Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Setelah
fitnah besar yang dilakukan oleh sekelompok penjahat dari agama Syi’ah 12 imam
dengan perayaan wafatnya Ibunda Aisyah s, yang mereka jadikan sebagai hari raya
dan kebahagiaan, dengan meyakinkan bahwa sekarang ini Aisyah s berada dalam
neraka dan menjadi santapan api neraka -semoga Allah melindungi kita dari
kejahatan ini- dan setelah kemarahan di kebanyakan negara-negara Islam meluap
atas tindakan lancang dan kurang ajar dari orang-orang kafir zindiq tersebut
-semoga Allah melaknat mereka-, maka sebagian perwakilan Syi’ah dan sejumlah
penanggung jawab berlomba-lomba untuk mengingkari (memprotes) perayaan tersebut
yang isinya membodoh-bodohkan dan mempermainkan akal kaum muslimin. Pada edisi
lalu telah saya siarkan keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Majelis Alul
Bait Internasional, maka pada edisi kali ini saya akan memaparkan fatwa
penasehat tertinggi Republik Iran, Sayyid Ali al-Khamenei, menjawab
pertanyaan yang ditujukan kepadanya dari sebagian ulama dan para cendekiawan
Syi’ah yang dirilis oleh al-Jazirah, dan sejumlah besar stasiun televisi,
dan situs-situs di internet.
Teks Pertanyaan itu sebagai berikut:
Yang mulia Ayatullah Teragung, Sayyid
Ali al-Khamenei al-Husaini, semoga naungan Allah kekal atasnya.
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Hari-hari ini umat Islam melewati
krisis manhaj yang mengarah kepada berkobarnya fitnah di antara madzhab-madzhab
Islam, dan terabaikannya skala prioritas untuk menyatukan barisan kaum
muslimin. Satu hal yang bisa menjadi sebab munculnya fitnah internal dan
pemecah belah upaya-upaya Islam dalam masalah-masalah sensitif dan menentukan
masa depan, serta mengarah kepada menutup mata dari hasil-hasil yang dicapai
oleh putra-putri umat Islam di Palestina, Libanon, Irak, Turki, Iran dan
negeri-negeri Islam. Dan termasuk efek dari manhaj ekstrim ini adalah
melontarkan sesuatu yang mengandung adanya kelancangan dan kekurangajaran
terhadap simbol serta kesucian para pengikut sekte sunni yang mulia dengan cara
yang disengaja dan diulang-ulang.
Karena itulah, apa pendapat yang mulia
terhadap fenomena yang disebarluaskan oleh sebagian media satelit dan internet
dari sebagian orang yang berafiliasi kepada ilmu, berupa penghinaan nyata dan
cacian dengan kata-kata rendah dan kotor terhadap istri Rasulullah ibunda
kaum mukminin Sayyidah Aisyah dan menuduhnya dengan perbuatan yang bertentangan
dengan kehormatan dan kemuliaan bagi istri-istri Nabi, ibunda kaum mukminin
semoga Allah meridhai mereka semua.
Untuk itu kami mengharap dari yang
mulia untuk menjelaskan sikap syar’i dengan jelas atas apa yang ditimbulkan
oleh efek buruk seperti kegoncangan di tengah masyarakat Islam, menciptakan
keadaan stress (tekanan jiwa) para pengikut madrasah ahlul bait dan segenap
kaum muslimin dari madzhab-madzhab Islam.
Perlu diketahui bahwa tindakan lancang
dan kurang ajar ini dieksploitasi secara sistematis oleh sebagian orang yang
ambisius dan suka menebarkan api fitnah di sebagian saluran satelit dan
internet untuk menimbulkan keraguan dan mengacau balaukan medan Islam, memicu
api fitnah di antara kaum muslimin.
Terakhir, semoga Anda tetap menjadi
kemuliaan dan aset bagi Islam dan kaum muslimin.
4 syawal 1431 H
Jawab Sayyid Ali al-Khamenei:
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullah
wabarakatuh.
Haram hukumnya mencela simbol
saudara-saudara kita ahlussunnah, apalagi tuduhan terhadap istri Nabi dengan
perbuatan yang mencoreng kehormatannya, bahkan masalah ini tidak boleh
dialamatkan kepada istri-istri Nabi, khususnya penghulu mereka Rasul teragung.
Semoga diberi taufik
kepada setiap kebaikan.
Tanggapan kami (Syaikh Mamduh):
Sesungguhnya jawaban yang ditulis oleh
sayyid Ali al-Khamenei memerlukan waktu yang panjang dari saya untuk
membantahnya, jika saya mau mungkin bisa menjadi buku tersendiri, mengingat
penting dan bahayanya catatan dan tanggapan yang datang pada jawaban tersebut.
Hanya saja saya akan meringkasnya dalam jawaban yang singkat dengan
mengandalkan kecerdasan para pembaca yang mulia untuk memahami apa yang saya
maksudkan. Berikut ini adalah beberapa tanggapan atas jawaban tersebut:
Pertama, sekalipun dosa dan
kejahatan tersebut begitu hebat dan pengaruhnya terhadap kaum muslimin begitu
dalam, akan tetapi kita mendapati jawaban yang diberikan tidak lebih dari dua
baris saja!! Ini salah satu indikasi bahwa jawaban tersebut tidak mencerminkan
besarnya masalah dan rasa sakit hati yang dialami oleh kaum muslimin di manapun
berada.
Kedua, ia sama sekali tidak
menyebut-nyebut tentang para pelaku kejahatan tersebut, tidak menjelaskan hukum
atas perbuatan mereka dan jahatnya ucapan mereka, tidak mengingkari apa yang
mereka lakukan dengan pengingkaran yang nyata dan jelas, atau sekalipun hanya
sekedar mengkritisi sambil lalu.
Ketiga, tidak menyebutkan nama
ibunda Aisyah dalam jawaban yang ia tulis, agar ia tidak terpaksa untuk
mendoakan ridha atasnya, padahal pertanyaan yang diajukan dengan jelas
menyebutkan nama, akan tetapi ia cukup mendiamkan semua itu dalam jawabannya.
Keempat, ia sempat menyinggung
kehormatan Aisyah RA, hanya itu! Tidak menyinggung agamanya dan keutamaannya,
dan tidak menyinggung bahwa Aisyah s adalah wanita beriman termasuk
penghuni sorga, karena mereka (orang syiah itu) – sungguh disayangkan-
menganggap Aisyah itu kafir dan kekal dalam neraka -semoga Allah melindungi
kita dari kesesatan ini- berdasarkan nash kitab-kitab dan ulama-ulama mereka.
Kelima, menganggap ibunda Aisyah termasuk simbol ahlussunnah, bukan simbol Islam. Ini menunjukkan bahwa mereka
tidak ada urusan dengan ‘Aisyah, tidak ada juga ada ikatan antara Aisyah s
dengan mereka. Maka ini menampakkan perbedaan antara kita ahlussunnah dengan
mereka, kaum syi’ah. Kita menganggap bahwa simbol Syi’ah adalah simbol Islam,
seperti Ali bin Abi Thalib, Fathimah, al-Hasan, al-Husain dan selain mereka y.
Sementara mereka tidak menganggap bahwa simbol-simbol kita itu termasuk simbol
Islam. Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah dan selain mereka y adalah simbol
ahlussunnah menurut mereka, bukan simbol Islam. Di sinilah saya arahkan
pertanyaan saya, kepada Penasehat Umum Sayyid Ali Khumna’i dan yang lainnya,
siapakah yang berupaya menyatukan kaum muslimin dan urusan mereka, dan
menganggap bahwa ahlul bait dan sahabat itu bersaudara, kami ataukah syi’ah?
Keenam, dalam jawabannya dia
menyebut kata Nabi begitu saja, tanpa menyebutkan shalawat dan salam, padahal
jika mereka menyebut salah satu imam mereka, pasti akan menyebutkan shalawat
dan puja-pujian bagi mereka. Khutbah dan ceramah serta kitab-kitab mereka
menjadi saksi dalam hal ini.
Ketujuh, dia menyebutkan haramnya
menghina istri-istri Nabi i, di sini saya akan berhenti sejenak untuk
mendiskusikan secara ilmiah dan tenang hingga kita sampai pada satu hakikat dan
persamaan di antara kita dan mereka.
Sebelum saya mulai merinci secara ilmiah dan singkat, dan supaya
saya juga menjadi orang yang obyektif, maka saya ucapkan terimakasih kepada
Sayyid Ali al-Khamenei atas ucapan baiknya dalam mengharamkan penghinaan
terhadap istri-istri Nabi i. Akan tetapi hal ini mengharuskan kepada satu
masalah penting yang sangat serius, yaitu bahwa semua kitab referensi Syi’ah
menunjukkan kafirnya ibunda kaum mukminin Aisyah s, wal iyadzu billahi. Ibn Babawaih al-Qummi yang berjuluk
ash-Shaduq, dan al-Majlisi menukil adanya ijma’
(konsensus) agama Syi’ah atas hal itu. Keduanya berkata –redaksi ini milik
al-Majlisi-, “Akidah kami dalam berlepas
diri adalah, kami berlepas diri dari empat berhala; Abu Bakar, Umar, Ustman,
dan Mu’awiyah, serta dari empat wanita; Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul
Hakam, serta dari seluruh pengikut dan pendukung mereka. Dan bahwa mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk Allah di muka bumi ini. -Ash-Shaduq menambahkan, “dan kami meyakini bahwa
mereka semua adalah musuh-musuh Allah dan Rasul Nya- dan bahwa iman kepada
Allah dan Rasul Nya serta para imam, tidak akan sempurna kecuali setelah
berlepas diri dari musuh-musuhnya tersebut.” Al-Hidayah, karya ash-Shaduq, 110/a, dan Haqqul Yakin, karya al-Majlisi, hal. 519.
Jadi, mereka melaknat Abu Bakar, Umar,
Utsman dan Mu’awiyah y dan berlepas diri dari mereka, tidak cukup sampai di
situ, mereka juga melaknat putri Abu Bakar, yakni Aisyah, dan putri Umar, yakni
Hafshah, dan berlepas diri dari keduanya, mereka mengaku bahwa para pengikut
dan pendukung mereka, yakni ahlussunnah, adalah seburuk-buruk makhluk Allah di
muka bumi ini.
Saya cukupkan dengan satu riwayat ini
saja yang terbilang sebagai ijma’ kelompok Syi’ah. Jika tidak, tentu saya ingin
perincian lebih lanjut, dan saya akan menyebutkan ratusan riwayat dalam
buku-buku rujukan mereka yang menjelaskan pengkhianatan Aisyah s, kekufuran dan
wajibnya melaknat dirinya. Begitu pula dengan kafirnya Abu Bakar, Umar dan
selain mereka y, serta wajib melaknat mereka.
Sekarang apa yang akan Anda katakan
wahai penasehat tertinggi Republik Iran, tentang ijma’ yang diusung oleh semua
buku rujukan Syi’ah ini? Apakah Anda akan mengatakan batilnya (rusuknya)
buku-buku tersebut, atau Anda akan diam terhadap kejahatan dan kebiadaban
ini, dan cukup Anda mengatakan tidak boleh mencaci simbol-simbol ahlissunnah
tanpa ada langkah nyata?!!
Saya meminta adanya aksi dari kalian,
tidak cukup hanya dengan omongan, sebab omongan tidak berguna jika tanpa
diiringi praktek nyata yang mengarah kepada harus dibuangnya buku-buku dan
ceramah-ceramah serta pelajaran yang menjadikan pengkafiran sahabat dan
pelaknatan mereka sebagai agama, yang dengannya mereka bertaqarrub kepada
Allah.
Saya menghormati ucapan Anda yang mengharamkan mencaci dan
menghina istri-istri Nabi i, tetapi ini menjadikan saya bertanya-tanya tentang
rujukan agama Anda, sebab yang sudah dimaklumi bersama adalah bahwa rujukan
Anda dalam beragama adalah al-Khumaini, lantas apa yang Anda katakan tentang
al-Khumaini dalam bukunya Haqqul Yaqin, hal. 519,“Akidah kami dalam berlepas
diri dari empat berhala, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyah, serta dari
empat wanita; Aisyah, Hafshah, Hindun dan Ummul Hakam, serta dari semua
pengikut dan pendukung mereka, dan bahwa mereka itu adalah seburuk-buruk
makhluk Allah di muka bumi ini?”
Sayyid Husain al-Musawi (ulama Nejef) dalam kitabnya Lillahi tsumma lit Tarikh, hal. 72, mengatakan: “Sesungguhnya al-Khumaini selalu berdoa
setiap pagi dan sore dengan ‘doa dua berhala Quraisy’, “Ya Allah, laknatlah dua
berhala Quraisy Abu Bakar, dan Umar, juga para pendukungnya, pembelanya, dan
dua putri mereka, Aisyah dan Hafshah…”
Sekarang, sesuai dengan fatwa Anda yang
mengharamkan untuk mencaci para istri Rasulullah i yang karenanya kami
berterima kasih kepada Anda, oleh karena itu Anda harus mengumumkan sikap
berlepas diri Anda dari al-Khumaini dan akidahnya yang batil. Jika tidak, maka
tidak ada gunanya sama sekali dari yang Anda ucapkan, dan setiap orang muslim
akan memahami bahwa itu hanyalah fatwa yang berlindung di balik taqiyyah
(kebohongan), untuk melayani kepentingan Anda sekalian!
Saya ingin menjelaskan kepada Anda
bahwa rujukan agama Anda, yaitu al-Khumaini menyebutkan dalam buku yang sama,
hal. 206, “Abu Bakar akan menjadi sahabat setan di neraka jahannam!” ia juga
berkata tentang Umar t, pada halaman 223, “Umar dikenal bahwa ia adalah kafir,
munafiq, musuh ahlul bait, dan pada lehernya tergantung semua dosa seluruh
orang yang mati syahid.”
Sebagaimana saya ingin mengingatkan seriusnya masalah ini dengan
fatwa Anda yang mengharamkan penghinaan terhadap para istri Nabi i, bahwasanya
Anda tidak hanya menyelsihi buku-buku induk referensi Anda, sebaliknya Anda
juga menyelisihi para imam Anda yang ma’shum, di mana menurut riwayat-riwayat
kitab yang paling shahih menurut Anda bahwa mereka melaknat musuh-musuh Allah
dalam shalat-shalat dan pada tiap akhir shalat mereka, seperti yang dilakukan
oleh Imam Al-Shodiq AS. Al-Kulaini mengeluarkan dari al-Husain bin Tsuwair dan
Abu Salamah al-Sarraj, keduanya berkata, Kami mendengar Abu Abdullah
‘alaihissalam tengah melaknat di tiap akhir shalat wajib empat tokoh laki-laki
dan wanita; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Mu’awiyah. Aisyah, Hafhsah, Hindun,
dan Ummul Hakam saudara Mu’awiyah. (al-Kafi, 3/342, begitu pula al-Thusi meriwayatkan dalam al-Tahdzib, 1/227, dan Wasa`ilu al-Syi’ah, 4/1037)
Dari sini menjadi jelas, bahwa
sekelompok berandalan Syi’ah yang mengadakan pesta syukuran di London tersebut
yang meneriakkan kekafiran dan laknat terhadap ibunda Aisyah s dan para sahabat
terbaik tidaklah dari omong kosong, tetapi mereka dapati itu semua dari
buku-buku induk Syi’ah 12 imam yang penuh dengan pengkafiran dan laknat.
Sekarang, berdasarkan fatwa Anda, maka
sebagai konsekuensinya adalah gugurnya kitab-kitab referensi Anda, gugurnya
para imam Anda, dan gugurnya rujukan utama Anda, sebab mereka semua menyelisihi
syariat Allah dan melakukan maksiat dan pelanggaran syariat yang nyata. Itu
sesuai dengan ucapan Anda. Jika demikian, maka apakah yang tersisa dari agama
Anda?
Untuk itulah saya mengatakan, selagi
Anda menfatwakan haramnya menghina para istri Nabi i, maka wajib bagi Anda
dengan fatwa tersebut untuk berlepas diri dari semua buku dan kitab yang isinya
mencaci para istri Nabi i dan para sahabat, juga dari semua ulama dan rujukan
yang mengharuskan melaknat ibunda kaum mukminin. Jika tidak, maka apa yang akan
dikatakan oleh Sayyid al-Khamenei tentang semua teks yang dinukil dari
kitab-kitab sandaran, para imam ma’shum mereka, dan para ulama serta rujukan
terpercaya mereka tersebut?
Saya harap dengan komentar singkat ini,
menjadi jelas gambarannya bagi seluruh kaum muslimin. Pada waktu yang sama
majalah Qiblati memberikan hak untuk membantah dari siapa pun yang berkehendak
dari kalangan ulama Syi’ah, baik di Indonesia maupun lainnya, dan ini termasuk
obyekifitas ilmiah sehingga kami tidak mencaplok hak orang lain dan menolak
pendapat mereka.
Selawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada Nabi kita dan keluarga beliau, khususnya para istri beliau ibunda kaum
mukminin, semoga Allah meridhai mereka semua.