Thursday, May 7, 2015

Tujuh Alasan Mengapa Saya Tak Masuk Syiah !

Syiah dikenal dengan kebencian dan laknat mereka terhadap para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, khususnya Khalifah Abu Bakar, Umar Ibnu Khattab, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum
                                               Tujuh Alasan Mengapa Saya Tak Masuk Syiah [1]
Kalangan Ahlus Sunnah berdakwah melalui poster guna memberikan kesadaran kaum Muslim Mesir atas sikap sebagaian kelompok Syiah yang membenci Sahabat Nabi. "Abu Bakar dan Umar adalah pemimpin kami, Aisyah ra adalah ibu kami dan musuh-musuh mereka adalah musuh-musuh kami.”

Oleh: Syahrul Qur’ani
HARI-HARI ini banyak orang membicarakan Syiah. Sementara itu, sosialisasi yang gencar dan dengan dukungan dana yang kuat dari pemerintah Iran membuat jumlah pengikut Syiah bertambah dan mulau unjuk gigi.
Meski diakui pula, gerakan dakwah dan upaya membentengi umat Islam Indonesia yang mayoritas Ahlus Sunnah (Sunni) dari pengaruh Syiah gencar diadakan oleh para aktivis Islam, namun hal itu tak membuat kaum Syiah sepenuhnya diam. Mereka bahkan terus masif melakukan aksi, termasuk aksi politik.
Secara pribadi –bahkan jika boleh jujur– saya tak tertarik untuk masuk Syiah. Hanya saja, meski dibungkus dengan halus, ajaran ‘menyimpang’ sering membuat banyak kaum Muslimin tertipu.
Ada banyak alasan mengapa saya tidak begitu tertari dengan Syiah. Di antara alasan-alasan adalah sebagai berikut;
Pertama, hanya orang-orang kafir yang membenci sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Syiah dikenal dengan kebencian dan laknat mereka terhadap para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, khususnya Khalifah Abu Bakar, Umar Ibnu Khattab, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum. Ketiga khalifah yang mulia ini dianggap Syiah telah merebut hak khilafah dari tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Maka siapa saja dari kalangan sahabat yang mengakui kekhilafahan mereka bertiga maka dianggap telah kafir oleh Syiah. Kebencian dan laknat itu sudah menjadi akidah mereka.
Syiah tak akan tegak tanpa kebencian dan dendam kesumat mereka terhadap para sahabat, padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman (artinya);
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 29).
Allah menggambarkan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para sahabatnya, saling berkasih sayang sesama mereka. Lalu Allah memisalkan para sahabat Nabi seperti tunas-tunas yang tumbuh kokoh yang menyenangkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebaliknya, keadaan para sahabat yang demikian indah digambarkan oleh Allah justru membuat hati orang-orang kafir jengkel terhadap mereka.
Lalu bagaimana dengan Syiah? Kejengkelan dan kebencian mereka terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah cukup untuk menjawab siapa sebenarnya mereka.
Kedua, Seperti inilah Allah mengelompokkan kaum muslimin
Kelompok I: Muhajirin
Golongan al-Muhajirin disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. Al-Hasyr: 8, Allah berfirman (artinya), “(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Kelompok II: Anshar
Disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat selanjutnya (artinya), ”Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Kelompok III: Yang Mendoakan Muhajirin dan Anshar
Firman Allah;
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS: Al-Hasyr: 10).
Pembaca yang budiman, di kelompok manakah Anda berada? Menjadi golongan Muhajirin dan Anshar tentu saja tak mungkin, sebab mereka adalah para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah wafat.

Menjadi kelompok III? Sangat memungkinkan, dan semoga kita termasuk dalam kelompok ini. Caranya dengan mendoakan para sahabat Muhajirin maupun Anshar dan menghilangkan kedengkian terhadap mereka.
Lalu di kelompok manakah Syiah?
Muhajirin?  Anshar? Atau yang mendoakan para sahabat?
Alih-alih mendoakan, hati mereka justru dipenuhi dendam kesumat terhadap para sahabat.
Celakanya, Allah Azza wa Jalla hanya mengelompokkan kaum Muslimin ke dalam tiga golongan di atas. Tak ada golongan ke empat yang dapat menampung Syiah.
Ketiga, Sikap keras dan permusuhan Syiah terhadap para sahabat ternyata berbeda dengan sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap para sahabatnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu…” (QS. Ali Imran: 159).
Jika Rasulullah shallallahu alaih wasallam seorang nabi yang mulia Allah perintahkan untuk bersikap lemah lembut terhadap para sahabatnya, maka sepantasnyalah umatnya bersikap lebih santun lagi terhadap mereka radhiyallahu ‘anhum.
ketujuh ayat di atas—dan masih banyak ayat lainnya—yang menyebabkan saya hingga saat ini tidak kepincut oleh ajaran Syiah
Keempat, Allah Ta’ala mengampuni dan menyayangi para sahabat, sebaliknya Syiah mengafirkan dan melaknat mereka
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman

لَقَد تَّابَ الله عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِن بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِّنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
(artinya), “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka (sahabat).” (QS. at-Tawbah: 117).
Ayat di atas turun berkaitan dengan Perang Tabuk. Para sahabat yang turut serta dalam Perang Tabuk disebut Jaisyul ‘Usrah, karena sulitnya kondisi kaum muslimin saat itu. Wajar jika akhirnya ada di antara mereka yang merasa berat dan hampir saja berpaling dari perintah Allah.
Utsman bin Affan menginfakkan 950 unta dan 50 ekor kuda lengkap dengan muatannya untuk biaya perang. Umar bin Khatthab menginfakkan setengah hartanya yang tak sedikit, sementara Abu Bakar ash-Shiddiq menginfakkan seluruh hartanya. Sayangnya, justru ketiga sahabat mulia inilah yang paling dikafirkan oleh Syiah. Aneh, mereka mengaku muslim tapi akidah mereka menyelisihi firman-firman Allah.

Kelima, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memaafkan kesalahan para sahabatnya bahkan memohonkan ampun bagi mereka
Allah berfirman (artinya), “Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 159).

Sejarah membuktikan bahwa para sahabat radhiyallahu anhum yang telah mendampingi perjuangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terkadang jatuh dalam kesalahan. Apakah Allah melaknat mereka atau memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mencela dan menuduh para sahabatnya kafir?
Ternyata Allah ‘Azza wa Jalla justru memerintahkan Rasul-Nya untuk memaafkan dan memintakan ampunan bagi para shahabatnya. Bahkan lebih dari itu, beliau pun senantiasa mengajak para sahabatnya untuk bermusyawarah tentang urusan-urusan perang, politik, ekonomi, kemasyarakatan, dan lain-lain.
Sekali lagi, bandingkan dengan Syiah. Mereka sangat berat menerima kesalahan para sahabat. Apakah mereka merasa lebih mulia dari Allah dan Rasul-Nya? Hanya Allah yang tahu kemudian orang-orang Syiah itu.
Keenam, Para sahabat adalah penolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

وَإِن يُرِيدُواْ أَن يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللّهُ هُوَ الَّذِيَ أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ
“Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.” (QS. al-Anfal: 62).
Para mukmin, siapakah mereka? Tentu saja mereka adalah para sahabat yang telah mempersembahkan harta, jiwa dan raga mereka untuk membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Subhanallah!
Para sahabat adalah manusia-manusia pilihan yang dipilih Allah untuk mendampingi perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika hari ini, kehormatan para sahabat terus direndahkan oleh orang-orang Syiah, maka itu tak ada artinya jika dibandingkan dengan sederet pembelaan Allah Azza wa Jalla terhadap mereka.
Ketujuh, Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ibunda kaum muslimin
Allah Jalla Jalaluh berfirman

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
(artinya), “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka…” (QS. al-Ahzab: 6).
Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ibunda kita kaum muslimin. Sementara Syiah melecehkan, menuduh berzina, bahkan mengafirkan Ibunda kaum Mukminin Aisyah binti Abi Bakar dan Hafshah binti Umar radhiyallahum.
Apakah Syiah tidak menganggap bahwa Aisyah dan Hafshah radhiyallahu ‘anhuma itu sebagai ibunda mereka—dengan konsekuensi ingkar terhadap firman Allah di atas? Ataukah mereka adalah anak-anak durhaka terhadap ibundanya? Atau itukah pengakuan bahwa mereka memang bukan bagian dari kaum muslimin? Wallahu A’lam.
Setidaknya, ketujuh ayat di atas—dan masih banyak ayat lainnya—yang menyebabkan saya hingga saat ini tidak kepincut oleh ajaran Syiah, seindah apapun ia dikemas oleh para pengikutnya. Semoga Saudaraku Pembaca yang mulia pun demikian. Wallahu al-Hadi ilaa aqwam ath-thariq.*
Penulis tinggal di Makasar, Sulawesi Selatan