Turki
Utsmani, Pembunuhan Keluarga Hingga Ilmu Tanjim
Pembunuhan
bagi orang yang tidak berdosa merupakan hal yang tidak diterima oleh
seluruh peraturan dan hukum. Suatu yang asing, fenomenal, dari kehidupan normal
manuasia.
Pembunuhan
bagi orang yang tidak berdosa merupakan hal yang tidak diterima oleh
seluruh peraturan dan hukum. Suatu yang asing, fenomenal, dari kehidupan normal
manuasia.
Pembunuhan
adalah perkara besar yang membutuhkan bukti dan penyelidikan, dan segala upaya
untuk menentukan hukum pembunuhan.
Tapi
apa yang akan kalian katakan terhadap orang yang mendambakan kemegahan
singgasana, ketamakan terhadap kedudukan, keinginan untuk memerintah, dan
kenikmatan sultan.
Sesungguhnya
mereka menggunakan segala cara untuk membenarkan tindakan pembunuhan. Kepada
siapapun yang tidak bersalah, meskipun saudaranya.
Sebagaimana
sejarah Utsmani dan kesultanannya, mereka adalah pengikut aturan orang-orang
mongol dan hukum orang-orang Tatar. Yaitu membunuh saudara-saudara, membunuh
anak-anak mereka, meskipun masih dalam buaian.
Kisah
ini dapat dibuktikan dalam sejarah Daulah utsmaniyyah yang tersebar dalam
buku-buku sejarah mereka. Tersebar dengan gambaran yang mengerikan dan
cara-cara yang keji dan menakutkan.
Pakar
sejarah Muhammmad Farid Beik, seorang yang sangat fanatik kepada Daulah
Utsmaniyyah, megatakan dalam bukunya “Tarikh Daulah ’Aliyah Utsmaniyyah.”
Ia
mengatakan bahwa kasus pembunuhan sultan-sultan Utsmani terhadap
saudara-saudaranya dimulai ketika pada masa sultan ke-4, Bayazid I.
Ketika
itu dia memiliki saudara yang lebih muda darinya, bernama Ya’qub. Kemudian
takutlah Sultan Bayazid kerajaannya akan disaingi oleh saudaranya Ya’qub.
Perhatikan,
disini Ya’qub tidak pernah bersaing dengan saudaranya Bayazid, tetapi Bayazid
yang takut, merasa ketakutan saja bukan karena perbuatan yang dilakukan Ya’qub.
Karena
itu, Sultan Bayazid, memerintahkan untuk membunuh saudaranya tersebut.
Sekaligus menyuruh ulama untuk mengeluarkan fatwa bolehnya membunuh saudaranya.
Abdul
Aziz As-Syinnawi mengatakan dalam bukunya “Daulah Utsmaniyyah Daulah
Islamiyyah Al Muftara A’laiha,” bahwa ketika Sultan Bayazid melakukan
pembunuhan terhadap saudaranya sendiri, dikenal dengan nama “Hammamat Ad Dam.”
Karena
Bayazid membuat peraturan “pembunuhan saudara” pada masanya, yaitu sejak
pembunuhan saudaranya Ya’qub,
Dengan
Fatwa dari ilama Daulah Utsmaniyyah yang membolehkan membunuh saudara, bahkan
mewajibkannya.
Muhammad
Farid Beik, mengatakan bahwa Sultan Muhammad yang dijuluki Al-Fatih, saat
menguburkan jasad ayahnya, ia memerintahkan membunuh saudara sepersusuannya yang
bernama Ahmad.
Dan
seorang Sultan Salim I, membunuh saudaranya sendiri, anak-anak saudaranya, dan
tidak ada yang tersisa dari saudara-saudaranya kecuali Muhammad. Muhammad lari
ke sebuah gunung, lalu ia ditangkap dan dibunuhnya.
Al
Bakri menyebutkan didalam bukunya “Al Minh Ar Rahmaniyyah Fi Tarikh Daulah
Utsmaniyyah,” Sultan Sulaiman, yang dijuliki Al Qanuni. Ia membunuh anaknya,
Musthofa,
Lalu
mengumpulkan anaknya, Bayazid, kemudian mengumpulkan anak- anak dari anak
Bayazid. Jumlah mereka 4 orang, cucu-cucunya.
Kemudian
dibunuhlah anak-anak tersebut dengan dicekik, di depan ayah mereka, Bayazid.
Ketika
Sulaiman Al Qanuni kehilangan cucunya yang 4, kemudian dia mendatangi ayah
mereka, Bayazid, dan membunuhnya dengan dicekik.
As
Syinnawi menggambarkan dalam bukunya “Daulah Utsmaniyyah Daulah Muftara
a’laiha” di juz pertama, belum pernah terjadi tindakan pembunuhan saudara
yang dilegalkan dalam peraturan secara resmi, kecuali setelah masa Sultan
Muhmmad Al Fatih, yang berkuasa sejak 1451 sampai 1481.
Al
Fatih mengeluarkan peraturan seputar kekuasaan Sultan yang datang setelahnya
dan menguasai singgasana, untuk melakukan tindakan pembunuhan terhadap saudara
mereka.
Kenapa?
Ia mengatakan untuk menjamin keselamatan Daulah dan Keamanan Hukum. Peraturan
ini mereka beri nama “Qanun Nafid.”
Apa
isinya? Kepada siapapun dari anak-anaknya -anak-anak Muhammad Al Fatih- yang
menguasai kesultanan agar membunuh saudaranya.
Seorang
peneliti Muhammad Jamil Beihm dalam bukunya “Falsafat Tarikh Utsmani,” dia
menetapkan 14 Sultan Utsmani, seluruhnya melakukan pembunuhan terhadap
saudara-saudara mereka. Tujuannya, untuk mengakhiri persaingan antara mereka
dari perebutan singgasana.
Seorang
sejarawan terkenal Turki, Khalil Inaj, dalam bukunya “Ad Daulah Al
Utsmaniyyah,” dia mengatakan bahwa Murod III ketika menguasai kesultanan,
pekerjaan pertama yang ia lakukan adalah mencekik 5 saudaranya,
Sedangkan
Sultan Muhammad III, Ayahnya Murod III, telah memerintahkan untuk membunuh
seluruh saudaranya, berjumlah 19 pangeran.
Pada
saat menguburkan jasad ayah Sultan Murod IV, Sultan Murod III, dia membunuh 3
saudaranya.
As
Syinnawi juga menyebutkan dalam bukunya “Daulah Utsmaniyyah Daulah Muftara
A’laiha,” bahwa jumlah lelaki dalam satu keluarga yang dibunuh ketika
salah satu sultan berkuasa di masa Daulah Utsmaniyyah, mencapai 40 orang.
Mereka
terdiri dari orang tua, remaja, anak-anak kecil, saudara sepersusuan, dan
semuanya dibunuh dalam 1 hari.
Di
Istanbul, seluruh rakyat keluar untuk membawa keranda untuk menguburkan
jasad-jasad mereka, karena jumlahnya yang banyak.
Seorang
peniliti non-Arab, Alma Walton, menyebutkan dalam bukunya “Abdul Hamid
Dzillullah Fil Ardh,” bahwa dahulu di Istana Sultan terdapat wanita
terlatih, seorang bidan anak.
Mereka
dijuluki “Qabilat Ad Damawiyyah,” mereka bertugas memutus keturunan tanpa belas
kasih.
Ia
mengatakan, mereka mencabut ari-ari dari saudara sepersusuan Sultan,
membiarkannya terbuka sampai mati. Karena sultan tidak ingin anak-anaknya
saling menjatuhkan untuk sebuah singgasana sepeninggalannya.
Maka,
dia memerintahkan untuk membunuh salah satu anaknya yang telah lahir,
dengan cara membuka ari-arinya hingga kehabisan darah sampai mati
Ini
karena mereka mengikuti hukum orang-orang Mongol, Tatar
Oleh
karena itu, perhatikanlah sejarah Daulah Utsmaniyyah, perhatikanlah
kejadian-kejadiannya yang keji yang belum pernah terjadi atau belum pernah
ditemukan, kecuali dengan hukum-hukum orang Mongol dan cara-cara orang Tatar.
Pembunuhan
keji, pembantaian yang kejam, tidak ada yang pernah melakukannya kecuali mereka
orang-orang Tatar Mongol, yang mana itu adalah perbuatan yang benar-benar jauh
dari Syariah Islam, dan sunnah yang shahih.
Ketika
Jumlah para Sultan Daulah Utsmaniyyah menjadi banyak, mereka mencoba
menghilangkan peraturan tersebut (pembunuhan terhadap saudaranya).
Para
sultan mengajukan pendapat lain, yang diberi nama “Rukubatul Askhos.”
Apa
bentuk peraturan ini di zaman Daulah Utsmaniyah? Dana apa kaitannya denga ilmu
tanjim (ramalan bintang)? Bagaimana bisa Daulah Utsmani berpatokan dengan ilmu
ramalan ini?
https://saudinesia.com/2020/07/03/halaqah-ke-5-turki-utsmani-pembunuhan-keluarga-hingga-ilmu-tanjim/
Turki
Utsmani: Pencurian, Perampokan dan Penindasan di Damaskus dan Kairo
Pada
halaqah sebelumnya, sempat kita bicarakan apa yang dilakukan pasukan Utsmani di
negeri Arab pada saat menguasainya. Pada hakikatnya, itu seperti perbuatan
Tatar Mongol ketika menjajah bangsa Arab sebelum mereka.
Sekarang
kita akan perkuat bukti sejarah yang menunjukkan kesamaan tersebut. Bukan hanya
sekedar mirip, tetapi kecocokan yang dilakukan pasukan Turki Utsmani dalam
kejahatan, pencurian, dan penindasan di negeri Arab, dengan bangsa Mongol saat
mereka menjajah negeri Arab.
Simak
apa yang terjadi di Damaskus ketika dikuasai oleh pasukan Turki.
Ibn
Hamsyi, seorang saksi sejarah penjajahan Sultan Sulaiman I dan Sulaiman
al-Qanun di Suriah, wafat pada tahun 934 H.
Dalam
bukunya “Hawadits Az Zaman Wa Wafiyyaat As Syuyukh Wal Aqran,” dia
menggambarkan bagaimana Sulaiman Al -Qanuni menguasai Damaskus pada tahun 927
H.
Dia
mengatakan bahwa bala tentara Sultan Sulaiman Al-Qanuni memasuki Damaskus saat
gerbang masuk negeri terbuka. Tidak ada seorangpun yang menghadang mereka.
Penduduk
Damaskus menyambutnya dengan damai, tidak melakukan perlawanan tetapi
menawarkan perdamaian.
Seharusnya,
dengan menyerah tanpa perlawanan ataupun peperangan , mereka berhak mendapatkan
keamanan.
Akan
tetapi, lihatlah apa yang dilakukan bala tentara Turki Sulaiman Al-Qanuni
terhadap penduduk Damaskus! Di saat mereka menyambut damai dan menyerahkan
diri!
Ibn
Hamsyi mengatakan, “saat pasukan Turki Utsmani mendapati pintu gerbang terbuka,
tidak ada satupun yang menghadang mereka, seorang perwakilan benteng menemui
mereka dengan membawa kunci-kunci benteng, dan diserahkan begitu saja kepada
mereka.”
Kemudian,
simak apa yang kemudian diceritakan Ibn Hamsyi kepada kalian mengenai kejadian
selanjutnya.
“Mereka
merampok toko-toko di pasar tanpa menyisakan apapun di dalamnya, bahkan sampai
mengambil “qatharmiz,” kotak yang terbuat dari kaca yang biasa
digunakan pemilik toko untuk menaruh minyak atau menaruh manisan.”
Ia
mengatakan, “sampai-sampai mereka mengambil qatharmiz, merampok
rumah-rumah, menghilangkan barnag, tidak ada satupun masyarakat yang selamat
kecuali sedikit.”
Penduduk
Damaskus mengalami tekanan lebih dahsyat dibandingkan saat penjajahan yang
dilakukan Tymour Lang.
Pasukan
Turki Utsmani memasuki negeri itu, merampas kain-kain penduduk, barang-barang
mereka, merampok toko-toko yang ada di pasar tanpa menyisakan apapun
didalamnya, yaitu seperti apa yang dilakukan orang-orang Tatar Mongol.
Kemudian
Ibn Hamsyi mengatakan, “Tentara-tentara Turki Utsmani mengambil banyak sekali
wanita dari Damaskus, menculik anak-anak dan budak-budak, mereka tidak
menyisakan apapun, tidak kuda, tidak juga keledai!
Seorang
Sejarawan Suriah, Ibn Tholun As Sholihi, yang wafat pada tahun 935 ia
menceritakan apa yang disaksikan dalam bukunya “Mufakahatul Khillan.”
Dia
mengatakan menyaksikan perlakukan bala tentara Sultan Salim terhadap penduduk
Damaskus, pada tanggal 11 Ramadhan 922 H.
Pasukan
itu menyerang warga Damaskus, mengeluarkan warga penduduk dari rumah-rumah
mereka, untuk kemudian ditempati oleh tentara-tentara setelah mengusir warga
dari rumahnya.
Ibn
Tholun mengatakan, “banyak warga dikeluarkan dari rumah mereka, dibuang
barang-barangnya ke jalanan, menelantarkan wanita hamil yang mengandung janin
di dalam perutnya.”
Terjadi
kepedihan terhadap rakyat Damaskus, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kala
itu, penduduk Damaskus terpaksa tinggal di gedung-gedung sekolah dan
masjid-masjid. Pasukan Turki mengatakan tidak memandang kecil, besar, tidak
menghormati ahli ilmu, Ahlu Qur’an dan yang lainnya.
Simak,
bagaimana Ibn Tholun menggambarkan masuknya Sulaiman Al Qanuni beserta
tentaranya yang ke Damaskus 927 H.
Dikisahkan
bagaimana mereka merempas dan meneror warga penduduk Damaskus.
Ibn
Tholun menceritakan di Juz Ke-2 bukunya, kemudian para tentara Turki menyerang
orang-orang yang tidak bersalah, perkampungan warga Damaskus. Mereka merusak
pintu-pintu rumah, toko-toko, tempat-tempat pembuatan. Merampas harta-harta
rakyat, kuda-kuda mereka.
Tidak
ada yang selamat dari kekejian pasukan Turki Utsmani kecuali Allah
menghilangkan penglihatan mereka hari itu.
Itulah
bala tentara Sultan Sulaiman Al-Qanuni, Sultan yang paling agung pada masa
Daulah Utsmaniyyah.
Beginilah
perbuatan mereka, seperti perbuatan Mongol Tatar; pencurian, perampasan,
perampokan, meneror keamanan.
Lantas
bagaimana ketika Daulah Utsmani menjajah Kairo di Mesir? Tonton kisah
lengkapnya di video berikut ini:
Kekejaman
di Kairo, Meniru Tatar Mongol
Pembunuhan
yang dilakukan orang-orang Turki Utsmani, caranya sama seperti yang dilakukan
orang-orang Mongol.
Pembunuhan
ini terjadi dengan cara yang keji dan mengerikan, cara-cara yang dilakukan
berdasarkan cara bangsa Mongol dan metode orang-orang Tatar
Apa
bukti itu semua? Buktinya adalah buku-buku sejarah yang banyak menceritakan itu
semua.
Ibn
Tholun adalah seorang saksi yang hidup, dalam bukunya “Mufakahatul
Khillan,” mengatakan, orang-orang Turki datang dengan kebiasaan yang
buruk, membunuh orang-orang setelah menyiksanya, yaitu dengan alat “khazuq.”
Khazuq
adalah alat yang dimasukkan dari dubur seseorang, lewat melalui perut,
menghancurkannya, membuat isi dalamnya berdarah, hingga keluar dari mulut orang
tersebut.
Kemudian
mereka membiarkannya hingga kehabisan darah dan mati.
Ibn
Tholun mengisahkan bahwa orang-orang Damaskus, mereka tidak mengetahui khozuq
sebelumnya, tetapi ketika bangsa Turki-lah yang membawanya,
Orang-orang
Turki menyerang orang-orang yang tidak bersalah, melakukan kekejian baik di
lapangan kota atau di muka umum, agar mereka takut terhadap pasukan Turki
Utsmani.
Ibn
Iyas seorang saksi hidup, menyebutkan dalam bukunya “Bada’i Az
Zuhur” juz ke-5. Saat di Mesir, Sultan Utsmani dan bala tentara Turki, dalam
perjalanan mereka untuk menjajah Mesir, mereka melewati Gaza di Palestina.
Mereka
memperlakukan orang-orang Gaza dengan pembunuhan, kekerasan, penindasan,
perampasan, menyekap para wanita dan membunuh anak-anak.
Kemudian
Ibn Iyas menyebutkan, apa yang dia saksikan atas tentara-tentara Turki saat
tiba di Mesir.
Ia
mengatakan dalam bukunya yang sama, bahwa orang-orang Turki membunuh
orang-orang Mesir ketika perang Ridaniyyah sebanyak 4 ribu orang. Di
antaranya raja-raja, pengawal, dan anak-anak.
Pembunuhan
dari bangsa Arab di timur dan barat dengan jumlah yang banyak.
Ini
menyebabkan banyak jasad bergelimpangan di jalanan, meskipun berdekatan dengan
kuburan, sehingga tanah mengering karenanya.
Tidak
bisa dikenali mana jasad pemimpin, mana jasad raja atau rakyatnya. Ibn Iyas
sampai mengatakan banyak mayat tanpa kepala.
Sultan
salim ketika di Kairo, setiap hari menyerukan perdamaian dan ketentraman.
Tetapi kenyataannya, tetap terjadi perampasan, pembunuhan, penindasan oleh
tentara-tentara Turki Utsmani.
Ibn
Iyas juga mengatakan, bahwa tentara-tentara Turki Utsmani memasuki Masjid Jami’
Sayyidah Nafisah setelah mengahncurkan makamnya, menginjak-injak
kuburannya, mengambil lampu yang terbuat dari perak, lentera dan permadani yang
ada di dalamnya.
Pasukan
Turki, membunuh siapa saja yang ada di masjid Jami’ Sayyidah Nafisah.
Ibn
Iyas juga mengatakan, bahwa tentara-tentara Turki Utsmani pergi ke masjid jami’
Syaikhu, kemudian membakarnya, termasuk siapa saja yang ada di dalamnya.
Ketika
itu di dalamya ada banyak orang dan mereka membakarnya, kemudian membakar
Rumah-rumah yang ada disekitarnya.
Lalu
mereka menangkap seorang Khatib di Masjid Jami’ tersebut, menyerahkannya kepada
Sultan Salim.
Ketika
itu Sultan telah beniat memotong lehernya, kalau saja Allah tidak mendatankgan
orang yang meminta syafaat, atau meminta ampun kepada Sultan untuk
mengampuninya.
Ibn
Iyas juga mengisahkan, bahwa Orang-orang Utsmani mengambil orang-orang awam dan
anak-anak kecil. Kemudian mempermainkannya dengan pedang.
Di
Kairo, Kebaikan pergi dengan kejahatan.
Banyak
jasad manusia terbuang di jalanan, dari gerbang Zuwailah sampai pada Ramlah, di
Kairo.
Mereka
membunuh orang-orang dengan jumlah yang tak terhitung; di Syailiba, di Jembatan
Syiba, Di Nashiriyyah, dan di Mesir ‘Atiqah.
Jumlah
orang yang terbunuh ketika itu, menurut Ibn Iyas, lebih dari 10 ribu orang.
Inilah
hakikat perbuatan orang-orang Mongol dan Tatar sebelum mereka. Dan bangsa Turki
kemudian mencotoh perbuatan tersebut.
Ibn
Iyas juga menuliskan, pasukan menyerang masjid-masjid Jami’ dan mengambil apa
yang ada di dalamnya dari penduduk Mesir dan raja-raja Syaraqisah.
Masjid
Jami’ Azhar, Masjid Jami’ Hakim, Masjid Jami’ Ibn Tholun, Masjid-masjid Jami’
lainnya dan sekolahan, menjadi sasaran mereka.
Saksikan
penjelasannya DR. Sultan AlAshqah dalam video di bawah ini:
Kekejaman
Daulah Turki Utsmani di Mesir