Wahhabi
bunuh 30000 jemaah Haji - Sejarah Wahabi Ulama Al-Azhar (Yusri Rusydi Jabr)
(409 Comments)
(409 Comments)
[Mengerikan]
Sekte Berdarah Wahabi (Arab Saudi) !!! - Ustadz Firanda Andirja (907
Comments)
Benarkah
kerajaan saudi mengkhianati khilafah turki utsmani? - Ustadz Firanda Andirja
(1,244 Comments)
(1,244 Comments)
Tanya
Jawab: Benarkah Wahabi Itu Antek Inggris? Ustadz DR Firanda Andirja, MA.
Dr. Yusri Rusydi Jabr, Sufi
(Tarekat As-Syadziliyah) Pendengki (Fitnah) Negeri Tauhid Saudi Arabia Dan
Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahab. Tidak Ada Karya Intelektualnya.
http://lamurkha.blogspot.com/2020/04/yusri-rusydi-jabr-sufi-tarekat-as.html?m=0
●Tentang Ahmad Zaini Dahlan Dan Sikap Ulama Ahlu Sunnah Terhadapnya
Wahabi Membunuh Ribuan Umat Islam Di Makah Dan Madinah ??!
(Membongkar Koleksi Dusta Syaikh Idahram 12 –
Sejarah Dusta Versi Idahram)
Idahram
berkata ;
((Setelah
Wahabi menyerang kota Thaif dan membunuh umat Islam serta ulamanya, mereka
menyerang tanah mulia Makkah al-Mukarromah tahun 1803 M-1804 M (1218 H-1219 H).
Hal ini seperti dinyatakan oleh pengkaji sejarah, Abdullah ibnu Asy-Syariif
Husain dalam kitabnya yang berjudul Sidqu al-Akhbaar fi Khawaarij al-Qorni
‘Asyar. Sedangkan pengkaji sejarah berfaham wahabi, Utsman ibnu Abdillah ibnu
Bisyr al-Hanbali an-Najdi (dalam kitabnya ‘Unwan al-Majd fi Taarikh Najd)
menyatakan, prahara tersebut terjadi pada tahun 1220 H. Dalam kedua kitab
sejarah tersebut, diceritakan kezaliman Wahabi di tanah suci Makah, diantaranya
adalah :
Pada
bulan Muharram 1220 Hijriah, bertepatan dengan 1805 Masehi, Wahabi di Makah
membunuh ribuan umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji (Ibnu Bisyr :
Unwan al-Majd fi tarikh Najd, Darot al-Malik Abdul Aziz, jilid 1, op.cit,
h.135-137)
Dalam
Tariikh al-Aqthaar al-‘Arabiyah al-Hadits hal 179 disebutkan bahwa pembunuhan
bukan hanya terjadi pada jama’ah haji, melainkan juga pada masyarakat sipil.
Mereka bukan hanya ditindas dan dibunuh, tetapi juga banyak diantara mereka
yang disiksa terlebih dahulu dengan dipotong tangan dan kakinya
Ibu-ibu
penduduk kota Makah dipaksa menjual hartanya untuk menebus kembali anak-anaknya
yang masih kecil yang telah disandera oleh Wahabi.
Penduduk
kota Makah dilanda penyakit busung lapar akibat kezaliman yang telah dilakukan
oleh Wahabi. Anak-anak dan orang tua mati kelaparan, sehingga mayat
bergelimpangan di mana-mana karena Wahabi telah merampas semua harta umat Islam
Makah yang mereka klaim sebagai harta ghanimah. Bukan hanya itu, mereka juga
tidak segan-segan untuk membunuh siapa saja yang menghalanginya.
Utsman
ibnu Abdillah ibnu Bisyr an-Najdi, pengkaji sejarah berfaham wahabi, menyatakan
bahwa Wahabi menjual daging-daging keledai, daging anjing, dan bangkai kepada
umat Islam Makah dengan harta yang tinggi dalam keadaan mereka kelaparan.
Banyak diantara mereka yang meninggalkan kota Makah karena takut dari kekejaman
Wahabi, sementara bangkai manusia membusuk bergelimpangan di sana sini (Ibnu
Bisyr, Unwan al_majd fi Tarikh Najd, jilid 1, op.cit, h. 135-137)
Pendudukan
Haramain ini berlangsung sekitar enam setengah tahun. Periode kekejaman ini
ditandai dengan pembantaian dan pemaksaan ajaran Wahabi kepada penduduk
Haramain, penghancuran bangunan-bangunan bersejarah dan pekuburan, pembakaran
buku-buku selain Al-Qur’an dan hadis…))
(demikian
perkataan Idahram dalam bukunya hal 83-84).
Komentar:
Sebelum
menjelaskan kedustaan idahram dalam nukilan di atas, maka ada baiknya jika para
pembaca mengetahui bagaimana sikap Syarif Gholib beserta para ulama sufiah yang
mendukungnya terhadap para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.
Dalam
kitabnya Khulaashotul Kalam fi ‘Umaroo al-Balad al-Haroom Syaikh Ahmad Zaini Dahlan
menyatakan bahwa wahabi adalah kaum yang kafir dan mulhid. Dahlan berkata dalam
kitabnya tersebut :
ونظروا الى عقائدهم فاذا هي مشتملة على كثير من
المكفرات فبعد أن أقاموا عليهم البرهان والدليل أمر الشريف مسعود قاضي الشرع ان
يكتب حجة بكفرهم الظاهر ليعلم به الاول والآخر وأمر بسجن أولئك الملاحدة الانذال
ووضعهم في السلاسل والاغلال فسجن منهم جانبا وفر الباقون ووصلوا الى الدرعية
“Mereka
(*para ulama yang sefaham dgn Dahlan-pen) melihat kepada aqidah (para ulama
wahabi), ternyata aqidah mereka mengandung banyak perkara yang mengkafirkan.
Dan setelah mereka (para ulama Dahlan) menegakkan hujjah dan dalil kepada para
ulama wahabi maka As-Syariif Mas’uud Qodi syari’at memerintahkan untuk menulis
hujjah tentang kekafiran (ulama wahabi) yang nyata, agar diketahui oleh
orang-orang sekarang dan mendatang, dan beliau memerintahkan untuk memenjarakan
para mulhidin yang terhinakan tersebut, dan membelenggu mereka dengan rantai
besi, maka sebagian mereka dipenjara, dan sisanya lari ke kota Dir’iyyah”
(Khulaashotul Kalam fi Umaroo al-balad al-Haroom, karya Ahmad Zaini Dahlan jilid
2 hal 7, pada sub judul : Permulaan fitnah wahhabiyah, silahkan mendownload
kitab ini di http://search.4shared.com/postDownload/4x1Yg2zG/________2.html)
Ahmad
Zaini Dahlan juga berkata pada halaman yang sama:
أرسل أمير الدرعية جماعة من علمائه كما أرسل في
المدة السابقة فلما اختبرهم علماء مكة وجدوهم لا يتدينون إلا بدين الزنادقة فأبى
أن يقر لهم في حمى البيت الحرام قرار ولم يأذن لهم في الحج بعد أن ثبت عند العلماء
أﻧﻬم كفار
“Gubernur
kota Dir’iyyah mengutus sekelompok ulama mereka (*ke Mekah) sebagaimana mereka
telah mengirimkan pada waktu yang lalu. Maka tatkala para ulama Mekah menguji
mereka, para ulama Mekah mendapati bahwasanya mereka (*ulama wahabi dari
Dir’iyyah) tidaklah beragama kecuali dengan agama kaum zindiq, maka Gubernur
Mekah As-Syarif Musaa’id bin Sa’id enggan memberikan mereka kesempatan untuk
menetap di sekitar Ka’bah, dan tidak mengizinkan mereka untuk berhaji setelah
jelas di sisi ulama bahwasanya mereka adalah kafir” (Khulaashotul Kalam fi
Umaroo al-Balad al-Haroom hal 7)
Ahmad
Zaini Dahlan juga dalam kitabnya menukil fatwa As-Sayyid Mahmuud Al-Hanafi
Al-Kazhimi yang membabi buta mengkafirkan kaum wahabi.
As-Sayyid
Mahmuud berkata :
فتنة الوهابية حقيقة فتنة اليهودية قد بدت
البغضاء من أفواههم وما صدورهم أكبر فكل فرد على عقيدة الوهابية أو اليهودية خبيث
ومن يؤمن بالله ورسوله طيّب. . . فقد تحقق اعتزالهم عن المسلمين ظاهرا وباطنا حتى
في التوحيد والرسالة أصولا وفروعا فلا يجوز الصلاة خلفهم . . .
“Fitnah
Wahabi hakikatnya adalah fitnah Yahudi, telah nampak permusuhan dari
mulut-mulut mereka, dan apa yang mereka sembunyikan dalam dada-dada mereka
lebih besar lagi. maka setiap orang yang berada di atas aqidah wahabi atau
yahudi adalah khobiits (buruk), dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan
RasulNya adalah baik….Sungguh telah jelas terpisahnya mereka (kaum wahabi) dari
kaum muslimin baik secara dzohir dan batin, bahkan dalam masalah tauhid dan
risalah kenabian, baik dalam ushul mapun furuu’, maka tidak boleh sholat
(bermakmum) di belakang mereka…
فان الوهابية في غاية اساءة العقيدة والعمل حتى
صاروا اضرّ الناس لنا فاﻧﻬم قد كفروا بالله ورسوله باظهار الاسلام ولا شبهة إﻧﻬم
من المنافقين والخطاب لأحدهم بلفظ التعظيم والاكرام موجب سخط الاله ورسوله . . .
فهم الذين كفروا وارتدوا من الله ورسوله ودين الاسلام قديما وحديثا فاﻧﻬم اشد كفرا
ونفاقا ولا شك اﻧﻬم عبد الطاغوت من أتباع ابن تيمية وابن عبد الوهاب وغيرهما في
العرب والعجم
Sesungguhnya
kaum wahabi sangat buruk aqidah dan amal mereka, hingga mereka adalah orang
yang paling memberi kemudhorotan kepada manusia bagi kita dengan menampakkan
Islam, karena mereka telah kafir kepada Allah dan rasulNya. Dan tidak ada
keraguan bahwasanya mereka termasuk orang-orang munafik. Berbicara kepada
mereka dengan kalimat penghormatan dan pemuliaan mendatangkan kemurkaan Allah
dan RasulNya…
Mereka
adalah orang-orang yang kafir dan murtad (keluar) dari jalan Allah dan RasulNya
dan agama Islam dulu dan sekarang. Mereka paling parah kekufuran dan
kemunafikannya, dan tidak diragukan lagi bahwsanya mereka adalah para penyembah
thoghut, para pengikut Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Abdil Wahhab dan selain mereka,
baik di Arab maupun selain Arab” (Khulaashotul Kalaam fi Umaroo al-balad
al-Haroom 2/234)
Dari
nukilan-nuklan diatas maka kesimpulan hukum yang diberikan oleh Syaikh Dahlan
cs kepada para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab sbb :
Kaum
wahabi adalah kafir, murtad
Mereka
juga mulhid (atheis)
Mereka
juga zindiq (munafiq), penyembah thoghut
Tidak
boleh bermakmum dalam sholat di belakang mereka
Utusan
mereka dipenjara dan dibelenggu dengan belenggu besi, bahkan hal ini dilakukan
juga pada utusan yang datang untuk kedua kalinya
Mereka
dilarang untuk melaksanakan ibadah haji
Inilah
sikap penguasa Mekah Syarif Gholib kepada para pengikut dakwah, dengan menuduh
mereka sebagai orang mulhid dan melarang mereka untuk melaksanakan ibadah haji
yang merupakan rukun Islam yang kelima. Jadi syarif Gholib cs lah yang memulai
permusuhan dan menzolimi para pengikut dakwah sebagaimana diakui oleh ulama
mereka Ahmad Zaini Dahlan. Sungguh aneh… mereka menuduh kaum salafy wahabi
khawarij takfiri (suka mengkafirkan) ternyata mereka justru terjerumus dalam
takfiir !!!
Adapun
kedustaan idahram maka setelah merujuk langsung ke dua kitab yang disebutkan
oleh idahram, yaitu kitab Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, karya Ibnu Bisyr dan
juga kita Sidq al-Khobar fi Khawarij al-Qorn ats-Tsaani ‘Asyr karya As-Syarif
Abdullah bin Hasan Baasyaa, maka saya semakin menemukan kedustaan-kedustaan
idahram.
Kedustaan-kedustaan
tersebut sebagai berikut :
Pertama
: idahram menyatakan bahwa kitab unwan
al-Majd menyebutkan bahwa pembantaian ini terjadi pada peristiwa tahun 1220
Hijriyah pada bulan Muharrom. Dan idahram menyebutkan bahwa peristiwa itu
disebutkan oleh ibnu Bisyr an-Najdi dalam kitabnya jilid 1 hal 135-136.
Hal
ini merupakan kedustaan, dari dua sisi :
Setelah
merujuk langsung kepada kitab unwan al-majd sesuai dengan pustaka yang
dijadikan sumber oleh idahram (yaitu cetakan Darat al-Malik Abdul Aziz)
ternyata pada jilid 1 hal 135-136 ibnu Bisyr sedang menceritakan peristiwa
tahun 1191 dan 1192, maka sama sekali tidak disebutkan tentang masuknya kaum
wahabi ke kota Makah, apalagi sampai terjadi pembantaian.
Idahram
menyatakan bahwa Ibnu Bisyr menyatakan peristiwa pembantaian ribuan penduduk
Makah terjadi pada tahun1220 H. Akan tetapi setelah merujuk kitab Unwan
al-Majd, ternyata tatkala Ibnu Bisyr menyebutkan tentang peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada tahun1220 H (mulai jilid 1 hal 284 hingga hal 291), sama
sekali beliau tidak menyebutkan adanya peristiwa pembantaian di kota Makah
al-Mukarromah. Justru yang ada adalah gubernur Makah Syarif Gholib meminta
perdamaian kepada Amir Sa’ud al-wahabi (silahkan lihat Unwan al-Majd
1/285-286), bahkan Syarif Gholib memberikan hadiah kepada utusan Amir Sa’ud.
Justru setelah itu Syarif Gholib melakukan hal-hal yang meragukan, seperti
membiarkan adanya pasukan perang dari Turki dan dan Maghrib
Kedua
: idahram menyebutkan bahwa dalam kitab Sidqu Al-Khobar bahwasanya peristiwa
pembantaian ini terjadi pada tahun 1218-1219 H. Hal ini sungguh aneh !!!
Jelas
ini bertentangan antara dua khabar, manakah yang benar terjadinya peristiwa
pembantaian kota Makah itu, apakah pada tahun 1220 H?, ataukah tahun 1218-1219
H?
Setelah
merujuk langsung kepada kitab Sidq Al-Khobar (cetakan Mathba’ah Al-Kaumain
Al-Laadziqiyah) pada hal 136 tentang masuknya Wahabi ke Mekah pada tahun 1218
H, sang penulis Syarif Abdullah bin Hasan (yang sangat benci kepada Wahabiah,
dan telah menganggap wahabiyah sebagai Khawarij abad 12) meskipun kebenciannya
yang begitu mendalam namun ia tidak nekat berdusta seperti idahram. Sama sekali
ia tidak menyebutkan adanya pembantaian penduduk kota Makah, apalagi sampai
ribuan orang, apalagi sampai menyiksa dan memotong-motong anggota tubuh mereka
sebelum di bunuh???. Sungguh ini merupakan kedustaan yang sangat memalukan yang
berulang-ulang kali nekat dilakukan oleh idahram
Bahkan
sang penulis Syarif Abdullah bin Hasan menyebutkan pada hal 137 sebagaimana
yang disebutkan oleh Ibnu Bisyr, bahwasanya justru Syarif Gholib malah meminta
Amir Sa’ud untuk berdamai, dan Amir Sa’ud memberikan perdamaian dan keamanan
kepada Syarif Gholib.
Ketiga
: idahram berkata ((Utsman ibnu Abdillah ibnu Bisyr an-Najdi, pengkaji sejarah
berfaham wahabi, menyatakan bahwa Wahabi menjual daging-daging keledai, daging
anjing, dan bangkai kepada umat Islam Makah dengan harta yang tinggi dalam
keadaan mereka kelaparan. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kota Makah
karena takut dari kekejaman Wahabi, sementara bangkai manusia membusuk
bergelimpangan di sana sini (Ibnu Bisyr, Unwan al-majd fi Tarikh Najd, jilid 1,
op.cit, h. 135-137)) demikian perkataan idahram dalam kitabnya hal 85.
Sungguh
ini merupakan kedustaan yang sangat-sangat memalukan…., sama sekali tidak ada
penukilan seperti ini dalam kitab Unwan al-Majd. Bagaimana bisa masuk akal kaum
wahabi menjual daging anjing dan bangkai kepada umat Islam??? Idahram memang
benar-benar pendusta…, bahkan untuk memantapkan kedustaannya ia menampilkan
scan sampul kitab Unwan al-Majd di dalam bukunya pada hal 75, sehingga para
pembaca benar-benar menyangka bahwa idahram benar-benar telah menukil langsung
dari buku tersebut. Akan tetapi kenyataannya idahram hanyalah pendusta kelas
kakap… Sungguh menyedihkan pula, buku yang isinya kedustaan ini diberi kata
pengantar oleh tokoh sekelas Arifin Ilham dan DR Said Aqil Siroj !!!
Justru
dalam kitab Unwan al-Majd ibnu Bisyr menyebutkan bahwa pada tahun 1220 terjadi
musim paceklik dan kemarau baik di Makah maupun di Majd. Dan setelah Syarif
Gholib meminta perdamaian kepada Amir Sau’d dan diterima oleh Amir Sa’ud maka
keadaan kembali membaik, harga-harga barang di Makah menurun.
Keempat
: Pernyataan Idahram ((Pada bulan Muharram 1220 Hijriah, bertepatan dengan 1805
Masehi, Wahabi di Makah membunuh ribuan umat Islam yang sedang menunaikan
ibadah haji)), sungguh ini merupakan kedustaan idahram yang tidak punya
malu….!!!, sama sekali tidak ada dalam sejarah baik dalam buku Unwan Al-Majd
maupun dalam buku sejarawan yang membenci wahabi yaitu Sidq al-Khobar karya
Syarif Abdullah bin Hasan.
Berikut
ini saya paparkan sejarah yang sebenarnya, sebagaimana dituturkan oleh
Al-Jibrati:
“Dan
sampailah kabar dari negeri Hijaz tentang permintaan As-Syarif Gholib kepada
wahabiyin untuk berdamai, hal ini disebabkan karena kerasnya penekanan dan
terputusnya sumber pemasukan mereka dari segala penjuru. Sampai satu ardab
(*sejenis ukuran volume) beras 500 real, dan gandum 310 real, dan demikian pula
halnya harga as-Saman dan madu, dan yang lainnya juga melonjak. Maka as-Syarif
Gholib mau tidak mau akhirnya meminta perdamaian dan berada dibawah ketaatan
wahabiyin, mengikuti jalan mereka, serta mengambil perjanjian terhadap para dai
wahabi dan pemimpin mereka di dalam ka’bah. Serta memerintahkan untuk melarang
terjadinya kemungkaran-kemungkaran dan melarang menampakkannya, melarang
orang-orang yang mengisap tembakau di mas’a(tempat melakukan sa’i) antara shofa
dan marwah. Memerintahkan untuk melazimi pelaksanaan sholat berjama’ah,
membayar zakat, meninggalkan pemakaian sutra (*bagi kaum pria), dan peniadaan
pajak dan kezoliman. Dan mereka dahulunya keluar dari batasan-batasan dalam hal
ini, sampai-sampai mereka mengambil pajak dari mayat berdasarkan kondisi mayat,
kalau keluarganya tidak membayar maka mereka tidak bisa untuk menguburkan sang
mayat, dan pemandi mayat tidak bisa mendekati si mayat untuk memandikannya
hingga datang izin. Dan bid’ah-bid’ah yang lainnya, demikian juga pajak-pajak
yang mereka ada-adakan pada barang-barang perdagangan, yang mereka tarik dari
para penjual dan pembeli. Demikian juga penyitaan harta dan rumah-rumah
masyarakat. Hingga akhirnya seseorang tatkala sedang duduk di rumahnya tanpa ia
sadari tiba-tiba pasukan syarif memerintahkannya untuk melepaskan rumahnya dan
agar ia keluar dari rumahnya, mereka berkata kepadanya, “Sesungguhnya seorang
pemimpin membutuhkan rumah ini, engkau keluar dari rumah ini sehingga jadilah
rumah ini menjadi kepemilikian as-Syarif, atau engkau membayar perdamaian
sesuai harga rumah ini atau lebih sedikit atau lebih banyak”.
Maka
syarif Gholib berjanji kepada wahabi untuk meninggalkan seluruh praktik-praktik
tersebut dan mengikuti apa yang diperintahakn oleh Allah dalam al-Qur’an berupa
keikhlasan dan mentauhidkan Allah saja, serta mengikuti sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan petunjuk para khulafaa ar-Roosyidin, para sahabat, para
tabi’in, dan para imam mujtahid hingga akhir abad ke tiga. Dan meninggalkan apa
yang dibuat-buat oleh masyarakat seperti bersandar kepada selain Allah, kepada
makhluk baik yang hidup maupun para mayat tatkala dalam kondisi genting,
demikian juga meninggalkan pembuatan kubah-kubah di atas kuburan, gambar-gambar
dan hiasan-hiasan, bersikap tunduk, menyeru kepada penghuni kuburan, thowaf,
nadzar kepada penghuni kubur, menyembelih dan memberikan kurban kepada penghuni
kubur, demikian juga pengadaan perayaan ke kuburan-kuburan, berkumpulnya
masyarakat dan percampuran para lelaki dan para wanita (di kuburan-kuburan),
serta perkara-perkara yang ada kesyirikannya dalam tauhid uluhiyah yang Allah
telah mengutus para rasul untuk memerangi orang yang menyelisihi tauhid ini
agar agama seluruhnya miliki Allah. Maka syarif Gholib berjanji untuk melarang
seluruh hal ini, dan untuk menghancurkan kubah-kubah yang di bangun di atas
kuburan demikian juga bangunan-bangunan tinggi di atas kuburan karena hal ini
merupakan perkara-perkara yang baru yang tidak terdapat di zaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perjanjian ini disampaikan oleh Syarif Gholib
setelah terjadi perdebatan kaum wahabi terhadap para ulama setempat dan
penegakkan hujjah kepada mereka dengan dalil-dalil yang tegas dari al-Qur’an
dan Sunnah, yang bisa ditakwil. Maka tatkala itu jalan-jalanpun menjadi aman,
jalan-jalan antara Mekah dan Madinah bisa ditempuh, demikian juga antara Mekah
dan Jedah dan Thoif. Harga-harga barangpun menjadi murah, dan banyak terdapat
makanan, demikian juga hadiah yang diberikan oleh orang-orang Arab daerah timur
kepada Mekah dan Madinah berupa kambing, minyak, dan madu. Hingga akhirnya satu
ardab gandum harganya turun menjadi 4 real. Sementara syarif Gholib masih terus
mengambil pajak dari para pedangan 20 persen. Jika ia ditegur maka ia menjawab,
“Mereka para pedagang adalah musyrikin, aku menarik pajak dari musyrikin dan
bukan dari muwahidin” (‘Ajaaib al-Aatsaar fi at-Taroojum wa al-Akhbaar 4/8-9,
karya Abdurrahman bin Hasan Al-Jibrati, tahqiq : Prof. DR Abdurrohim
Abdurrahman, Mathba’ah Daar al-Kutub al-Mishriyah, al-Qoohiroh, cetakan tahun
1998 M)
PENCURIAN
HARTA DI KOTA MADINAH
Idahram
berkata, ((Setelah menguasai Mekah, pada akhir bulan Dzulqo’dah 1220 H, mereka
juga berhasil menguasai kota Madinah. Setibanya di Madinah, mereka melabrak dan
menggeledah rumah Nabi Saw., lalu mengambil semua harta benda yang ada di
dalamnya, termasuk lampu dan tempat air yang terbuat dari emas dan perak yang
dihiasi permata dan zamrud yang tidak ternilai harganya. Di sana mereka
melakukan beberapa perbuatan keji dan sadis, sehingga menyebabkan banyak dari
kalangan ulama melarikan diri, diantaranya adalah Syaikh Ismail al-Barzanji,
Syaikh Dndrawi, dan lainnya. Kemudian mereka menghancurkan semuah kubah di
Pekuburan Baqi, seperti kubah Ahlul Bait (istri-istri Nabi, anak keturunannya)
serta pekuburan kaum muslimin….
Mereka
juga telah memecahkan lampu-lampu Kota Madinah dan mengambilnya untuk dibagikan
kepada para pengikut setia mereka. Kota Madinah akhirnya ditinggalkan dalam
keadaan sepi selama beberapa hari tanpa adzan, iqomah, dan sholat)) (Silahkan
rujuk fakta sejarah di atas dalam karya ulama Wahabi sendiri yang bernama
Utsman bin Bisyr al-Hanbali an-Najdi dalam kitabnya Unwan al-Majd fi Tarikh
Najd, jilid 1, op.cit., h.135)
Demikian
penuturan Idahram dalam kitabnya hal 86-87
Setelah
mengecek langsung kitab Unwaan al-Majd pada peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada tahun 1220 H, saya tidak menemukan apa yang disebutkan oleh idahram di
atas, kecuali hanya permasalahan pembongkaran kubah-kubah yang dibangun di atas
kuburan. (silahkan lihat Unwaan al-Majdi 1/288). Adapun pemecahan lampu-lampu,
kemudian lampu-lampu yang pecah tersebut dibagi-bagikan kepada para pengikut
setia mereka….ini hanyalah dongeng idahram. Terlebih lagi kondisi kota Madinah
beberapa hari tanpa ada adzan, iqomah, dan sholat ??. Seandainya yang menyerang
kota Madinah adalah Khawarij Asli, maka tentu mereka akan menegakkan
sholat..!!! ini jelas-jelas dongeng idahram !!!
Adapun
mengenai perkataan idahram “mereka melabrak dan menggeledah …mengambil semua
harta benda…., melakukan perbuatan keji dan sadis…dst” maka idahram tidak
menjelaskan jenis perbuatan keji dan sadis yang dilakukan oleh kaum wahabi??,
apakah pembunuhan?, pemerkosaan?, atau yang lainnya. Yang jelas semua ini
hanyalah bagian dari kumpulan dongeng pengantar tidur yang dibuat-buat oleh
idahram.
Adapun
mengenai pengambilan harta dari kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka berikut ini saya sebutkan penjelasan dari seorang sejarawan Mesir yang
sangat terkenal yang bernama Abdurrahman bin Hasan al-Jabarti, dalam kitabnya
“Ajaaibu Al-Atsaar fi At-Taroojum wa al-Akhbaar”,
Buku
sejarah ini telah dicetak berkali-kali di Mesir, mengingat ini adalah buku yang
menjadi pegangan oleh para sejarawan dalam sejarah Mesir modern. Adapun cetakan
buku ini yang saya jadi pegangan adalah cetakan yang diberi kata pengantar oleh
Prof DR Abdul ‘Azhim Romadon, kepala lembaga ilmiyah pengawas markaz dokumen
dan sejarah Mesir Modern.
Al-Jabarti
berkata:
“Mereka
menyebutkan bahwsanya si wahabi (*yaitu Su’ud bin Abdil Aziz) telah menguasai
apa yang berada di dalam rumah Nabi berupa harta benda dan permata, si wahabi
telah memindahkannya dan mengambilnya. Mereka memandang bahwasanya mengambil
harta tersebut merupakan dosa besar. Sesungguhnya harta-harta ini telah
dikirimkan dan diletakan oleh orang-orang pandir dari kalangan konlomerat, para
raja, dan para sultan ‘ajam (selain Arab) dan juga selain mereka. Dikarenakan
semangat mereka terhadap dunia dan kebencian mereka jika harta tersebut diambil
oleh penguasa yang datang setelah mereka, atau untuk persiapan jika terjadi
kesulitan/bencana, maka harta tersebut menjadi simpanan yang terjaga hingga
waktu dibutuhkannya. Maka harta tersebut digunakan untuk jihad dan mengusir
musuh. Dan tatkala zaman semakin berlalu, tahun semakin bertambah, dan
orang-orang awam semakin banyak, dan harta tersebut semakin bertambah-tambah,
maka harta tersebut hanya tersimpan tanpa ada faedahnya, dan tertancap dalam
pemikiran bahwasanya harta tersebut diharamkan untuk diambil dan telah menjadi
harta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak boleh diambil dan tidak boleh
disalurkan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suci dari hal ini, dan
tidak pernah menyimpan sesuatupun dari perkara dunia selama hidup beliau. Allah
telah menganugrahkan kepada beliau kedudukan yang mulia, yaitu berdakwah di
jalan Allah, kenabian, dan al-Qur’an. Dan beliau telah memilih untuk menjadi
seorang Nabi dan Hamba Allah, dan tidak memilih untuk menjadi Raja. Dalam
shahih al-Bukhari dan shahih Muslim Rasulullah bersabda :
اللَّهُمَّ ارْزُقْ آلَ مُحَمَّدٍ قُوْتًا
“Yaa
Allah jadikanlah rizki keluarga Muhammad pas-pasan” (HR Al-Bukhari no 6460 dan
Muslim no 1055). . .
Kemudian
jika mereka meletakan harta benda dan permata-permata sebagai sedekah kepada
Nabi dan sebagai bentuk rasa cinta kepada Nabi maka hal ini merupakan kerusakan
karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الصَّدَقَةَ لاَ تَنْبَغِي لآلِ مُحَمَّدٍ
إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخِ النَّاسِ
“Sesungguhnya
sedekah tidak pantas bagi keluarga Muhammad, sesungguhnya ia hanyalah sisa-sisa
kotoran harta manusia” (HR Muslim no 1072)
Rasulullah
melarang bani Hasyim untuk mengambil sedekah dan mengharmkan sedekah atas
mereka.
Dan
yang dimaksud adalah memanfaatkan harta tatkala masih hidup bukan setelah
meninggal, karena harta diciptakan oleh Allah untuk urusan dunia dan bukan
urusan akhirat. . ..
Dan
kecintaan kepada Rasulullah adalah dengan membenarkannya serta mengikuti
syari’atnya dan bukan dengan menyelisihi perintahnya, dan bukan dengan
menyimpan harta di rumah beliau dan menghalangi kaum faqir miskin yang berhak
atas harta tersebut …
Dan
jika harta di rumah Nabi tidak dimanfaatkan oleh seorangpun –kecuali yang
dicuri oleh para budak….sementara para fuqoroo’ yang merupakan keturunan Nabi,
para ulama, orang-orang yang membutuhkan, para musafir meninggal karena kelaparan,
sementara harta ini terisolasi dan tidak bisa digunakan oleh mereka tercegah
dari memanfaatkan harta tersebut hingga datanglah sang wahabi dan menguasai
Madinah dan mengambil harta- harta tersebut… ” (4/141-143)
Demikianlah
kaum wahabi mengambil harta yang disimpan di rumah Nabi untuk dimanfaatkan bagi
kaum miskin yang membutuhkannya.
MEMBERANGUS
KOTA UYAINAH DAN MEMBUNUHI PENDUDUKNYA
Demikianlah
idahram memberi judul yang sangat provokatif, sehingga menggambarkan kepada para pembaca betapa
bengisnya kaum wahabi.
Idahram
berkata :
“Di
awal masa penyebaran dakwahnya, Muhammad ibnu Abdul Wahhab telah melampiaskan
dendam lamanya kepada amir kota Uyainah, Utsman ibnu Hamad ibnu Mu’ammar, yang
telah mengusirnya dari daerah tersebut. Pada tahun 1163 Hijriah, Salafy Wahabi
menyerang dan memporak-porandakan kampung asal Muhammad ibnu Abdil Wahab itu,
serta berhasil membunuh Utsman ibnu Hamad ibnu Mu’ammar saat dia sedang sholat
di dalam mesjidnya pada hari Jum’at. Bahkan Muhammad ibnu Abdil Wahab menuduhnya
kafir. Merasa belum puas dengan terbunuhnya Utsman ibnu Hamad, Muhammad ibnu
Abdil Wahab pun memerintahkan untuk menghabiskan nyawa penduduk kampung itu,
menghancurkan rumah-rumah, membakar ladang, menumbangkan segala pepohonan yang
ada di sana, dan merampas semua kekayaan kampung itu, bahkan menjadikan para
wanitanya sebagai budak belian. Tidak cukup sampai di situ, Syaikh Muhammad
Ibnu Abdil Wahhab pun membuat kebohongan yang nyata dengan melarang orang-orang
membangun kembali kampung Uyainah itu selama 200 tahun, dengan alasan, Allah
Swt, akan mengirim jutaan belalang yang akan meluluhlantakan kampung tersebut
beserta segala yang ada di dalamnya” (Ibnu Bisyr : Unwan al-Majd, op.cit..,
jilid 1 h. 23. Juga lihat : Ibnu Ghannam ; Taarikh Najd, op.cit, jilid 2 hal
57).
Demikian
pernyataan idahram dalam kitabnya hal 87-89
Diantara
tipu muslihat idahram, ia ingin menjelaskan bahwa buku-buku terbitan kaum
wahabi sendiri menyatakan bahwa Muhammad bin Abdil Wahhab adalah seorang yang
takfiri (suka mengkafirkan kaum muslimin). Idahram menukil peryataan-pernyataan
Muhammad bin Abdil Wahhab dari dua buku kaum salafy wahabi. diantaranya kitab
Unwan al-Majd karya Ibnu Bisyr dan kitab Taariikh Najd karya Ibnu Ghonnam.
Akan
tetapi setelah meneliti nukilan-nukilan idahram dari kedua buku tersebut maka
nampak sangat jelas jika Idahram ternyata hanya menipu kaum muslimin. Sungguh
keji si idahram ini…, tidak punya malu berdusta berulang-ulang, selalu berdusta
dan bertipu muslihat.
EMPAT
KEDUSTAAN LAIN OLEH IDAHRAM TERHADAP KITAB UNWAAN AL-MAJD
Kedustaan
Pertama : Pernyataan idahram bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab membunuh
Ibnu Bisyr karena dendam, karena di awal dakwahnya, beliau telah diusir oleh
Utsman dari kota Uyainah.
Ini
adalah tuduhan dusta, dan tidak pernah tercantum dalam kitab Unwan al-Majd dan
juga kitab Taarikh Najd. Bahkan sangat jelas dalam kitab Unwan al-Majd
bahwasanya Utsman bin Mu’ammar dibunuh karena ia telah berkhianat
berulang-ulang kali, dan ia justru ingin bekerjasama dengan musuh-musuh untuk mencelakakan
kaum muslimin.
Berikut
ini saya akan menukil tentang sejarah yang sebenarnya sebagaimana ditulis oleh
Ibnu Bisyr dalam kitabnya Unwan al-Majd fi Taariikh Najd. Ibnu Bisyr berkata :
“Maka
syaikh Muhammad bin Abdil Wahab pun berpindah ke negeri Uyainah. Dan gubernur
Uyainah tatkala itu adalah Utsman bin Hamd bin Mu’ammar. Maka Utsmanpun
menerima syaikh dengan baik dan memuliakannya. Syaikh pun menikah di Uyainah
dengan Al-Jauharoh putri Abdullah bin Mu’ammar. Lalu syaikhpun menyampaikan kepada
Utsman tentang apa yang ia dakwahkan tentang tauhid. Syaikh berusaha agar
Utsman menolongnya dan syaikh berkata kepadanya, “Aku berharap jika engkau
menegakkan laa ilaaha illaallah maka Allah akan menjadikanmu unggul, dan engkau
akan menguasai Najd dan penduduk Arabnya”. Maka Utsmanpun membantu syaikh dalam
dakwahnya. Syaikhpun terang-terangan dengan dakwah kepada Allah dan menegakkan
amar ma’ruf nahi mungkar.
“Beliaupun
diikuti orang-orang dari penduduk Uyainah. Dan di Uyainah ada pohon-pohon yang
diagungkan dan digantungkan benda-benda padanya (*untuk mencari barokah). Maka
syaikhpun mengirim orang untuk memotong pohon-pohon tersebut alau ditebanglah.
Dan di Uyainah ada sebuah pohon yang paling diagungkan oleh penduduk Uyainah.
Disebutkan kepadaku bahwasanya Syaikh yang langsung pergi ke pohon tersebut dan
langsung menebangnya sendiri. Setelah itu dakwah syaikh semakin berkembang,
hingga beliau diikuti oleh 70 orang, diantara mereka ada para pembesar-pembesar
dari keluarga Mu’ammar
“Kemudian
syaikh ingin meruntuhkan kubah yang ada di kuburan Zaid bin Al-Khotthoob
radhiallahu ‘anhu. Beliaupun pergi ke daerah al-jubailah, lalu beliau berkata
kepada ‘Utsman : “Biarkanlah aku meruntuhkan kubah ini yang dibangun di atas
kebatilan, dan masyarakan menjadi tersesat karena kubah ini”. Utsman berkata,
“Silahkan, runtuhkanlah !’. maka syaikh berkata, “Sesungguhnya aku khawatir
jika penduduk daerah Al-Jubailah akan membela kubah tersebut, lantas memberi
kemudorotan kepada kami, sehingga akupun tidak mampu untuk meruntuhkannya,
kecuali jika engkau bersamaku”. Maka utsmanpun berangkat bersama syaikh dengan
sekita 600 orang. Penduduk al-Jubailah pun hendak mencegah mereka dari
menghancurkan kubah. Akan tetapi tatkala mereka melihat Utsman dan tekadnya
untuk memerangi mereka jika mereka tidak membiarkannya menghancurkan kubah,
maka akhirnya mereka (penduduk al-jubailah) pun menahan diri, dan membiarkan
mereka untuk menghancurkan kubah. Maka syaikh langsung meruntuhkan kubah dengan
tangan beliau tatkala orang-orang yang bersamanya takut untuk meruntuhkannya.
Maka orang-orang bodoh dari penduduk al-Jubailah menanti-nanti apa yang akan
menimpa syaikh akibat meruntuhkan kubah. Ternyata syaikh pada pagi harinya
dalam kondisi yang terbaik.
Setelah
itu datang seorang wanita kepada syaikh dan mengaku di sisi syaikh bahwasanya
ia telah berzina setelah jelas bahwasanya ia wanita muhsonah (telah menikah).
Wanita tersebut berulang-ulang mengaku. Lalu diperiksa tentang akal wanita
tersebut, ternyata ia wanita yang waras. Maka syaikh berkata kepadanya,
“Mungkin saja engkau diperkosa?”, akan tetapi ia mengaku telah melakukan
perbuatan yang mewajibkannya untuk dirajam. Maka syaikhpun memerintahkan untuk
merajam wanita tersebut, lalu dirajam.
Setelah
itu perkara syaikh semakin berkembang, kerajaannya semakin besar, tersebarlah
tauhid dan amar ma’ruf nahi mungkar.
Tatkala
berita tentang syaikh tersebar di penjuru-penjuru maka sampailah kabar tersebut
ke Salman bin Muhammad gubernur Ahsaa’ dan juga Bani Kholid. Dan dikatakan
kepadanya bahwa di daerah Uyainah ada seorang alim yang melakukan demikian dan
demikian, dan berkata demikian dan demikian. Maka Salmanpun mengirim tulisan
kepada Utsman yang berisi ancaman didalamnya, jika Utsman tidak membunuh syaikh
atau mengusirnya dari Uyainah. Jika ia (Utsman) tidak melaksanakannya maka akan
terputus upeti pemasukan/harta yang biasanya dikirim dari Ahasaa’ ke Utsman.
Upeti tersebut sangatlah banyak….selain itu juga makanan dan pakaian. Maka
tatkala tulisan tersebut sampai kepada Utsman maka iapun merasa perkara
tersebut besar, padahal tulisan tersebut dari makhluk, dan iapun lalai dari
perintah Pencipta yang disembah. Maka Utsmanpun mengirim surat kepada syaikh
dan menjelaskan apa yang terjadi. Lalu syaikhpun menasehatinya bahwasanya ini
adalah agama Allah dan RasulNya. Barang siapa yang menegakkan agama Allah maka
pasti ia akan diuji, namun setelah itu kemenangan dan kekuasaan akan ia raih,
dan kejayaan adalah bagi wali-wali Allah. Sebagaimana disebutkan dalam
Al-Qur’an.
Utsman
pun malu, lalu ia berpaling dari syaikh. Akan tetapi teman-temannya yang buruk
kembali menakut-nakuti Utsman dengan ancaman gubernur Ahsaa’. Lalu Utsman pun
mengirim surat kepada syaikh untuk kedua kalinya dan berkata, “Sesungguhnya
Sulaiman telah memerintahkan aku untuk membunuhmu, dan kami tidak mampu untuk
membuat ia murka, dan tidak mampu untuk melawan perintahnya, karena tidak ada
kemampuan bagi kami untuk memeranginya. Dan bukanlah kebiasaan kami untuk
mengganggumu di negeri kami, mengingat ilmu dan kekerabatanmu, maka uruslah
dirimu dan biarkanlah negeri kami”. Maka Utsmanpun memerintahkan seorang
tentara berkuda yang namanya Al-Furaid Adz-Dzofiri dan juga pasukan berkuda,
diantaranya adalah Thiwaalh Al-Hamrooni, lalu Utsman berkata kepada mereka,
“Berangkatlah bersama lelaki ini (yaitu syaikh Muhammad bin Abidl Wahhab) dan
pergilah bersamanya kemana saja ia mau”. Maka syaikh pun berangkat bersama
pasukan berkuda hingga beliau sampai ke daerah Dir’iyah.
Disebutkan
kepadaku, bahwasanya selama dalam perjalanan menuju Dir’iyah Syaikh senantiasa
berdzikir berkata Subhaanallah, walhamdulillah, wa laa ilaah illallah wallahu
akbar, dan membaca firman Allah
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
(٢)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ
Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS
At-Tholaaq : 2-3)….)) demikian uraian ibnu Bisyr an-Najdi dalam kitabnya Unwan
al-Majd fi Taariikh Najd 1/38-40)
Di
sini Ibnu Bisyr menjelaskan sebab kenapa Syaikh diusir dari Uyainah,
dikarenakan perintah Salman kepada Utsman untuk membunuh syaikh. Dan sama
sekali tidak disebutkan bahwasanya syaikh setelah itu sakit hati dan ingin
membalas dendam.
Ibnu
Bisyr juga menceritakan pada jilid 1 hal 48 akhirnya Utsman bin Mu’ammar pun
membai’at Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab atas islam dan dan jihad di jalan
Allah, bai’at ini terjadi pada tahun 1158 atau 1159 Hijriyah. Setelah itu
Utsman bin Mu’ammar pun diangkat menjadi pemimpin perang.
Akan
tetapi setelah itu terjadi pengkhianatan Utsman yang terjadi berkali-kali,
sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Bisyr (silahkan lihat Unwan al-Majd jilid 1
hal 49-59), dan yang terakhir adalah sangat nampak hubungan dekat antara Utsman
dengan musuh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab.
Ibnu
Bisyr berkata :
“Kemudian
masuk tahun 1163, dan pada tahun tersebut
terbunuh Utsman bin Mu’ammar, hal ini dikarenakan tatkala nampak jelas
darinya pertolongannya kepada ahlul batil, dan perendahannya terhadap kaum
muslimin yang ada di sisinya, dan kedekatannya kepada musuh-musuh mereka. Dan
tersohor darinya perpecahan dan penyelisihan. Hal itu nampak jelas di sisi
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab. Dan penduduk Uyainah datang menemui syaikh dan
mengeluhkan kepada syaikh bahwasanya mereka takut sikap pengkhianatan Utsman
bin Mu’ammar”. (Unwan al-Majd 1/60)
Hal
inilah yang menyebabkan syaikh Muhmmad bin Abdil Wahab memerintahkan untuk
membunuh Utsman.
Lebih
dalam lagi dijelaskan dalam kitab Taarikh Najd karya Ibnu Ghonnam, beliau
berkata :
“Tatkala
kejahatan ‘Utsman bin Mu’ammar terhadap ahli tauhid semakin bertambah-tambah,
dan nampak kebenciannya terhadap mereka serta wala’ nya kepada ahlul batil, dan
jelas di sisi syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kebenaran apa yang diceritakan
tentang Utsman. Dan datang banyak penduduk Uyainah kepada syaikh mengadukan
kekhawatiran mereka terhadap pengkhianatan Utsman terhadap kaum muslimin. Maka
syaikh pun berkata kepada penduduk Uyainah yang datang kepadanya, “Aku ingin
dari kalian bai’at di atas agama Allah dan RasulNya dan atas berwala’
(menolong) orang yang berwala kepada Allah dan memusuhi orang yang memerangi
dan memusuhi Allah, meskipun amir kalian adalah Utsman”
Maka
penduduk Uyainah pun mengambil janji tersebut dan mereka sepakat untuk
berbai’at. Maka hal ini menjadikan hati Utsman dipenuhi rasa takut, dan semakin
bertambah kedengkiannya. Maka setanpun menghiasinya untuk mencelakakan kaum
muslimin dan mengusir mereka ke negeri terjauh. Maka iapun mengirim surat
kepada Ibnu Suwaith dan Ibrahim bin Sulaiman –pemimpin kota Tsarmad yang
murtad- , ia meminta mereka berdua untuk datang kepadanya untuk menjalankan
tekadnya untuk mencelakakan kaum muslimin.
Tatkala
jelas bagi kaum muslimin hal ini (niat buruk Utsman ini) maka beberapa orang
bersepakat untuk membunuhnya, diantara mereka adalah Hamd bin Rosyid dan
Ibrahim bin Zaid. Tatkala selesai sholat jum’at maka merekapun membunuhnya di
tempat sholatnya di masjid, pada bulan rojab tahun 1263 H” (Taarikh Najd hal
103)
Kedustaan
Kedua : Idahram menyatakan bahwa Utsman dibunuh tatkala sedang sholat. Idahram
berkata ((serta berhasil membunuh Utsman ibnu Hamad ibnu Mu’ammar saat dia
sedang sholat di dalam mesjidnya pada hari Jum’at))
Ini
jelas kedustaan, karena dalam kitab Unwan al-Majd bahwasanya Utsman dibunuh
setelah sholat jum’at, bukan tatkala sholat
Kedustaan
Ketiga : Idahram berkata ((Memberangus Kota Uyainah dan Membunuhi
Penduduknya)), idahram juga berkata ((Pada tahun 1163 Hijriah, Salafy Wahabi
menyerang dan memporak-porandakan kampung asal Muhammad ibnu Abdil Wahab itu))
Ini
jelas merupakan kedustaan yang sangat nyata, karena sama sekali tidak ada
penyerangan terhadap kota Uyainah, apalagi membunuhi penduduknya, apalagi
memberangus Kota Uyaianah !!!, ini semua kedustaan besar yang dilontarkan oleh
idahram yang tidak memiliki rasa malu dalam berdusta. Yang terjadi adalah
hanyalah pembunuhan Utsman bin Mu’ammar disebabkan pengkhianatan Utsman.
Kedustaan
Keempat : Idahram berkata ((Merasa belum puas dengan terbunuhnya Utsman ibnu
Hamad, Muhammad ibnu Abdil Wahab pun memerintahkan untuk menghabiskan nyawa
penduduk kampung itu, menghancurkan rumah-rumah, membakar ladang, menumbangkan
segala pepohonan yang ada di sana, dan merampas semua kekayaan kampung itu,
bahkan menjadikan para wanitanya sebagai budak belian. Tidak cukup sampai di
situ, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab pun membuat kebohongan yang nyata
dengan melarang orang-orang membangun kembali kampung Uyainah itu selama 200
tahun, dengan alasan, Allah Swt, akan mengirim jutaan belalang yang akan
meluluhlantakan kampung tersebut beserta segala yang ada di dalamnya” (Ibnu
Bisyr : Unwan al-Majd, op.cit.., jilid 1 h. 23. Juga lihat : Ibnu Ghannam ;
Taarikh Najd, op.cit, jilid 2 hal 57).)) demikian perkataan idahram
Hal
ini jelas-jelas kedustaan, sama sekali tidak terdapat dalam kitab Unwan al-Majd
maupun kita Taarikh Najd. Entah dari mana Idahram mengambil dongeng ini !!!.
Bukankah
idahram juga menukilkan bahwasanya setelah Utsman bin Mu’ammar terbunuh makah
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahab mengangkat saudara Utsman yang bernama Musyari
bin Mu’ammar sebagai gubernur kota Uyainah???, lantas buat apa merampas
kekayakan penduduk kampung??, buat apa membakar ladang, menebang semua
pohon…memperbudak para wanita…melarang untuk membangun kembali kota
Uyainah..!??!!. ini semua tuduhan keji idahram kepada Kaum Wahabi, dan ia akan
bertanggung jawab di hadapan Allah kelak pada hari akhirat. Idahram
menggambarkan kebengisan kaum wahabi, seakan-akan mereka adalah kaum Ya’juj dan
Ma’juj !!!
Bersambung…
Tiga Kedustaan Idahram (Atas Buku Tarikh Najd)
(Membongkar Koleksi Dusta
Syaikh Idahram 13 – Sejarah Dusta Versi Idahram)
Idahram
berkata
((disebutkan :
إن عثمان بن معمر مشرك كافر، فلما تحقق أهل
الإسلام من ذلك تعاهدوا على قتله بعد انتهائه من صلاة الجمعة وقتلناه وهو في مصلاه
بالمسجد في رجب 1163هـ وفي البوم الثالث لمقتله جاء محمد بن عبد الوهاب إلى
العيينة فعيّن عليهم مشاري بن معمر وهو من أتباع محمد بن عبد الوهاب
“Sesungguhnya
Utsman ibnu Mu’ammar –penguasa Uyainah- adalah seorang musyrik yang kafir. Maka
ketika orang-orang Islam menyadari itu, mereka bersepakat untuk membunuhnya
setelah selesai melaksanakan sholat jum’at. Kami telah berhasil membunuhnya di
dalam masjid bulan Rajab tahun 1163 H. Pada hari ketiga dari peristiwa
pembunuhan itu, Muhammad ibnu Abdil Wahhab mengungjungi Uyainah untuk mengangkat
Musyari ibnu Mu’ammar yang merupakan pengikut Muhammad ibnu Abdil Wahab” (Ibnu
Ghannam ; Taariikh Najd, op.cit., h.97)
Setelah
membaca kalimat-kalimat di atas, nalar penulis terasa buntu memahaminya.
Bagaimana mungkin orang kafir melaksanakan sholat jum’at, bahkan tewas dibunuh
dalam masjid?!. Apakah –barangkali- dalam kacamata salafi wahabi seseorang
dapat dikatakan kafir meskipun dia sholat, puasa, zakat, bahkan haji sekalipun
jika tidak mengikuti faham mereka?.
Bahkan
pada halaman selanjutnya, yaitu halaman 98 dari buku tersebut, Ibnu Abdul Wahab
jelas-jelas mengatakan bahwa seluruh penduduk Najd pada masa itu adalah
orang-orang kafir. Dia berkata :
كفرة تباح دماؤهم، ونساؤهم وممتكاتهم، والمسلم هو
من آمن بالسنة التي يسير عليها محمد بن عبد الوهاب ومحمد بن سعود
“Mereka
semua (penduduk Najd-pen) adalah kafir, darah mereka halal. Begitu juga dengan
wanita-wanita mereka, segala harta milik mereka halal (adalah halal untuk
dijarah). Karena, orang Islam adalah orang yang percaya dengan sunnah Muhammad
ibnu Abdil Wahhab dan Muhammad ibnu Saud”)), demikian perkataan Idahram dalam
bukunya hal 89-91.
Dalam
nukilan di atas, idahram telah melakukan kedustaan yang berturut-turut. Satu
nukilan mengandung 3 kedustaan.
Bantahan
terhadap pernyataan Idahram di atas dari beberapa sisi:
Kedustaan
Pertama : Idaharam menukil perkataan Ibnu Ghonnam إِنَّ
عُثْمَانَ بْنَ مُعَمَّر مُشْرِكٌ كَافِرٌ
Sesungguhnya Utsman bin Mu’ammar musyrik
dan kafir”
Ini
sungguh merupakan perkara yang sangat memalukan dari Idahram, kedustaan yang
bertubi-tubi, semua itu ia lakukan hanya karena ingin menipu dan menggambarkan
kepada kaum muslimin bahwa Muhammad bin Abdil Wahhab adalah suka mengkafirkan
kaum muslimin jika tidak mengikuti alirannya.
Setelah
mengecek langsung kitab Taariikh Najd ternyata saya tidak menemukan nukilan
yang disampaikan oleh Idahram di atas. Ternyata idahram nekat berdusta.
Dalam
kitab Taarikh Najd sama sekali pernyataan bahwa ‘Utsman bin Mu’ammar seorang
musyrik dan kafir !!!, lafal yang yang disampaikan oleh idahram semuanya
karangan idahram sendiri.
Telah
lalu penjelasan bahwa Utsman bin Mu’ammar dibunuh karena berkhianat hendak
bekerja sama dengan pemimpin Tsarmad untuk mencelakakan kaum muslimin para ahli
tauhid. Karenanya para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab segera
membunuh ‘Utsman sebelum ia yang membunuh kaum muslimin. Dan peristiwa ini
adalah perkara yang wajar, yaitu seseorang membunuh musuh sebelum musuh
menyerang dan melakukan aksinya.
Telah
lalu penjelasan tentang sikap Muhammad bin Abdil Wahhaab dalam masalah
“takfiir” (mengkafirkan), dimana beliau sangat berhati-hati dan tidak sembarang
mengkafirkan. Tidaklah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengkafirkan kecuali
setelah memenuhi persyaratan dan hilangnya penghalang pengkafiran.
Adapun
keheranan idahram kok bisa orang yang sholat dibunuh, maka kita katakan :
Orang
yang dibunuh adalah orang yang murtad atau orang yang melakukan pelanggaran
yang menyebabkan darahnya halal untuk dibunuh, meskipun ia sholat dan haji.
Seperti orang yang berzina padahal sudah menikah, atau orang memberontak berhak
untuk diperangi dan dibunuh (sebagaimana khawarij yang memberontak kepada Ali
bin Abi Tholib), orang hendak membunuh lantas yang hendak dibunuh membela diri
sehingga membunuhnya, dll.
Saya
justru yang heran, bukankah idahram nekat memvonis kaum salafy wahabi kafir
murtad??!!, tanpa dalil dan hanya dengan hawa nafsu !!!. Bukankah ini berarti
idahram menghalalkan darah kaum salafy wahabi, bahwasanya kaum salafy wahabi
berhak untuk dibunuh. Bukankah idahram tahu bagaimana semangat ibadah kaum
wahabi, sholat mereka, puasa mereka, hafalan al-Qur’an mereka?, ilmu mereka??
Jelas
dalam cerita yang termaktub kitab Taariikh Najd bahwasanya Utsman bin Mu’ammar
dibunuh karena melakukan makar hendak mencelakakan kaum muslimin ahli tauhid
pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab??.
Dan
dalam kitab Tariikh Najd tidak disebutkan secara tegas status ‘Utsman bin
Mu’ammar, apakah ia seorang musyrik atau kafir. Bahkan yang disebutkan dalam
kitab tersebut justru Utsman bin Mu’ammar berkali-kali memiliki niat busuk
terhadap pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, dan pura-pura
menampakkan kesepakatannya kepada dakwah Syaikh Muhammad. Ini menunjukkan bahwa
‘Utsman bin Mu’ammar tidak dinyatakan kafir atau musyrik oleh Syaikh Muhammad
bin Abdil Wahhab.
Kalaupun
‘Utsman bin Mu’ammar dinyatakan kafir tentunya ada sebab-sebab yang menyebabkan
pengkafiran tersebut, yang tidak dijelaskan dalam buku Taarikh Najd secara
detail
Kedustaan
Kedua : Kedustaan Idahram dalam nukilannya ((Pada hari ketiga dari peristiwa
pembunuhan itu, Muhammad ibnu Abdil Wahhab mengungjungi Uyainah untuk
mengangkat Musyari ibnu Mu’ammar yang merupakan pengikut Muhammad ibnu Abdil
Wahab)).
Sungguh
ini perkara yang sangat memalukan, memalsukan isi buku, mengarang sendiri,
kemudian mencela orang lain dengan dalil karangan kedustaannya sendiri. Yang
termaktub dalam Taariikh Najd sama sekali tanpa penyebutan apakah Musyari bin
Mu’ammar pengikut Muhammad bin Abdil Wahhab atau bukan.
“Tatkala
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengetahui wafatnya ‘Utsman bin Mu’ammar maka
beliaupun bersegera berjalan menuju ‘Uyainah karena khawatir timbulnya
perselisihan dan pertikaian masyarakat. Maka beliapun datang kepada mereka pada
hari ke 3 setelah terbunuhnya Utsman. Maka tenanglah masyarakat, dan terjadilah
dialog dan musyawarah dalam menentukan siapa pengganti Utsman bin Mu’ammar
sebagai pemimpin dan penguasa. Maka para ahli tauhid –khususnya yang ikut serta
membunuh ‘utsman- ingin agar tidak seorangpun dari keluarga Mu’ammar yang
menjadi pemimpin. Akan tetapi Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tidak setuju,
lalu menjelaskan kepada mereka cara yang benar dengan dalil yang memuaskan.
Maka Syaikhpun mengangkat Musyaari bin Mu’ammar sebagai penguasa. Peristiwa ini
terjadi pada pertengahan bulan Rajab” (Taariikh Najd hal 103)
Justru
dalam nukilan yang benar di atas ini menjelaskan bahwasanya karena sikap bijak
dan hikmah dari Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab akhirnya saudara Utsman bin
Mu’ammar yang bernama Musyaari bin Mu’ammar tetap diangkat menjadi penguasa,
padahal keputusan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab ini pada awalnya tidak
disetujui, karena Musyari masih kerabat dengan ‘Utsman bin Mu’ammar.
Kedustaan
Ketiga : Dusta ketiga idahram adalah pada perkataannya ((Bahkan pada halaman
selanjutnya, yaitu halaman 98 dari buku tersebut, Ibnu Abdul Wahab jelas-jelas
mengatakan bahwa seluruh penduduk Najd pada masa itu adalah orang-orang kafir.
Dia berkata :
كفرة تباح دماؤهم، ونساؤهم وممتلكاتهم، والمسلم
هو من آمن بالسنة التي يسير عليها محمد بن عبد الوهاب ومحمد بن سعود
“Mereka
semua (penduduk Najd-pen) adalah kafir, darah mereka halal. Begitu juga dengan
wanita-wanita mereka, segala harta milik mereka halal (adalah halal untuk
dijarah). Karena, orang Islam adalah orang yang percaya dengan sunnah Muhammad
ibnu Abdil Wahhab dan Muhammad ibnu Saud”))
Setelah
saya mengecek halaman selanjutnya dari kisah terbunuhnya Utsman bin Mu’ammar
maka saya sama sekali tidak menemukan lafal yang dinukil oleh idahram ini.
Sungguh sangat memalukan dan menunjukkan buruknya perangai idahram yang tukang
berdusta. Tidak malu untuk berdusta tiga kali berturut-turut dalam satu tempat
!!!!
Bagaimana
mungkin Muhammad bin Abdil Wahhab sampai mengatakan bahwasanya seorang muslim
adalah seorang yang mengimani sunnah yang ditempuh oleh Muhammad bin Abdil
Wahhab dan Muhammad bin Sa’uud !!!!
Kami
yang lebih dari 10 tahun menimba ilmu dari para ulama –”salafy wahabi”- sama
sekali tidak pernah mendengarkan hal seperti ini. !!!
PENYERANGAN
KOTA RIYADH
Idahram
menyatakan dalam kitabnya hal 93 bahwasanya pada tahun 1187 tatkala Abdul Aziz
menyerang kota Riyadh ia ((membunuh banyak penduduk muslim dari kaum lelaki,
perempuan, dan anak-anak))
Setelah
itu untuk memantapkan kedustaannya ia menyandarkan semua informasi ini kepada
kitab Unwan al-Majd
Ini
jelas merupakan kedustaan besar. Dan seperti biasa Idahram selalu berdusta
untuk menggambarkan kebengisan kaum wahabi. Setelah membaca langsung kitab
Unwan al-Majd pada jilid 1 hal 119-121 tentang sejarah peristiwa tahun 1187,
maka ternyata Ibnu Bisyr berkata :
“Dan
terjadi antara mereka peperangan. Beberapa orang lelaki terbunuh dari penduduk
Riyadh, dan dari pasukan perang Abdul Aziz terbunuh 12 orang lelaki,
diantaranya adalah ‘Aqil bin Nashir…” (Unwan al-Majd 1/119, pada peristiwa
tahun 1187)
Ternyata
justru yang lebih banyak terbunuh adalah dari pasukan perang Abdul Aziz. Sama
sekali tidak ada pembunuhan para wanita, apalagi anak-anak. Ini hanyalah
dongengan idahram si pendusta.
PELARANGAN
JAMA’AH HAJI
Idahram
mengatakan dalam bukunya dibawah sub judul “(Wahabi) Melarang dan Menghalangi
Umat Islam dari Menunaikan Ibadah Haji:
((Sejarawan
Wahabi Ibnu Bisyr, dengan bangganya menceritakan tentang kejadian di tahun 1221
itu :
“Ketiga
keluarga Sa’ud keluar dari Dir’iyah untuk memantau kondisi kota Makah, dia
mengutus Farraj ibnu Syar’an al-‘Utaibi dan beberapa orang bersamanya untuk
melarang rombongan haji asal Syam, Istambul, dan sekitarnya memasuki kota
Makah. Padahal rombongan haji tersebut telah sampai di kota Madinah menuju
Makah. Rombongan yang dipimpin oleh Gubernur Abdullah al-Uzham Pasya dan para
petinggi negeri itu terpaksa menelan pil pahit untuk kembali ke negerinya
masing-masing guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan” (Ibnu Bisyr;
Unwan al-Majd fi Tarikh an-Najd, op.cit, jilid 1.h. 139)
Lalu
dengan begitu senangnya dia (*ibnu Bisyr) berkata :
وَلَمْ يحجّ في هذه السنة أحد من أهل الشام ومِصر
والعراق والْمَغرب وغيرهم إلا شرذمة قليلةٌ من أهل الْمَغرب لا اسمَ لَهُمْ
“Tidak
seorang pun dari penduduk Syam, Mesir, Irak, Maghrib (Maroko), dan negeri yang
lain dapat berhaji pada tahun ini, kecuali hanya segelintir orang penduduk
Maghrib yang tidak dikenali” (Unwan al-Majd jilid 1, hal 143)…)).
Demikian
perkataan idahram dalam bukunya hal 101
Namun
setelah saya mengecek langsung kitab Unwan al-Majd, maka seperti biasa ternyata
idahram sedang melaksanakan aksinya “berdusta dan bertipu muslihat”. Kedustaan
idahram nampak pada poin-poin berikut :
Pertama
; Idahram berkata ((Ketiga keluarga Sa’ud keluar dari Dir’iyah untuk memantau
kondisi kota Makah)), padahal dalam kitab Unwan al-Majd disebutkan bahwasanya
Amir Su’ud bin Abdul Aziz bersama kaum muslimin pergi ke Mekah untuk
melaksanakan ibadah haji yang ke dua kalinya (Lihat Unwan al-Majd 1/291). Jadi bukan
hanya keluarga Sa’ud saja dan juga bukan tujuannya untuk memantau kota Mekah.
Idahram sengaja menyembunyikan fakta bahwasanya Sa’ud adalah seorang yang taat
beragama dan juga berhaji.
Kedua
: idahram tatkala menukil perkataan ibnu Bisyr ((Ketiga keluarga Sa’ud keluar
dari Dir’iyah untuk memantau kondisi kota Makah, dia mengutus Farraj ibnu
Syar’an al-‘Utaibi . . . . . Rombongan yang dipimpin oleh Gubernur Abdullah
al-Uzham Pasya dan para petinggi negeri itu terpaksa menelan pil pahit untuk
kembali ke negerinya masing-masing guna menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan)), ternyata idahram tidak sedang menerjemahkan perkataan ibnu bisyr
akan tetapi idahram sedang menukil secara makna atau kesimpulan yang
disampaikan oleh Ibnu Bisyr. Ini merupakan kedustaan kepada para pembaca,
karena tatkala idahram mengesankan perkataan tersebut merupakan perkataan ibnu
Bisyr, apalagi di awali dan di akhir dengan dua tanda kutip “….”.
Berikut
ini penukilan yang sebenarnya :
“Hal
ini (pelarangan rombongan haji Syam) dikarenakan Sa’ud khawatir gubernur Makah
Syarif Gholib akan melakukan sesuatu yang buruk pada Sa’ud dikarenakan masuknya
rombongan haji dari Syam dan para pengikut mereka. Maka Abdullah al-Azhm dan
para pengikutnya pun kembali dari kota Madinah ke negeri mereka” (Unwan al-Majd
1/292)
Dalam
penukilan ini Ibnu Bisyr menjelaskan sebab pelarangan masuknya rombongan haji
dari Syam yang dipimpin oleh Abdullah al-Azhm Pasya adalah kekhawatiran sikap
pengkhianatan Syarif Gholib yang bisa saja bekerja sama dengan pasukan perang
Syam untuk menyerang Sa’ud yang sedang melaksanakan ibadah hajji. Jadi
pelarangan tersebut bukan karena tanpa sebab, atau karena jama’ah haji selain
wahabi kafir dan musyrik.
Ketiga
: Adapun perkataan idahram ((Lalu dengan begitu senangnya dia (*ibnu Bisyr)
berkata :
وَلَمْ يحجّ في هذه السنة أحد من أهل الشام ومِصر
والعراق والْمَغرب وغيرهم إلا شرذمة قليلةٌ من أهل الْمَغرب لا اسمَ لَهُمْ
“Tidak
seorang pun dari penduduk Syam, Mesir, Irak, Maghrib (Maroko), dan negeri yang
lain dapat berhaji pada tahun ini, kecuali hanya segelintir orang penduduk
Maghrib yang tidak dikenali” (Unwan al-Majd jilid 1, hal 143)…))
Maka
ini merupakan kedustaan yang nyata dan dongeng yang dibuat oleh idharam. Sama
sekali nulikan ini tidak ada dan tidak ada kaitannya dengan peristiwa tahun
1221 H. Dan sangat nampak kedustaan dari dongeng kreasi idahram ini karena
disebutkan dalam dongeng tersebut bahwasanya pada tahun 1221 Hijriyah tidak
ada seorangpun yang berhaji dari
penduduk Syam, penduduk Mesir, penduduk Maghrib dan penduduk negeri-negeri
lainnya. Seakan-akan yang berhaji cuma Sa’ud dan para pengikutnya saja. Ini
bertentangan dengan cerita yang sesungguhnya, karena yang dilarang masuk adalah
rombongan haji dari negeri Syam yang dipimpin oleh Abdullah al-‘Azhm. Adapun
jama’ah haji dari negeri-negeri yang lainnya tidak dilarang oleh Sa’ud.
Sungguh
memalukan idahram ini, suka berdongeng tapi dongengannya ngawur, idahram hendak
berdusta tapi Alhamdulillah ia tidak pandai berdusta !!!
Demikianlah
para pembaca yang budiman sekian banyak kedustaan idahram yang sempat saya cek
dan teliti, dan tentunya masih banyak kedustaan-kedustaan yang ia lancarkan.
Akan tetapi apa yang saya sebutkan di atas sudah cukup untuk menjelaskan
hakekat idahram sang pendongeng anti wahabi !!!
Al-Jabarti
rahimahullah menjelaskan bahwasanya kaum wahabi pada dasarnya sama sekali tidak
melarang jama’ah dari manapun untuk melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi kaum
wahabi melarang rombongan haji dari Syam dikarenakan mereka membawa sebuah
bid’ah dalam rangkaian ibadah haji. Bid’ah tersebut dikenal dengan bid’ah
al-mahmal.
Bid’ah
Mahmal adalah bid’ah yang biasa dilakukan oleh orang-orang Turki dari dinasti
Utsmaniyah, dimana mereka terbiasa setiap tahun –melalui pembesar-pembesar
mereka- mengirim sebuah onta yang memikul kiswah ka’bah. Jadi mahmal adalah
onta yang diletakan di atasnya keranda dan dihiasi dengan beraneka ragam
hiasan, dan mereka memposisikan onta tersebut di bagian depan rombongan haji.
Dan onta ini diring-iringi dengan seruling, gendrang dan alat-alat musik yang
tidak pantas dengan kesucian kota Mekah. Mereka menjadikan acara ini adalah
sunnah tahunan, bahkan sampai-sampai sebagian orang awam menganggap bahwa
seremonial mahmal ini merupakan salah satu dari rangkaian ibadah haji. Mereka
terlalu berlebih-lebihan dalam mengagungkan onta ini, hingga sebagian
masyarakat mengusap-ngusap onta tersebut dan menciumnya untuk mencari
keberkahan. (lihat http://www.islamww.com/books/GoToPage50-108-30930-146.html)
Berikut
penjelasan Al-Jabarti rahimahullah :
“Dan
pada hari kamis tanggal 13 (Jumadil akhir tahun 1221 H) sampailah rombongan
dari swais, yang disertai dengan al-mahmal, mereka memasukan al-mahmal dan
mereka bawa dari kota Madinah. Di belakangnya ada iringan gendang dan seruling.
Di depannya para pembesar tentara dan para putra Baasya, dan Musthofa Jawisy
adalah pemandu safar tersebut. Musthofa Jawisy telah mengabarkan kepadaku
bahwasanya tatkala ia pergi ke Mekah dan ada si Wahabi (*mungkin maksudnya
adalah Amir Su’ud bin Abdil Aziz-pen) dan ia bertemu dengan si wahabi. Maka si
wahabi berkata kepadanya, “Adat apakah ini yang kalian bawa dan kalian
agungkan?”. Si wahabi mengisyaratkan kepada perkara mahmal/onta yang dihias.
Maka Musthofa Jawisy berkata kepadanya, “Sudah merupakan adat kebiasaan sejak
dulu bahwa mereka menjadikan mahmal tersebut sebagai tanda untuk berkumpulnya
para jama’ah haji”. Si wahabi berkata, “Janganlah kalian melakukannya lagi
setelah ini, jika kalian tetap melakukannya maka akan aku hancurkan mahmal ini”
(‘Ajaaib al-Atsaar 4/28)
Al-Jabarti
rahimahullah juga berkata :
“Diantara
kejadian tahun ini (*bulan dzulhijjah tahun 1223 H-pen) adalah berhentinya haji
Syam dan Mesir dengan beralasan bahwa si wahabi telah melarang orang-orang
untuk melakukan haji. Akan tetapi kenyataannya bukanlah demikian, karena si
wahabi tidak melarang seorangpun untuk datang berhaji dengan cara yang
disyari’atkan. Ia hanyalah melarang orang yang berhaji dengan cara yang menyelisihi
syari’at berupa bid’ah-bid’ah yang tdak diperbolehkan oleh syari’at, seperti
bid’ah al-mahmal. Gendang, dan seruling, serta memikul senjata. Dan telah
sampai (ke Mekah) para jama’ah haji dari maghrib dan mereka melaksanakan haji
lalu kembali pada tahun ini dan juga tahun sebelumnya, dan tidak ada seorangpun
yang mengganggu mereka sama sekali” (‘Ajaaibul Atsaar 4/141)
Abu
Abdilmuhsin Firanda Andirja
Kaum
Syi'ah Membantai 30.000 Jemaah Haji di Makkah
Komandan milisi Hizbullah di Irak, Wasiq Battat, mengungkapkan
bahwa target dari pemberontakan Syiah Houthi di Yaman adalah untuk merebut
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Arab Saudi, dalam sebuah wawancaranya di
stasiun televisi Syiah Irak beberapa waktu lalu.
Dalam keterangannya, Wasiq Battat mengatakan, “Syiah Houthi akan
menang di Yaman dan segera menuju tahap kedua untuk mengambil 2 Masjid
suci", tegasnya. “Kami memiliki rencana untuk menjadikan kawasan
sebagai ahlu Syiah. Ini bukan sekedar kata-kata, akan tetapi kami telah memulai
fase tersebut,” tambah Wasiq Battat.
Dibagian lain, Majdi Ar Roba’iy (pakar sejarah) berkata:
"Saya telah menghabiskan sepuluh tahun dari umurku bersama syi’ah…
Dan saya pelajari sejarah mereka, saya teliti sepak terjang mereka dan
tokoh-tokoh utama mereka… Demikian pula perseteruan mereka terhadap ahlussunnah
wal jama’ah… Itu semua saya lakukan selama pengembaraan ilmiah dalam rangka
mendapatkan gelar Master dan Doktor di bidang sejarah syi’ah, tepatnya di
negeri Irak dan Iran, tuturnya.
Kurenungi dengan seksama sekte Syi’ah Bathiniyyah yang
menghalalkan darah kaum muslimin, dan menyebarkan paham syi’ah dengan api dan
besi (kekuatan senjata)… Sampai mereka berhasil memaksa bangsa Iran sejak 400
tahun untuk memeluk syi’ah…
Mereka memaksa jutaan warga ahlussunnah wal jama’ah di Iran untuk
menganut paham syi’ah, sampai-sampai para sejarawan mengatakan bahwa jumlah
ahlussunnah yang dibunuh oleh syi’ah di masa daulah Shafawiyah (Syi’ah
Rafidhah) mencapai SATU JUTA JIWA.
Mereka disembelih dengan pedang oleh tangan-tangan syi’ah
Rafidhah, sehingga beralihlah Iran yang sunni menjadi syi’i majusi sejak 400
tahun silam.
Lebih dari itu, pada saat-saat paling kritis dalam sejarah, kaum
Syi’ah Rafidhah justru berkoalisi dengan kaum Yahudi dan Nashara untuk melawan
ahlussunnah wal jama’ah… inilah penyebab terhentinya ekspansi (futuhat) Daulah
Utsmaniyyah di benua Eropa, setelah mereka berhasil menaklukkan belahan timur
Eropa.
Daulah Utsmaniyyah sempat menjejakkan kakinya di jantung Eropa,
dan mengepung kota Wina (Austria)… namun akhirnya mereka harus kembali ke
negeri Timur (Asia) dan melupakan impian penaklukan Eropa dan masuknya warga
Eropa ke pangkuan Islam.
Oleh karena itu, salah seorang sejarawan Barat terkenal berkata,
“Andai bukan karena pengkhianatan dan serangan Kaum Syi’ah Shafawiyyin
(Rafidhah) terhadap Khilafah Utsmaniyyah dari arah belakang, niscaya
Utsmaniyyun akan menguasai Eropa seluruhnya, dan beralihlah Eropa menjadi benua
Islam”.
Diantara tragedy yang menjadikanku merenung cukup lama, dan
hampir-hampir tak percaya hal itu bisa dilakukan oleh seorang manusia, apalagi
yang mengaku muslim… ialah apa yang dilakukan oleh Syi’ah
Qaramithah (salah satu sekte syi’ah bathiniyyah) di sekitar Baitullah
(masjidil Haram) pada tahun 317 H, tepatnya pada hari Tarwiyah (tanggal 8
Dzulhijjah) ketika mereka menyerang Jemaah haji dan membantai lebih dari
30 ribu jiwa…
Kubah sumur zam-zam mereka hancurkan… pintu ka’bah mereka congkel…
kiswahnya mereka lepas, dan siapa pun dari Jemaah haji yang bergelayutan di
kiswah ka’bah mereka sembelih… lalu mereka kuburkan jasad kaum muslimin tsb di
sumur zam-zam!!
Setelah itu, mereka mencongkel hajar aswad dari tempatnya, dan
membawanya ke negeri mereka (Ahsa’).
Setelah merenungi tragedy ini, barulah aku meyakini kebenaran
ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang kaum syi’ah bathiniyyah,
bahwa “mereka itu lebih kafir dari Yahudi dan Nasrani, dan memerangi
mereka lebih wajib daripada memerangi orang-orang kafir, sebab mereka tergolong
kaum murtad”.
Hari ini, setelah kita menyaksikan penyembahan terhadap Basyar Al
Asad yang terjadi di Suriah, dan pembantaian serta pembunuhan terhadap
Ahlussunnah lewat serangkaian genosida (pembantaian massal) yang belum pernah
dilakukan kaum Yahudi maupun Tatar (Mongol) sekalipun…
Mereka masih melakjkna penghancuran dan penistaan masjid-masjid…
yakinlah aku bahwa Basyar Al Asad dan Syi’ah Nushairiyah-nya adalah anak cucu
dari Syi’ah Bathiniyyah Qaramithah tsb… Benarlah firman Allah (ذريةً بعضها من بعض)
“Sebagiannya merupakan keturunan sebagian lainnya”… Seakan-akan sejarah
sedang terulang kembali!!!
(majdiroba’iy/mtaufiq/abimontrono/nahimunkar/voa-islam.com)
http://m.voa-islam.com/news/liberalism/2015/04/20/36464/kaum-syiah-membantai-30000-jemaah-haji-di-makkah/
http://m.voa-islam.com/news/liberalism/2015/04/20/36464/kaum-syiah-membantai-30000-jemaah-haji-di-makkah/
Fakta Sejarah Berdirinya Kerajaan Arab Saudi Dan Runtuhnya
Turki Utsmani
Pemerintah kolonial Inggris
melalui perwakilannya Sir Henry McManon, Kepala British High Commisioner di
Kairo pernah meminta Syarif (Gubernur) Makkah Hussein bin Ali untuk melakukan
pemberontakan melawan Kerajaan Turki Ottoman. Inggris menjanjikan Syarif Hussein
"khalifah" baru pengganti Ottoman, yg akan memerintah wilayah yg
membentang dari Allepo sampai Yaman.
Ajakan serupa sebenarnya
pernah diajukan pada Abdul Aziz ibn Saud, penguasa Najd perintis negara Arab
Saudi modern. Berbeda dgn Syarif Hussein, tawaran itu ditolak Ibn Saud.
"Aku tak akan memerangi saudaraku seiman" begitu jawaban yg
ditulisnya dalam balasan surat yg dikirimnya pada Inggris.
Bagi Ibn Saud, makar itu
tidak saja keji, karena bagaimanapun Hijaz dan Makkah adalah bagian dari
wilayah Kesultanan Turki Ottoman, tetapi juga merupakan ancaman serius bagi
Najd, karena pembentukan negara baru di bawah komando Syarif Hussein berarti
menyerahkan Najd pada Inggris.
Sejak pecah PD I, Ibn Saud
sebenarnya sudah mengajak Syarif Hussein dan penguasa di kawasan Arabia untuk
mengambil sikap netral menjauhi intrik dgn bangsa2 kolonial eropa dan lebih
fokus pada urusan intern masing2. Ajakan ini ditolak Syarif Hussein, yg
kemudian melakukan pemberontakan pada Kerajaan Turki Ottoman pada thn 1916.
Akhirnya, terjadilah perang antara Syarif Hussein yg didukung Inggris melawan
Turki Ottoman yg didukung Jerman dan berlangsung selama 2 thn, tanpa keterlibatan
Ibn Saud di sisi manapun.
Perang 2 tahun itu memberikan
pengaruh besar pada peta geo-politik di timur tengah di kemudian hari. Salah
satu implikasi yg terpenting adalah kejatuhan Palestina dalam genggaman
Inggris, dan kekalahan Turki Ottoman memberi jalan bagi Inggris mewujudkan
pembagian negara2 boneka di timur tengah sesuai perjanjian Sykes-Picot thn
1916. Perang atau pemberontakan Syarif Hussein itu juga memperlebar
perseteruannya dgn penguasa Najd, Ibn Saud.
Setidaknya dua kali keduanya
terlibat dalam konflik terbuka. Yg pertama terkait konflik perbatasan dan Oasis
al-Khurma. Perang ini terjadi tahun 1918, dimana Pasukan al-Saud hampir saja
menaklukkan Hijaz, tetapi batal terwujud atas desakan Inggris yg meminta Ibn
Saud menarik pasukannya. Puncak perseteruan adalah ketika Syarif Hussein
mengancam memboikot atau menutup akses ibadah Haji bagi Ibn Saud dan seluruh
penduduk Najd.
That was the final feud which
sparked the battle between the Syarif Hussein of the Hashemits and King
Abdulaziz of alSaud in August 1924.
Pasukan berkekuatan 3000
orang dari Najd, mayoritas dari klan Utaibah berhadapan dengan pasukan Hijaz yg
dikirim dari Thaif. Pertempuran seru terjadi di Al Hawiyyah, dimana pasukan
Najd memukul barisan terdepan pasukan dari Thaif. Kondisi ini menjatuhkan moral
pasukan lapis kedua yg kurang berpengalaman, sehingga mundur menarik diri dari
Thaif.
Pada tgl 13 Oktober 1924,
pasukan Ibn Saud dari Najd memasuki kota Makkah dengan sedikit perlawanan,
sementara Syarif Hussain dan keluarga Hashemits melarikan diri ke Aqabah
setelah kali ini Inggris ingkar janji menolak membantunya. Dari Aqabah, Syarif
Hussein kemudian mengasingkan diri ke Siprus di bawah perlindungan sekutunya,
Inggris. Ia meninggal di Amman dan dimakamkan di Jerussalem thn 1931.
Dan dalam konferensi Islam di
Riyadh 28/29 Oktober 1924, Ibn-Saud mendapat pengakuan dunia islam sebagai
pemangku sah kota Makkah. Kejatuhan Makkah ini membuat pasukan Hijaz
kocar-kacir gagal mempertahankan Madinah, yg jatuh 9 Desember 1924 dan disusul
Yanbu 12 hari kemudian.
Raja Abdul Aziz ibn Saud
sendiri memasuki Makkah pertama kalinya dengan mengenakan pakaian ihram dan
penduduk Makkah memberikan Baiat kepadanya pada 17 Desember 1924.
Jatuhnya Makkah dan Madinah
dalam penguasaan Ibn Saud dapat dikatakan menandai dimulainya "proses
pemurnian" dua kota suci itu, mengingat selama dalam penguasaan Turki
Ottoman atau Syarif Hussein, praktek2 bidah dan khurafat marak berkembang di
kota itu.
Disarikan dari:
1. 'The Middle East in the
Twentieth Century' by Martin Sicker.
2. 'A Peace to End All Peace:
The Fall of the Ottoman Empire and The Creation of the Modern Middle East' by
David Fromkin