Yang banyak Ditutupi dari Risalah Amman
Risalah Amman yang banyak
ditutupi bunyi teksnya
Jika pun deklarasi
tersebut mengesahkan aliran Syiah, maka keputusan tersebut tidak dapat
membatalkan fatwa-fatwa para ulama generasi terdahulu dari kalangan salafuna
shalih yang sudah ijmak bahwa aliran Syiah itu sesat-menyesatkan.
Oleh: Kholili
Hasib
DALAM teks Risalam
Amman ada larangan takfir (mengkafirkan)
pada tiga kelompok kaum Muslimin, mereka itu; Asy’ariyyah, Sufi dan Salafi.
Tidak disebutkan “Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah”.
Isi poin pertama di atas sebetulnya ada
kelanjutannya yang berisi tentang isu akidah, yang biasanya tidak diungkap oleh
Syiah. Kalimat tersebut berbunyi:
“Lebih lanjut,
tidak diperbolehkan mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah
Asy’ari atau
siapa saja yang mengamalkan tasawuf. Demikian pula, tidak diperbolehkan mengkafirkan
siapa saja yang mengikuti pemikiran Salafi yang sejati. Sejalan dengan itu, tidak diperbolehkan
mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang percaya pada Allah, mengagungkan dan
mensucikan-Nya, meyakini Rasulullah (shallallahu ‘alaihi Wassallam ) dan rukun-rukun
iman, mengakui lima rukun Islam, serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang
sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam.”
Poin ini bertujuan selain menyatukan Ahlus
Sunnah wal Jama’ah juga bermakna siapa-siapa yang mengakui rukun Islam, rukun
iman, mensucikan Allah dan Rasul-Nya dari sifat-sifat yang tidak pantas masuk
golongan Muslim, haram dikafirkan.
Kita ketahui, terdapat kelompok-kelompok yang
menyesatkan pengikut madzhab Asy’ariyah dan pengamal ilmu tasawuf. Madzhab
Asy’ari telah dianut oleh kaum Muslimin dan ulama-ulama besarnya selama
berabad-abad. Imam-imam besar ilmu hadis menganut madzhab Asy’ariyah.
Menurut deklarasi itu, kita harus paham, bahwa
madzhab akidah Asy’ari dan ulama-ulama sufi itu bagian dari Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Bahkan pelopor bendera Ahlus Sunnah adalah madzhab Asy’ariyah ini.
Karena itu tidak boleh disesatkan apalagi dikafirkan.
Dalam teks kalimat di atas, tidak ditemukan
akidah Syiah Imamiyah. Tidak ada sama sekali tidak kalimat “Tidak diperbolehkan
mengkafirkan siapa saja yang menganut akidah Syiah Imamiyah”.
Syiah Imamiyah tidak dimasukkan ke dalam nota
kesepahaman di atas karena memang Syiah memiliki rukun iman yang berbeda dengan
kaum Muslimin Ahlus Sunnah.
Seperti diketahui, sikap dan pandangan
Syiah “Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah” di luar kelompoknya dan
seluruh kaum Muslimin yang tidak mengenal atau mengikuti imam zamannya (yang
dimaksud adalah 12 imam Syiah) maka matinya dalam keadaan jahiliyah atau mati
di luar Islam. (baca: “40 Masalah Syiah, Buku Pedoman Dakwah
IJABI” karya Emilia Renita Az, hal 98)
Rukun Iman versi Syiah adalah : al-Tauhid,
al-‘Adl (percaya pada keadilan ilahi), Nubuwwah,
Imamah, Al-Ma’ad (percaya pada hari akhir). Padahal, dalam
deklarasi tersebut, yang dilarang untuk dikafirkan adalah siapa saja yang
meyakini rukun iman dan Islam. Bagaimana dengan Syiah yang berbeda rukun
imannya?
Karena itu, beberapa ulama yang menandatangani
deklarasi tersebut tetap bersifat tegas terhadap Syiah. Seperti Syeikh
al-Qardhawi, dan Syeikh Ahmad Thayyib.
Lihatlah fatwa Syeikh Yusuf al-Qardhawi. Beliau
mengatakan, “Sesungguhnya perbedaan yang mendasar di antara kedua madzab ini
(Sunni dan Syiah) adalah perbedaan di dalam masalahushuluddin (pokok-pokok
agama) dan bukan di dalam masalah furu’. Oleh karena itu, sebutan untuk
perbedaan ini adalah perbedaan di antara dua golongan, yaitu Ahlus Sunnah di
satu sisi dan Syiah di sisi yang lainnya. Perbedaan ini bukan di antara dua
madzab fikih.”(Fatawa Mu’ashirah jilid IV).
Dalam fatwanya tersebut Syeikh al-Qardhawi menerangkan
kesesatan-kesesatan Syiah. Beliau menjelaskan, memang benar, tidak mungkin kita
akan bersatu. Ketika saya mengatakan, ”Abu Bakar semoga Allah Swt meridhainya.
Umar semoga Allah Subhanahu Wata’ala meridhainya.”
Sedangkan engkau (Syiah) berkata, ”Abu Bakar semoga Allah Swt melaknatnya. Umar
semoga Allah Subhanahu Wata’ala melaknatnya.” Ingat,
alangkah besarnya jurang perbedaan antara kalimat ‘semoga Allah Swt
meridhainya’ dengan kalimat ‘semoga Allah Subhanahu Wata’alamelaknatnya’.
Tentang gerakan kaum Syiah yang sering
mengelabuhi kaum Muslimin beliau berkata: “Kami melihat mereka (Syiah) bersikap
masa bodoh. Mereka menerobos masuk ke masyarakat Sunni dengan memanfaatkan
kekaguman Ahlu Sunnah atas sikap Syi’ah di bidang politik dan militer. Mereka
menjadikan hal tersebut sebagai alat propaganda”.
Syeikh Ahmad Thayyib, Mufti al-Azhar,
mengatakan, “Meski para ulama besar Al-Azhar terdahulu pernah terlibat di dalam
berbagai konferensi persatuan Islam antara Sunni dan Syiah guna melenyapkan
fitnah yang memecah belah umat Islam, penting saya garis bawahi bahwa seluruh
konferensi itu nyatanya hanya ingin memenangkan kepentingan kalangan Syiah
(Imamiyah) dan mengorbankan kepentingan, akidah dan simbol-simbol Ahlus Sunnah,
sehingga upaya taqrib itu kehilangan kepercayaan dan kredibilitasnya seperti
yang kami harapkan. Kami juga sangat menyesalkan celaan dan pelecehan terhadap
para sahabat dan istri Nabi SAW yang terus menerus kami dengar dari kalangan
Syiah, yang tentu saja hal itu sangat kami tolak. Perkara serius lainnya yang
kami tolak adalah upaya penyusupan penyebaran Syiah di tengah masyarakat Muslim
di Negara-negara Sunni.”(lihat tulisan Fahmi Salim, Sikap Al-Azhar Mesir
tentang ‘Taqrib’ Sunni-Syiah di hidayatullah.com).
Terlepas dari itu, jika pun deklarasi tersebut
mengesahkan aliran Syiah, maka keputusan tersebut tidak dapat membatalkan
fatwa-fatwa para ulama generasi terdahulu dari kalangansalafuna shalih yang
sudah ijmak bahwa aliran Syiah itu sesat-menyesatkan. Mereka lah generasi yang
mendapat garansi.
Ajakan taqrib (pendekatan)
Syiah ternyata hanya strategi Syiah untuk mensyiahkan kaum Ahlus Sunnah. Syeikh
Mustafa al-Siba’i pernah dikhianati oleh orang-orang Syiah ketika beliau
bersepakat untuk mengadakan taqrib. Namun ajakan
itu dikhianati dengan kelakuan Syiah yang mencaci para Sahabat Nabi dan
melakukan Syiahisasi. Ia pun sampai pada kesimpulan bahwa ajakan Syiah
sebetulnya bukan ber-ukhwah dengan Ahlus Sunnah, namun sejatinya mengajak Sunni
untuk menjadi Syiah.*
Penulis adalah
Peneliti InPAS, Anggota MIUMI Jawa Timur
Risalah Amman dan Kampanye Politis Syiah
Sepertinya Risalah Amman menjadi alat pencintraan kaum Syiah untuk mendapatkan simpatinya bagi masyarakat Muslim Indonesia