[ situs hizbut tahrir/al khilafah banyak menyebar fitnah dan kedengkian pada Negeri Tauhid Saudi Arabia ]
Kelompok Hizbut Tahrir dan Khilafah, Sorotan
Ilmiah Tentang Selubung Sesat Suatu Geraka
Bagi orang yang tidak mengenal secara mendalam
tentang kelompok Hizbut Tahrir, tentu akan menganggap tujuan mereka yang ingin
mendirikan Khilafah Islamiyyah sebagai cita-cita mulia. Namun bila mengkaji
lebih jauh siapa mereka, siapa pendirinya, bagaimana asas perjuangannya dan
sebagainya, kita akan tahu bahwa klaim mereka ingin mendirikan Khilafah
Islamiyyah ternyata tidak dilakukan dengan cara-cara yang Islami.
Apa Itu Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir (untuk selanjutnya disebut HT)
telah memproklamirkan diri sebagai kelompok politik (parpol), bukan kelompok
yang berdasarkan kerohanian semata, bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga
pendidikan (akademis) dan bukan pula lembaga sosial (Mengenal HT, hal. 1).
Atas dasar itulah, maka seluruh aktivitas yang
dilakukan HT bersifat politik, baik dalam mendidik dan membina umat, dalam
aspek pergolakan pemikiran dan dalam perjuangan politik. (Mengenal HT, hal. 16)
Adapun aktivitas dakwah kepada tauhid dan
akhlak mulia, sangatlah mereka abaikan. Bahkan dengan terang-terangan mereka
nyatakan:
“Demikian pula, dakwah kepada akhlak mulia
tidak dapat menghasilkan kebangkitan…, dakwah kepada akhlak mulia bukan dakwah
(yang dapat) menyelesaikan problematika utama kaum muslimin, yaitu menegakkan
sistem khilafah.”(Strategi Dakwah HT, hal. 40-41).
Padahal dakwah kepada tauhid dan akhlak mulia
merupakan misi utama para nabi dan rasul.
Allah menegaskan:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Beribadahlah hanya kepada Allah dan
jauhilah segala sesembahan selain-Nya’.” (An-Nahl: 36)
Rasulullah juga menegaskan:
“Aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan
akhlak yang bagus.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Ahmad, dan
Al-Hakim. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 45)
Tujuan dan Latar Belakang
Mewujudkan kembali Daulah Khilafah Islamiyyah
di muka bumi, merupakan tujuan utama yang melatarbelakangi berdirinya HT dan
segala aktivitasnya. Yang dimaksud khilafah adalah kepemimpinan umat dalam
suatu Daulah Islam yang universal di muka bumi ini, dengan dipimpin seorang
pemimpin tunggal (khalifah) yang dibai’at oleh umat. (Lihat Mengenal HT, hal.
2, 54 )
Para pembaca, tahukah anda apa yang melandasi
HT untuk mewujudkan Daulah Khilafah Islamiyyah di muka bumi?
Landasannya adalah bahwa semua negeri kaum muslimin
dewasa ini –tanpa kecuali– termasuk kategori Darul Kufur (negeri kafir),
sekalipun penduduknya kaum muslimin. Karena dalam kamus HT, yang dimaksud Darul
Islam adalah daerah yang di dalamnya diterapkan sistem hukum Islam dalam
seluruh aspek kehidupan termasuk dalam urusan pemerintahan, dan keamanannya
berada di tangan kaum muslimin, sekalipun mayoritas penduduknya bukan muslim.
Sedangkan Darul Kufur adalah daerah yang di
dalamnya diterapkan sistem hukum kufur dalam seluruh aspek kehidupan, atau
keamanannya bukan di tangan kaum muslimin, sekalipun seluruh penduduknya adalah
muslim. (Lihat Mengenal HT, hal. 79)
Padahal tolok ukur suatu negeri adalah keadaan
penduduknya, bukan sistem hukum yang diterapkan dan bukan pula sistem keamanan
yang mendominasi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Keberadaan suatu bumi
(negeri) sebagai Darul Kufur, Darul Iman, atau Darul Fasiqin, bukanlah sifat
yang kontinu (terus-menerus/langgeng) bagi negeri tersebut, namun hal itu
sesuai dengan keadaan penduduknya. Setiap negeri yang penduduknya adalah
orang-orang mukmin lagi bertakwa maka ketika itu ia sebagai negeri wali-wali
Allah.
Setiap negeri yang penduduknya orang-orang
kafir maka ketika itu ia sebagai Darul Kufur, dan setiap negeri yang
penduduknya orang-orang fasiq maka ketika itu ia sebagai Darul Fusuq. Jika
penduduknya tidak seperti yang kami sebutkan dan berganti dengan selain mereka,
maka ia disesuaikan dengan keadaan penduduknya tersebut.” (Majmu’ Fatawa,
18/282)
Para pembaca, mengapa –menurut HT– harus satu
khilafah? Jawabannya adalah, karena seluruh sistem pemerintahan yang ada dewasa
ini tidak sah dan bukan sistem Islam. Baik itu sistem kerajaan, republik
presidentil (dipimpin presiden) ataupun republik parlementer (dipimpin perdana
menteri). Sehingga merupakan suatu kewajiban menjadikan Daulah Islam hanya satu
negara (khilafah), bukan negara serikat yang terdiri dari banyak negara bagian.
(Lihat Mengenal HT, hal. 49-55)
Ahlus Sunnah Wal Jamaah berkeyakinan bahwa pada
asalnya Daulah Islam hanya satu negara (khilafah) dan satu khalifah. Namun,
jika tidak memungkinkan maka tidak mengapa berbilangnya kekuasaan dan pimpinan.
Al-’Allamah Ibnul Azraq Al-Maliki, Qadhi
Al-Quds (di masanya) berkata: “Sesungguhnya persyaratan bahwa kaum muslimin (di
dunia ini) harus dipimpin oleh seorang pemimpin semata, bukanlah suatu
keharusan bila memang tidak memungkinkan.” (Mu’amalatul Hukkam, hal. 37)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Para imam dari setiap madzhab bersepakat bahwa seseorang yang berhasil
menguasai sebuah negeri atau beberapa negeri maka posisinya seperti imam
(khalifah) dalam segala hal. Kalaulah tidak demikian maka (urusan) dunia ini
tidak akan tegak, karena kaum muslimin sejak kurun waktu yang lama sebelum
Al-Imam Ahmad sampai hari ini, tidak berada di bawah kepemimpinan seorang
pemimpin semata.” (Mu’amalatul Hukkam, hal. 34)
Al-Imam Asy-Syaukani berkata: “Adapun setelah
tersebarnya Islam dan semakin luas wilayahnya serta perbatasan-perbatasannya
berjauhan, maka dimaklumilah bahwa kekuasaan di masing-masing daerah itu di
bawah seorang imam atau penguasa yang menguasainya, demikian pula halnya daerah
yang lain. Perintah dan larangan sebagian penguasapun tidak berlaku pada daerah
kekuasaan penguasa yang lainnya. Oleh karenanya (dalam kondisi seperti itu -pen)
tidak mengapa berbilangnya pimpinan dan penguasa bagi kaum muslimin (di daerah
kekuasaan masing-masing -pen). Dan wajib bagi penduduk negeri yang terlaksana
padanya perintah dan larangan (aturan -pen) pimpinan tersebut untuk
menaatinya.” (As-Sailul Jarrar, 4/512)
Demikian pula yang dijelaskan Al-Imam
Ash-Shan’ani, sebagaimana dalam Subulus Salam (3/347), cet. Darul Hadits.
Kapan HT Didirikan?
Kelompok sempalan ini didirikan di kota Al-Quds
(Yerusalem) pada tahun 1372 H (1953 M) oleh seorang alumnus Universitas
Al-Azhar Kairo (Mesir) yang berakidah Maturidiyyah1 dalam masalah asma` dan
sifat Allah, dan berpandangan Mu’tazilah dalam sekian permasalahanagama.Dia adalah
Taqiyuddin An-Nabhani, warga Palestina yang dilahirkan di Ijzim Qadha Haifa
pada tahun 1909. Markas tertua mereka berada di Yordania, Syiria dan Lebanon
(Lihat Mengenal HT, hal. 22, Al-Mausu’ah Al-Muyassarah, hal. 135, dan
Membongkar Selubung Hizbut Tahrir (1) hal. 2, Asy-Syaikh Abdurrahman
Ad-Dimasyqi).
Bila demikian akidah dan pandangan keagamaan
pendirinya, lalu bagaimana keadaan HT itu sendiri?!
Wallahul musta’an.
Landasan Berpikir Hizbut Tahrir
Landasan berpikir HT adalah Al Qur‘an dan As
Sunnah, namun dengan pemahaman kelompok sesat Mu’tazilah bukan dengan pemahaman
Rasulullah dan para shahabatnya. Mengedepankan akal dalam memahami agama dan
menolak hadits ahad dalam masalah akidah merupakan ciri khas keagamaan mereka.
Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila ahli
hadits zaman ini, Asy-Syaikh Al-Albani, menjuluki mereka dengan Al-Mu’tazilah
Al-Judud (Mu’tazilah Gaya Baru).
Padahal jauh-jauh hari, shahabat ‘Ali bin Abi
Thalib telah berkata: “Kalaulah agama ini tolok ukurnya adalah akal, niscaya
bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya.”2 (HR. Abu
Dawud dalam Sunan-nya no. 162, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani)
Demikian pula menolak hadits ahad dalam masalah
akidah, berarti telah menolak sekian banyak akidah Islam yang telah ditetapkan
oleh ulama kaum muslimin.
Di antaranya adalah: Keistimewaan Nabi Muhammad
atas para nabi, syafaat Rasulullah untuk umat manusia dan untuk para pelaku
dosa besar dari umatnya di hari kiamat, adanya siksa kubur, adanya jembatan
(ash-shirath), telaga dan timbangan amal di hari kiamat, munculnya Dajjal,
munculnya Al-Imam Mahdi, turunnya Nabi ‘Isa u di akhir zaman, dan lain
sebagainya.
Adapun dalam masalah fiqih, akal dan rasiolah
yang menjadi landasan. Maka dari itu HT mempunyai sekian banyak fatwa nyeleneh.
Di antaranya adalah: boleh mencium wanita non muslim, boleh melihat gambar
porno, boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, boleh bagi wanita
menjadi anggota dewan syura mereka, boleh mengeluarkan jizyah (upeti) untuk
negeri kafir, dan lain sebagainya. (Al-Mausu’ah Al-Muyassarah, hal. 139-140)
Langkah Operasional untuk Meraih Khilafah
Bagi HT, khilafah adalah segala-galanya. Untuk
meraih khilafah tersebut, HT menetapkan tiga langkah operasional berikut ini:
1. Mendirikan Partai Politik
Dengan merujuk Surat Ali ‘Imran ayat 104, HT
berkeyakinan wajibnya mendirikan partai politik. Untuk mendirikannya maka harus
ditempuh tahapan pembinaan dan pengkaderan (Marhalah At-Tatsqif) (Lihat
Mengenal HT hal. 3).
Pada tahapan ini perhatian HT tidaklah
dipusatkan kepada pembinaan tauhid dan akhlak mulia. Akan tetapi mereka
memusatkannya kepada pembinaan kerangka Hizb (partai), memperbanyak pendukung
dan pengikut, serta membina para pengikutnya dalam halaqah-halaqah dengan
tsaqafah (materi pembinaan) Hizb secara intensif, hingga akhirnya berhasil
membentuk partai. (Lihat Mengenal HT hal. 22, 23)
Adapun pendalilan mereka dengan Surat Ali
‘Imran ayat 104 tentang wajibnya mendirikan partai politik, maka merupakan
pendalilan yang jauh dari kebenaran. Adakah di antara para shahabat Rasulullah,
para tabi’in, para tabi’ut tabi’in dan para imam setelah mereka yang
berpendapat demikian?!
Kalaulah itu benar, pasti mereka telah
mengatakannya dan saling berlomba untuk mendirikan parpol! Namun kenyataannya
mereka tidak seperti itu. Apakah HT lebih mengerti tentang ayat tersebut dari
mereka?!
Cukup menunjukkan batilnya pendalilan ini
adalah bahwa parpol terbangun di atas asas demokrasi, yang amat bertolak
belakang dengan Islam. Bagaimana ayat ini dipakai untuk melegitimasi sesuatu
yang bertolak belakang dengan makna yang dikandung ayat? Wallahu a’lam.
2. Berinteraksi dengan Umat (Masyarakat)
Berinteraksi dengan umat (Tafa’ul Ma’al Ummah)
merupakan tahapan yang harus ditempuh setelah berdirinya partai politik dan
berhasil dalam tahapan pembinaan dan pengkaderan. Pada tahapan ini, sasaran
interaksinya ada empat:
– Pertama: Pengikut Hizb, dengan mengadakan
pembinaan intensif agar mampu mengemban dakwah, mengarungi medan kehidupan
dengan pergolakan pemikiran dan perjuangan politik (Lihat Mengenal HT, hal.
24). Pembinaan intensif di sini tidak lain adalah doktrin ‘ashabiyyah
(fanatisme) dan loyalitas terhadap
HT.
-Kedua: Masyarakat, dengan mengadakan pembinaan kolektif/umum yang disampaikan
kepada umat Islam secara umum, berupa ide-ide dan hukum-hukum Islam yang
diadopsi oleh Hizb. Dan menyerang sekuat-kuatnya seluruh bentuk interaksi antar
anggota masyarakat, tak luput pula interaksi antara masyarakat dengan
penguasanya.
Taqiyuddin An-Nabhani berkata: “Oleh karena
itu, menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antar sesama anggota
masyarakat dalam rangka mempengaruhi masyarakat tidaklah cukup, kecuali dengan
menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dengan
rakyatnya dan harus digoyang dengan kekuatan penuh, dengan cara diserang
sekuat-kuatnya dengan penuh keberanian.” (Lihat Mengenal HT, hal. 24, Terjun ke
Masyarakat, hal. 7)
Betapa ironisnya, Rasulullah memerintahkan kita
agar menjadi masyarakat yang bersaudara dan taat kepada penguasa, sementara HT
justru sebaliknya. Mereka memecah belah umat dan memporakporandakan
kekuatannya. Lebih parah lagi, bila hal itu dijadikan tolok ukur keberhasilan
suatu gerakan sebagaimana yang dinyatakan pendiri mereka:
“Keberhasilan gerakan diukur dengan kemampuannya
untuk membangkitkan rasa ketidakpuasan (kemarahan) rakyat, dan kemampuannya
untuk mendorong mereka menampakkan kemarahannya itu setiap kali mereka melihat
penguasa atau rezim yang ada menyinggung ideologi, atau mempermainkan ideologi
itu sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu penguasa.” (Pembentukan Partai
Politik Islam, hal. 35-36)
– Ketiga: Negara-negara kafir imperialis yang
menguasai dan mendominasi negeri-negeri Islam, dengan berjuang menghadapi
segala bentuk makar mereka (Lihat Mengenal HT, hal. 25).
Demikianlah yang mereka munculkan. Namun kenyataannya, di dalam upaya
penggulingan para penguasa kaum muslimin, tak segan-segan mereka meminta
bantuan kepada orang-orang kafir dan meminta perlindungan dari negara-negara
kafir. (Lihat Membongkar Selubung Hizbut Tahrir (1) hal. 5)
– Keempat: Para penguasa di negeri-negeri Arab
dan negeri-negeri Islam lainnya, dengan menyerang seluruh bentuk interaksi yang
berlangsung antara penguasa dengan rakyatnya dan harus digoyang dengan kekuatan
penuh, dengan cara diserang sekuat-kuatnya dengan penuh keberanian. Menentang
mereka, mengungkapkan pengkhianatan, dan persekongkolan mereka terhadap umat,
melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta berusaha
menggantinya apabila hak-hak umat dilanggar atau tidak menjalankan kewajibannya
terhadap umat, yaitu bila melalaikan salah satu urusan umat, atau mereka
menyalahi hukum-hukum islam. (Terjun Ke Masyarakat, hal. 7, Mengenal HT, hal.
16,17).
Para pembaca, inilah hakikat manhaj Khawarij
yang diperingatkan Rasulullah. Tidakkah diketahui bahwa Rasulullah menjuluki
mereka dengan “Sejahat-jahat makhluk” dan “Anjing-anjing penduduk neraka”!
Semakin parah lagi di saat mereka tambah
berkomentar: “Bahkan inilah bagian terpenting dalam aktivitas amar ma’ruf nahi
munkar.” (Mengenal HT, hal. 3)
Tidakkah mereka merenungkan sabda Rasulullah :
“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan
petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Dan akan ada di antara para
penguasa tersebut orang-orang yang berhati setan dalam bentuk manusia.”
Hudzaifah berkata: “Apa yang kuperbuat bila aku
mendapatinya?”
Rasulullah bersabda (artinya): “Hendaknya
engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut! Walaupun dicambuk punggungmu
dan dirampas hartamu maka (tetap) dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah
(dia).” (HR. Muslim dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman z, 3/1476, no. 1847)?!
Demikian pula, tidakkah mereka renungkan sabda
Rasulullah :
“Barangsiapa ingin menasehati penguasa tentang
suatu perkara, maka janganlah secara terang-terangan. Sampaikanlah kepadanya
secara pribadi, jika ia menerima nasehat tersebut maka itulah yang diharapkan.
Namun jika tidak menerimanya maka berarti ia telah menunaikan kewajibannya
(nasehatnya).” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi ‘Ashim, dari shahabat ‘Iyadh bin Ghunmin
, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah, hadits no. 1096)?!
Namun sangat disayangkan, HT tetap menunjukkan
sikap kepala batunya, sebagaimana yang mereka nyatakan:
“Sikap HT dalam menentang para penguasa adalah
menyampaikan pendapatnya secara terang-terangan, menyerang dan menentang. Tidak
dengan cara nifaq (berpura-pura), menjilat, bermanis muka dengan mereka,
simpang siur ataupun berbelok-belok, dan tidak pula dengan cara mengutamakan
jalan yang lebih selamat. Hizb juga berjuang secara politik tanpa melihat lagi
hasil yang akan dicapai dan tidak terpengaruh oleh kondisi yang ada.” (Mengenal
HT, hal. 26-27)
Mereka gembar-gemborkan slogan “Jihad yang
paling utama adalah mengucapkan kata-kata haq di hadapan penguasa yang zalim.”
Namun sayang sekali mereka tidak bisa memahaminya dengan baik.
Buktinya, mereka mencerca para penguasa di
mimbar-mimbar dan tulisan-tulisan. Padahal kandungan kata-kata tersebut adalah
menyampaikan nasehat “di hadapan” sang penguasa, bukan di mimbar-mimbar dan
lain sebagainya.
Tidakkah mereka mengamalkan wasiat Rasulullah
yang diriwayatkan shahabat ‘Iyadh bin Ghunmin di atas?!
Dan jangan terkecoh dengan ucapan mereka,
“Meskipun demikian, Hizb telah membatasi aktivitasnya dalam aspek politik tanpa
menempuh cara-cara kekerasan (perjuangan bersenjata) dalam menentang para
penguasa maupun orang-orang yang menghalangi dakwahnya.” (Mengenal HT, hal.
28). Karena mereka pun akan menempuh cara tersebut pada tahapannya (tahapan
akhir).
3. Pengambilalihan Kekuasaan (Istilaamul Hukmi)
Tahapan ini merupakan puncak dan tujuan akhir
dari segala aktivitas HT. Dengan tegasnya Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan:
“Hanya saja setiap orang maupun syabab (pemuda)
Hizb harus mengetahui, bahwasanya Hizb bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan
secara praktis dari tangan seluruh kelompok yang berkuasa, bukan dari tangan
para penguasa yang ada sekarang saja. Hizb bertujuan untuk mengambil kekuasaan
yang ada dalam negara dengan menyerang seluruh bentuk interaksi penguasa dengan
umat, kemudian dijadikannya kekuasaan tadi sebagai Daulah Islamiyyah.” (Terjun
ke Masyarakat, hal. 22-23)
Dalam tahapan ini, ada dua cara yang harus
ditempuh:
1) Apabila negara itu termasuk kategori Darul
Islam, di mana sistem hukum Islam ditegakkan, tetapi penguasanya menerapkan
hukum-hukum kufur, maka caranya adalah melawan penguasa tersebut dengan
mengangkat senjata.
2) Apabila negara itu termasuk kategori Darul
Kufur, di mana sistem hukum Islam tidak diterapkan, maka caranya adalah dengan
Thalabun Nushrah (meminta bantuan) kepada mereka yang memiliki kemampuan
(kekuatan). (Lihat Strategi Dakwah HT, hal. 38, 39, 72)
Subhanallah! Lagi-lagi prinsip Khawarij si
“Sejahat-jahat makhluk” dan “Anjing-anjing penduduk neraka” yang mereka tempuh.
Wahai HT, ambillah pelajaran dari perkataan
Al-Imam Ibnul Qayyim berikut ini: “Bahwasanya Nabi mensyariatkan kepada umatnya
kewajiban mengingkari kemungkaran agar terwujud melalui pengingkaran tersebut
suatu kebaikan (ma’ruf) yang dicintai Allah I dan Rasul-Nya.
Jika ingkarul mungkar mengakibatkan terjadinya
kemungkaran yang lebih besar darinya dan lebih dibenci oleh Allah dan
Rasul-Nya, maka tidak boleh dilakukan walaupun Allah membenci kemungkaran
tersebut dan pelakunya.
Hal ini seperti pengingkaran terhadap para raja
dan penguasa dengan cara memberontak, sungguh yang demikian itu adalah sumber
segala kejahatan dan fitnah hingga akhir masa…
Dan barangsiapa merenungkan apa yang terjadi
pada (umat) Islam dalam berbagai fitnah yang besar maupun yang kecil, niscaya
akan melihat bahwa penyebabnya adalah mengabaikan prinsip ini dan tidak sabar
atas kemungkaran, sehingga berusaha untuk menghilangkannya namun akhirnya
justru muncul kemungkaran yang lebih besar darinya.” (I’lamul Muwaqqi’in, 3/6)
Mungkin HT berdalih bahwa semua penguasa itu
kafir, karena menerapkan hukum selain hukum Allah. Kita katakan bahwa tidaklah
semua yang berhukum dengan selain hukum Allah itu kafir. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz t: “Barangsiapa berhukum dengan
selain hukum Allah, maka tidak keluar dari empat keadaan:
Seseorang yang mengatakan: “Aku berhukum dengan
hukum ini, karena ia lebih utama dari syariat Islam”, maka dia kafir dengan
kekafiran yang besar.
Seseorang yang mengatakan: “Aku berhukum dengan
hukum ini, karena ia sama/sederajat dengan syariat Islam, sehingga boleh
berhukum dengannya dan boleh juga berhukum dengan syariat Islam,” maka dia
kafir dengan kekafiran yang besar.
Seseorang yang mengatakan: “Aku berhukum dengan
hukum ini dan berhukum dengan syariat Islam lebih utama, akan tetapi
boleh-boleh saja untuk berhukum dengan selain hukum Allah,” maka ia kafir
dengan kekafiran yang besar.
Seseorang yang mengatakan: “ Aku berhukum
dengan hukum ini,” namun dia dalam keadaan yakin bahwa berhukum dengan selain
hukum Allah tidak diperbolehkan. Dia juga mengatakan bahwasanya berhukum dengan
syariat Islam lebih utama dan tidak boleh berhukum dengan selainnya, tetapi dia
seorang yang bermudah-mudahan (dalam masalah ini), atau dia kerjakan karena
perintah dari atasannya, maka dia kafir dengan kekafiran yang kecil, yang tidak
mengeluarkannya dari keislaman, dan teranggap sebagai dosa besar. (At-Tahdzir
Minattasarru’ Fittakfir, Muhammad Al-’Uraini hal. 21-22)
Demikian pula, kalaulah sang penguasa itu
terbukti melakukan kekufuran, maka yang harus ditempuh terlebih dahulu adalah
penegakan hujjah dan nasehat kepadanya, bukan pemberontakan.
Adapun dalih mereka dengan hadits Auf bin Malik
:
Lalu dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai
Rasulullah! Bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang (membe-rontak)?”
Beliau bersabda: “Jangan, selama mereka masih
mendirikan shalat di tengah-tengah kalian!” (HR. Muslim, 3/1481, no. 1855)
bahwa “mendirikan shalat di tengah-tengah
kalian” adalah kinayah dari menegakkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan,
sehingga –menurut HT– walaupun seorang penguasa mendirikan shalat namun dinilai
belum menegakkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, maka dianggap kafir dan
boleh untuk digulingkan!
Ini adalah pemahaman sesat dan menyesatkan.
Para pembaca, tahukah anda dari mana ta‘wil
semacam itu? Masih ingatkah dengan landasan berpikir mereka? Ya, ta`wil itu
tidak lain dari akal mereka semata… Bukan dari bimbingan para ulama. Wallahul
musta’an.
Akhir kata, demikianlah gambaran ringkas
tentang HT dan selubung sesatnya tentang khilafah. Semoga menjadi titian jalan
untuk meraih petunjuk Ilahi. Amin…
(ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi
Lc.)
========================================
1 Menolak sifat-sifat Allah dengan ta`wil,
kecuali beberapa sifat saja. (ed)
2 Lanjutan riwayat tersebut: “Dan sungguh aku
telah melihat Nabi n mengusap pungggung khufnya.” (ed)
Barokallohufiikum !
Related articles
Mau Tahu Hubungan Hizbut Tahrir Dengan Syiah?
Mengapa Hizbut Tahrir Membenci Arab Saudi…?!
Begini Jawaban ( Jahil wa Asmaq ) Jubir HTI terkait
Syiah dan Kontroversi Buletin Al-Islam
Ada Apa Dengan Saudi? Kok Ada Sebagian ORMAS ISLAM
Yang Membencinya ?? Saudi Dimata Liberal,Syiah,kelompok Al-Qaeda,kaum
Tradisional,
Politik Luar Negeri Saudi ‘ Menaklukkan
’ Amerika ! [Amerika Antek Saudi !]
Bagi Yang Membenci SAUDI, Bacalah Surat
Cinta Ini,.
Mengapa Serang Yaman, bukan Israel ? !
Untuk Orang Dungu ( Ahmaq ) dan Bodoh ( Jaahil ) Baca Artikel Ini !
Hukum Qisash di Saudi
tidak sah karena bukan khilafah??
Imam Syafii Menyamakan HUKUM MUSIK
Dengan Hukum KHAMR, Tapi HIZBUT TAHRIR INDONESIA Malah Ngeband Pas Acara
Muktamar KHILAFAH..
Akibat Pemikiran Khawarij, Mengajak
Melakukan Kudeta, Sebagaimana Ajakan Hizbut Tahrir
TAUHID DULU, ATAUKAH
KHILAFAH?
Apa itu Gerakan Hizbut Tahrir?
Banyak sekali yang tertipu dengan dalih pendirian khilafahnya.. padahal…
Contoh-Contoh Hadits Ahad. Oleh Al-Ustadz Abdul Hakim
bin Amir ‘Abdat
Bagaimana Menasehati Penguasa?
Khalifah Sedunia Harus Satu?
Hizbut Tahrir, Jama'ah Pemimpi Yang Mencela Realitas
http://lamurkha.blogspot.co.id/2016/07/hizbut-tahrir-jamaah-pemimpi-yang.html