para ulama wahabi), ternyata aqidah mereka mengandung banyak perkara yang mengkafirkan. Dan setelah mereka (para ulama Dahlan) menegakkan hujjah dan dalil kepada para ulama wahabi maka As-Syariif Mas’uud Qodi syari’at memerintahkan untuk menulis hujjah tentang kekafiran (ulama wahabi) yang nyata, agar diketahui oleh orang-orang sekarang dan mendatang, dan beliau memerintahkan untuk memenjarakan para mulhidin yang terhinakan tersebut, dan membelenggu mereka dengan rantai besi, maka sebagian mereka dipenjara, dan sisanya lari ke kota Dir’iyyah” (Khulaashotul Kalam fi Umaroo al-balad al-Haroom, karya Ahmad Zaini Dahlan jilid 2 hal 7, pada sub judul : Permulaan fitnah wahhabiyah, silahkan mendownload kitab ini di http://search.4shared.com/postDownload/4x1Yg2zG/________2.html)

Ahmad Zaini Dahlan juga berkata pada halaman yang sama:

أرسل أمير الدرعية جماعة من علمائه كما أرسل في المدة السابقة فلما اختبرهم علماء مكة وجدوهم لا يتدينون إلا بدين الزنادقة فأبى أن يقر لهم في حمى البيت الحرام قرار ولم يأذن لهم في الحج بعد أن ثبت عند العلماء أﻧﻬم كفار

“Gubernur kota Dir’iyyah mengutus sekelompok ulama mereka (*ke Mekah) sebagaimana mereka telah mengirimkan pada waktu yang lalu. Maka tatkala para ulama Mekah menguji mereka, para ulama Mekah mendapati bahwasanya mereka (*ulama wahabi dari Dir’iyyah) tidaklah beragama kecuali dengan agama kaum zindiq, maka Gubernur Mekah As-Syarif Musaa’id bin Sa’id enggan memberikan mereka kesempatan untuk menetap di sekitar Ka’bah, dan tidak mengizinkan mereka untuk berhaji setelah jelas di sisi ulama bahwasanya mereka adalah kafir” (Khulaashotul Kalam fi Umaroo al-Balad al-Haroom hal 7)

Ahmad Zaini Dahlan juga dalam kitabnya menukil fatwa As-Sayyid Mahmuud Al-Hanafi Al-Kazhimi yang membabi buta mengkafirkan kaum wahabi.

As-Sayyid Mahmuud berkata :

فتنة الوهابية حقيقة فتنة اليهودية قد بدت البغضاء من أفواههم وما صدورهم أكبر فكل فرد على عقيدة الوهابية أو اليهودية خبيث ومن يؤمن بالله ورسوله طيّب. . . فقد تحقق اعتزالهم عن المسلمين ظاهرا وباطنا حتى في التوحيد والرسالة أصولا وفروعا فلا يجوز الصلاة خلفهم . . .

“Fitnah Wahabi hakikatnya adalah fitnah Yahudi, telah nampak permusuhan dari mulut-mulut mereka, dan apa yang mereka sembunyikan dalam dada-dada mereka lebih besar lagi. maka setiap orang yang berada di atas aqidah wahabi atau yahudi adalah khobiits (buruk), dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan RasulNya adalah baik….Sungguh telah jelas terpisahnya mereka (kaum wahabi) dari kaum muslimin baik secara dzohir dan batin, bahkan dalam masalah tauhid dan risalah kenabian, baik dalam ushul mapun furuu’, maka tidak boleh sholat (bermakmum) di belakang mereka…

فان الوهابية في غاية اساءة العقيدة والعمل حتى صاروا اضرّ الناس لنا فاﻧﻬم قد كفروا بالله ورسوله باظهار الاسلام ولا شبهة إﻧﻬم من المنافقين والخطاب لأحدهم بلفظ التعظيم والاكرام موجب سخط الاله ورسوله . . . فهم الذين كفروا وارتدوا من الله ورسوله ودين الاسلام قديما وحديثا فاﻧﻬم اشد كفرا ونفاقا ولا شك اﻧﻬم عبد الطاغوت من أتباع ابن تيمية وابن عبد الوهاب وغيرهما في العرب والعجم

Sesungguhnya kaum wahabi sangat buruk aqidah dan amal mereka, hingga mereka adalah orang yang paling memberi kemudhorotan kepada manusia bagi kita dengan menampakkan Islam, karena mereka telah kafir kepada Allah dan rasulNya. Dan tidak ada keraguan bahwasanya mereka termasuk orang-orang munafik. Berbicara kepada mereka dengan kalimat penghormatan dan pemuliaan mendatangkan kemurkaan Allah dan RasulNya…

Mereka adalah orang-orang yang kafir dan murtad (keluar) dari jalan Allah dan RasulNya dan agama Islam dulu dan sekarang. Mereka paling parah kekufuran dan kemunafikannya, dan tidak diragukan lagi bahwsanya mereka adalah para penyembah thoghut, para pengikut Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Abdil Wahhab dan selain mereka, baik di Arab maupun selain Arab” (Khulaashotul Kalaam fi Umaroo al-balad al-Haroom 2/234)

Dari nukilan-nuklan diatas maka kesimpulan hukum yang diberikan oleh Syaikh Dahlan cs kepada para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab sbb :

Kaum wahabi adalah kafir, murtad
Mereka juga mulhid (atheis)
Mereka juga zindiq (munafiq), penyembah thoghut
Tidak boleh bermakmum dalam sholat di belakang mereka
Utusan mereka dipenjara dan dibelenggu dengan belenggu besi, bahkan hal ini dilakukan juga pada utusan yang datang untuk kedua kalinya
Mereka dilarang untuk melaksanakan ibadah haji
Inilah sikap penguasa Mekah Syarif Gholib kepada para pengikut dakwah, dengan menuduh mereka sebagai orang mulhid dan melarang mereka untuk melaksanakan ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang kelima. Jadi syarif Gholib cs lah yang memulai permusuhan dan menzolimi para pengikut dakwah sebagaimana diakui oleh ulama mereka Ahmad Zaini Dahlan. Sungguh aneh… mereka menuduh kaum salafy wahabi khawarij takfiri (suka mengkafirkan) ternyata mereka justru terjerumus dalam takfiir !!!

Adapun kedustaan idahram maka setelah merujuk langsung ke dua kitab yang disebutkan oleh idahram, yaitu kitab Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, karya Ibnu Bisyr dan juga kita Sidq al-Khobar fi Khawarij al-Qorn ats-Tsaani ‘Asyr karya As-Syarif Abdullah bin Hasan Baasyaa, maka saya semakin menemukan kedustaan-kedustaan idahram.

Kedustaan-kedustaan tersebut sebagai berikut :

Pertama :  idahram menyatakan bahwa kitab unwan al-Majd menyebutkan bahwa pembantaian ini terjadi pada peristiwa tahun 1220 Hijriyah pada bulan Muharrom. Dan idahram menyebutkan bahwa peristiwa itu disebutkan oleh ibnu Bisyr an-Najdi dalam kitabnya jilid 1 hal 135-136.

Hal ini merupakan kedustaan, dari dua sisi :

Setelah merujuk langsung kepada kitab unwan al-majd sesuai dengan pustaka yang dijadikan sumber oleh idahram (yaitu cetakan Darat al-Malik Abdul Aziz) ternyata pada jilid 1 hal 135-136 ibnu Bisyr sedang menceritakan peristiwa tahun 1191 dan 1192, maka sama sekali tidak disebutkan tentang masuknya kaum wahabi ke kota Makah, apalagi sampai terjadi pembantaian.
Idahram menyatakan bahwa Ibnu Bisyr menyatakan peristiwa pembantaian ribuan penduduk Makah terjadi pada tahun1220 H. Akan tetapi setelah merujuk kitab Unwan al-Majd, ternyata tatkala Ibnu Bisyr menyebutkan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun1220 H (mulai jilid 1 hal 284 hingga hal 291), sama sekali beliau tidak menyebutkan adanya peristiwa pembantaian di kota Makah al-Mukarromah. Justru yang ada adalah gubernur Makah Syarif Gholib meminta perdamaian kepada Amir Sa’ud al-wahabi (silahkan lihat Unwan al-Majd 1/285-286), bahkan Syarif Gholib memberikan hadiah kepada utusan Amir Sa’ud. Justru setelah itu Syarif Gholib melakukan hal-hal yang meragukan, seperti membiarkan adanya pasukan perang dari Turki dan dan Maghrib
Kedua : idahram menyebutkan bahwa dalam kitab Sidqu Al-Khobar bahwasanya peristiwa pembantaian ini terjadi pada tahun 1218-1219 H. Hal ini sungguh aneh !!!

Jelas ini bertentangan antara dua khabar, manakah yang benar terjadinya peristiwa pembantaian kota Makah itu, apakah pada tahun 1220 H?, ataukah tahun 1218-1219 H?
Setelah merujuk langsung kepada kitab Sidq Al-Khobar (cetakan Mathba’ah Al-Kaumain Al-Laadziqiyah) pada hal 136 tentang masuknya Wahabi ke Mekah pada tahun 1218 H, sang penulis Syarif Abdullah bin Hasan (yang sangat benci kepada Wahabiah, dan telah menganggap wahabiyah sebagai Khawarij abad 12) meskipun kebenciannya yang begitu mendalam namun ia tidak nekat berdusta seperti idahram. Sama sekali ia tidak menyebutkan adanya pembantaian penduduk kota Makah, apalagi sampai ribuan orang, apalagi sampai menyiksa dan memotong-motong anggota tubuh mereka sebelum di bunuh???. Sungguh ini merupakan kedustaan yang sangat memalukan yang berulang-ulang kali nekat dilakukan oleh idahram
Bahkan sang penulis Syarif Abdullah bin Hasan menyebutkan pada hal 137 sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Bisyr, bahwasanya justru Syarif Gholib malah meminta Amir Sa’ud untuk berdamai, dan Amir Sa’ud memberikan perdamaian dan keamanan kepada Syarif Gholib.
Ketiga : idahram berkata ((Utsman ibnu Abdillah ibnu Bisyr an-Najdi, pengkaji sejarah berfaham wahabi, menyatakan bahwa Wahabi menjual daging-daging keledai, daging anjing, dan bangkai kepada umat Islam Makah dengan harta yang tinggi dalam keadaan mereka kelaparan. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kota Makah karena takut dari kekejaman Wahabi, sementara bangkai manusia membusuk bergelimpangan di sana sini (Ibnu Bisyr, Unwan al-majd fi Tarikh Najd, jilid 1, op.cit, h. 135-137)) demikian perkataan idahram dalam kitabnya hal 85.

Sungguh ini merupakan kedustaan yang sangat-sangat memalukan…., sama sekali tidak ada penukilan seperti ini dalam kitab Unwan al-Majd. Bagaimana bisa masuk akal kaum wahabi menjual daging anjing dan bangkai kepada umat Islam??? Idahram memang benar-benar pendusta…, bahkan untuk memantapkan kedustaannya ia menampilkan scan sampul kitab Unwan al-Majd di dalam bukunya pada hal 75, sehingga para pembaca benar-benar menyangka bahwa idahram benar-benar telah menukil langsung dari buku tersebut. Akan tetapi kenyataannya idahram hanyalah pendusta kelas kakap… Sungguh menyedihkan pula, buku yang isinya kedustaan ini diberi kata pengantar oleh tokoh sekelas Arifin Ilham dan DR Said Aqil Siroj !!!

Justru dalam kitab Unwan al-Majd ibnu Bisyr menyebutkan bahwa pada tahun 1220 terjadi musim paceklik dan kemarau baik di Makah maupun di Majd. Dan setelah Syarif Gholib meminta perdamaian kepada Amir Sau’d dan diterima oleh Amir Sa’ud maka keadaan kembali membaik, harga-harga barang di Makah menurun.

Keempat : Pernyataan Idahram ((Pada bulan Muharram 1220 Hijriah, bertepatan dengan 1805 Masehi, Wahabi di Makah membunuh ribuan umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji)), sungguh ini merupakan kedustaan idahram yang tidak punya malu….!!!, sama sekali tidak ada dalam sejarah baik dalam buku Unwan Al-Majd maupun dalam buku sejarawan yang membenci wahabi yaitu Sidq al-Khobar karya Syarif Abdullah bin Hasan.

Berikut ini saya paparkan sejarah yang sebenarnya, sebagaimana dituturkan oleh Al-Jibrati:

“Dan sampailah kabar dari negeri Hijaz tentang permintaan As-Syarif Gholib kepada wahabiyin untuk berdamai, hal ini disebabkan karena kerasnya penekanan dan terputusnya sumber pemasukan mereka dari segala penjuru. Sampai satu ardab (*sejenis ukuran volume) beras 500 real, dan gandum 310 real, dan demikian pula halnya harga as-Saman dan madu, dan yang lainnya juga melonjak. Maka as-Syarif Gholib mau tidak mau akhirnya meminta perdamaian dan berada dibawah ketaatan wahabiyin, mengikuti jalan mereka, serta mengambil perjanjian terhadap para dai wahabi dan pemimpin mereka di dalam ka’bah. Serta memerintahkan untuk melarang terjadinya kemungkaran-kemungkaran dan melarang menampakkannya, melarang orang-orang yang mengisap tembakau di mas’a(tempat melakukan sa’i) antara shofa dan marwah. Memerintahkan untuk melazimi pelaksanaan sholat berjama’ah, membayar zakat, meninggalkan pemakaian sutra (*bagi kaum pria), dan peniadaan pajak dan kezoliman. Dan mereka dahulunya keluar dari batasan-batasan dalam hal ini, sampai-sampai mereka mengambil pajak dari mayat berdasarkan kondisi mayat, kalau keluarganya tidak membayar maka mereka tidak bisa untuk menguburkan sang mayat, dan pemandi mayat tidak bisa mendekati si mayat untuk memandikannya hingga datang izin. Dan bid’ah-bid’ah yang lainnya, demikian juga pajak-pajak yang mereka ada-adakan pada barang-barang perdagangan, yang mereka tarik dari para penjual dan pembeli. Demikian juga penyitaan harta dan rumah-rumah masyarakat. Hingga akhirnya seseorang tatkala sedang duduk di rumahnya tanpa ia sadari tiba-tiba pasukan syarif memerintahkannya untuk melepaskan rumahnya dan agar ia keluar dari rumahnya, mereka berkata kepadanya, “Sesungguhnya seorang pemimpin membutuhkan rumah ini, engkau keluar dari rumah ini sehingga jadilah rumah ini menjadi kepemilikian as-Syarif, atau engkau membayar perdamaian sesuai harga rumah ini atau lebih sedikit atau lebih banyak”.

Maka syarif Gholib berjanji kepada wahabi untuk meninggalkan seluruh praktik-praktik tersebut dan mengikuti apa yang diperintahakn oleh Allah dalam al-Qur’an berupa keikhlasan dan mentauhidkan Allah saja, serta mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan petunjuk para khulafaa ar-Roosyidin, para sahabat, para tabi’in, dan para imam mujtahid hingga akhir abad ke tiga. Dan meninggalkan apa yang dibuat-buat oleh masyarakat seperti bersandar kepada selain Allah, kepada makhluk baik yang hidup maupun para mayat tatkala dalam kondisi genting, demikian juga meninggalkan pembuatan kubah-kubah di atas kuburan, gambar-gambar dan hiasan-hiasan, bersikap tunduk, menyeru kepada penghuni kuburan, thowaf, nadzar kepada penghuni kubur, menyembelih dan memberikan kurban kepada penghuni kubur, demikian juga pengadaan perayaan ke kuburan-kuburan, berkumpulnya masyarakat dan percampuran para lelaki dan para wanita (di kuburan-kuburan), serta perkara-perkara yang ada kesyirikannya dalam tauhid uluhiyah yang Allah telah mengutus para rasul untuk memerangi orang yang menyelisihi tauhid ini agar agama seluruhnya miliki Allah. Maka syarif Gholib berjanji untuk melarang seluruh hal ini, dan untuk menghancurkan kubah-kubah yang di bangun di atas kuburan demikian juga bangunan-bangunan tinggi di atas kuburan karena hal ini merupakan perkara-perkara yang baru yang tidak terdapat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perjanjian ini disampaikan oleh Syarif Gholib setelah terjadi perdebatan kaum wahabi terhadap para ulama setempat dan penegakkan hujjah kepada mereka dengan dalil-dalil yang tegas dari al-Qur’an dan Sunnah, yang bisa ditakwil. Maka tatkala itu jalan-jalanpun menjadi aman, jalan-jalan antara Mekah dan Madinah bisa ditempuh, demikian juga antara Mekah dan Jedah dan Thoif. Harga-harga barangpun menjadi murah, dan banyak terdapat makanan, demikian juga hadiah yang diberikan oleh orang-orang Arab daerah timur kepada Mekah dan Madinah berupa kambing, minyak, dan madu. Hingga akhirnya satu ardab gandum harganya turun menjadi 4 real. Sementara syarif Gholib masih terus mengambil pajak dari para pedangan 20 persen. Jika ia ditegur maka ia menjawab, “Mereka para pedagang adalah musyrikin, aku menarik pajak dari musyrikin dan bukan dari muwahidin” (‘Ajaaib al-Aatsaar fi at-Taroojum wa al-Akhbaar 4/8-9, karya Abdurrahman bin Hasan Al-Jibrati, tahqiq : Prof. DR Abdurrohim Abdurrahman, Mathba’ah Daar al-Kutub al-Mishriyah, al-Qoohiroh, cetakan tahun 1998 M)

PENCURIAN HARTA DI KOTA MADINAH

Idahram berkata, ((Setelah menguasai Mekah, pada akhir bulan Dzulqo’dah 1220 H, mereka juga berhasil menguasai kota Madinah. Setibanya di Madinah, mereka melabrak dan menggeledah rumah Nabi Saw., lalu mengambil semua harta benda yang ada di dalamnya, termasuk lampu dan tempat air yang terbuat dari emas dan perak yang dihiasi permata dan zamrud yang tidak ternilai harganya. Di sana mereka melakukan beberapa perbuatan keji dan sadis, sehingga menyebabkan banyak dari kalangan ulama melarikan diri, diantaranya adalah Syaikh Ismail al-Barzanji, Syaikh Dndrawi, dan lainnya. Kemudian mereka menghancurkan semuah kubah di Pekuburan Baqi, seperti kubah Ahlul Bait (istri-istri Nabi, anak keturunannya) serta pekuburan kaum muslimin….

Mereka juga telah memecahkan lampu-lampu Kota Madinah dan mengambilnya untuk dibagikan kepada para pengikut setia mereka. Kota Madinah akhirnya ditinggalkan dalam keadaan sepi selama beberapa hari tanpa adzan, iqomah, dan sholat)) (Silahkan rujuk fakta sejarah di atas dalam karya ulama Wahabi sendiri yang bernama Utsman bin Bisyr al-Hanbali an-Najdi dalam kitabnya Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, jilid 1, op.cit., h.135)
Demikian penuturan Idahram dalam kitabnya hal 86-87

Setelah mengecek langsung kitab Unwaan al-Majd pada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 1220 H, saya tidak menemukan apa yang disebutkan oleh idahram di atas, kecuali hanya permasalahan pembongkaran kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan. (silahkan lihat Unwaan al-Majdi 1/288). Adapun pemecahan lampu-lampu, kemudian lampu-lampu yang pecah tersebut dibagi-bagikan kepada para pengikut setia mereka….ini hanyalah dongeng idahram. Terlebih lagi kondisi kota Madinah beberapa hari tanpa ada adzan, iqomah, dan sholat ??. Seandainya yang menyerang kota Madinah adalah Khawarij Asli, maka tentu mereka akan menegakkan sholat..!!! ini jelas-jelas dongeng idahram !!!

Adapun mengenai perkataan idahram “mereka melabrak dan menggeledah …mengambil semua harta benda…., melakukan perbuatan keji dan sadis…dst” maka idahram tidak menjelaskan jenis perbuatan keji dan sadis yang dilakukan oleh kaum wahabi??, apakah pembunuhan?, pemerkosaan?, atau yang lainnya. Yang jelas semua ini hanyalah bagian dari kumpulan dongeng pengantar tidur yang dibuat-buat oleh idahram.

Adapun mengenai pengambilan harta dari kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berikut ini saya sebutkan penjelasan dari seorang sejarawan Mesir yang sangat terkenal yang bernama Abdurrahman bin Hasan al-Jabarti, dalam kitabnya “Ajaaibu Al-Atsaar fi At-Taroojum wa al-Akhbaar”,

Buku sejarah ini telah dicetak berkali-kali di Mesir, mengingat ini adalah buku yang menjadi pegangan oleh para sejarawan dalam sejarah Mesir modern. Adapun cetakan buku ini yang saya jadi pegangan adalah cetakan yang diberi kata pengantar oleh Prof DR Abdul ‘Azhim Romadon, kepala lembaga ilmiyah pengawas markaz dokumen dan sejarah Mesir Modern.

Al-Jabarti berkata:

“Mereka menyebutkan bahwsanya si wahabi (*yaitu Su’ud bin Abdil Aziz) telah menguasai apa yang berada di dalam rumah Nabi berupa harta benda dan permata, si wahabi telah memindahkannya dan mengambilnya. Mereka memandang bahwasanya mengambil harta tersebut merupakan dosa besar. Sesungguhnya harta-harta ini telah dikirimkan dan diletakan oleh orang-orang pandir dari kalangan konlomerat, para raja, dan para sultan ‘ajam (selain Arab) dan juga selain mereka. Dikarenakan semangat mereka terhadap dunia dan kebencian mereka jika harta tersebut diambil oleh penguasa yang datang setelah mereka, atau untuk persiapan jika terjadi kesulitan/bencana, maka harta tersebut menjadi simpanan yang terjaga hingga waktu dibutuhkannya. Maka harta tersebut digunakan untuk jihad dan mengusir musuh. Dan tatkala zaman semakin berlalu, tahun semakin bertambah, dan orang-orang awam semakin banyak, dan harta tersebut semakin bertambah-tambah, maka harta tersebut hanya tersimpan tanpa ada faedahnya, dan tertancap dalam pemikiran bahwasanya harta tersebut diharamkan untuk diambil dan telah menjadi harta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak boleh diambil dan tidak boleh disalurkan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suci dari hal ini, dan tidak pernah menyimpan sesuatupun dari perkara dunia selama hidup beliau. Allah telah menganugrahkan kepada beliau kedudukan yang mulia, yaitu berdakwah di jalan Allah, kenabian, dan al-Qur’an. Dan beliau telah memilih untuk menjadi seorang Nabi dan Hamba Allah, dan tidak memilih untuk menjadi Raja. Dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim Rasulullah bersabda :

اللَّهُمَّ ارْزُقْ آلَ مُحَمَّدٍ قُوْتًا

“Yaa Allah jadikanlah rizki keluarga Muhammad pas-pasan” (HR Al-Bukhari no 6460 dan Muslim no 1055). . .

Kemudian jika mereka meletakan harta benda dan permata-permata sebagai sedekah kepada Nabi dan sebagai bentuk rasa cinta kepada Nabi maka hal ini merupakan kerusakan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الصَّدَقَةَ لاَ تَنْبَغِي لآلِ مُحَمَّدٍ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخِ النَّاسِ

“Sesungguhnya sedekah tidak pantas bagi keluarga Muhammad, sesungguhnya ia hanyalah sisa-sisa kotoran harta manusia” (HR Muslim no 1072)

Rasulullah melarang bani Hasyim untuk mengambil sedekah dan mengharmkan sedekah atas mereka.

Dan yang dimaksud adalah memanfaatkan harta tatkala masih hidup bukan setelah meninggal, karena harta diciptakan oleh Allah untuk urusan dunia dan bukan urusan akhirat. . ..

Dan kecintaan kepada Rasulullah adalah dengan membenarkannya serta mengikuti syari’atnya dan bukan dengan menyelisihi perintahnya, dan bukan dengan menyimpan harta di rumah beliau dan menghalangi kaum faqir miskin yang berhak atas harta tersebut …

Dan jika harta di rumah Nabi tidak dimanfaatkan oleh seorangpun –kecuali yang dicuri oleh para budak….sementara para fuqoroo’ yang merupakan keturunan Nabi, para ulama, orang-orang yang membutuhkan, para musafir meninggal karena kelaparan, sementara harta ini terisolasi dan tidak bisa digunakan oleh mereka tercegah dari memanfaatkan harta tersebut hingga datanglah sang wahabi dan menguasai Madinah dan mengambil harta- harta tersebut… ” (4/141-143)

Demikianlah kaum wahabi mengambil harta yang disimpan di rumah Nabi untuk dimanfaatkan bagi kaum miskin yang membutuhkannya.

MEMBERANGUS KOTA UYAINAH DAN MEMBUNUHI PENDUDUKNYA

Demikianlah idahram memberi judul yang sangat provokatif, sehingga  menggambarkan kepada para pembaca betapa bengisnya kaum wahabi.

Idahram berkata :

“Di awal masa penyebaran dakwahnya, Muhammad ibnu Abdul Wahhab telah melampiaskan dendam lamanya kepada amir kota Uyainah, Utsman ibnu Hamad ibnu Mu’ammar, yang telah mengusirnya dari daerah tersebut. Pada tahun 1163 Hijriah, Salafy Wahabi menyerang dan memporak-porandakan kampung asal Muhammad ibnu Abdil Wahab itu, serta berhasil membunuh Utsman ibnu Hamad ibnu Mu’ammar saat dia sedang sholat di dalam mesjidnya pada hari Jum’at. Bahkan Muhammad ibnu Abdil Wahab menuduhnya kafir. Merasa belum puas dengan terbunuhnya Utsman ibnu Hamad, Muhammad ibnu Abdil Wahab pun memerintahkan untuk menghabiskan nyawa penduduk kampung itu, menghancurkan rumah-rumah, membakar ladang, menumbangkan segala pepohonan yang ada di sana, dan merampas semua kekayaan kampung itu, bahkan menjadikan para wanitanya sebagai budak belian. Tidak cukup sampai di situ, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab pun membuat kebohongan yang nyata dengan melarang orang-orang membangun kembali kampung Uyainah itu selama 200 tahun, dengan alasan, Allah Swt, akan mengirim jutaan belalang yang akan meluluhlantakan kampung tersebut beserta segala yang ada di dalamnya” (Ibnu Bisyr : Unwan al-Majd, op.cit.., jilid 1 h. 23. Juga lihat : Ibnu Ghannam ; Taarikh Najd, op.cit, jilid 2 hal 57).
Demikian pernyataan idahram dalam kitabnya hal 87-89

Diantara tipu muslihat idahram, ia ingin menjelaskan bahwa buku-buku terbitan kaum wahabi sendiri menyatakan bahwa Muhammad bin Abdil Wahhab adalah seorang yang takfiri (suka mengkafirkan kaum muslimin). Idahram menukil peryataan-pernyataan Muhammad bin Abdil Wahhab dari dua buku kaum salafy wahabi. diantaranya kitab Unwan al-Majd karya Ibnu Bisyr dan kitab Taariikh Najd karya Ibnu Ghonnam.

Akan tetapi setelah meneliti nukilan-nukilan idahram dari kedua buku tersebut maka nampak sangat jelas jika Idahram ternyata hanya menipu kaum muslimin. Sungguh keji si idahram ini…, tidak punya malu berdusta berulang-ulang, selalu berdusta dan bertipu muslihat.

EMPAT KEDUSTAAN LAIN OLEH IDAHRAM TERHADAP KITAB UNWAAN AL-MAJD

Kedustaan Pertama : Pernyataan idahram bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab membunuh Ibnu Bisyr karena dendam, karena di awal dakwahnya, beliau telah diusir oleh Utsman dari kota Uyainah.

Ini adalah tuduhan dusta, dan tidak pernah tercantum dalam kitab Unwan al-Majd dan juga kitab Taarikh Najd. Bahkan sangat jelas dalam kitab Unwan al-Majd bahwasanya Utsman bin Mu’ammar dibunuh karena ia telah berkhianat berulang-ulang kali, dan ia justru ingin bekerjasama dengan musuh-musuh untuk mencelakakan kaum muslimin.

Berikut ini saya akan menukil tentang sejarah yang sebenarnya sebagaimana ditulis oleh Ibnu Bisyr dalam kitabnya Unwan al-Majd fi Taariikh Najd. Ibnu Bisyr berkata :

“Maka syaikh Muhammad bin Abdil Wahab pun berpindah ke negeri Uyainah. Dan gubernur Uyainah tatkala itu adalah Utsman bin Hamd bin Mu’ammar. Maka Utsmanpun menerima syaikh dengan baik dan memuliakannya. Syaikh pun menikah di Uyainah dengan Al-Jauharoh putri Abdullah bin Mu’ammar. Lalu syaikhpun menyampaikan kepada Utsman tentang apa yang ia dakwahkan tentang tauhid. Syaikh berusaha agar Utsman menolongnya dan syaikh berkata kepadanya, “Aku berharap jika engkau menegakkan laa ilaaha illaallah maka Allah akan menjadikanmu unggul, dan engkau akan menguasai Najd dan penduduk Arabnya”. Maka Utsmanpun membantu syaikh dalam dakwahnya. Syaikhpun terang-terangan dengan dakwah kepada Allah dan menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

“Beliaupun diikuti orang-orang dari penduduk Uyainah. Dan di Uyainah ada pohon-pohon yang diagungkan dan digantungkan benda-benda padanya (*untuk mencari barokah). Maka syaikhpun mengirim orang untuk memotong pohon-pohon tersebut alau ditebanglah. Dan di Uyainah ada sebuah pohon yang paling diagungkan oleh penduduk Uyainah. Disebutkan kepadaku bahwasanya Syaikh yang langsung pergi ke pohon tersebut dan langsung menebangnya sendiri. Setelah itu dakwah syaikh semakin berkembang, hingga beliau diikuti oleh 70 orang, diantara mereka ada para pembesar-pembesar dari keluarga Mu’ammar

“Kemudian syaikh ingin meruntuhkan kubah yang ada di kuburan Zaid bin Al-Khotthoob radhiallahu ‘anhu. Beliaupun pergi ke daerah al-jubailah, lalu beliau berkata kepada ‘Utsman : “Biarkanlah aku meruntuhkan kubah ini yang dibangun di atas kebatilan, dan masyarakan menjadi tersesat karena kubah ini”. Utsman berkata, “Silahkan, runtuhkanlah !’. maka syaikh berkata, “Sesungguhnya aku khawatir jika penduduk daerah Al-Jubailah akan membela kubah tersebut, lantas memberi kemudorotan kepada kami, sehingga akupun tidak mampu untuk meruntuhkannya, kecuali jika engkau bersamaku”. Maka utsmanpun berangkat bersama syaikh dengan sekita 600 orang. Penduduk al-Jubailah pun hendak mencegah mereka dari menghancurkan kubah. Akan tetapi tatkala mereka melihat Utsman dan tekadnya untuk memerangi mereka jika mereka tidak membiarkannya menghancurkan kubah, maka akhirnya mereka (penduduk al-jubailah) pun menahan diri, dan membiarkan mereka untuk menghancurkan kubah. Maka syaikh langsung meruntuhkan kubah dengan tangan beliau tatkala orang-orang yang bersamanya takut untuk meruntuhkannya. Maka orang-orang bodoh dari penduduk al-Jubailah menanti-nanti apa yang akan menimpa syaikh akibat meruntuhkan kubah. Ternyata syaikh pada pagi harinya dalam kondisi yang terbaik.

Setelah itu datang seorang wanita kepada syaikh dan mengaku di sisi syaikh bahwasanya ia telah berzina setelah jelas bahwasanya ia wanita muhsonah (telah menikah). Wanita tersebut berulang-ulang mengaku. Lalu diperiksa tentang akal wanita tersebut, ternyata ia wanita yang waras. Maka syaikh berkata kepadanya, “Mungkin saja engkau diperkosa?”, akan tetapi ia mengaku telah melakukan perbuatan yang mewajibkannya untuk dirajam. Maka syaikhpun memerintahkan untuk merajam wanita tersebut, lalu dirajam.

Setelah itu perkara syaikh semakin berkembang, kerajaannya semakin besar, tersebarlah tauhid dan amar ma’ruf nahi mungkar.

Tatkala berita tentang syaikh tersebar di penjuru-penjuru maka sampailah kabar tersebut ke Salman bin Muhammad gubernur Ahsaa’ dan juga Bani Kholid. Dan dikatakan kepadanya bahwa di daerah Uyainah ada seorang alim yang melakukan demikian dan demikian, dan berkata demikian dan demikian. Maka Salmanpun mengirim tulisan kepada Utsman yang berisi ancaman didalamnya, jika Utsman tidak membunuh syaikh atau mengusirnya dari Uyainah. Jika ia (Utsman) tidak melaksanakannya maka akan terputus upeti pemasukan/harta yang biasanya dikirim dari Ahasaa’ ke Utsman. Upeti tersebut sangatlah banyak….selain itu juga makanan dan pakaian. Maka tatkala tulisan tersebut sampai kepada Utsman maka iapun merasa perkara tersebut besar, padahal tulisan tersebut dari makhluk, dan iapun lalai dari perintah Pencipta yang disembah. Maka Utsmanpun mengirim surat kepada syaikh dan menjelaskan apa yang terjadi. Lalu syaikhpun menasehatinya bahwasanya ini adalah agama Allah dan RasulNya. Barang siapa yang menegakkan agama Allah maka pasti ia akan diuji, namun setelah itu kemenangan dan kekuasaan akan ia raih, dan kejayaan adalah bagi wali-wali Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.

Utsman pun malu, lalu ia berpaling dari syaikh. Akan tetapi teman-temannya yang buruk kembali menakut-nakuti Utsman dengan ancaman gubernur Ahsaa’. Lalu Utsman pun mengirim surat kepada syaikh untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya Sulaiman telah memerintahkan aku untuk membunuhmu, dan kami tidak mampu untuk membuat ia murka, dan tidak mampu untuk melawan perintahnya, karena tidak ada kemampuan bagi kami untuk memeranginya. Dan bukanlah kebiasaan kami untuk mengganggumu di negeri kami, mengingat ilmu dan kekerabatanmu, maka uruslah dirimu dan biarkanlah negeri kami”. Maka Utsmanpun memerintahkan seorang tentara berkuda yang namanya Al-Furaid Adz-Dzofiri dan juga pasukan berkuda, diantaranya adalah Thiwaalh Al-Hamrooni, lalu Utsman berkata kepada mereka, “Berangkatlah bersama lelaki ini (yaitu syaikh Muhammad bin Abidl Wahhab) dan pergilah bersamanya kemana saja ia mau”. Maka syaikh pun berangkat bersama pasukan berkuda hingga beliau sampai ke daerah Dir’iyah.

Disebutkan kepadaku, bahwasanya selama dalam perjalanan menuju Dir’iyah Syaikh senantiasa berdzikir berkata Subhaanallah, walhamdulillah, wa laa ilaah illallah wallahu akbar, dan membaca firman Allah

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS At-Tholaaq : 2-3)….)) demikian uraian ibnu Bisyr an-Najdi dalam kitabnya Unwan al-Majd fi Taariikh Najd 1/38-40)

Di sini Ibnu Bisyr menjelaskan sebab kenapa Syaikh diusir dari Uyainah, dikarenakan perintah Salman kepada Utsman untuk membunuh syaikh. Dan sama sekali tidak disebutkan bahwasanya syaikh setelah itu sakit hati dan ingin membalas dendam.

Ibnu Bisyr juga menceritakan pada jilid 1 hal 48 akhirnya Utsman bin Mu’ammar pun membai’at Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab atas islam dan dan jihad di jalan Allah, bai’at ini terjadi pada tahun 1158 atau 1159 Hijriyah. Setelah itu Utsman bin Mu’ammar pun diangkat menjadi pemimpin perang.

Akan tetapi setelah itu terjadi pengkhianatan Utsman yang terjadi berkali-kali, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Bisyr (silahkan lihat Unwan al-Majd jilid 1 hal 49-59), dan yang terakhir adalah sangat nampak hubungan dekat antara Utsman dengan musuh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab.

Ibnu Bisyr berkata :

“Kemudian masuk tahun 1163, dan pada tahun tersebut  terbunuh Utsman bin Mu’ammar, hal ini dikarenakan tatkala nampak jelas darinya pertolongannya kepada ahlul batil, dan perendahannya terhadap kaum muslimin yang ada di sisinya, dan kedekatannya kepada musuh-musuh mereka. Dan tersohor darinya perpecahan dan penyelisihan. Hal itu nampak jelas di sisi Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab. Dan penduduk Uyainah datang menemui syaikh dan mengeluhkan kepada syaikh bahwasanya mereka takut sikap pengkhianatan Utsman bin Mu’ammar”. (Unwan al-Majd 1/60)

Hal inilah yang menyebabkan syaikh Muhmmad bin Abdil Wahab memerintahkan untuk membunuh Utsman.

Lebih dalam lagi dijelaskan dalam kitab Taarikh Najd karya Ibnu Ghonnam, beliau berkata :

“Tatkala kejahatan ‘Utsman bin Mu’ammar terhadap ahli tauhid semakin bertambah-tambah, dan nampak kebenciannya terhadap mereka serta wala’ nya kepada ahlul batil, dan jelas di sisi syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kebenaran apa yang diceritakan tentang Utsman. Dan datang banyak penduduk Uyainah kepada syaikh mengadukan kekhawatiran mereka terhadap pengkhianatan Utsman terhadap kaum muslimin. Maka syaikh pun berkata kepada penduduk Uyainah yang datang kepadanya, “Aku ingin dari kalian bai’at di atas agama Allah dan RasulNya dan atas berwala’ (menolong) orang yang berwala kepada Allah dan memusuhi orang yang memerangi dan memusuhi Allah, meskipun amir kalian adalah Utsman”

Maka penduduk Uyainah pun mengambil janji tersebut dan mereka sepakat untuk berbai’at. Maka hal ini menjadikan hati Utsman dipenuhi rasa takut, dan semakin bertambah kedengkiannya. Maka setanpun menghiasinya untuk mencelakakan kaum muslimin dan mengusir mereka ke negeri terjauh. Maka iapun mengirim surat kepada Ibnu Suwaith dan Ibrahim bin Sulaiman –pemimpin kota Tsarmad yang murtad- , ia meminta mereka berdua untuk datang kepadanya untuk menjalankan tekadnya untuk mencelakakan kaum muslimin.

Tatkala jelas bagi kaum muslimin hal ini (niat buruk Utsman ini) maka beberapa orang bersepakat untuk membunuhnya, diantara mereka adalah Hamd bin Rosyid dan Ibrahim bin Zaid. Tatkala selesai sholat jum’at maka merekapun membunuhnya di tempat sholatnya di masjid, pada bulan rojab tahun 1263 H” (Taarikh Najd hal 103)

Kedustaan Kedua : Idahram menyatakan bahwa Utsman dibunuh tatkala sedang sholat. Idahram berkata ((serta berhasil membunuh Utsman ibnu Hamad ibnu Mu’ammar saat dia sedang sholat di dalam mesjidnya pada hari Jum’at))

Ini jelas kedustaan, karena dalam kitab Unwan al-Majd bahwasanya Utsman dibunuh setelah sholat jum’at, bukan tatkala sholat

Kedustaan Ketiga : Idahram berkata ((Memberangus Kota Uyainah dan Membunuhi Penduduknya)), idahram juga berkata ((Pada tahun 1163 Hijriah, Salafy Wahabi menyerang dan memporak-porandakan kampung asal Muhammad ibnu Abdil Wahab itu))

Ini jelas merupakan kedustaan yang sangat nyata, karena sama sekali tidak ada penyerangan terhadap kota Uyainah, apalagi membunuhi penduduknya, apalagi memberangus Kota Uyaianah !!!, ini semua kedustaan besar yang dilontarkan oleh idahram yang tidak memiliki rasa malu dalam berdusta. Yang terjadi adalah hanyalah pembunuhan Utsman bin Mu’ammar disebabkan pengkhianatan Utsman.

Kedustaan Keempat : Idahram berkata ((Merasa belum puas dengan terbunuhnya Utsman ibnu Hamad, Muhammad ibnu Abdil Wahab pun memerintahkan untuk menghabiskan nyawa penduduk kampung itu, menghancurkan rumah-rumah, membakar ladang, menumbangkan segala pepohonan yang ada di sana, dan merampas semua kekayaan kampung itu, bahkan menjadikan para wanitanya sebagai budak belian. Tidak cukup sampai di situ, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab pun membuat kebohongan yang nyata dengan melarang orang-orang membangun kembali kampung Uyainah itu selama 200 tahun, dengan alasan, Allah Swt, akan mengirim jutaan belalang yang akan meluluhlantakan kampung tersebut beserta segala yang ada di dalamnya” (Ibnu Bisyr : Unwan al-Majd, op.cit.., jilid 1 h. 23. Juga lihat : Ibnu Ghannam ; Taarikh Najd, op.cit, jilid 2 hal 57).)) demikian perkataan idahram

Hal ini jelas-jelas kedustaan, sama sekali tidak terdapat dalam kitab Unwan al-Majd maupun kita Taarikh Najd. Entah dari mana Idahram mengambil dongeng ini !!!.

Bukankah idahram juga menukilkan bahwasanya setelah Utsman bin Mu’ammar terbunuh makah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab mengangkat saudara Utsman yang bernama Musyari bin Mu’ammar sebagai gubernur kota Uyainah???, lantas buat apa merampas kekayakan penduduk kampung??, buat apa membakar ladang, menebang semua pohon…memperbudak para wanita…melarang untuk membangun kembali kota Uyainah..!??!!. ini semua tuduhan keji idahram kepada Kaum Wahabi, dan ia akan bertanggung jawab di hadapan Allah kelak pada hari akhirat. Idahram menggambarkan kebengisan kaum wahabi, seakan-akan mereka adalah kaum Ya’juj dan Ma’juj !!!

Bersambung…

Tiga Kedustaan Idahram (Atas Buku Tarikh Najd)

(Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Idahram 13 – Sejarah Dusta Versi Idahram)
Idahram berkata
((disebutkan :

إن عثمان بن معمر مشرك كافر، فلما تحقق أهل الإسلام من ذلك تعاهدوا على قتله بعد انتهائه من صلاة الجمعة وقتلناه وهو في مصلاه بالمسجد في رجب 1163هـ وفي البوم الثالث لمقتله جاء محمد بن عبد الوهاب إلى العيينة فعيّن عليهم مشاري بن معمر وهو من أتباع محمد بن عبد الوهاب

“Sesungguhnya Utsman ibnu Mu’ammar –penguasa Uyainah- adalah seorang musyrik yang kafir. Maka ketika orang-orang Islam menyadari itu, mereka bersepakat untuk membunuhnya setelah selesai melaksanakan sholat jum’at. Kami telah berhasil membunuhnya di dalam masjid bulan Rajab tahun 1163 H. Pada hari ketiga dari peristiwa pembunuhan itu, Muhammad ibnu Abdil Wahhab mengungjungi Uyainah untuk mengangkat Musyari ibnu Mu’ammar yang merupakan pengikut Muhammad ibnu Abdil Wahab” (Ibnu Ghannam ; Taariikh Najd, op.cit., h.97)

Setelah membaca kalimat-kalimat di atas, nalar penulis terasa buntu memahaminya. Bagaimana mungkin orang kafir melaksanakan sholat jum’at, bahkan tewas dibunuh dalam masjid?!. Apakah –barangkali- dalam kacamata salafi wahabi seseorang dapat dikatakan kafir meskipun dia sholat, puasa, zakat, bahkan haji sekalipun jika tidak mengikuti faham mereka?.

Bahkan pada halaman selanjutnya, yaitu halaman 98 dari buku tersebut, Ibnu Abdul Wahab jelas-jelas mengatakan bahwa seluruh penduduk Najd pada masa itu adalah orang-orang kafir. Dia berkata :

كفرة تباح دماؤهم، ونساؤهم وممتكاتهم، والمسلم هو من آمن بالسنة التي يسير عليها محمد بن عبد الوهاب ومحمد بن سعود

“Mereka semua (penduduk Najd-pen) adalah kafir, darah mereka halal. Begitu juga dengan wanita-wanita mereka, segala harta milik mereka halal (adalah halal untuk dijarah). Karena, orang Islam adalah orang yang percaya dengan sunnah Muhammad ibnu Abdil Wahhab dan Muhammad ibnu Saud”)), demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 89-91.

Dalam nukilan di atas, idahram telah melakukan kedustaan yang berturut-turut. Satu nukilan mengandung 3 kedustaan.

Bantahan terhadap pernyataan Idahram di atas dari beberapa sisi:

Kedustaan Pertama : Idaharam menukil perkataan Ibnu Ghonnam إِنَّ عُثْمَانَ بْنَ مُعَمَّر مُشْرِكٌ كَافِرٌ Sesungguhnya Utsman  bin Mu’ammar musyrik dan kafir”

Ini sungguh merupakan perkara yang sangat memalukan dari Idahram, kedustaan yang bertubi-tubi, semua itu ia lakukan hanya karena ingin menipu dan menggambarkan kepada kaum muslimin bahwa Muhammad bin Abdil Wahhab adalah suka mengkafirkan kaum muslimin jika tidak mengikuti alirannya.

Setelah mengecek langsung kitab Taariikh Najd ternyata saya tidak menemukan nukilan yang disampaikan oleh Idahram di atas. Ternyata idahram nekat berdusta.

Dalam kitab Taarikh Najd sama sekali pernyataan bahwa ‘Utsman bin Mu’ammar seorang musyrik dan kafir !!!, lafal yang yang disampaikan oleh idahram semuanya karangan idahram sendiri.

Telah lalu penjelasan bahwa Utsman bin Mu’ammar dibunuh karena berkhianat hendak bekerja sama dengan pemimpin Tsarmad untuk mencelakakan kaum muslimin para ahli tauhid. Karenanya para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab segera membunuh ‘Utsman sebelum ia yang membunuh kaum muslimin. Dan peristiwa ini adalah perkara yang wajar, yaitu seseorang membunuh musuh sebelum musuh menyerang dan melakukan aksinya.

Telah lalu penjelasan tentang sikap Muhammad bin Abdil Wahhaab dalam masalah “takfiir” (mengkafirkan), dimana beliau sangat berhati-hati dan tidak sembarang mengkafirkan. Tidaklah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengkafirkan kecuali setelah memenuhi persyaratan dan hilangnya penghalang pengkafiran.

Adapun keheranan idahram kok bisa orang yang sholat dibunuh, maka kita katakan :

Orang yang dibunuh adalah orang yang murtad atau orang yang melakukan pelanggaran yang menyebabkan darahnya halal untuk dibunuh, meskipun ia sholat dan haji. Seperti orang yang berzina padahal sudah menikah, atau orang memberontak berhak untuk diperangi dan dibunuh (sebagaimana khawarij yang memberontak kepada Ali bin Abi Tholib), orang hendak membunuh lantas yang hendak dibunuh membela diri sehingga membunuhnya, dll.
Saya justru yang heran, bukankah idahram nekat memvonis kaum salafy wahabi kafir murtad??!!, tanpa dalil dan hanya dengan hawa nafsu !!!. Bukankah ini berarti idahram menghalalkan darah kaum salafy wahabi, bahwasanya kaum salafy wahabi berhak untuk dibunuh. Bukankah idahram tahu bagaimana semangat ibadah kaum wahabi, sholat mereka, puasa mereka, hafalan al-Qur’an mereka?, ilmu mereka??
Jelas dalam cerita yang termaktub kitab Taariikh Najd bahwasanya Utsman bin Mu’ammar dibunuh karena melakukan makar hendak mencelakakan kaum muslimin ahli tauhid pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab??.
Dan dalam kitab Tariikh Najd tidak disebutkan secara tegas status ‘Utsman bin Mu’ammar, apakah ia seorang musyrik atau kafir. Bahkan yang disebutkan dalam kitab tersebut justru Utsman bin Mu’ammar berkali-kali memiliki niat busuk terhadap pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, dan pura-pura menampakkan kesepakatannya kepada dakwah Syaikh Muhammad. Ini menunjukkan bahwa ‘Utsman bin Mu’ammar tidak dinyatakan kafir atau musyrik oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.
Kalaupun ‘Utsman bin Mu’ammar dinyatakan kafir tentunya ada sebab-sebab yang menyebabkan pengkafiran tersebut, yang tidak dijelaskan dalam buku Taarikh Najd secara detail

Kedustaan Kedua : Kedustaan Idahram dalam nukilannya ((Pada hari ketiga dari peristiwa pembunuhan itu, Muhammad ibnu Abdil Wahhab mengungjungi Uyainah untuk mengangkat Musyari ibnu Mu’ammar yang merupakan pengikut Muhammad ibnu Abdil Wahab)).

Sungguh ini perkara yang sangat memalukan, memalsukan isi buku, mengarang sendiri, kemudian mencela orang lain dengan dalil karangan kedustaannya sendiri. Yang termaktub dalam Taariikh Najd sama sekali tanpa penyebutan apakah Musyari bin Mu’ammar pengikut Muhammad bin Abdil Wahhab atau bukan.

“Tatkala Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengetahui wafatnya ‘Utsman bin Mu’ammar maka beliaupun bersegera berjalan menuju ‘Uyainah karena khawatir timbulnya perselisihan dan pertikaian masyarakat. Maka beliapun datang kepada mereka pada hari ke 3 setelah terbunuhnya Utsman. Maka tenanglah masyarakat, dan terjadilah dialog dan musyawarah dalam menentukan siapa pengganti Utsman bin Mu’ammar sebagai pemimpin dan penguasa. Maka para ahli tauhid –khususnya yang ikut serta membunuh ‘utsman- ingin agar tidak seorangpun dari keluarga Mu’ammar yang menjadi pemimpin. Akan tetapi Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tidak setuju, lalu menjelaskan kepada mereka cara yang benar dengan dalil yang memuaskan. Maka Syaikhpun mengangkat Musyaari bin Mu’ammar sebagai penguasa. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan bulan Rajab” (Taariikh Najd hal 103)

Justru dalam nukilan yang benar di atas ini menjelaskan bahwasanya karena sikap bijak dan hikmah dari Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab akhirnya saudara Utsman bin Mu’ammar yang bernama Musyaari bin Mu’ammar tetap diangkat menjadi penguasa, padahal keputusan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab ini pada awalnya tidak disetujui, karena Musyari masih kerabat dengan ‘Utsman bin Mu’ammar.

Kedustaan Ketiga : Dusta ketiga idahram adalah pada perkataannya ((Bahkan pada halaman selanjutnya, yaitu halaman 98 dari buku tersebut, Ibnu Abdul Wahab jelas-jelas mengatakan bahwa seluruh penduduk Najd pada masa itu adalah orang-orang kafir. Dia berkata :
كفرة تباح دماؤهم، ونساؤهم وممتلكاتهم، والمسلم هو من آمن بالسنة التي يسير عليها محمد بن عبد الوهاب ومحمد بن سعود
“Mereka semua (penduduk Najd-pen) adalah kafir, darah mereka halal. Begitu juga dengan wanita-wanita mereka, segala harta milik mereka halal (adalah halal untuk dijarah). Karena, orang Islam adalah orang yang percaya dengan sunnah Muhammad ibnu Abdil Wahhab dan Muhammad ibnu Saud”))

Setelah saya mengecek halaman selanjutnya dari kisah terbunuhnya Utsman bin Mu’ammar maka saya sama sekali tidak menemukan lafal yang dinukil oleh idahram ini. Sungguh sangat memalukan dan menunjukkan buruknya perangai idahram yang tukang berdusta. Tidak malu untuk berdusta tiga kali berturut-turut dalam satu tempat !!!!

Bagaimana mungkin Muhammad bin Abdil Wahhab sampai mengatakan bahwasanya seorang muslim adalah seorang yang mengimani sunnah yang ditempuh oleh Muhammad bin Abdil Wahhab dan Muhammad bin Sa’uud !!!!

Kami yang lebih dari 10 tahun menimba ilmu dari para ulama –”salafy wahabi”- sama sekali tidak pernah mendengarkan hal seperti ini. !!!

PENYERANGAN KOTA RIYADH

Idahram menyatakan dalam kitabnya hal 93 bahwasanya pada tahun 1187 tatkala Abdul Aziz menyerang kota Riyadh ia ((membunuh banyak penduduk muslim dari kaum lelaki, perempuan, dan anak-anak))

Setelah itu untuk memantapkan kedustaannya ia menyandarkan semua informasi ini kepada kitab Unwan al-Majd

Ini jelas merupakan kedustaan besar. Dan seperti biasa Idahram selalu berdusta untuk menggambarkan kebengisan kaum wahabi. Setelah membaca langsung kitab Unwan al-Majd pada jilid 1 hal 119-121 tentang sejarah peristiwa tahun 1187, maka ternyata Ibnu Bisyr berkata :

“Dan terjadi antara mereka peperangan. Beberapa orang lelaki terbunuh dari penduduk Riyadh, dan dari pasukan perang Abdul Aziz terbunuh 12 orang lelaki, diantaranya adalah ‘Aqil bin Nashir…” (Unwan al-Majd 1/119, pada peristiwa tahun 1187)

Ternyata justru yang lebih banyak terbunuh adalah dari pasukan perang Abdul Aziz. Sama sekali tidak ada pembunuhan para wanita, apalagi anak-anak. Ini hanyalah dongengan idahram si pendusta.

PELARANGAN JAMA’AH HAJI

Idahram mengatakan dalam bukunya dibawah sub judul “(Wahabi) Melarang dan Menghalangi Umat Islam dari Menunaikan Ibadah Haji:
((Sejarawan Wahabi Ibnu Bisyr, dengan bangganya menceritakan tentang kejadian di tahun 1221 itu :
“Ketiga keluarga Sa’ud keluar dari Dir’iyah untuk memantau kondisi kota Makah, dia mengutus Farraj ibnu Syar’an al-‘Utaibi dan beberapa orang bersamanya untuk melarang rombongan haji asal Syam, Istambul, dan sekitarnya memasuki kota Makah. Padahal rombongan haji tersebut telah sampai di kota Madinah menuju Makah. Rombongan yang dipimpin oleh Gubernur Abdullah al-Uzham Pasya dan para petinggi negeri itu terpaksa menelan pil pahit untuk kembali ke negerinya masing-masing guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan” (Ibnu Bisyr; Unwan al-Majd fi Tarikh an-Najd, op.cit, jilid 1.h. 139)
Lalu dengan begitu senangnya dia (*ibnu Bisyr) berkata :
وَلَمْ يحجّ في هذه السنة أحد من أهل الشام ومِصر والعراق والْمَغرب وغيرهم إلا شرذمة قليلةٌ من أهل الْمَغرب لا اسمَ لَهُمْ
“Tidak seorang pun dari penduduk Syam, Mesir, Irak, Maghrib (Maroko), dan negeri yang lain dapat berhaji pada tahun ini, kecuali hanya segelintir orang penduduk Maghrib yang tidak dikenali” (Unwan al-Majd jilid 1, hal 143)…)).
Demikian perkataan idahram dalam bukunya hal 101

Namun setelah saya mengecek langsung kitab Unwan al-Majd, maka seperti biasa ternyata idahram sedang melaksanakan aksinya “berdusta dan bertipu muslihat”. Kedustaan idahram nampak pada poin-poin berikut :

Pertama ; Idahram berkata ((Ketiga keluarga Sa’ud keluar dari Dir’iyah untuk memantau kondisi kota Makah)), padahal dalam kitab Unwan al-Majd disebutkan bahwasanya Amir Su’ud bin Abdul Aziz bersama kaum muslimin pergi ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji yang ke dua kalinya (Lihat Unwan al-Majd 1/291). Jadi bukan hanya keluarga Sa’ud saja dan juga bukan tujuannya untuk memantau kota Mekah. Idahram sengaja menyembunyikan fakta bahwasanya Sa’ud adalah seorang yang taat beragama dan juga berhaji.

Kedua : idahram tatkala menukil perkataan ibnu Bisyr ((Ketiga keluarga Sa’ud keluar dari Dir’iyah untuk memantau kondisi kota Makah, dia mengutus Farraj ibnu Syar’an al-‘Utaibi . . . . . Rombongan yang dipimpin oleh Gubernur Abdullah al-Uzham Pasya dan para petinggi negeri itu terpaksa menelan pil pahit untuk kembali ke negerinya masing-masing guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan)), ternyata idahram tidak sedang menerjemahkan perkataan ibnu bisyr akan tetapi idahram sedang menukil secara makna atau kesimpulan yang disampaikan oleh Ibnu Bisyr. Ini merupakan kedustaan kepada para pembaca, karena tatkala idahram mengesankan perkataan tersebut merupakan perkataan ibnu Bisyr, apalagi di awali dan di akhir dengan dua tanda kutip “….”.

Berikut ini penukilan yang sebenarnya :

“Hal ini (pelarangan rombongan haji Syam) dikarenakan Sa’ud khawatir gubernur Makah Syarif Gholib akan melakukan sesuatu yang buruk pada Sa’ud dikarenakan masuknya rombongan haji dari Syam dan para pengikut mereka. Maka Abdullah al-Azhm dan para pengikutnya pun kembali dari kota Madinah ke negeri mereka” (Unwan al-Majd 1/292)

Dalam penukilan ini Ibnu Bisyr menjelaskan sebab pelarangan masuknya rombongan haji dari Syam yang dipimpin oleh Abdullah al-Azhm Pasya adalah kekhawatiran sikap pengkhianatan Syarif Gholib yang bisa saja bekerja sama dengan pasukan perang Syam untuk menyerang Sa’ud yang sedang melaksanakan ibadah hajji. Jadi pelarangan tersebut bukan karena tanpa sebab, atau karena jama’ah haji selain wahabi kafir dan musyrik.

Ketiga : Adapun perkataan idahram ((Lalu dengan begitu senangnya dia (*ibnu Bisyr) berkata :
وَلَمْ يحجّ في هذه السنة أحد من أهل الشام ومِصر والعراق والْمَغرب وغيرهم إلا شرذمة قليلةٌ من أهل الْمَغرب لا اسمَ لَهُمْ
“Tidak seorang pun dari penduduk Syam, Mesir, Irak, Maghrib (Maroko), dan negeri yang lain dapat berhaji pada tahun ini, kecuali hanya segelintir orang penduduk Maghrib yang tidak dikenali” (Unwan al-Majd jilid 1, hal 143)…))

Maka ini merupakan kedustaan yang nyata dan dongeng yang dibuat oleh idharam. Sama sekali nulikan ini tidak ada dan tidak ada kaitannya dengan peristiwa tahun 1221 H. Dan sangat nampak kedustaan dari dongeng kreasi idahram ini karena disebutkan dalam dongeng tersebut bahwasanya pada tahun 1221 Hijriyah tidak ada  seorangpun yang berhaji dari penduduk Syam, penduduk Mesir, penduduk Maghrib dan penduduk negeri-negeri lainnya. Seakan-akan yang berhaji cuma Sa’ud dan para pengikutnya saja. Ini bertentangan dengan cerita yang sesungguhnya, karena yang dilarang masuk adalah rombongan haji dari negeri Syam yang dipimpin oleh Abdullah al-‘Azhm. Adapun jama’ah haji dari negeri-negeri yang lainnya tidak dilarang oleh Sa’ud.

Sungguh memalukan idahram ini, suka berdongeng tapi dongengannya ngawur, idahram hendak berdusta tapi Alhamdulillah ia tidak pandai berdusta !!!

Demikianlah para pembaca yang budiman sekian banyak kedustaan idahram yang sempat saya cek dan teliti, dan tentunya masih banyak kedustaan-kedustaan yang ia lancarkan. Akan tetapi apa yang saya sebutkan di atas sudah cukup untuk menjelaskan hakekat idahram sang pendongeng anti wahabi !!!

Al-Jabarti rahimahullah menjelaskan bahwasanya kaum wahabi pada dasarnya sama sekali tidak melarang jama’ah dari manapun untuk melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi kaum wahabi melarang rombongan haji dari Syam dikarenakan mereka membawa sebuah bid’ah dalam rangkaian ibadah haji. Bid’ah tersebut dikenal dengan bid’ah al-mahmal.

Bid’ah Mahmal adalah bid’ah yang biasa dilakukan oleh orang-orang Turki dari dinasti Utsmaniyah, dimana mereka terbiasa setiap tahun –melalui pembesar-pembesar mereka- mengirim sebuah onta yang memikul kiswah ka’bah. Jadi mahmal adalah onta yang diletakan di atasnya keranda dan dihiasi dengan beraneka ragam hiasan, dan mereka memposisikan onta tersebut di bagian depan rombongan haji. Dan onta ini diring-iringi dengan seruling, gendrang dan alat-alat musik yang tidak pantas dengan kesucian kota Mekah. Mereka menjadikan acara ini adalah sunnah tahunan, bahkan sampai-sampai sebagian orang awam menganggap bahwa seremonial mahmal ini merupakan salah satu dari rangkaian ibadah haji. Mereka terlalu berlebih-lebihan dalam mengagungkan onta ini, hingga sebagian masyarakat mengusap-ngusap onta tersebut dan menciumnya untuk mencari keberkahan. (lihat http://www.islamww.com/books/GoToPage50-108-30930-146.html)

Berikut penjelasan Al-Jabarti rahimahullah :

“Dan pada hari kamis tanggal 13 (Jumadil akhir tahun 1221 H) sampailah rombongan dari swais, yang disertai dengan al-mahmal, mereka memasukan al-mahmal dan mereka bawa dari kota Madinah. Di belakangnya ada iringan gendang dan seruling. Di depannya para pembesar tentara dan para putra Baasya, dan Musthofa Jawisy adalah pemandu safar tersebut. Musthofa Jawisy telah mengabarkan kepadaku bahwasanya tatkala ia pergi ke Mekah dan ada si Wahabi (*mungkin maksudnya adalah Amir Su’ud bin Abdil Aziz-pen) dan ia bertemu dengan si wahabi. Maka si wahabi berkata kepadanya, “Adat apakah ini yang kalian bawa dan kalian agungkan?”. Si wahabi mengisyaratkan kepada perkara mahmal/onta yang dihias. Maka Musthofa Jawisy berkata kepadanya, “Sudah merupakan adat kebiasaan sejak dulu bahwa mereka menjadikan mahmal tersebut sebagai tanda untuk berkumpulnya para jama’ah haji”. Si wahabi berkata, “Janganlah kalian melakukannya lagi setelah ini, jika kalian tetap melakukannya maka akan aku hancurkan mahmal ini” (‘Ajaaib al-Atsaar 4/28)

Al-Jabarti rahimahullah juga berkata :

“Diantara kejadian tahun ini (*bulan dzulhijjah tahun 1223 H-pen) adalah berhentinya haji Syam dan Mesir dengan beralasan bahwa si wahabi telah melarang orang-orang untuk melakukan haji. Akan tetapi kenyataannya bukanlah demikian, karena si wahabi tidak melarang seorangpun untuk datang berhaji dengan cara yang disyari’atkan. Ia hanyalah melarang orang yang berhaji dengan cara yang menyelisihi syari’at berupa bid’ah-bid’ah yang tdak diperbolehkan oleh syari’at, seperti bid’ah al-mahmal. Gendang, dan seruling, serta memikul senjata. Dan telah sampai (ke Mekah) para jama’ah haji dari maghrib dan mereka melaksanakan haji lalu kembali pada tahun ini dan juga tahun sebelumnya, dan tidak ada seorangpun yang mengganggu mereka sama sekali” (‘Ajaaibul Atsaar 4/141)
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja

Kaum Syi'ah Membantai 30.000 Jemaah Haji di Makkah

Komandan milisi Hizbullah di Irak, Wasiq Battat, mengungkapkan bahwa target dari pemberontakan Syiah Houthi di Yaman adalah untuk merebut Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Arab Saudi, dalam sebuah wawancaranya di stasiun televisi Syiah Irak beberapa waktu lalu.

Dalam keterangannya, Wasiq Battat mengatakan, “Syiah Houthi akan menang di Yaman dan segera menuju tahap kedua untuk mengambil 2 Masjid suci", tegasnya.  “Kami memiliki rencana untuk menjadikan kawasan sebagai ahlu Syiah. Ini bukan sekedar kata-kata, akan tetapi kami telah memulai fase tersebut,” tambah Wasiq Battat.

Dibagian lain, Majdi Ar Roba’iy (pakar sejarah) berkata: "Saya  telah menghabiskan sepuluh tahun dari umurku bersama syi’ah… Dan saya pelajari sejarah mereka, saya teliti sepak terjang mereka dan tokoh-tokoh utama mereka… Demikian pula perseteruan mereka terhadap ahlussunnah wal jama’ah… Itu semua saya lakukan selama pengembaraan ilmiah dalam rangka mendapatkan gelar Master dan Doktor di bidang sejarah syi’ah, tepatnya di negeri Irak dan Iran, tuturnya.

Kurenungi dengan seksama sekte Syi’ah Bathiniyyah yang menghalalkan darah kaum muslimin, dan menyebarkan paham syi’ah dengan api dan besi (kekuatan senjata)… Sampai mereka berhasil memaksa bangsa Iran sejak 400 tahun untuk memeluk syi’ah…

Mereka memaksa jutaan warga ahlussunnah wal jama’ah di Iran untuk menganut paham syi’ah, sampai-sampai para sejarawan mengatakan bahwa jumlah ahlussunnah yang dibunuh oleh syi’ah di masa daulah Shafawiyah (Syi’ah Rafidhah) mencapai SATU JUTA JIWA.
Mereka disembelih dengan pedang oleh tangan-tangan syi’ah Rafidhah, sehingga beralihlah Iran yang sunni menjadi syi’i majusi sejak 400 tahun silam.

Lebih dari itu, pada saat-saat paling kritis dalam sejarah, kaum Syi’ah Rafidhah justru berkoalisi dengan kaum Yahudi dan Nashara untuk melawan ahlussunnah wal jama’ah… inilah penyebab terhentinya ekspansi (futuhat) Daulah Utsmaniyyah di benua Eropa, setelah mereka berhasil menaklukkan belahan timur Eropa.

Daulah Utsmaniyyah sempat menjejakkan kakinya di jantung Eropa, dan mengepung kota Wina (Austria)… namun akhirnya mereka harus kembali ke negeri Timur (Asia) dan melupakan impian penaklukan Eropa dan masuknya warga Eropa ke pangkuan Islam.

Oleh karena itu, salah seorang sejarawan Barat terkenal berkata, “Andai bukan karena pengkhianatan dan serangan Kaum Syi’ah Shafawiyyin (Rafidhah) terhadap Khilafah Utsmaniyyah dari arah belakang, niscaya Utsmaniyyun akan menguasai Eropa seluruhnya, dan beralihlah Eropa menjadi benua Islam”.

Diantara tragedy yang menjadikanku merenung cukup lama, dan hampir-hampir tak percaya hal itu bisa dilakukan oleh seorang manusia, apalagi yang mengaku muslim… ialah apa yang dilakukan oleh Syi’ah Qaramithah (salah satu sekte syi’ah bathiniyyah) di sekitar Baitullah (masjidil Haram) pada tahun 317 H, tepatnya pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) ketika mereka menyerang Jemaah haji dan membantai lebih dari 30 ribu jiwa…

Kubah sumur zam-zam mereka hancurkan… pintu ka’bah mereka congkel… kiswahnya mereka lepas, dan siapa pun dari Jemaah haji yang bergelayutan di kiswah ka’bah mereka sembelih… lalu mereka kuburkan jasad kaum muslimin tsb di sumur zam-zam!!

Setelah itu, mereka mencongkel hajar aswad dari tempatnya, dan membawanya ke negeri mereka (Ahsa’).

Setelah merenungi tragedy ini, barulah aku meyakini kebenaran ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang kaum syi’ah bathiniyyah, bahwa “mereka itu lebih kafir dari Yahudi dan Nasrani, dan memerangi mereka lebih wajib daripada memerangi orang-orang kafir, sebab mereka tergolong kaum murtad”.

Hari ini, setelah kita menyaksikan penyembahan terhadap Basyar Al Asad yang terjadi di Suriah, dan pembantaian serta pembunuhan terhadap Ahlussunnah lewat serangkaian genosida (pembantaian massal) yang belum pernah dilakukan kaum Yahudi maupun Tatar (Mongol) sekalipun…

Mereka masih melakjkna penghancuran dan penistaan masjid-masjid… yakinlah aku bahwa Basyar Al Asad dan Syi’ah Nushairiyah-nya adalah anak cucu dari Syi’ah Bathiniyyah Qaramithah tsb… Benarlah firman Allah (ذريةً بعضها من بعض) “Sebagiannya merupakan keturunan sebagian lainnya”… Seakan-akan sejarah sedang terulang kembali!!!

Fakta Sejarah Berdirinya Kerajaan Arab Saudi Dan Runtuhnya Turki Utsmani

Pemerintah kolonial Inggris melalui perwakilannya Sir Henry McManon, Kepala British High Commisioner di Kairo pernah meminta Syarif (Gubernur) Makkah Hussein bin Ali untuk melakukan pemberontakan melawan Kerajaan Turki Ottoman. Inggris menjanjikan Syarif Hussein "khalifah" baru pengganti Ottoman, yg akan memerintah wilayah yg membentang dari Allepo sampai Yaman.

Ajakan serupa sebenarnya pernah diajukan pada Abdul Aziz ibn Saud, penguasa Najd perintis negara Arab Saudi modern. Berbeda dgn Syarif Hussein, tawaran itu ditolak Ibn Saud. "Aku tak akan memerangi saudaraku seiman" begitu jawaban yg ditulisnya dalam balasan surat yg dikirimnya pada Inggris. 

Bagi Ibn Saud, makar itu tidak saja keji, karena bagaimanapun Hijaz dan Makkah adalah bagian dari wilayah Kesultanan Turki Ottoman, tetapi juga merupakan ancaman serius bagi Najd, karena pembentukan negara baru di bawah komando Syarif Hussein berarti menyerahkan Najd pada Inggris.

Sejak pecah PD I, Ibn Saud sebenarnya sudah mengajak Syarif Hussein dan penguasa di kawasan Arabia untuk mengambil sikap netral menjauhi intrik dgn bangsa2 kolonial eropa dan lebih fokus pada urusan intern masing2. Ajakan ini ditolak Syarif Hussein, yg kemudian melakukan pemberontakan pada Kerajaan Turki Ottoman pada thn 1916. Akhirnya, terjadilah perang antara Syarif Hussein yg didukung Inggris melawan Turki Ottoman yg didukung Jerman dan berlangsung selama 2 thn, tanpa keterlibatan Ibn Saud di sisi manapun.

Perang 2 tahun itu memberikan pengaruh besar pada peta geo-politik di timur tengah di kemudian hari. Salah satu implikasi yg terpenting adalah kejatuhan Palestina dalam genggaman Inggris, dan kekalahan Turki Ottoman memberi jalan bagi Inggris mewujudkan pembagian negara2 boneka di timur tengah sesuai perjanjian Sykes-Picot thn 1916. Perang atau pemberontakan Syarif Hussein itu juga memperlebar perseteruannya dgn penguasa Najd, Ibn Saud.

Setidaknya dua kali keduanya terlibat dalam konflik terbuka. Yg pertama terkait konflik perbatasan dan Oasis al-Khurma. Perang ini terjadi tahun 1918, dimana Pasukan al-Saud hampir saja menaklukkan Hijaz, tetapi batal terwujud atas desakan Inggris yg meminta Ibn Saud menarik pasukannya. Puncak perseteruan adalah ketika Syarif Hussein mengancam memboikot atau menutup akses ibadah Haji bagi Ibn Saud dan seluruh penduduk Najd.

That was the final feud which sparked the battle between the Syarif Hussein of the Hashemits and King Abdulaziz of alSaud in August 1924.

Pasukan berkekuatan 3000 orang dari Najd, mayoritas dari klan Utaibah berhadapan dengan pasukan Hijaz yg dikirim dari Thaif. Pertempuran seru terjadi di Al Hawiyyah, dimana pasukan Najd memukul barisan terdepan pasukan dari Thaif. Kondisi ini menjatuhkan moral pasukan lapis kedua yg kurang berpengalaman, sehingga mundur menarik diri dari Thaif.

Pada tgl 13 Oktober 1924, pasukan Ibn Saud dari Najd memasuki kota Makkah dengan sedikit perlawanan, sementara Syarif Hussain dan keluarga Hashemits melarikan diri ke Aqabah setelah kali ini Inggris ingkar janji menolak membantunya. Dari Aqabah, Syarif Hussein kemudian mengasingkan diri ke Siprus di bawah perlindungan sekutunya, Inggris. Ia meninggal di Amman dan dimakamkan di Jerussalem thn 1931.

Dan dalam konferensi Islam di Riyadh 28/29 Oktober 1924, Ibn-Saud mendapat pengakuan dunia islam sebagai pemangku sah kota Makkah. Kejatuhan Makkah ini membuat pasukan Hijaz kocar-kacir gagal mempertahankan Madinah, yg jatuh 9 Desember 1924 dan disusul Yanbu 12 hari kemudian.

Raja Abdul Aziz ibn Saud sendiri memasuki Makkah pertama kalinya dengan mengenakan pakaian ihram dan penduduk Makkah memberikan Baiat kepadanya pada 17 Desember 1924.

Jatuhnya Makkah dan Madinah dalam penguasaan Ibn Saud dapat dikatakan menandai dimulainya "proses pemurnian" dua kota suci itu, mengingat selama dalam penguasaan Turki Ottoman atau Syarif Hussein, praktek2 bidah dan khurafat marak berkembang di kota itu.
Disarikan dari:
1. 'The Middle East in the Twentieth Century' by Martin Sicker.
2. 'A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and The Creation of the Modern Middle East' by David Fromkin