Di antara kebohongan terbesar dalam sejarah Islam adalah tudingan bahwa para
Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyembunyikan permusuhan di antara mereka! Sungguh,
tudingan ini sangat bathil dan jauh dari apa yang difirmankan Allah سبحانه و تعالى:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ ۗ
Artinya: “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Qs.
Ali-Imran:110)
Demikian juga,
tidak sesuai dengan sabda Rasulullah سبحانه و تعالى :
“Sebaik-baik
manusia adalah generasiku.” (HR. Al-Bukhari)
Di antara tanda
keterasingan Islam setelah berlalunya perieode tiga generasi yang utama adalah
munnculnya penulis-penulis yang mendistorsi dan menyelewengkan fakta sejarah.
Mereka menyelisihi dan menentang kebenaran. Mereka menyangka bahwasannya tidak
ada rasa persaudaraan di antara para Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم . mereka juga
menyangka bahwa para Sahabat tidak saling mengasihi, tetapi saling bermusuuhan,
saling mengutuk, saling menipu, bersifat hipokrit, dan melakukan konspirasi
satu sama lain. Semua keburukan ini, menurut para penulis itu, semata-mata
diperbuat Sahabat-Sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم karena penentangangan, permusuhan, kecenderungan
mengikuti hawa nafsu, dan egoisme untuk menggapai dunia.
Demi Allah,
mereka berbohong! Sungguh, mereka telah melemparkan kedustaan yang besar dan
nyata. Sebab justru sebaliknya, yang benar adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
Thalhah, az-Zubair, Abu Ubaidah, Aisyah, Fathimah, dan Sahabat-Sahabat yang
lain begitu mulia dan suci, sehingga tidak mungkin mereka terjatuh dalam
hal-hal hina tersebut.
Terlebih lagi,
Bani Hasyim dan Bani Umayah mengingat keislaman, kasih sayang, dan kekerabatan
mereka di samping hubungan keduanya yang erat, mereka lebih bersemangat dalam
berbuat kebaikan (daripada berselisih paham). Melalui kepemimpinan merekalah
negeri-negeri di luar Jazirah Arab ditaklukan, hingga orang berbondong-bondong
memeluk agama Allah سبحانه و تعالى berkat upaya
tersebut. Perlu diketahui pula bahwa nama-nama yang disebutkan itu nasabnya
bertemu pada Bani Hasyim, baik dari jalur hubungan paman, kekerabatan, ataupun
pernikahan.
Anda harus
yakin bahwa berita-berita yang benar, yaitu yang dinukilkan orang Mukmin yang
jujur dan shalih, menetapkan bahwa semua Sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah
orang-orang terbaik sepanjang sejarah manusia setelah para Nabi dan Rasul صلى الله عليه وسلم. Adapun
berita-berita miring tentang para Sahabat yang isinya menuduh mereka sebagai
orang-orang yang berjiwa sempit, itu hanyalah bualan yang disebarkan para
pendusta dan pemalsu hadits.
Bagaimana Kita Membaca Sejarah?
Kita harus
membaca sejarah seperti halnya membaca hadits-hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Tatkala
hendak membaca hadits-hadits beliau, tentu saja kita mengklarifikasi riwayatnya
terlebih dahulu, apakah sanadnya shahih, ataukah tidak? Tidak mungkin riwayat
dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم diketahui benar atau tidaknya tanpa melalui penelitian
sanad dan matan. Karenanya, para ulama memperhatikan hadits dan perawinya.
Mereka mengumpulkan setiap redaksi hadits yang diriwayatkan perawi,
memilah-milahnya, menilainya, dan memisahkan yang shahih dari yang dha’if.
Dengan metode ini, hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم bisa
dibersihkan dari cela, kebohongan, dan hal buruk semisal yang disiapkan
padanya.
Akan tetapi,
riwayat-riwayat terkait sejarah amat berbeda. Terkadang, kita menemukan
riwayat-riwayat yang tidak bersanad. Terkadang pula, kita menemukan sanadnya
tetapi biografi para perawi riwayat itu tidak ditemukan. Sering juga kita tidak
menemukan jarh (kritik) ataupun ta’dil (sanjungan) ulama terhadap perawinya
terkait kredibilitas periwayanya. Alhasil, kita kesulitan untuk menghukumi
riwayat tentang sejarah tersebut dikarenakan tidak mengetahui keadaan sebagian
perawinya. Dengan kata lain, meneliti keontetikan sejarah lebih sulit daripada
keotentikan hadits. Oleh sebab itu, kita tidak boleh menyepelekannya. Justru,
kita harus mengklarifikasi dan mengetahui cara pengambilan riwayat sejarah yang
shahih.
Berikut
beberapa kitab sejarah yang harus diwaspadai.
1.Al- Aghaani
karya Abul Faraj al-Ashbahani. Kitab ini berisi obrolan, syair, dan nyanyian
yang dicampuri berita-berita yang tidak benar.
2.Al-Iqdul
Farid karya Ibnu Abdi Rabbih. Kitab sastra ini banyak memuat nukilan-nukilan
palsu.
3.Al-Imaamah
was Siyaasah yang dinisbatkan kepada Ibnu Qutaibah rahimahullah, tetapi
penisbatan ini adalah dusta belaka.
4.Murujudz
Dzahab atau Taatikh al-Mas’udi karya al-Mas’udi. Kisah-kisah yang dituturkan di
dalam kitab ini tidak bersanad. Ibnu Taimiyah رحمه الله bahkan
mengomentarinya:”Dalam Taarikh al-Mas’udi terdapat banyak kebohongan, saking
banyaknya, sampai-sampai tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah سبحانه و تعال
5.Syarh Nahjil
Balaaghah karya ‘Abdul Hamid bin Abul Hadid, seorang Mu’tazilah yang
dinilai dha’if oleh para ulama al-Jarh wat Ta’dil. Orang yang mengetahui alas
an penyusunan kitab ini pasti akan meragukan diri dan karya penulisnya. Kitab
ini disusun demi al-Wazir bin al-Alqami, seseorang yang menjadi penyebab utama
terbunuhnya jutaan Muslim Baghdad di tangan bangsa Tartar.
6.Tarikh al-Ya’qubi.
Kitab ini dipenuhi riwayat-riwayatmursal, tidak ada sanadnya yang bersambung
secara utuh. Penulisnya sendiri adalah seorang yang tertuduh sebagai
pembohong.(ZE)
Dikutip dari
Buku: Inilah Faktanya (Dr. 'Utsman bin Muhammad al-Khamis)