KIBLAT.NET –
Prof. DR. Quraish Shihab kembali mendapat sorotan dari umat Islam di Indonesia
atas komentarnya yang kontroversial dalam program “Tafsir Al-Misbah” yang
disiatkan di Metro TV pada 12 Juli 2014 lalu. Namun, bagi Quraish Shihab
kontroversi bukanlah barang baru. Ulama lulusan Universitas Al-Azhar Kairo ini
kerap mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan jumhur ulama umat Islam
dalam urusan syari’at.
Misalnya sekitar tahun
2006 lalu, pengarang Tafsir Al-Misbah ini mengeluarkan buku berjudul “Jilbab
Pakaian Wanita Muslimah”. Prof. Quraish Shihab memaparkan pandangannya
yang ‘kontroversial’ tentang jilbab. Sudah lama ia mempunyai pendapat bahwa
jilbab adalah masalah khilafiah – satu pendapat yang ganjil menurut pandangan
para ulama Islam terkemuka.
Dalam bukunya
tersebut, Quraish menyimpulkan, bahwa: “ayat-ayat al-Quran yang berbicara
tentang pakaian wanita mengandung aneka interpretasi.” Juga, dia katakan:
“bahwa ketetapan hukum tentang batas yang ditoleransi dari aurat atau badan
wanita bersifat zhanniy yakni dugaan.”
Masih menurut
Quraish, “Perbedaan para pakar hukum itu adalah perbedaan antara
pendapat-pendapat manusia yang mereka kemukakan dalam konteks situasi zaman
serta kondisi masa dan masyarakat mereka, serta pertimbangan-pertimbangan nalar
mereka, dan bukannya hukum Allah yang jelas, pasti dan tegas.
Di sini,
tidaklah keliru jika dikatakan bahwa masalah batas aurat wanita merupakan salah
satu masalah khilafiyah, yang tidak harus menimbulkan tuduh-menuduh apalagi
kafir mengkafirkan. (hal. 165-167). Dalam bukunya yang lain, “Wawasan
Al-Quran”, (cetakan ke-11, tahun 2000), hal. 179), Quraish juga sudah menulis:
“Bukankah Al-Quran tidak menyebut batas aurat? Para ulama pun ketika
membahasnya berbeda
pendapat.”
Pandangan
Quraish Shihab tersebut mendapat kritik keras dari Dr. Eli Maliki, doktor
bidang fiqh yang juga lulusan Al-Azhar, Kairo. Membahas QS 24:31 dan 33:59, Eli
Maliki menjelaskan, bahwa Al-Quran sendiri sudah secara tegas menyebutkan batas
aurat wanita, yaitu seluruh tubuh, kecuali yang biasa tampak, yakni muka dan
telapak tangan. Para ulama tidak berbeda pendapat tentang masalah ini. Yang
berbeda adalah pada masalah: apakah wajah dan telapak tangan wajib ditutup?
Sebagian mengatakan wajib menutup wajah, dan sebagian lain menyatakan, wajah
boleh dibuka.
Salah seorang ulama lain yang sama-sama lulusan dari
Universitas Al-Azhar, Kairo, DR. Ahmad Zain An-Najah bahkan membantah buku
karangan Quraish Shihab dengan judul, “Jilbab Menurut Syariat Islam (Meluruskan
Pandangan Quraish Shihab). Doktor bidang fiqh tersebut menguraikan dengan
gamblang sejumlah kelemahan ilmiah Quraish Shihab, diantaranya ialah tidak
cerman dan teliti dalam penukilan, sangat sedikit menggunakan referensi fiqh,
tidak merujuk pada referensi primer, pengaburan terhadap pendapat para ulama,
dan seabreg kurangnya pemenuhan amanah ilmiah dalam mengambil kesimpulan hukum.
Untuk mendalami masalah ini anda bisa melihat tulisan DR. Ahmad Zain dan merujuknya
ke situs ahmadzain.com.
Quraish Shihab dan Syiah
Prof. Dr. Quraish Shihab, juga pernah dikecam karena
secara halus memberikan pembelaannya terhadap kaum Syi’ah dengan menulis buku
berjudul “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?”. Buku ini diterbitkan
oleh Penerbit Lentera Hati pada Maret 2007.
Namun, pembelaan Prof. Dr. Quraish Shihab tersebut
mendapat kritikan tajam dari Tim Penulis Buku Pustaka Pondok Pesantren
Sidogiri. Tim penulis ini menulis buku sanggahan pembelaan Quraish Shihab
terhadap Syiah yang berjudul “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah? Jawaban
atas Buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?”
pada September 2007.
Kedekatan Quraish Shihab dengan pemikiran Syiah
juga terlihat ketika ia meluncurkan buku berjudul Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian
Kosa Kata dan Tafsirnya, yang diterbitkan oleh Bayt Al-Qur’an dan Museum
Istiqlal bekerjasama dengan Yayasan Bimantara (2007).
Salah satu indikasinya, dalam Ensiklopedi itu
kerap menggunakan kitab tafsir yang populer di kalangan Syi’ah berjudul
“Al-Mizan” karangan At-Thabathaba’i sebagai referensi dalam penulisan entri.
Bahkan dapat dikatakan, rujukan utama Ensiklopedi ini adalah tafsir Syi’ah yang
memberikan penafsiran terhadap Al-Qur’an sesuai dengan pemahaman aliran Syi’ah
yang memusuhi sahabat-sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikian pula dalam karyanya Tafsir-Al-Misbah, banyak di antara kutipannya yang
merujuk pada kitab tafsir Al-Mizan yang sangat dipuja kalangan syi’ah.
Namun, seperti dikutip dari Republika Online, Quraish
Shihab menampik tudingan bahwa dirinya adalah pengikut syi’ah.
“Nabi SAW saja difitnah, apalagi cuma Quraish Shihab,”
ujarnya sambil tertawa ringan. Dia menjelaskan, prinsip syiah sangat jelas
seperti percaya kepada imamah. Tak hanya itu, terdapat ritual khas yang kerap
dijalankan penganut syiah seperti shalat di batu karbala dan menangguhkan
puasa.
“Orang-orang yang menuding saya Syiah, apakah pernah
melihat saya shalat di atas batu Karbala? Apakah, ketika Ramadhan, pernah
melihat saya tangguhkan buka puasa 10 hingga 15 menit, sebagaimana keyakinan
Syiah,” ujar Quraish seperti dikutip dari Republika pada Senin, 17 Februari
2014.
Meski Quraish Shihab menampik dituduh Syiah, namun
kedekatannya dengan kelompok Syiah di Indonesia tak bisa dipungkiri lagi. Di
Indonesia, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran bernama, ICC
(Islamic Cultural Center). Lembaga ini telah berdiri sejak 2003 di bilangan
Pejaten, Jakarta Selatan.
Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC,
di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar
Shihab (salah seorang Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat) dan Prof. Quraish
Shihab. Ia mengajar di lingkungan Syiah bersama tokoh-tokoh syiah di Indonesia
seperti Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, O. Hashem dan sejumlah
keturunan alawiyin atau habaib dari kalangan syiah, seperti Agus Abu Bakar
al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Ditulis Oleh:
Fajar Shadiq