Bukannya ikut membela Fatimah -putri
baginda Nabi SAW- Ali malah membela keputusan Abubakar yang dituduh syi'ah
menzhalimi Fatimah, sebenarnya siapa yang zhalim? Abubakar yang melaksanakan
wasiat Nabi SAW atau syi'ah yang menggugat imamnya yang maksum?
Sebuah pertanyaan penting, jika memang tanah Fadak itu adalah benar milik
Fatimah, apakah kepemilikan itu gugur setelah Fatimah wafat? Tentunya tidak,
artinya ahli waris dari Fatimah yaitu Ali, Hasan, Husein dan Ummi Kultsum tetap
berhak mewarisi harta Fatimah. Begitu juga ahli waris Nabi bukan hanya Fatimah,
melainkan juga Abbas pamannya. Sejarah tidak pernah mencatat adanya upaya dari
Abbas paman Nabi utnuk menuntut harta warisan seperti yang dilakukan oleh
Fatimah. Selama ini syi’ah selalu melakukan black campaign terhadap Abubakar
yang dituduh menghalangi Fatimah untuk mendapatkan warisannya. Tetapi alangkah
terkejutnya ketika kita membaca riwayat-riwayat dari kitab Syi’ah sendiri yang
memuat pernyataan para imam syi’ah -yang tidak pernah keliru- yang setuju
dengan keputusan Abubakar. Seakan-akan para imam syi’ah begitu saja bertaklid
buta pada Abubakar As Shiddiq.
Sampai hari ini syi’ah masih terus menangisi tragedi Fatimah yang dihalangi
oleh Abubakar dari mengambil harta warisan, tapi ternyata Ali setuju dengan
keputusan Abubakar. Apakah Ali setuju dengan keputusan Abubakar yang menyakiti
Fatimah? Ataukah keputusan Abubakar adalah tepat karena didukung oleh
pernyataan dari imam maksum? Karena Imam maksum tidak pernah salah.
Salah seorang ulama syi’ah bernama Al Murtadho Alamul Huda –saudara kandung As
Syarif Ar Radhiy, penyusun kitab Nahjul Balaghah- menyatakan: saat Ali menjabat
khalifah, ada orang mengusulkan agar Ali mengambil kembali tanah fadak, lalu
dia berkata: saya malu pada Allah untuk merubah apa yang diputuskan oleh
Abubakar dan diteruskan oleh Umar. Bisa dilihat dalam kitab As Syafi hal 213.
Ketika Abu Ja’far Muhammad bin Ali yang juga dijuluki Al Baqir -Imam Syi’ah
yang kelima- saat ditanya oleh Katsir An Nawwal yang bertanya: semoga Allah
menjadikan aku sebagai tebusanmu, apakah Abubakar dan Umar mengambil hak
kalian? Tidak, demi Allah yang menurunkan Al Qur’an pada hambanya untuk menjadi
peringatan bagi penjuru alam, mereka berdua tidak menzhalimi kami meskipun
seberat biji sawi, Katsir bertanya lagi: semoga aku dijadikan tebusanmu, apakah
aku harus mencintai mereka? Imam Al Baqir menjawab: iya, celakalah kamu,
cintailah mereka di dunia dan akherat, dan apa yang terjadi padamu karena itu
aalah menjadi tanggunganku.
Bisa dilihat di Syarah Nahjul Balaghah jilid 4 hal 84.
Begitu juga Majlisi yang biasanya bersikap keras terhadap sahabat Nabi terpaksa
mengatakan: ketika Abubakar melihat kemarahan Fatimah dia mengatakan: aku tidak
mengingkari keutamaanmu dan kedekatanmu pada Rasulullah SAW, aku melarangmu
mengambil tanah fadak hanya karena melaksanakan perintah Rasulullah, sungguh
Allah menjadi saksi bahwa aku mendengar Rasulullah bersabda: kami para Nabi
tidak mewarisi, kami hanya meninggalkan Al Qur’an, hikmah dan ilmu, aku
memutuskan ini dengan kesepakatan kaum muslimin dan bukan keputusanku sendiri,
jika kamu menginginkan harta maka ambillah hartaku sesukamu karena kamu adalah
kesayangan ayahmu dan ibu yang baik bagi anak-anakmu, tidak ada yang bisa
mengingkari keutamaanmu. Bisa dilihat dalam kitab Haqqul Yaqin, hal 201-202.
Ibnul Maitsam dalam Syarah Nahjul Balaghah meriwayatkan kisah berikut:
Abubakar mengatakan pada Fatimah: kamu akan mendapat bagian seperti ayahmu, Rasulullah
SAW mengambil dari Fadak untuk kehidupan sehari-hari, dan membagikan lainnya
serta mengambil untuk bekal berjihad, aku akan berbuat seperti yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW, Fatimah pun rela akan hal itu dan berjanji akan
menerimanya.
Syarah Nahjul Balaghah, Ibnul Maitsam Al Bahrani jilid 5 hal 107, Cet. Teheran
Sama seperti yang diriwayatkan oleh Ibnul Maitsam, Al Danbali dan Ibnu Abil
Hadid:
Bahwa Abubakar mengambil hasil Fadak dan menyerahkannya pada ahlul bait secukup
kehidupan mereka, begitu juga Umar, Utsman dan Ali
.
Bisa dilihat di kitab Syarah Nahjul Balaghah karangan Ibnu Maitsam dan Ibnu
Abil Hadid, juga Durah An Najafiyah hal 332.
Ternyata imam maksum mengakui keputusan Abubakar dalam amsalah fadak, walaupun
demikian syi’ah tetap saja menangisi Fatimah yang konon dizhalimi oleh
Abubakar. Tetapi yang aneh, imam Ali -yang konon maksum- bukannya ikut membantu
Fatimah merebut harta miliknya tetapi malah menyetujui keputusan Abubakar.
Keputusan Abubakar yang dianggap syi’ah sebagai keputusan yang keliru dan
kezhaliman malah didukung oleh imam maksum. Berarti imam maksum ikut berperan
serta menzhalimi Fatimah. Tetapi syi’ah tidak pernah marah pada imam maksum,
yang dijadikan objek kemarahan hanyalah Abubakar.
Abubakar benar dalam keputusannya, dengan bukti dukungan imam maksum atas
keputusannya itu. Jika imam maksum melakukan kesalahan maka dia tidak maksum
lagi.
Tetapi -seperti biasanya- kenyataan ini ditutup rapat-rapat oleh syi'ah,
sehingga barangkali anda hanya bisa menemukannya di situs ini. Syi'ah selalu
menuduh Bani Umayah memalsukan sejarah, padahal syi'ah selalu mengikuti jejak
mereka yang dituduh memalsu sejarah.