Oleh : Mamduh Farhan al-Buhairi
Syubhat: Kami kaum Syi’ah adalah para Anshar Alu Muhammad (penolong keluarga Muhammad), bukan Rafidhah sebagaimana yang kalian sebutkan atas kami secara dusta. Mengapa kalian mengulang-ulang penamaan (Rafidhah) yang tidak memiliki sumber ini?! Yang benar adalah bahwa penamaan kami Syi’ah adalah Syi’atu Alil Bait (pendukung ahlul bait). Riwayat-riwayat ahlul bait telah mendustakan adanya penamaan Rafidhah, atau mendustaan pengkhususan istilah itu untuk kami!
Bantahan:
Perhatikanlah wahai kaum muslimin, bagaimana mereka (orang-orang syiah) dalam
pertanyaan yang lalu berhujjah bahwa as-Syafi’i adalah orang Syi’ah karena
dalam bait Syi’irnya dia menyebutkan kalimat Rafidhi ( http://qiblati.com/jawaban-syubhat-syiah-7/ )
Sebelum saya membantah
Anda atas syubhat dan pertanyaan Anda, saya akan menjelaskan kepada para
pembaca perbedaan antara Syi’ah dan Rafidhah.
Saya
katakan, Syi’ah itu lebih dulu dan lebih umum dari Rafidhah, sehingga masuk lah
ke dalam istilah Syi’ah ini: Rafidhah, Zaidiyah, Isma’iliyyah, dan seluruh
sekte Syi’ah. Adapun Rafidhah, maka mereka adalah Syi’ah Imamiah, atau
Itsna’asyariyah, atau Ja’fariyah. Dan ketiga penamaan ini untuk perkara satu,
yaitu agama yang sekarang disebarkan oleh orang syi’ah di Indonesia dan di
beberapa negara lainnya. Bukanlah satu hal yang aneh agama itu menyebar, karena
Nasraniah menyebar, dan Ahmadiah pun menyebar, juga sekte-sekte sesat yang lain
menyebar. Maka setiap bibit setan akan menemukan pangsa pasarnya sebagaimana
khomer memiliki orang yang menginginkannya, demikian juga perjudian, riba dan
seterusnya.
Pada masa sekarang,
jika disebutkan secara mutlak penamaan Rafidhah, maka yang dimaksud adalah Syi’ah Itsna ‘Asyariah, atau Imamiah,
atau Ja’fariyah secara
sepakat. Maka jadilah setiap orang Rafidhi adalah orang Syi’ah, dan tidak
setiap orang Syi’ah adalah harus menjadi Rafidhiy. Maka Zaidiyah misalnya, dia
itu syi’ah tapi bukan Rafidhah karena keberadaan mereka yang tidak mencaci maki
para sahabat, akan tetapi mereka hanyalah lebih mengutakaman ‘Ali
Radhiallahu ‘Anhu atas Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhum. Dan sekte
Zaidiyah ini mengkafirkan Itsna ’asyariyah, demikian pula Itsna ’asyariyah
mengkafirkan Zaidiyah. Demikianlah kondisi setiap sekte syi’ah, mereka saling
mengkafirkan sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Perlu diketahui bahwa
sekte Zaidiyah bersama Ahlussunnah menggunakan istilah Rafidhah untuk menyebut
Syi’ah Imamiyah (12 imam).
Adapun
Syi’ah, maka mereka adalah sekumpulan manusia yang dulunya bersama dengan Ali
Radhiallahu ‘Anhu. Dan perselisihan mereka bersama dengan Mu’awiyah Radhiallahu
‘Anhu adalah masalah politik murni. Tidak ada pada seorang pun dari mereka
penyimpangan aqidah dan fiqih. Tidak ada juga di tengah mereka orang yang
menyentuh kehormatan Abu Bakar dan Umar atau kedudukan keduanya yang lebih
utama dari seluruh manusia.
Sebagian
jama’ah Ali Radhiallahu ‘Anhu berpandangan bahwa perselisihan jama’ah Mu’awiyah
Radhiallahu ‘Anhu bersama mereka adalah perselisihan politik. Yang dimaksud
dari mereka adalah perselisihan atas hukum, sementara Mu’awiyah berdasarkan
pendapat mereka, maka dia menjadi pembangkang. Akan tetapi mereka mengakui
bahwa saat urusan itu kembali kepadanya, dan persengketaan telah hilang, jadilah
dia sebagai seorang khalifah yang adil, pemilik pasukan dan futuhat
(penaklukan-penaklukan) yang itu berada dalam lembaran-lembaran kebaikannya.
Maka tasyayyu’ dengan makna ini teleh dikenal dalam
kitab-kitab ahlussunnah, dan tidak dianggap sebagai satu ketercelaan.
Perlu diketahui bahwa
pensifatan Syi’ah adalah penyifatan ahlussunnah wal jama’ah bagi kelompok Ali
Radhiallahu ‘Anhu. Demikian pula dulu mereka mengatakan kelompok Mu’awiyah
sebagai Syi’ah Mu’awiyah. Adapun pensifatan yang benar bagi Syi’ah Itsna
’Asyariah, yang ditinggalkan oleh manusia hari ini adalah Rafidhah.
Rafidhah yang dikenal
pada hari ini dengan Syi’ah, telah menambahkan kepada bid’ah-bid’ah mereka
dengan bid’ah-bid’ah kufur, seperti ucapan kema’shuman para imam, dan
pengutamaan mereka atas para Nabi dan Rasul; penuduhan zina terhadap Ummul
Mukminin ‘Aisyah s, pengkafiran dan pemfasikan para sahabat secara umum,
pendapat raj’ah dan bada`.
Keyakinan perubahan al-Qur`an, dan keyakinan-keyakinan kufur lain. Maka, telah
terjadi Ijma’ akan kekafiran orang yang mengatakan dengan keyakinan-keyakinan
mereka ini, bahkan sebagian ulama telah mengkafirkan orang yang tidak mau
mengkafirkkan mereka ini.
Orang
yang mendirikan sekte syi’ah Imamiyah adalah seorang Yahudi bernama ‘Abdullah
bin Saba’ yang dikenal dengan nama ibnu Sauda`, karena ibunya adalah seorang
budak wanita hitam, dan diapun adalah seorang yang berwana hitam. Dia adalah
seorang Yahudi dari penduduk Shan’a` Yaman. Dia adalah orang yang ahli dalam
menjelma (menyamar) menjadi orang-orang yang berbeda, serta membuat komplotan
secara rahasia.
Dirinya
dikelilingi oleh misteri dan rahasia hingga orang-orang yang sezamannya.
Hampir-hampir nama dan negerinya tidak dikenal, karena dia tidaklah masuk ke
dalam agama Islam kecuali untuk membuat tipu daya, membuat konspirasi, serta
fitnah di antara barisan kaum muslimin. Para ahli sejarah telah sepakat bahwa
dia adalah orang yang pertama kali menyerukan fanatik dan ghuluw dengan syi’ah,
serta melaknat Abu Bakar dan Umar, serta ucapan raj’ah, bahkan ketuhanan Ali
bin Abi Thalib.
Para tokoh besar
Syi’ah, dan ahli sejarah mereka telah mengakui hal ini. Inilah dia al-Kasysyi,
pemilik kitab terpenting dalam mengetahui para perawi menurut agama Syi’ah; dia
berkata, dalam kitabnya ar-Rijal, ‘Sebagian ahlul ilmu telah menyebutkan bahwa
‘Abdullah bin Saba`, dulunya adalah orang Yahudi, kemudian dia masuk Islam,
lalu loyal terhadap Ali [ع]. Dulu dia berkata, sementara dia masih Yahudi
tentang Yusya` bin Nun bahwa Musa telah memberikan wasiat untuk ghuluw. Maka dia
berkata dalam keIslamannya setelah wafat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tentang ‘Ali seperti itu juga. Dialah orang yang pertama kali menetapkan
ucapan kewajiban imamah ‘Ali; menampakkan bara` dari musuh-musuhnya, para
penentangnya serta dia mengkafirkan mereka. Dari sinilah orang-orang yang
menyelisihi Syi’ah berkata bahwa Tasyayyu’ dan Rafdh diambil dari agama Yahudi.’ (Rijalul Kasysyi,
hal. 101, cet. Muassasah al-A’lamiy, Karbala`, Iraq)
Al-Mamaqoni, Imam
al-Jarh wat-Ta’dil menurut syi’ah menukil seperti ucapan al-Kasysyi. (Tanqihul Maqal,
al-Mamaqoni (II/184), cet. Teheran)
Al-Qummi dalam
kitabnya (al-Maqalat
wal Firaq, hal. 10-21) mengakui keberadaan ‘Abdullah bin Saba`,
dan dia menggolongkannya termasuk orang pertama yang menyatakan kewajiban
keimamahan Ali, dan raj’ahnya. Serta menampakkan celaan atas Abu Bakar, Umar,
‘Utsman, dan seluruh sahabat Radhiallahu ‘Anhu.
An-Nubakhtiy, salah
satu ulama besar Syi’ah berkata dalam kitabnya Firaqus Syi’ah,
‘Abdullah bin Saba’, dulunya termasuk orang yang menampakkan celaan atas Abu
Bakar, Umar, Utsman, dan para sahabat, dan dia berlepas diri dari mereka,
seraya berkata, ‘Sesungguhnya ‘Ali [ع] telah memerintahkannya dengan yang
demikian. Maka ‘Ali pun menangkapnya, kemudian menanyainya tentang ucapannya
ini, maka dia mengakuinya, lalu ‘Ali memerintahkan untuk membunuhnya. Kemudian
manusia pun berteriak kepadanya, ‘Wahai amirul mukminin, apakah Anda akan
membunuh seorang laki-laki yang menyeru untuk mencintai Anda, ahlul bait, serta
kepada kewaliyan Anda, dan berlepas diri dari musuh-musuh Anda?
Maka
[Ali] mengasingkannya ke Madain [ibu kota Persia kala itu]. Sekelompok ahli
ilmu dari sahabat ‘Ali [ع] mengisahkan bahwa sesungguhnya ‘Abdullah bin Saba`
dulunya adalah seorang Yahudi kemudian masuk Islam, lalu loyal kepada ‘Ali [ع].
Dari
sanalah orang-orang yang menyelisihi Syi’ah berkata bahwa asal dari Rafidhah
diambil dari agama Yahudi. Dan tatkala sampai kepada ‘Abdullah bin Saba` berita
kematian ‘Ali di Madain, dia berkata kepada orang yang menyampaikan berita
kematiannya, ‘Engkau dusta, seandainya engkau mendatangkan kepada kami otaknya
dalam tujuh puluh bokor, lalu kau kuatkan atas terbunuhnya Ali dengan
persaksian tujuh puluh orang adil, maka pastilah kami tahu bahwa dia tidak
mati, dan tidak terbunuh, dan dia tidak akan mati hingga menguasai dunia.’
(hal. 43, 44, cet. Matba’ah al-Haidariyah, Najaf, tahun 1379 H/1959 M)
Pemilik kitab Raudhatus Shafa (II/292, cet. Iran) menyebutkan dalam
bahasa Persia, ‘Sesungguhnya ‘Abdullah bin Saba` menuju Mesir saat dia
mengetahui bahwa penentangnya [Utsman bin ‘Affan] banyak terdapat di sana. Maka
dia menampakkan dirinya dengan ilmu dan ketakwaan hingga manusia terfitnah
(terperdaya, terkecoh) olehnya. Setelah kekokohannya di tengah-tengah mereka,
maka mulailah dia menyebarkan doktrin dan prilakunya. Diantaranya adalah, bahwa
setiap nabi memiliki wali dan pengganti, dan wali pengganti Rasulullah tidak
lain kecuali ‘Ali yang berhias dengan ilmu, fatwa, kedermawanan, keberanian,
dan disifati dengan amanah, dan ketakwaan. Dia berkata, ‘Sesungguhnya umat ini
telah berbuat zhalim kepada ‘Ali, lalu merampas haknya, yaitu hak khilafah dan
wilayah. Dan sekarang semuanya haru saling menolong dan membantunya, melepaskan
ketaatan terhadap Utsman dan pembaiatannya. Lalu banyak dari orang-orang Mesir
yang terpengaruh dengan ucapan dan pendapatnya, lalu mereka pun keluar untuk
membunuh khalifah Utsman.”
Ini adalah
pengakuan-pengakuan para ulama Syi’ah terdahulu, yaitu bahwa pendiri syi’ah
adalah orang Yahudi, Abdullah bin Saba`. Sekarang kita datang kepada penolakan
mereka akan penamaan Rafidhah atas mereka agar menjadi jelas bagi Anda bahwa
mereka tidak mempunyai agama yang jelas, dan bahwa mereka itu ‘seperti hewan ternak, bahkan lebih
sesat lagi’. Saya akan menetapkan bahwa para imam mereka telah
memberkahi penamaan Rafidhah bagi mereka, dan hal itu telah disebutkan di dalam
kitab-kitab Induk Syi’ah.
Ikutilah bersama saya
dengan tenang dan penuh perhatian agar kita bisa sampai bersama-sama kepada
satu hakikat yang hilang dari banyak orang yang mengikuti para pengikut Majusi
tersebut. Syaikh mereka, al-Majlisi -salah seorang rujukan dalam ilmu hadits-
telah meriwayatkan di dalam kitabnya, al-Bihar, empat hadits dari hadits-hadits mereka
tentang pujian penamaan Rafidhah. Al-Majlisiy menyebutkannya dalam bab yang dia
beri nama, ‘Bab Fadhlur Rafidhah wa Madh
al-Tasmiyah Biha (Bab
Keutamaan Rafidhah, dan pujian penamaan dengannya).’
Perhatikanlah,
dia mengungkapkan bahwa sekedar memberi nama Rafidhah saja itu adalah sebuah
pujian. Di antara contoh yang telah dia sebutkan dalam bab ini adalah:
عَنْ أَبِيْ بَصِيْرٍ قَالَ: قُلْتُ
لِأَبِيْ جَعْفَرَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ -: جُعِلْتُ فِدَاكَ، اسْمٌ سُمِّيْنَا
بِهِ اسْتَحَلَّتْ بِهِ الْوُلاَةُ دِمَاءَنَا وَأَمْوَالَنَا وَعَذَابَنَا،
قاَلَ: وَمَا هُوَ؟ قُلْتُ: الرَّافِضَةُ، فَقَالَ جَعْفَرُ: إِنَّ سَبْعِيْنَ
رَجُلاً مِنْ عَسْكَرِ مُوْسَى – عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ – فَلَمْ يَكُنْ فِيْ
قَوْمِ مُوْسَى أَشَدَّ اِجْتِهَاداً وَأَشَدَّ حُبّاً لِهَارُوْنَ مِنْهُمْ،
فَسَمَّاهُمْ قَوْمُ مُوْسَى الرَّافِضَةَ، فَأَوْحَى اللهُ إِلىَ مُوْسَى أَنْ
أَثْبَتَ لَهُمْ هَذَا الْاِسْمَ فِيْ التَّوْرَاةِ فَإِنِّيْ نَحَلْتُهُمْ،
وَذَلِكَ اِسْمٌ قَدْ نَحَلَكُمُوْهُ اللهُ
Dari Abu Bashir, dia
berkata, ‘Kukatakan kepada Abu Ja’far ‘alaihissalam,
Semoga aku dijadikan sebagai penebus Anda, satu nama yang kami diberi nama
dengannya, dan dengannya para penguasa telah menghalalkan darah-darah kami,
harta-harta kami, dan penyiksaan kami. Dia berkata, ‘Apa itu?’ Aku menjawab,
‘Rafidhah.’ Maka berkatalah Ja’far, ‘Sesungguhnya tujuh puluh orang laki-laki
dari pasukan Musa ‘alaihissalam,
tidak ada dalam kaum Musa yang paling keras ijtihadnya, dan paling besar
kecintaannya kepada Harun dari mereka, lalu kaum Musa menyebut mereka
dengan nama Rafidhah. Maka Allah mewahyukan kepada Musa untuk menetapkan
penamaan ini untuk mereka di dalam Taurat. Maka sesungguhnya aku mengakui
mereka, dan itu adalah nama yang Allah telah mengakuinya untuk kalian.’
Al-Majlisiy
meriwayatkan dari Ibnu Yazid, dari Shafwan, dari Zaid as-Syiham, dari Abul
Jarud, dia berkata:
أَصَمَّ اللهُ أُذُنَيْهِ كَمَا أَعْمَى
عَيْنَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ سَمِعَ أَبَا جَعْفَرَ (ع) وَرَجُلٌ يَقُوْلُ : إِنَّ
فُلاَنًا سَمَّانَا بِاسْمٍ، قَالَ : وَمَا ذَاكَ الْاِسْمُ؟ قَالَ: سَمَّانَا
الرَّافِضَةَ، فَقَالَ أَبُوْ جَعْفَرَ (ع) بِيَدِهِ إِلىَ صَدْرِهِ: وَأَنَا مِنَ
الرَّافِضَةِ وَهُوَ مِنِّيْ قَالَهَا ثَلاَثًا
“Mudah-mudahan Allah
menjadikan tuli kedua telinganya, sebagaimana dia menjadikan buta kedua matanya
jika dia tidak mendengar Abu Ja’far [ع] dan seorang laki-laki berkata,
‘Sesungguhnya Fulan telah memberi nama kami dengan satu nama.’ Dia berkata,
‘Apakah nama itu?’ dia menjawab, ‘Dia memberi kami nama Rafidhah.’ Maka Abu
Ja’far [ع] berkata dengan mengisyaratkan tangannya ke dadanya, ‘Dan aku adalah
bagian dari Rafidhah, dan dia adalah bagian dariku.’ Dia mengucapkannya tiga
kali. (Biharul
Anwar (CXV/97))
Perhatikanlah
sekarang, kami menukil dari kitab-kitab syi’ah yang mereka banggakan penamaan
mereka dengan nama Rafidhah. Sementara Syi’ah pada hari ini menolak penamaan
ini. Maka Syi’ah terdahulu tidak mengingkari penamaan ini secara mutlak.
Al-Kulainiy (Ulama terbesar Syi’ah) telah meriwayatkan dalam kitabnya, al-Kafi bahwa Allahlah yang telah memberi nama
mereka Rafidhah (VIII/28).
Di tempat lain dia
berkata, ‘Telah diriwayatkan bahwa sebagian Syi’ah telah berkata kepada Imam
as-Shadiq ‘Alaihissalam:
إِنَّا قَدْ نُبِزْنَا نَبْزاً أَثْقَلَ
ظُهُوْرَنَا، وَمَاتَتْ لَهُ أَفْئِدَتُنَا، وَاسْتَحَلَّتْ لَهُ الْوُلاَةُ
دِمَاءَنَا فِيْ حَدِيْثٍ رَوَاهُ لَهُمْ فُقَهَاؤُهُمْ، فَقَالَ أَبُوْ عَبْدِ
اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: الرَّافِضَةُ؟ قَالُوا: نَعَمْ، فَقَالَ: لاَ وَاللهِ
مَا هُمْ سَمَّوْكُمْ.. وَلَكِنَّ اللهُ سَمَّاكُمْ بِهِ
“Sesungguhnya kami
telah diberi satu julukan buruk yang telah memberatkan punggung-punggung kami,
dan karenanya para penguasa menghalalkan darah-darah kami, dalam sebuah hadits
yang para ulama ahli fiqih mereka meriwayatkannya untuk mereka. Maka berkatalah
Abu ‘Abdillah ‘alaihissalam,
‘Rafidhah?’ Maka mereka menjawab, ‘Ya.’ Diapun berkata, ‘Tidak, demi Allah,
tidaklah mereka yang menamai kalian, akan tetapi Allahlah yang telah menamai
kalian dengannya.’ (al-Kafiy, V/34)
Adapun mengapa
penamaan Rafidhah itu dimutlakkan atas Syi’ah Imamiah, maka berkatalah Ulama
Syi’ah az-Zaidiy al-Imam Ahmad al-Murtadha (Syarhul Azhar (I/211)), maka dia berkata,
وَالرَّوَافِضُ قَوْمٌ مُعَيِّنِيْنَ
مِمَّنْ يَنْتَحِلُ التَّشَيُّعَ وَهُمْ أَبُو الْخَطَّابِ وَأَصْحَابُهُ
الَّذِيْنَ رَفَضُوا زَيْدَ بْنَ عَلِيٍّ لَمَّا قَالُوا لَهُ : مَا تَقُوْلُ فِي
الرَّجُلَيْنِ الظَّالِمَيْنِ؟، قَالَ : مَنْ هُمَا؟ قَالُوا : أَبُو بَكْرٍ
وَعُمَرُ، قَالَ : لاَ أَقُوْلُ فِيْهِمَا إِلاَّ خَيْراً ، فَقَالُوا :رَفَضْنَا
صَاحِبَنَا فَسُمُّوا رَافِضَةً
“Dan
Rawafidh adalah kaum tertentu dari orang-orang yang menganut tasyayyu’
(shi’isme), dan mereka adalah Abu al-Khaththab, dan para sahabatnya yang
menolak Zaid bin ‘Ali saat mereka bertanya kepadanya, ‘Apa yang Anda katakan
tentang dua orang zhalim?’ Dia menjawab, ‘Siapakah keduanya?’ Mereka berkata,
‘Abu Bakar dan Umar.’ Dia pun berkata, ‘Aku tidak mengatakan tentang keduanya
kecuali kebaikan.’ Maka mereka berkata, ‘Kami menolak sahabat kami.’ Maka
mereka pun diberi nama Rafidhah (kelompok yang menolak Zaid ibn Ali, atau yang
menolak Khalifah Abu Bakar dan Umar).
Sekarang
kami telah menetapakan dengan kekuatan dalil dari sumber rujukan mereka, bahwa
Syi’ah pada hari ini adalah Rafidhah. Dan saya sama sekali tidak berdalil
dengan sumber rujukan ahlussunnah atas hal itu. Sungguh aib, setelahnya
Rafidhah mengaku bahwa mereka adalah pengikut ahlul bait Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Kami
memohonkan hidayah kepada Allah untuk mereka agar mereka memahami Islam. Dan
saya mohon maaf akan terlalu panjangnya jawaban karena memang pentingnya
masalah ini. (AR)*
[1] Al-Rafdh maknanya adalah menolak. Maksudnya adalah menolak Khalifah Abu
Bakar dan Umar. Jadi al-Rafdh itu bukan cinta ahlul bait.