Sepenggal Kisah Hizbut Tahrir Dan Hubungan Gelap Mereka Dengan Agama Syi’ah
Pendiri Hizbut Tahrir adalah Syaikh Taqiyuddin bin Ibrahim an-Nabhaani. Lahir di desa Ijzam sebelah selatan kota Heefa pada tahun 1909 M. Ia sangat terpengaruh dengan kakeknya dari pihak ibu bernama Syaikh Yusuf Ismail an-Nabhaani yang terkenal dengan kesufiannya serta kebenciannya terhadap Salafush Shalih. Sebagai buktinya adalah beberapa karya yang ditinggalkannya, seperti buku “Syawaahidul Haq fil Istighaatsah bi Sayyidil Khalq.” Ia sangat terpengaruh dengan keyakinan-keyakinan sufi yang dipelopori oleh Kesultanan Utsmaniyah. Syaikh Mahmud Syukri al-Aluusi telah membantahnya dalam beberapa buku, di antaranya “Ghaayatul Amaani fir Radd ‘ala an-Nabhaani.”
Kemudian Taqiyuddin masuk Universitas al-Azhar. Lalu bekerja di Peradilan Agama dan pada tahun 1950 M ia diangkat menjadi anggota Mahkamah Banding Syariat kemudian ia mengundurkan diri. Ia mencalonkan diri menjadi anggota Parlemen Yordania sebagai calon dari daerah al-Quds, akan tetapi ia tidak terpilih. Kemudian ia bekerja sebagai tenaga pengajar di Kuliyah Ilmiah Islamiyah. Dan pada tahun 1952 M ia mengajukan permohonan resmi ke Departemen Dalam Negeri Yordania agar memberi izin resmi bagi partainya yang bernama Hizbut Tahrir Islami, akan tetapi permohonannya itu ditolak. Setelah itu partai ini melakukan kegiatan partai secara diam-diam.
Syaikh Taqiyudin an-Nabhaani meninggal dunia pada tahun 1977 M di Libanon. Kemudian kepemimpinan partai ini dilanjutkan oleh Abdul Qadim Zalum.1
Pendapat Hizbut Tahrir Tentang Nikah Mut’ah
Mereka berpendapat bahwa nikah mut’ah tidak haram, seperti yang disebutkan dalam selebaran tanya jawab no. 26 bulan Jumadil Awal 1390 H bertepatan dengan bulan Agustus tahun 1970: “Mut’ah menurut madzhab Ja’fari termasuk nikah. Madzhab Ja’far dalam pandangan Hizbut Tahrir seperti madzhab Abu Hanifah. Pengadopsian madzhab ini dapat menyeret kepada kontroversi. Dan Hizb memilih untuk tidak mengadopsinya, akan tetapi Hizb mengeluarkan jawaban atas pertanyaan. Syabab Hizbut Tahrir tidak menyelisihi pendapat yang dikeluarkan meski tidak diadopsi.”2
Hizbut Tahrir dan Revolusi Syi’ah Yang Kelam
Hizbut Tahrir bertepuk tangan menyambut kemenangan Revolusi Syi’ah yang kelam. Mereka berangkat ke Teheran, memberikan dukungan bagi Khomeini untuk mengangkat dirinya sebagai imam kaum muslimin dan pemimpin negara orang-orang yang tertindas. Akan tetapi Khomeini tidak mengacuhkan mereka dan tidak memperhatikan mereka.
Dalam pernyataan Hizbut Tahrir, mereka menyebut Khomeini dengan sebutan “Samaahatul Imam Ayatullah Khomeini al-Muhtaram.”
Mereka memanggil Khomeini dengan sebutan imam dan menunggu seberkas kebaikan darinya dan dari pengikutnya. Mereka menginginkan Khomeini menjadi imam bagi mereka. Akan tetapi Khomeini bersikeras menyatakan keyakinan (Syi’ah) Rafidhahnya dan tetap mempertahankan aqidah syi’ahnya serta mengumumkannya terang-terangan dalam undang-undang.
Dengan terang-terangan Khomeini mengatakan kepada orang-orang yang tertipu itu, “Sesungguhnya Iran adalah negara syi’ah dan tidak akan berubah menjadi bentuk negara lainnya.”3
Selesai ditulis tanggal 16 Jumadal Akhir 1436 H / 6 April 2015.
Abu Aslam Benny Mahaputra A
Rujukan:
- Buku “Jama’ah-Jama’ah Islam (2) Ditimbang Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah” karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Pustaka Imam Bukhari.
- Buku “Mulia Dengan Manhaj Salaf” karya al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka at-Taqwa.
Footnote:
- Lihat buku Jama’ah-Jama’ah Islam (2) halaman 162. Lihat juga buku Mulia Dengan Manhaj Salaf halaman 545.
- Lihat buku Jama’ah-Jama’ah Islam (2) halaman 167.
- Lihat buku Jama’ah-Jama’ah Islam (2) halaman 271-272.