Monday, November 9, 2015

Demokrasi: Ekspor Amerika Paling Mematikan !!

democracy_300_470demokrasi-buku

Buku ini karya terbaru penulis top Amerika Willliam Blum. Sebelumnya Blum juga menguliti kebiadaban Amerika dalam bukunya The Rogue State.
Dalam karya terbarunya ini, 2013, Blum menelisik lebih jauh tentang kebohongan-kebohongan pemerintah Amerika. “Rahasia untuk memahami kebijakan luar negeri Amerika Serikat adalah tidak ada rahasia. Secara prinsip orang harus menyadari bahwa Amerika Serikat berupaya untuk mendominasi dunia dan untuk tujuan ini Amerika Serikat akan menempuh jalan apa saja yang diperlukan. Ketika kita sudah memahai hal tersebut, banyak kebingungan, kontradiksi, dan ambiguitas yang tampak di seputar kebijakan-kebijakan Washington pun akan memudar,”terang penulis yang mantan pejabat di Kementerian Luar Negeri Amerika ini.
Blum kemudian memaparkan bukti-bukti bagaimana upaya Amerika untuk mendoninasi dunia:
1.Amerika berupaya keras untuk menggulingkan lebih dari 50 pemerintahan luar negeri yang kebanyakan dipilih secara demokratis
2.Secara kotor, ikut campur tangan dalam pemilihan umum di lebih dari 30 negara
3.Mencoba membunuh lebih dari 50 orang pemimpin negara-negara asing
4.Mengebom orang-orang di lebih dari 30 negara
Mencoba untuk menekan gerakan rakyat atau nasionalis di 20 negara
Slogan Nazi Jerman Deutschland uber alles, Jerman di atas segalanya, ternyata juga dipraktekkan di Amerika. Pada Juni 2008, ketika Blum mengunjungi situs web Angkatan Udara Amerika Serikat (www.airforce.com), ia melihat judul di halaman pertamanya “Di atas segalanya.” Halaman ini terhubung dengan situs lainnya (www.airforce.com/achangingworld) dan kata “Di atas segalanya” diulanginya lagi. Bahkan lebih jelas, dengan terhubung ke situs-situs tentang Dominasi Udara, Dominasi Ruang Angkasa dan Dominasi Dunia Cyber, yang masing-masing  mengulang kalimat “Di atas segalanya”.
Dan menurut Blum, seorang pejabat di Pentagon menyatakan demikian. “Kami akan menguasai target-target darat suatu hari nanti –kapal-kapal, pesawat-pesawat terbang, target-target daratan—dari ruang angkasa…Kami akan bertarung di ruang angkasa. Kami akan bertarung dari ruang angkasa dan kami akan bertarung ke dalam ruang angkasa,”kata Joseph Ashy, Panglima Komando Ruang Angkasa Amerika Serikat.

Ambisi Washington untuk mendominasi dunia bukan didorong untuk membangun demokrasi yang mendalam ataupun kebebasan, dunia yang lebih adil, menghentikan kemiskinan atau kekerasan, atau planet yang lebih layak untuk dihuni. Dominasi AS di dunia untuk kepentingan ekonomi dan ideology. Michael Parenti mencatat: “Tujuan tersebut tidak hanya demi kekuasaan saja, tetapi kekuasaan untuk menjamin control plutokrasi atas planet, kekuasaan untuk memprivatisasi dan menderegulasi perekonomian setiap negara di dunia, untuk menunggangi punggung orang dimana-mana –termasuk orang-orang di Amerika Utara—berkah dari “pasar bebas” kapitalisme korporasi yang tidak terbatas. Pertarungannya ada diantara mereka yang percaya bahwa tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, dan pasar dunia harus didedikasikan untuk memaksimalkan akumulasi modal bagi segelintir orang dan mereka yang percaya bahwa hal-hal tersebut harus digunakan untuk keuntungan bersama dan pembangunan sosial ekonomi bagi orang banyak.”
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa bagi kekuasaan elite Amerika, salah satu tujuan abadi dan paling inti dari kebijakan luar negeri adalah mencegah bangkitnya masyarakat apapun yang mungkin dapat menjadi contoh yang baik bagi suatu alternative di luar model kapitalis.
Amerika tidak peduli dengan apa yang disebut demokrasi. Sesering apapun Presiden Amerika menggunakan kata tersebut setiap kali membuka mulutnya. Seperti telah disebutkan, sejak 1945, AS telah mencoba untuk menggulingkan lebih dari 50 pemerintahan yang kebanyakan dipilih secara demokratis dan secara keji melakukan campur tangan dalam pemilihan-pemilihan umum yang demokratis setidaknya di 30 negara. Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud para pemimpin Amerika dengan demokrasi? Yang mereka pikirkan hanyalah segala bentuk demokrasi ekonomi – penutup ketimpangan antara kaum yang sangat miskin dan kaum yang tidak pernah merasa cukup. Yang mereka pikirkan adalah memastikan negara sasaran tersebut memiliki mekanisme-mekanisme politik, keuangan, serta hukum yang sesuai dan ramah terhadap globalisasi korporasi.
Menulis Blum (penulis buku ini), Amerika tidak benar-benar antiterorisme, hanya terhadap teroris-teroris yang tidak bersekutu dengan imperium saja. Ada sejarah yang panjang dan hina terkait dengan dukungan Washington terhadap berbagai teroris anti Castro, bahkan ketika aksi-aksi terorisme dilakukan di Amerika Serikat. Saat ini, Luis Posada Carriles masih tetap dilindungi oleh pemerintah AS meskipun dia merupakan dalang dari peledakan sebuah pesawat Kuba yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 73 orang. Dia adalah salah satu dari ratusan teroris anti Castro yang diberi perlindungan oleh AS bertahun-tahun.
Pada Desember 1989, dua hari setelah mengebom dan menginvasi penduduk Panama yang tidak berdaya, membunuh beberapa ribu orang tak bersalah yang tidak berbahaya bagi satu pun orang Amerika. Presiden George HW Bush menyatakan bahwa dia “turut merasakan kesedihan para keluarga mereka yang meninggal di Panama”. Ketika seorang reporter bertanya kepadanya: Apakah sepadan untuk membunuh orang demi ini? Untuk mendapatkan (pemimpin Panama Manuel) Noriega? Bush menjawab,”Setiap nyawa manusia berharga, tetapi saya harus menjawab, ya, sejauh ini, hal ini sepadan.”
Setahun kemudian, saat mempersiapkan pembunuhan massal selanjutnya, yaitu invasi pertama Amerika ke Irak, Bush Senior mengatakan,”Orang-orang mengatakan kepada saya,’Berapa banyak nyawa? Berapa banyak nyawa yang akan Anda habiskan? ‘Setiap nyawa berharga’.
Di akhir 2006, saat putranya Bush menjadi presiden, juru bicara Gedung Putih, Scott Stanzel dalam komentarnya tentang kematian orang-orang Amerika yang mencapai jumlah 3000 di Perang Irak Kedua, mengatakan bahwa Bush “yakin bahwa setiap nyawa berharga dan turut berduka atas setiap kehilangan.” Pada Februari 2008, ketika kematian rakyat Amerika mencapai 4000 orang dan kematian rakyat Irak sebanyak 1 juta orang atau lebih, George W Bush menyatakan,”Ketika kita mengangkat hati kita kepada Tuhan, kita setara di mataNya. Kita sama-sama berharga…Dalam doa, kita tumbuh dalam pengampunan dan kasih…Ketika kita menjawab panggilan Tuhan untuk mencintai tetangga kita seperti kita mencintai diri kita, kita memasuki persahabatan yang lebih dalam dengan sesama manusia.”
William Blum benar-benar menyindir keluarga George Bush yang telah membunuh jutaan manusia, tapi mulutnya selalu menyatakan ‘Setiap nyawa berharga’.

Dalam percakapan televisi yang terkenal pada 1996 antara Madeleine Albright dan reporter Lesley Stahl. Lesley membicarakan sanksi-sanksi terhadap Irak dan bertanya kepada Madeleine Albright yang pada saat itu merupakan Duta Amerika Serikat untuk PBB dan calon Menteri Luar Negeri,”Kami mendengar bahwa setengah juta anak telah meninggal. Jumlah ini lebih banyak daripada jumlah anak-anak yang meninggal di Hiroshima. Dan…Anda tahu apakah harga ini sepadan?”
Albright menjawab,”Menurut saya ini merupakan pilihan yang sulit, tetapi harganya…menurut kami harganya sepadan.”
Sepuluh tahun kemudian, Condoleeza Rice melanjutkan tradisi Menteri Luar Negeri perempuan dan warisan mulia keluarga Bush yang sama mulianya menyatakan bahwa horror yang berlangsung saat ini di Irak “sepadan dengan investasinya bagi hidup orang dan dolar Amerika”.
Pada 6 April 2011, di tengah-tengah pengeboman Nato/AS terhadap negaranya, pemimpin Libia, Muammar Gaddafi, menulis surat kepada Presiden Barack Obama yang berisi:
“Kami lebih merasa terluka secara moral daripada fisik atas kata-kata ataupun tindakan yang Anda lakukan terhadap kami. Terlepas dari itu 
Harapan Gaddafi menulis surat kepada Obama agar dapat menggerakkan hati Presiden Amerika tersebut untuk menghentikan pengeboman terhadap Libia, ternyata, seperti yang kita ketahui, tidaklah realistis (karena tujuannya adalah membunuh dan melengserkan Gaddafi)>
Sebelum invasi Amerika pada Maret 2003, Irak mencoba untuk menegoisasikan kesepakatan damai dengan Amerika Serikat. Para pejabat Irak, termasuk Kepala Badan Intelijen Irak, ingin agar Washington mengetahui bahwa Irak tidak lagi memiliki senjata-senjata pemusnah massal dan menawarkan untuk memperbolehkan tentara dan para ahli Amerika untuk melakukan riset. Mereka juga menawarkan dukungan penuh bagi segala rencana AS terhadap proses perdamaian antara Arab Israel dan untuk menyerahkan seorang pria yang dituduh dalam pengeboman World Trade Center pada 1993. Apabila hal ini terkait dengan minyak, tambah mereka, mereka juga mau membicarakan konsesi minyak dengan AS. Jawaban Washington adalah pengeboman besar-besaran ke Irak.
Sejak 1991 sampai dengan sekarang Irak telah dihancurkan Amerika. Sebuah studi yang dilakukan PBB pada 2005, mengungkap bahwa 84 persen dari institusi pendidikan tinggi telah dihancurkan, dirusak dan dirampok. Jumlah para intelektual di Irak sudah jauh berkurang, karena ribuan akademisi dan professional sudah meninggalkan negeri itu atau diculik atau dibunuh. Ratusan ribu bahkan jutaan penduduk Irak lainnya yang kebanyakan berasal dari kelas menengah yang terpelajar juga sudah pindah ke Yordan, Suriah atau Mesir (saat itu).
Program Pangan Dunia dari PBB melaporkan bahwa 400 ribu anak-anak di Irak menderita ‘kekurangan protein akut”. Kematian akibat kurang gizi dan penyakit yang tidak dapat tercegah, terutama yang dialami oleh anak-anak, adalah hasil dari sanksi yang sudah diterapkan AS selama 12 tahun (sejak 1991). Keadaan semakin memburuk karena kemiskinan dan gangguan keamanan telah menyulitkan akses penduduk terhadap obat dan pola makan yang baik.
Tindakan munafik Presiden AS George HW Bush juga diungkap William Blum dengan terus terang. Di hadapan Akademi Angkatan Udara pada 29 Mei 1991, Bush pidato: “Tidak ada bahaya pengembangan senjata nuklir yang lebih mendesak daripada Timur Tengah. Setelah berkonsultasi dengan pemerintah-pemerintah di dalam wilayah tersebut tentang bagaimana caranya untuk memperlambat dan kemudian memundurkan pembuatan-pembuatan senjata-senjata yang tidak perlu dan yang dapat mengguncang stabilitas, hari ini saya mengajukan usulan inisiatif pengawasan senjata Timur Tengah. Pengawasan ini memuat panduan bagi penyedia jasa ekspor senjata-senjata konvensional, hambatan-hambatan yang akan berkonstribusi bagi senjata-senjata pemusnah massal, pembekuan untuk saat ini dan pelarangan di kemudian hari terhadap produksi bahan-bahan senjata nulir.”
Tapi sehari setelahnya (30 Mei 1991), Menteri Pertahanan Dick Cheney, mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan memberikan pesawat-pesawat tempur AS senilai 65 US juta dolar kepada Israel dan mendukung sebagian besar program misil Israel.

Ketika pada 2005, Senator Illinois, Dick Durbin, mengambil resiko dan membandingkan penyiksaan Amerika di Guantanamo dengan “Nazi, Soviet di Gulag-Gulag mereka, atau sejumlah rezim gila lainnya –Pol Pot atau yang lainnya- yang tidak memiliki perikemanusiaan” dan ditentang keras oleh sayap kanan, Obama berdiri di hadapan Senat dan membela Dick Durbin? Tidak, justru dia bergabung dengan para pengritiknya, dengan tiga kali menyebut bahwa ucapan Durbin adalah kesalahan.
Salah satu penasihat luar negeri Obama adalah Zbigniew Brzezinski, seorang yang utama dalam memprovokasi intervensi Soviet di Afghanistan pada 1979, yang kemudian diikuti dengan persediaan militer berlimpah dari AS kepada pihak oposisi dan perang yang meluas. Hal inilah yang memunculkan sebuah generasi jihadis Islam, yaitu Taliban, Osama bin Laden, al Qaeda dan lebih dari dua decade ‘terorisme anti Amerika’. Ketika ditanyakan kemudian apakah dia memiliki penyesalan terkait dengan kebijakan ini, Brzezinsky menjawab,”Menyesal apa? Bahwa operasi rahasia tersebut merupakan ide yang cemerlang. Operasi tersebut telah berdampak pada penggiringan Rusia dalam perangkap Afghanistan dan Anda ingin saya untuk menyesali hal ini? Pada hari dimana Rusia secara resmi menyeberangi perbatasan, saya menulis kepada Presiden Carter, intinya adalah saat ini kita membuka peluang bagi USSR untuk memiliki Perang Vietnamnya sendiri.”
Penasihat utama Obama yang lain lagi –dari seluruh daftar penetapan imperium yang paling membuat depresi –adalah Madeleine Albright, yang memainkan peran kunci dalam pengeboman-pengeboman yang tidak berperikemanusiaan di Irak dan Yugoslavia pada 1990-an.
Dalam sebuah pidatonya pada saat kampanye pendahuluan pada Maret, Obama mengatakan bahwa “dia akan mengembalikan negara pada upaya-upaya kebijakan luar negeri yang tradisional pada masa pemerintahan George HW Bush, John F Kennedy dan Ronald Reagan. Benar-benar tradisional, karena mereka semuanya adalah pelaku intervensi berantai.
Dengan mempertmbangkan semua ini, dapatkah kita mengharapkan kebijakan luar negeri yang lebih mencerahkan, tidak terlalu berdarah-darah, lebih progresif pada Barack Obama? Lupakanlah tentang kecakapan berbicara dan daya tarik yang dimiliki, lupakan hal yang hangat terasa menyenangkan, lupakanlah klise-klise dan omongan-omongan yang tak berkesudahan tentang harapan, perubahan, persatuan dan peran Amerika yang tidak tergantikan sebagai pemimpin dunia, lupakanlah segala ocehan keagamaan, lupakanlah John Mc Cain dan George W Bush…Yang diperlukan adalah menghentikan horror –pengeboman, invasi, pembunuhan, penghancuran, penggulingan, pendudukan, penyiksaan, Imperium Amerika.
Dipenuhi dengan rasa superioritas moral Amerika, setiap tahun Departemen Luar Negeri menghakimi dunia dengan menerbitkan laporan-laporan yang mengevaluasi perilaku dari negara-negara yang lain, seringkali disertai dengan sanksi-sanksi dalam berbagai bentuk. Ada bermacam-macam laporan yang memberikan urutan kepada setiap negara yang lebih rendah menjalankan tugasnya pada tahun sebelumnya di bidang kebebasan beragama, hak-hak asasi manusia, perang melawan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia dan kontraterorisme. Departemen Luar Negeri juga membuat sebuah daftar kelompok-kelompok teroris internasional.
Dan di halaman akhir bukunya, William Blum mengritik keras Amerika: “Tuhan memilih Amerika untuk menyelamatkan dunia dengan segala cara yangs esuai dengan Amerika. Tuhan menunjuk Israel untuk menjadi saluran bagi kebijakan Amerika atas Timur Tengah dan siapapun yang menentang ide tersebut, maka dia adalah: 1) anti Semit 2) anti Amerika 3) di pihak musuh dan 4) teroris. (John le Carre, The Times, London, 15 Januari 2003).