Abu
Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Telah
sampai kepada kami beberapa usulan pembaca agar kami mengkritik sebuah buku
yang beredar akhir-akhir ini yang dipublikasikan secara gencar dan mendapatkan
sanjungan serta kata pengantar dari para tokoh. Oleh karenanya, untuk
menunaikan kewajiban kami dalam menasihati umat, kami ingin memberikan studi
kritis terhadap buku ini, sekalipun secara global saja sebab tidak mungkin kita
mengomentari seluruh isi buku rang penuh dengan syubhat tersebut dalam tulisan
kita yang terbatas ini. Semoga Alloh menampakkan kebenaran bagi kita dan
melapangkan hati kita untuk menerimanya.
JUDUL
BUKU DAN PENULISNYA
Judul
buku ini adalah Sejarah Berdarah Sekfe Salafi Wahabi, ditulis oleh Syaikh
Idahram, penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, cetakan pertama, 2011. Buku ini
mendapatkan rekomendasi tiga tokoh agama yang populer namanva yaitu KH. Dr.
Said Agil Siraj, KH. Dr. Ma’ruf Amin, dan Muhammad Arifin Ilham.
BANTAHAN
SECARA GLOBAL TEHADAP BUKU INI
Terus
terag, untuk membantah buku ini membutuhkan beberapa jilid buku sebab buku ini
sarat dan bertabur kebohongan, kedustaan, kesesatan dan penyimpangan. Sebagai
gambaran umum, kami katakan:
Setelah
kami menulis artikel ini, al-hamdulillah telah banyak para penulis yang
memobngkar aurat buku ini, diantaranya adalah: al-Ustadz Firanda Abu Abdil
Muhsin dalam bukunya “Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah”, AM. Waskito dalam bukunya
“Bersikap Adil Terhadap Wahabi”, dan Sofyan Cholid dalam bukunya “Salafy Antara
Tuduhan dan Kenyataan”. Belum lagi artikel-artikel para ustadz lainnya di
internet. Oleh karenanya, saya kira bantahan-bantahan tersebut sudah cukup bagi
orang yang berakal.
Buku ini
dari sampul depan hingga sampul belakang penuh kebohongan dan kedustaan. Adapun
sampul depan, penulis misterius ini menyebut dirinya dengan bertopeng Syaikh
Idahram, padahal itu bukan nama sesungguhnya. Dan telah sampai kabar kepadaku
dari beberapa ikhwan di Jakarta yang terpercaya bahwa nama sesungguhnya adalah
Marhadi kebalikan dari Idahram. Bayangkan, jika nama penulisnya saja terbalik,
bagaimana dengan isinya?! Jangan aneh jika isinya banyak terbalik dari
kenyataan. Kenapa penulis ini begitu pengecut dalam pertempuran wacana ilmiyah
sehingga tidak menampakkan identitas aslinya?!!
Adapun
sampul akhirnya, karena mencatut nama-nama tokoh tersohor yang memberikan
rekomondasi terhadap buku ini seperti KH. Ma’ruf Amin (ketua MUI) dan Muh.
Arifin Ilham, padahal keduanya menyatakan tidak pernah meberikan rekomondasi
tersebut, baca aja belum apalagi memberi rekomondasi?! Tentang Muh. Arifin
Ilham, bisa diklik di http://arrahmah.com/read/2011/12/08/16720-kebohongan-syaikh-idahram-atas-nama-arifin-ilham.html#.
Adapun tentang KH. Ma’ruf Amin, saya pernah tanyakan langsung kepada kawan yang
sangat dekat dengan beliau, ternyata beliau menyatakan: “Benar saya mendapatkan
kiriman buku itu, tapi saya belum membacanya apalagi memebri rekomondasi, dan
saya tidak ingin terlibat dalam pertikaian umat”. Jika sampul depan dan
akhirnya saja dusta, lantas bagaimana dengan isinya?! Sungguh, sangat luaaaar
biasa kebohongnya!!!
3. Buku
ini ditunggangi oleh pemikiran Syi’ah sebagaiman dapat diketahui oleh pembaca
yang jeli terhadap buku ini. Hal ini sebagaimana telah disingkap oleh Ust.
Firanda dalam bukunya, juga AM. Waskito dalam bukunya, ditambah lagi Ust. Agus
Hasan Bashori dalam makalahnya berjudul “Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte
Salafi Wahabi” Mengusung Faham Rafidhah (Syi’ah Iran)”. Silakan baca
di http://www.gensyiah.com/waspada-buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi-mengusung-faham-rafidhah-syiah-iran.html
Setelah
kita mengetahui beberapa fakta di atas, berikut ini bantahan singkat dan
sederhana sebagai partisipasi kai dalam membela kebenaran dan membantah
serangan-serangan terhadap kebenaran. Semoga Allah meneguhkan kita semua di
atas al-Haq. Amiin
AQIDAH
WAHABI ADALAH TAJSIM?
Pada
hlm. 234 penulis mengatakan:
Akidah
Salafi Wahabi adalah aqidah Tajsim dan tasybih (menyerupakan Allah dengan
makhluk) yang sama persis dengan akidah orang-orang Yahudi. Dalil-dalil mereka
begitu rapuhnya, hanya mengandalkan hadits-hadits ahad dalam hal akidah.
Jawaban:
Ini
adalah tuduhan dusta, sebab aqidah mereka dalam asrna’ wa shifat sangat jelas
mengimani nama dan sifat Alloh yang telah disebutkan al-Qur’an dan hadits yang
shohih tanpa tahrif (pengubahan), ta’thil (pengingkaran), takyif (menanyakan
hal/kaifiat), maupun tamtsil (penyerupaan).[1] Di antara dalil yang menunjukkan hal
ini adalah firman Alloh:
“Tidak
ada yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”(QS. asy-Syuro [42]: 11)
Inilah
aqidah ulama-ulama salaf, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i, beliau pernah
berkata:
“Kita
menetapkan sifat-sifat ini yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan
kita juga meniadakan penyerupaan sebagaimana Alloh meniadakan penyerupaun
tersebut dari diri Nya dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan-Nya.’ (QS. Asy-Syuro [42 : 11).[2]
Namun,
jangan merasa aneh dengan tuduhan ini, karena demikianlah perilaku ahli ahwa’
semenjak dulu. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata, “Seluruh Ahlus Sunnah telah
bersepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah serta mengartikannya secara zhohirnya. Akan tetapi, mereka tidak
rnenggambarkan bagaimananya/bentuknya sifat¬sifat tersebut. Adapun Jahmiyyah,
Mu’tazilah, dan Khowarij mengingkari sifat-sifat Alloh dan tidak mengartikannya
secara zhohirnya. Lucunya, mereka menyangka bahwa orang yang menetapkannya
termasuk Musyabbih (kaum yang menyerupakan Alloh dengan makhluk).”[3]
Semoga
Alloh merahmati al-Imam Abu Hatim ar-Rozi yang telah mengatakan, “Tanda ahli
bid’ah adalah mencela ahli atsar. Dan tanda Jahmiyyah adalah menggelari Ahli
Sunnah dengan Musyabbihah.”[4]
lshaq
bin Rohawaih mengatakan, “Tanda Jahm dan pengikutnya adalah menuduh Ahli Sunnah
dengan penuh kebohongan dengan gelar Musyabbihah padahal merekalah sebenarnya
Mu’aththilah (menidakan/mengingkari sifat bagi Alloh).”[5]
PEMBAGIAN
TAUHID BID’AH?
Pada
him. 236 penulis mengatakan:
Pembagian
tauhid kepada tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah diciptakan oleh Ibnu
Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad berlalu dari masa Rasulullah.
Pernyataan yang seperti ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah, para sahabat,
tabi’in, tabi’i tabi’in maupun ulama-ulama salaf terdahulu, termasuk Imam Ahmad
bin Hanbal, bahkan tidak terdapat juga dalam karya murid-murid Imam Ahmad yang
terkenal seperti Ibnul Jauzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir. Demikianlah Salafi
Wahabi mengklaim selalu mengikuti salaf shalih tetapi kenyataannya tidak ada
seorangpun dari Salaf Shalih yang membagi tauhid kepada pembagian seperti ini.
Lagi-lagi, Salafi Wahabi melempar Al-Qur’an, Sunnah dan Salaf Shalih ke tong
sampah.
Jawaban:
Pembagian
para ulama bahwa tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah,
Asma’ wa Shifat adalah berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil
al-Qur’an dan hadits Nabi Pembagian ini bukanlah perkara baru (baca: bid’ah)[6], tetapi pembagian ini berdasarkan
penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan perbuatan para ulama ahli
Bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fill, dan huruf.[7]
Bahkan,
banyak sekali ayat-ayat yang meng¬gabung tiga macam tauhid ini bagi prang yang
mau mencermatinya, seperti firman Alloh:
“Tuhan
(yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam [79]: 65)
Firman-Nya “Tuhan
(yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya” menunjukkan
tauhid rububiyyah. “Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam
beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid uluhiyyah. “Apakah
kamu mengetahui sesuatu yang serupa denganNya” menunjukkan tauhid
asma’ wa shifat.[8]
Lebih
dari itu -jika kita jeli- surah pertama dalam al-Qur’an (al-Fatihah) mengandung
tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam al-Qur’an (an-Nas). Seakan-akan
hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa kandungan al-Qur’an adalah tiga jenis
tauhid ini.[9] Syaikh Hammad al-Anshori berkata,
“Alloh membuka kitab-Nya dengan Surah aI-Fatihah yang berisi tentang pentingnya
tauhid dan menutup kitab-Nya dengan Surah an-Nas yang berisi tentang pentingnya
tauhid. Hikmahnya adalah wahai sekalian manusia sebagaimana kalian hidup di
atas tauhid maka wajib bagi kalian mati di atas tauhid.”[10]
Demikian
juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan pembagian ini, seandainya
kami menukilnya niscaya tidak akan termuat dalam majalah ini. Dalam
kitabnya al-Mukhtashorul Mufid fi’ Bayani Dalail Aqsami Tauhid,
Syaikh Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad menukil ucapan-ucapan ulama
salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu
Hanifah (w. 150 H), Ibnu Mandah (182 H), Ibnu Jarir (310 H), ath-Thohawi (w.
321 H), Ibnu Hibban (354 H), Ibnu Baththoh (387 H), Ibnu Khuzaimah (395 H),
ath-Thurtusi (520 H), al-Qurthubi (671 H). Lantas, akankah setelah itu kita
percaya dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru
dimunculkan oleh Ibnu Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah seperti pernyataan
penulis?! Pikirkanlah wahai orang yang berakal!!!
KAKAK
SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
Pada
hlm. 34 penulis mengatakan:
Sebaliknya,
karena keyakinan menyimpangnya itu, kakaknya yang bersama Sulaiman ibnu Abdil
Wahhab mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan begitu pedas, melalui dua
bukunya, ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabiyah dan kitab
Fashlu al-Khitab fi ar-Radi ‘ala Muhammad bin Abdil Wahhab. Dua bukunya itu
dirasa penting untuk di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari
ajaran Islam dan akidah umat secara umum.
Jawaban:
Benar,
kami tidak mengingkari bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, saudara Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab termasuk orang yang menentang dakwah beliau. Namun,
ada dua poin yang perlu diperhatikan bersama untuk menanggapi hal ini:
Pertama: Antara
Nasab dan Dakwah yang Benar
Kita
harus ingat bahwa adanya beberapa kerabat atau keluarga yang menentang dakwah
tauhid bukanlah suatu alasan batilnya dakwah yang haq. Tidakkah kita ingat
bahwa para nabi, para sahabat, para ahli tauhid, dan sebagainya, ada saja
sebagian dari keluarga mereka baik bapak, anak, saudara, atau lainnya yang
memusuhi dakwah mereka?! Kisah Nabi Nuh dengan anak dan istrinya, Nabi Ibrahim
dan ayahnya, Nabi Muhammad dan pamannya merupakan kisah yang populer di
kalangan masyarakat. Apakah semua itu menghalangi kebenaran dakwah tauhid,
wahai hamba Alloh?! Sungguh benar sabda Nabi :
“Barang
siapa amalnya lambat, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya.”[11]
Kedua: Kembalinya
Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab
Mayoritas
ulama[12] mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman bin
Abdul Wahhab telah bertaubat dan menerima dakwah tauhid, sebagaimana disebutkan
Ibnu Ghonnam[13], Ibnu Bisyr[14], Syaikh Dr. Muhammad bin Sa’ad as-Syuwa’ir[15], dan sebagainya. Apakah hal ini diketahui
oleh musuh-musuh dakwah?! Ataukah kebencian telah mengunci hati mereka?!
Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Mas’ud an-Nadwi, “Termasuk
orang yang menentang dakwah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah
saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahhab (wafat 1208 H) yang menjadi qadhi
di Huraimila’ sebagai pengganti ayahnya. Dia menulis beberapa tulisan berisi
bantahan kepada saudaranya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dipenuhi
dengan kebohongan. Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ghonnam bahwa dia
menyelisihi saudaranya hanya karena dengki dan cemburu saja. Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab telah menulis bantahan terhadap tulisan-tulisannya, tetapi
pada akhirnya Alloh memberinya hidayah, (sehingga dia) bertaubat dan menemui
saudaranya di Dar’iyyah pada tahun 1190 H yang disambut baik dan dimuliakan
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada buku Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab
yang tercetak dengan judul ash-Showa’iq IIahiyyah fi ar-,Roddi ‘ala
Wahhabiyyah. Musuh-musuh tauhid sangat gembira dengan buku ini, namun
mereka sangat malu untuk menyebut taubatnya Sulaiman.”[16]
MUHAMMAD
BIN ABDUL WAHHAB GEMAR MEMBACA KITAB NABI PALSU?
Pada
him. 34 penulis mengatakan:
Selain
itu, Ibnu Abdul Wahhab juga gemar membaca berita dan kisah-kisah para pengaku
kenabian seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, Aswad al’Unsi dan Thulaihah
al-Asadi.
Jawaban:
Syaikh
Sulaiman bin Sahman berkata membantah tuduhan ini: “lni juga termasuk
kebohongan dan kedustaan. Yang benar, beliau gemar membaca kitab-kitab tafsir
dan hadits sebagaimana beliau katakan sendiri dalam sebagian jawabannya, ‘Dalam
memahami Kitabulloh, kita dibantu dengan membaca kitab-kitab tafsir populer
yang banyak beredar, yang paling bagus menurut kami adalah tafsir Muhammad bin
Jarir ath-Thobari dan ringkasannya karya Ibnu Katsir asy-Syafi’i, demikian pula
al-Baidhowi, aI-Baghowi, Al-Khozin, al-Jalalain, dan sebagainya. Adapun tentang
hadits, kita dibantu dengan membaca syarah-syarah hadits seperti syarah
al-Qostholani dan al-Asqolani terhadap Shohih al-Bukhori, an-Nawawi terhadap
(Shohih) Muslim, al-Munawi terhadap al-jami’ ash-Shoghir, dan kitab-kitab
hadits lainnya, khususnya kutub sittah (enam kitab induk hadits) beserta
syarahnya, kita juga gemar menelaah seluruh kitab dalam berbagai bidang, ushul
dan kaidah, siroh, shorof, nahwu, dan semua ilmu umat’.”[17]
PEMBUNUHAN
DAN PENGKAFIRAN
Pada
hlm. 61-138 penulis menguraikan panjang lebar bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab melakukan pembunuhan dan pengkafiran terhadap kaum muslimin, termasuk
ulama. Inilah yang menjadi inti buku tersebut.
Jawaban:
Demikian
penulis artikel memuntahkan isi hatinya tanpa kendali!! Aduhai alangkah
murahnya dia mengobral kebohongan dan melempar tuduhan!! Tidakkah dia sedikit
takut akan adzab dan mengingat akibat para pendusta yang akan memikul dosa?!
Tidakkah dia menyadari bahwa dusta adalah ciri utama orang-orang yang hina?!!
Tuduhan
yang satu ini begitu laris-manis tersebar semenjak dahulu hingga kini, padahal
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri telah menepis tuduhan ini dalam banyak
kesempatan. Terlalu panjang kalau saya nukilkan seluruhnya,[18]maka kita cukupkan di sini sebagian saja:
Dalam
suratnya kepada penduduk Qoshim, beliau memberikan isyarat terhadap tuduhan
musuh bebuyutannya (Ibnu Suhaim), dan berlepas diri dari tuduhan keji yang
dilontarkan kepada beliau. Beliau berkata, “Alloh mengetahui bahwa orang
tersebut telah menuduhku yang bukan-bukan, bahkan tidak pernah terbetik dalam
benakku, di antaranya dia mengatakan bahwasanya aku mengatakan, ‘Manusia sejak
600 tahun silam tidak dalam keislaman, aku mengkafirkan orang yang bertawassul
kepada orang-orang sholih, aku mengkafirkan al-Bushiri, aku mengkafirkan orang
yang bersumpah dengan selain Alloh….’ Jawabanku terhadap tuduhan ini, ‘Maha
Suci Engkau ya Robb kami, sesungguhnya ini kedu¬staan yang amat besar.’”[19]
Demikian
juga dalam suratnya kepada Syaikh Abdurrohman as-Suwaidi -salah seorang ulama
Irak- mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang
ingin menghalangi dakwah tauhid. Beliau berkata, “Mereka mengerahkan Bala
tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, di antaranya
dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakaI pun malu untuk
menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang Anda
sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti
saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai,
bagaimana bisa haI ini diterima oleh seorang yang berakal sehat? Adakah seorang
muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu?!”[20]
Syaikh
Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan di atas, “Adapun
tuduhan yang didustakan kepada kami dengan tujuan untuk menutupi kebenaran dan
menipu manusia bahwa kami mengkafirkan manusia secara umum, manusia yang semasa
dengan kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun enam ratusan kecuali yang
sepaham dengan kami. Berekor dari itu, bahwa kami tidak menerima bai’at seorang
kecuali setelah dia mengakui bahwa dirinya dahulu adalah musyrik, demikian pula
kedua orang tuanya mati dalam keadaan syirik kepada Alloh … semua ini hanyalah
khurofat yang jawaban kami seperti biasanya, ‘Maha Suci Engkau ya
Alloh, ini adalah kebohongan yang nyata.’ Barang siapa menceritakan
dari kami seperti itu atau menisbatkan kepada kami maka dia telah berdusta dan
berbohong tentang kami. Barang siapa menyaksikan keadaan kami dan menghadiri
majelis ilmu kami serta bergaul dengan kami, niscaya dia akan mengetahui secara
pasti bahwa semua itu adalah tuduhan palsu yang dicetuskan oleh musuh-musuh
agama dan saudara-saudara setan untuk melarikan manusia dari ketundukan dan
memurnikan tauhid hanya kepada Alloh saja dengan ibadah dan meninggalkan
seluruh jenis kesyirikan.”[21]
Syaikh
Sulaiman bin Sahman berkata, “Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi para sahabat, dan para imam pendahulu.
Beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan
Rosul-Nya dan disepakati kekufurannya oleh umat. Beliau mencintai seluruh ahli
Islam dan ulama mereka. Beliau beriman dengan setiap kandungan al-Qur’an dan
hadits shohih. Beliau juga melarang keras dari menumpahkan darah kaum muslimin,
merampas harta dan kehormatan mereka. Barang siapa menisbatkan kepada beliau
hal yang berseberangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan salaf umat
ini maka dia telah dusta serta berkata tanpa dasar ilmu.”[22]
BEKERJA
SAMA DENGAN INGGRIS MERONGRONG KEKHOLIFAHAN TURKI UTSMANI
Pada
hlm. 120 penulis membuat judul “Wahabi bekerja sama dengan inggris merongrong
kekholifahan Turki Utsmani”.
Jawaban:
Demikianlah,
mereka tidak memiliki modal dalam dialog ilmiah kecuali hanya tuduhan dan
ke-dustaan semata. Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tatkala
mengatakan; “Semua bentuk kesyirikan dan beragam corak kebid’ahan dibangun di
atas kebohongan dan tuduhan dusta. Oleh karenanya, setiap prang yang semakin
jauh dari tauhid dan sunnah, maka dia akan lehih dekat kepada kesyirikan,
kebid’ahan, dan kedustaan.”[23] Dan alangkah benarnya ucapan
al-Hafizh Ibnul Qoyyim
Janganlah
engkau takut akan tipu daya musuh
Karena
senjata mereka hanyalah kedustaan[24]
Beberapa
sosok setan berwujud manusia dari orang-orang Eropa berpikir tentang akibat
yang akan menimpa mereka jika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung
pemerintahan Su’ud (Saud) pertama memperluas pengaruhnya. Mereka melihat bahwa
apa yang dilakukan oleh pemerintah Su’ud akan mengancam kepentingan mereka di
kawasan timur secara umum.
Oleh
karma itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan pemerintahan ini. Mereka
pun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam menghancurkan dakwah salafiyyah
ini, di anta-ranya adalah:
Pertama: Penebaran
opini publik di tengah negeri Islam melawan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah dan khurofat memerangi dakwah
Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas di saat itu, yang paham quburiyyun,
khurofiyyun, bid’ah, dan syirik telah mendarah daging di dalarn hati
mereka, bahkan parahnya kesultanan Ustmaniyyah generasi akhir adalah termasuk
pemerintahan yang mendukung kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi
setelah Inggris dan Francis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari ulama su’
(jahat) yang memfatwakan bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah
rusak.[25]
Kedua: Mereka
menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan pemimpin kesul-tanan
Utsmaniyyah. Orang-orang Inggris dan Francis menebarkan racun ke dalam pikiran
Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan
untuk memerdekakan jazirah Arab dan memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun
merespons dan herupaya memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau
meragukan nasihat dari kaum kuffar ini, lalu meneliti dan melakukan investigasi
terhadap berita ini.[26]
Sesungguhnya
Inggris dan Francis mulai dari awal telah membenci gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab, terlebih setelah pemerintah Alu (KeIuarga) Su’ud beserta orang-orang
Qowashim mampu melakukan serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1860
M sehingga perairan Teluk berada di bawah kekuasaannya.[27] Sesungguhnya asas-asas Islam yang
murni menjadi fondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan tujuan utama
didirikannya negara ini adalah untuk melawan kejahatan orang-orang asing di
kawasan itu.[28]
Sungguh
sangat “jauh panggang dari api” apabila dikatakan bahwa Muhammad bin Abdul
Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris, padahal dengan
menyebarnya dakwah yang diberkahi ini ke pelosok dunia lain, melahirkan para
pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad Irfan dan para pengikutnya adalah
gerakan yang pertama kali membongkar kebobrokan Mirza GhuIam Ahmad al-Qodiyani
(pendiri gerakan Ahmadiyah) yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah
kepanjangan tangan dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad
memerangi kolonial Inggris saat itu di negeri mereka.[29] Di Indonesia, tercatat ada Tuanku
Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk, dan selainnya yang memerangi
bid’ah, khurofat, dan maksiat kaum adat sehingga meletuslah Perang Padri, dan
mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang memerangi kolonialisme Belanda.[30] Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika,
dan belahan negeri lainnya, yang mereka semua adalah para pejuang Islam yang
membenci kolonialisme kaum kuffar Eropa.”[31]
CIRI
KHAS WAHABI CUKUR PLONTOS?
Pada
hlm. 139-180 penulis membawakan judul hadits-hadits Rosululloh tentang salafy
wahabi, di antaranya pada hlm. 164 penulis mengatakan ciri¬ciri mereka adalah
cukur plontos; sehingga pada him. 167 penulis mengatakan:
Ini
adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdul
Wahhab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya
untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya.
Jawaban:
Tuduhan
ini sangat mentah, tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia
dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Aduhai, alangkah
beraninya penulis dalam memanipulasi hadits Rosululloh dan menafsirkannya
sesuai dengan selera hawa nafsunya semata!! Seperti inikah cara Anda dalam
beragumentasi wahai hamba Alloh?!!
Syaikh
Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah tuduhan bahwa
ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut kepalanya, “Sesungguhnya
ini adalah kedustaan dan kebohongan tentang kami. Seorang yang beriman kepada
Alloh dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini, sebab kekufuran dan
kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara
agama yang ma’lum bi dhoruroh (diketahui oleh semua).
Jenis-jenis kekufuran baik berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang
maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di
antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kami pun tidak berpendapat bahwa
mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari Islam
bila ditinggalkan.”[32]
NEJED,
TEMPAT KELUARNYA TANDUK SETAN
Pada
hlm. 151-152 penulis membawakan hadits bahwa sumber fitnah berasal dari Nejed,
dan dari Nejed muncul dua tanduk setan, sehingga pada hlm. 156 penulis menukil
ucapan Sayyid Alwi al-Haddad bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa yang
dimaksud dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah al-Kadzdzab dan
Muhammad bin Abdul Wahhab.
Jawaban: [33]
Sebenarnya
apa yang dilontarkan oleh saudara penulis di atas bukanlah suatu hal yang baru,
melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan
kebohongan ini, dari orang-orang yang hatinya disesatkan Alloh. Semuanya
berkoar bahwa maksud “Nejed” dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz dan
maksud fitnah yang terjadi adalah dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!!!
Kebohongan
ini sangat jelas sekali bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan
diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi:
1.
Hadits itu saling menafsirkan
Bagi
orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan
lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi bagi dia penafsiran yang benar
tentang makna Nejed dalam hadits ini. Dalam lafazh yang dikeluarkan al-Imam
ath-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir: 12/384 no. 13422 dari jalur Ismail bin
Mas’ud dengan sanad hasan: Menceritakan kepada kami Ubaidulloh bin Abdillah bin
Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari lbnu Umar dengan lafazh:
“Ya
Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, ya Alloh berkahilah kami dalam Yaman
kami.” Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya,
para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Dalam Irak kami?” Beliau
menjawab, “Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana
pula muncul tanduk setan.”
Syaikh
Hakim Muhammad Asyrof menulis buku khusus mengenai hadits ini berjudulAkmal
al-Bayan fl Syarhi Hadits Najd Qornu Syaithon. Dalam kitab ini beliau
mengumpulkan riwayat¬riwayat hadits ini dan menyebutkan ucapan para ulama ahli
hadits, ahli Bahasa, dan ahli geografi, yang pada akhirnya beliau membuat
kesimpulan bahwa maksud Nejed dalam hadits ini adalah Irak. Berikut kami
nukilkan sebagian ucapannya, “Maksud dari hadits-hadits di muka bahwa
negeri-negeri yang terletak di timur kota Madinah Munawwaroh[34] ; adalah sumber fitnah dan kerusakan,
markas kekufuran dan penyelewengan, pusat kebid’ahan dan kesesatan. Lihatlah di
peta Arab dengan cermat, niscaya akan jelas bagi Anda bahwa negara yang
terletak di timur Madinah adalah Irak saja, tepatnya kota Kufah, Bashrah, dan
Baghdad.”[35]
Dalam
tempat lainnya beliau mengatakan, “Ucapan para pensyarah hadits, ahli Bahasa,
dan pakar geografi dapat dikatakan satu kata bahwa Nejed bukanlah nama suatu
kota tertentu, namun setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya maka ia
disebut Nejed.”[36]
2.
Sejarah dan fakta
Sejarah
dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadits Nabi di atas bahwa Irak adalah
sumber fitnah[37] baik yang telah terjadi maupun yang
belum terjadi, seperti keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Perang jamaI, Penang Shiffin,
fitnah Karbala, tragedi Tatar. Demikian pula munculnya kelompok-kelompok sesat
seperti Khowarij yang muncul di kota Haruro’ (kota dekat Kufah), Rofidhoh
(hingga sekarang masih kuat), Mu’tazilah, jahmiyyah, dan Qodariyyah, awal
munculnya mereka adalah di Irak sebagaimana dalam hadits pertama Shohih Muslim.
3.
Antara kota dan penghuninya
Anggaplah
seandainya “Nejed” yang dimaksud oleh hadits di atas adalah Nejed Hijaz, tetap
saja tidak mendukung keinginan mereka, sebab hadits tersebut hanya mengabarkan
terjadinya fitnah di suatu tempat, tidak memvonis perorangan seperti Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab. Terjadinya fitnah di suatu tempat tidaklah
mengharuskan tercelanya setiap orang yang bertempat tinggal di tempat tersebut.
Demikianlah
-wahai saudaraku seiman- keterangan para ulama ahli hadits tentang hadits ini,
maka cukuplah mereka sebagai sumber tepercaya!
PENUTUP
Demikianlah
sekelumit yang dapat kami bahas tentang buku ini. Sebenarnya masih sangat
banyak tuduhan-tuduhan dusta dan penyimpangan yang ada dalam buku ini, namun
semoga apa yang sudah kami paparkan dapat mewakili lainnya.[38]Kesimpulannya, buku ini harus diwaspadai
oleh setiap orang dan sebagai gantinya hendaklah membaca buku-buku yang
bermanfaat. Wallohu A’lam
Penulis
: Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi
Sumber
: Majalah Al-Furqon Edisi 12 Th. ke-10 Rojab 1432 H [Juni-Juli 2011]
[1] Lihat Syarh Aqidah Imam Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab hlm. 22-24, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab menegaskan dalam aqidah beliau tersebut, “Saya tidak menyerupakan
sifat-sifat Allah dengan sifat MakhlukNya karena tidak ada yang serupa
denganNya.”
[2] Thobaqot Hanabilah Kar. Al-Qodhi Ibnu
Abi Ya’la : 1/283-284, Siyar A’lam Nubala’ Kar. Adz-Dzahabi: 3/3293, Manaqib Aimmah
Arba’ah kar. Ibnu Abdil Hadi hlm. 121, I’tiqad Imam Syafi’i kar. Al-Hakkari hlm
21.
[3] Mukhtashar Al-‘Uluw hal. 278-279
[4] Syarah Ushul I’tiqad Ahli Sunnal Wal
Jama’ah kar. Al-Lalikai 1/204, Dzammul Kalam kar. Al-Harowi: 4/390
[5] Syarah ushul I’tiqad kar. Al-Lalikai:
937, Syarah Aqidah Ath-Thahawiyah kar. Ibnu Abi Izzi Al-Hanafi: 1/85
[6] Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin
Al-Abbad menulis sebuah kitab berjudul Al-Qaulus Sadid fir Roddi ‘ala Man
Ankaro Taqsima Tauhid (Bantahan Bagus Terhadap Para Pengingkar Pembagian
Tauhid) Dalam kitab tersebut, beliau menyebutkan dalil-dalil dan ucapan-ucapan
ulama salaf yang menegaskan adanya pembagian tauhid ini dan membantah sebagian
kalangan yang mengatakan bahwa pembagian tauhid ini termasuk perkara bid’ah.
[7] Lihat At-Tahdzir min Mukhtashorot
Ash-Shobuni fi Tafsir. Hlm 331 –Ar-Rudud- oleh Syaikh Bakr Abu Zaid dan Adhwaul
Bayan kar. Imam Asy-Syinqithi: 3/488-493.
[8] Lihat al-Mawahib ar-Rabbaniyyah min
al-Ayat al-Qur’aniyyah kar. Syaikh Abdurrohman as-Sa’di him. 60.
[9] Min Kunuz al-Qur’an al-Karim kar.
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad: 1/149
[10] AI-Majmu’ fi Tarjamah Muhaddits
Hammad al-Anshari: 2/531
[11] HR. Muslim: 2699
[12] Saya katakan “mayoritas” karena
sebagian ulama mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman tetap dalam permusuhannya, di
antaranya adalah Syaikh Abdulloh al-Bassam dalam Ulama Nejed: 1/305 dan
sepertinya Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad dalam Da’awi al Munawi’in hlm. 41-42
cenderung menguatkan pendapat ini.
[13] Tarikh Nejed : 1/143
[14] Unwan Majd hlm. 65
[15] Dalam makalahnya “Sulaiman bin Abdul
Wahhab Syaikh Muftaro ‘Alaihi” dimuat dalam Majalah Buhuts Islamiyyah, edisi
60/Tahun 1421 H
[16] Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Mushlih Mazhlum hlm. 48-50
[17] Al-Asinnah Al-Haddad hlm. 12-13
[18] Lihat Majmu’ah Muallafat Syaikh:
5/25, 48, 100, 189 dan 3/11. Lihat buku khusus masalah ini berjudul Manhaj
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab fi Takfir – kata pengantar Dr. Nashir bin
Abdul Karim Al-‘Aql
[19] Majmu’ah Muallafat Syaikh : 5/11, 12
[20] Ibid. 5/36
[21] Al-Hadiyyah As-Saniyyah hlm. 40
[22] Al-Asinnah Al-Haddad fi ar-Raddi ‘ala
Alwi Al-Haddad hlm. 56-57 secara ringkas
[23] Iqtidho Siroth Mustaqim : 2/281
[24] Al-Kafiyah Asy-Syafiyah no. 198
[25] Lihat ad-Daulah al-Utsmaniyyah kar.
Dr Jamal Abdul Hadi hlm. 94 sebagaimana dalam ad-Daulah al-Utsmaniyyah Awamilin
wa Asbabis Suquth kar. Dr. Ali Muhammad Ash-Sholabi (terj. Bangkit dan
Runtuhnya Daulah Khalifah Utsmaniyyah)
[26] Ibid. hlm. 95
[27] Ibid. hlm. 158
[28] Ibid. hlm. 156
[29] Lihat Al-A’lam Al-Arobi fi tarikh
hadits dan Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruhu fi Alam Islami
karya Dr. Shalih Al-‘Abud
[30] Lihat Pusaka Indonesia Riwayat Hidup
Orang-orang Besar Tanah Air oleh Tamar Djaja cet. VI, 1965, Penerbit Bulan
Bintang Jakarta, hlm. 339 dst.
[31] Dinukil dari tulisan Al-Ustadz Abu
Salma berjudul “Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Mata Para Peneyesat Ummat”
yang dimuat dalam Majalah Adz-Dzakhiirah Edisi 17, Dzulqa’dah 1426 H.
[32] Ad-Durar As-Saniyyah : 10/275-276
cet. kelima
[33] Disadru dari kitab Al-Iroq Fi Ahadits
Wa Atsar Al-Fitan oleh Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Al Salman cet.
Maktabah Al-Furqon.
[34] “Ungkapan yang populer di kalangan
ahli sejarah dan ahli hadits adalah Madinah Nabawiyyah. Adapun menyebutnya
dengan Munawwaroh, maka saya belum mengetahuinya kecuali dalam kitab-kitab
orang belakangan.” Demikian dikatakan Syaikh Dr. Bakr bin Abdillah Abu Zaid
dalam Juz fi Ziyaroh Nisa’ Lil Qubur hlm. 5.
[35] Akmal Bayan hlm 16-17 tahqiq Abdul
Qadir As-Sindi, cet. Pertama , Pakistan 1402 H, dari Da’awi al-Munawi’in hlm.
190-191
[36] Ibid. hlm. 21
[37] Oleh karenanya para ulama menjadikan
hadit ini sebagai salah satu tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad –shallallohu
‘alaihi wa sallam-. Lihat Umdatul Qori kar. Al-‘Aini 24/200 dan Silsilah
Ash-Shohihah : 5/655, Takhrij Hadits Fadhoil Syam kar. Al-Albani hlm. 26-27
[38] Bagi anda yang ingin mengetahui
bantahan syubhat dan tuduhan secara lebih lengkap, silakan membaca kitab Da’awi
al-Munawi’in ‘an Da’wati Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kar. Dr. Abdul
Aziz Abdul Lathif dan buku kami Meluruskan Sejarah Wahhabi cet. Pustaka
Al-Furqon