Dalam buku Mafatihul
Jinan milik Syekh Abbas Al-Qummi tentang amalan pada hari kesembilan bulan
Rabi’ul Awwal, bahwa pada hari itu adalah hari yang agung, yaitu Idul Baqr, ia
menjelaskannya dengan panjang lebar, diriwayatkan bahwa siapa yang berinfak
pada hari itu dosa-dosanya akan diampuni, dikatakan pula bahwa dianjurkan pada
hari ini untuk memberi makan saudaranya dari kaum Mukminin dan membuat mereka
senang, memberi kelapangan kepada keluarga dengan memberinya infak yang banyak,
memakai pakaian yang bagus, bersyukur kepada Allah dan beribadah kepada-Nya,
pada hari itu segala permasalahan dan kesedihan akan lenyap, dan hari itu
sangat mulia, maka apakah itu hari Idul Baqr, dan mengapa dinamakan dengan nama
ini bukan dengan yang lainnya?
Jawaban:
Ulama mereka,
Ar-Ruhani menjawab sebagai berikut,
Bismihi Jallat
Asma’uhu
Al-Baqaru adalah
mashdar dari kata بقر – يبقر – بقرا ,dan yang dimaksud dengannya adalah hari
dimana diirisnya (ditusuknya) perut salah seorang musuh Az-Zahra alaihis salam,
dialah yang menzaliminya, menyerangnya, dan menggugurkan janinnya yang
mengakibatnya kesyahidannya, sebagaimana riwayat tentang itu sangat banyak
terdapat pada kitab-kitab dua kelompok (sunni dan syiah), perutnya ditusuk pada
hari kesembilan bulan kesembilan oleh seorang tabi’in yang mulia, Abu Lu’luah
An-Nahawand Al-Madani, maka Syiah mengekspresikan kesenangannya pada hari ini
dan mereka menamainya dengan Idul Baqr, karena mereka berkeyakinan bahwa Allah
membalasnya untuk Ash-Shiddiqah Az-Zahra alaihas salam karena telah dizalimi
dan dirusak kehormatannya, dan itu dengan cara ditusuk dan dirobeknya perut
orang tersebut, dan ini juga berangkat dari keyakinan bahwa pada hari itulah
Shahibuz zaman, Imam Al-Mahdi Al-Muntazhar diangkat menjadi Imam.
****
Padahal Abu Lu’luah
bukanlah seorang muslim apalagi seorang tabi’in yang mulia, bahkan dia adalah
orang kafir yang berasal dari negeri Persia. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata, “Dan apa yang dilakukan oleh Abu Lu’luah adalah sebuah kemuliaan bagi
Umar radhiyallahu anhu, dan hal itu lebih besar dari yang dilakukan oleh Ibnu
Muljam terhadap Ali radhiyallahu anhu, dan juga lebih besar dari para pembunuh
Imam Husein radhiyallahu anhu, karena Abu Lu’luah adalah orang kafir yang telah
membunuh Umar, sebagaimana seorang yang kafir membunuh seorang mukmin, dan
kesyahidan ini lebih besar nilainya dari syahadah seorang muslim yang dibunuh
oleh orang islam juga” (Mukhtashar Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah, Syekh
Abdullah bin Muhammad Al-Ghunaiman, Maktabah Dar Thaybah, Riyadh, hal 276)
(Muh. Istiqamah/lppimakassar.com)