Silat
Lidah Jalal Syiah, Kitab Imam Bukhari Pun Dicelanya di Markas Muhammadiyah
[ seperti dedengkot syi'i lainnya kerap membuat tasykik atau membuat upaya keragu-raguan terhadap sunnah. Arahnya mau menyerang Abu Hurairah RA. kelakuan si jallang seperti seperti tokoh syi'ah Mesir Hasan Syahatah ]
kenapa Muhammadiyah kasih panggung ke si Jallang, dimana ghirahnya terhadap Imam Bukhari. tidak ada pembelaan terhadap kemuliaan Imam Bukhari ?
baca juga :
Islamedia.co - “Saya dulu mengharamkan Mauludan. Saya
Muhammadiyah. Tapi karena saya sering diundang di acara Muludan. Jadi ya
sekarang saya menghalalkannya,” ujar Jalaludin Rahmat ringan, dalam acara
peluncuran Jurnal Maarif di Aula Pusat Dakwah Muhammadiyah, selasa (13/1/2015).
“Mufti Arab Saudi baru-baru ini mengatakan,
bahwa mauludan itu dosa besar,” tutur Jalal dalam nada mengadu domba. “Menurut
Mufti itu, dosanya itu lebih besar daripada zina dan pembunuhan,” kata Jalal
melanjutkan provokasinya. [
tipikal syi’i laknatullah, arah bicaranya mengadu domba antar ahlu sunnah ]
Jalaludin
juga bercerita soal kitab Al-Iqna. Ia mengutip pernyataan orang yang disebutnya
ulama Al-Azhar, Muhammad Abdullah Nashir, bahwa kitab Al-Iqna berisi soal
istinja, soal cebok, yang membolehkan pakai kertas taurat dan injil.
Tak
hanya itu, Jalaludin juga menyebut bahwa kitab shahih Imam Bukhari itu
memalukan umat Islam.
“Karena
itu buku pertama yang memberi dorongan untuk melakukan terorisme,” ujar Jalal
bermain aman, dengan cara mengutip perkataan ulama yang direferensinya itu.
Makmun
Murod Al-Barbasy, yang dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Islam dan Pancasila
Universitas Muhammadiyah Jakarta, langsung angkat bicara setelah diberi
kesempatan.
“Saya
mengkaji Al-Iqna juga waktu pesantren. Bahkan kitab itu dikaji di
banyak pesantren di Indonesia. Setahu saya, memang ada soal tatacara istinja
dengan kertas, tapi tidak ada soal kertas Turat dan Injil. Jadi ini klarifikasi
untuk Kang Jalal,” tandas Makmun menegaskan. [ si jallang gemar taqiyah !! ]
Ketika
gilirannya memberi balasan, Jalal kembali menerangkan bahwa itu didapatnya dari
internet. “Google saja,” katanya. Ia sendiri kemudian mengaku tidak pernah
membaca kitab itu, karena latar belakangnya bukan dari pesantren. “Saya ini
Muhammadiyah. Tidak pernah baca kitab-kitab seperti itu. Kalau Muhammadiyah itu
kan bacaannya kitab Al-Maraghi, kitab tafsir Rasyid Ridho, apa namanya itu,
ehh, nah itu, Al-Manar,” ungkap Jalal berkelit.
Ia
melanjutkan bahwa dirinya bersyukur kalau memang di kitab Al-Iqna yang ada di
Indonesia, tidak ada penulisan soal kertas Taurat dan Injil untuk istinja.
“Karena
dengan beitu berarti ulama-ulama kita di sini dulu sudah bijak, mengedit isi
kitab yang tidak sesuai,” ujar Jalal.
“Bahkan
kita memang harus mengedit ajaran-ajaran (yang fundamentalis) seperti itu,”
lanjutnya.[islamedia/zamrud.kh]
Ada Jalaluddin
Syiah di Markas Muhammadiyah?
Islamedia.co - “Saya masuk PDIP karena anjuran
Muhammadiyah,” ujar Jalaluddin Rahmat seraya melanjutkan cerita dengan nada
meledek.
“Waktu itu, di tempat ini juga, ada dialog
Sunnah-Syi'ah. Seorang pimpinan Muhammadiyah berkata kepada saya marah-marah
“Jalal, kamu berhenti dakwah di Muhammadiyah. Mending masuk PDIP sana!”' lanjut
Jalal sembari menirukan perkataan orang yang disebutnya pimpinan Muhmmadiyah
itu.
“Jadi
ya, sekarang saya ada di PDIP!” ujar Jalal ditingkahi seringai senyum seperti
merasa menang.
Jalal
berbicara di hadapan peserta acara peluncuran Jurnal Maarif, pada Selasa
(13/1/2015) malam. Puluhan orang memenuhi kursi yang tersedia di Aula Pusat
Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya 62 itu.
“Saya masuk politik ini membawa ideologi,”
tandas Jalal berulang-ulang. Dengan kata terputus-putus, ia mengaku ingin
menegakkan NKRI yang penuh kebhinekaan.
“Saya
akan memperjuangkan kepentingan minoritas. Mungkin untuk kepentingan
saya sendiri, karena Syi'ah itu minoritas. Tapi juga untuk kelompok minoritas
lainnya,” ungkap Jalal dengan yakin.
Ia
juga menegaskan, akan meninjau ulang ratusan peraturan perundangan yang menjadi
bagiannya di Komisi Agama DPR RI.
“Termasuk soal penistaan agama, supaya orang
tidak gampang dipenjara,” imbuhnya. Maarif Institute selaku penyelenggara
acara, mengusung tema “Politik Kebhinekaan di Indonesia; Antara Tantangan dan
Harapan.” Hadir sebagai pembicara ialah Jalaludin Rahmat, dan Ahmad Fuad
Fanani.[islamedia/zamrud.kh]