Menlu Saudi: Iran, Negara Pendukung Terorisme
Kamis, 11 Rabiul Akhir 1437 H / 21
Januari 2016 09:30 WIB
“Arab Saudi tidak akan mengizinkan Iran untuk
melemahkan keamanan kami atau keamanan sekutu kami. Kami akan mendorong
perlawanan terhadap upaya tersebut, “kata Menteri Luar Negeri Saudi Adel
Al-Jubeir dalam sebuah opini yang dipublikasikan di New York Times,
Selasa.
“Dunia
berharap melihat tanda-tanda perubahan Iran, berharap mereka
akan berubah dari negara revolusioner yang tidak menghormati negara
lain menjadi anggota terhormat dari masyarakat internasional,” katanya,
menambahkan bahwa Teheran memiliki kebijakan permusuhan terhadap negara
tetangganya yang hanya akan menyebabkan lebih banyak kekerasan di wilayah
tersebut.
Al-Jubeir menambahkan
bahwa Iran “daripada menghadapi masalah isolasi yang diciptakan
oleh dirinya sendiri, lebih memilih untuk menyebarkan kebijakan
berbahaya sektarian dan ekspansionis, serta dukungan untuk terorisme, dengan
menyebutkan tuduhan tidak berdasar terhadap Kerajaan Arab Saudi.”
Al-Jubeir
mengatakan Arab Saudi dan sekutu Teluk tidak memiliki pilihan untuk terus
menolak ideologi ekspansionis Iran dan menanggapi dengan tegas setiap tindakan
agresi.
Dia
mengatakan bahwa yang bisa dilihat oleh negara GCC atas tanda-tanda
perubahan Iran adalah Iran menangguhkan perluasan program nuklirnya.
Menteri luar
negeri menjelaskan: “Tentu saja, kita tahu bahwa sebagian besar penduduk
Iran ingin keterbukaan yang lebih besar dan secara internal memiliki hubungan
yang lebih baik dengan negara-negara tetangga dan dunia. Tetapi pemerintahnya
tidak. ”
Dia
mengatakan bahwa perilaku revolusi Iran sejak 1979 tetap konsisten dalam
upayanya terus mengembangkan revolusi.
Al Jubeir berkata, “Iran telah mendukung kelompok-kelompok ekstremis yang
melakukan kekerasan, termasuk Hizbullat di Lebanon, Houthi di Yaman dan milisi
sektarian di Irak.”
“Iran atau
proksinya adalah pihak yang bertanggungjawab untuk serangan teroris
di seluruh dunia, termasuk pengeboman barak Marinir Amerika Serikat di Beirut
pada tahun 1983 dan Menara Khobar di Arab Saudi pada tahun 1996, dan pembunuhan
di restoran Mykonos di Berlin pada tahun 1992. ”
Dia
mengatakan bahwa pada tahun 1979 pengambilalihan Kedutaan Amerika di Teheran,
dan serangan terhadap berbagai kedutaan lain, termasuk Inggris, Denmark,
Kuwait, Rusia dan kasus terbaru penyerangan kedutaan Saudi di Iran dan di luar
negeri juga dilakukan oleh “proxy Iran.”
Jubeir menyatakan tindakan Iran dan proksinya, Hizbullat di Lebanon
dalam perang yang dilancarkan terhadap oposisi Suriah telah membantu
Daesh semakin berkembang.
Al
Jubeir mengatakan bahwa tujuan Iran mendukung rezim Suriah Bashar
Al-Assad untuk tetap berkuasa adalah untuk mengamankan kepentingan mereka.
Mengutip laporan pada tahun 2014 oleh Departemen Luar Negeri AS, yang
mengatakan “Iran memandang Suriah’sebagai jalan lintas yang penting untuk
rute pasokan senjata kepada Hizbullat.’”
“Laporan itu
juga mencatat, mengutip data PBB, bahwa Iran menyediakan senjata,
biaya dan pelatihan” untuk mendukung tindakan keras dan brutal rezim Assad
yang telah mengakibatkan kematian sedikitnya 191.000 orang.
Laporan yang sama pada 2012 mencatat bahwa kebangkitan Iran sebagai negara
pendukung terorisme, ditandai dengan kegiatan Iran dan teroris
Hizbullat yang semkain meningkat dan belum pernah terjadi sebelumnya sejak
tahun 1990-an.
Al Jubeir
menyebut Iran telah mendukung milisi pemberontak Houthi untuk
mengambil alih Yaman, yang pada gilirannya menyebabkan perang
dan telah menewaskan ribuan orang.
“Iran adalah
aktor utama yang mengobarkan perang di kawasan itu,”
Dia
menjelaskan bahwa Iran telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dengan menguji
sebuah rudal balistik pada 10 Oktober dan pada bulan Desember menembakkan rudal
di dekat kapal Amerika dan Perancis di perairan internasional.
Menanggapi
ancaman terhadap keamanan Saudi ia berkata: “Dalam sebuah kebohongan aneh, Iran
memfitnah dan menyakiti semua orang Saudi dengan mengatakan bahwa bangsa kami,
rumah dari dua masjid suci, telah mencuci otak orang-orang untuk menyebarkan
ekstremisme.
“Arab Saudi
telah menjadi korban terorisme, yang sering dilakukan oleh sekutu Iran.
Negara kita berada di garis depan memerangi terorisme, bekerja sama dengan
sekutu kami. Arab Saudi telah menangkap ribuan tersangka terorisme dan ratusan
telah dihukum. Perjuangan kita melawan terorisme akan terus berlanjut dan
kami memimpin upaya multinasional untuk memburu orang-orang yang
berpartisipasi dalam kegiatan teroris, dan yang mendanai mereka dan
orang-orang yang memicu pola pikir yang mendukung ekstremisme, “katanya.
“Pertanyaan sebenarnya adalah apakah Iran ingin hidup dengan aturan sistem
internasional, atau tetap menjadi negara revolusioner yang berkomitmen untuk
ekspansi dan menyimpang dari hukum internasional. Pada akhirnya, kami
harap Iran mampu memecahkan masalah sehingga memungkinkan orang
lain untuk hidup damai. Tapi itu akan memerlukan perubahan besar dalam
kebijakan dan perilaku Iran. Kami belum melihat itu, “katanya.
“Kami bukan negara yang mensponsori terorisme; Iran yang melakukan itu. ” (ts/arabnews)
“Kami bukan negara yang mensponsori terorisme; Iran yang melakukan itu. ” (ts/arabnews)
Wednesday, January 20, 2016
RIYADH (atjehcyber) - Arab
Saudi menyebut Iran selama hampir empat dekade bercatatan sebagai penyebar
"fitnah, keresahan dan kekacauan". Tudingan ini disampaikan justru
ketika komunitas internasional tengah berusaha mendamaikan kedua negara yang
saling bersaing pengaruh itu.
Hubungan kedua negara menjadi sangat panas
setelah Saudi mengeksekusi mati ulama top Syiah Nimr al-Nimr.
"Sejak revolusi Iran pada 1979, Iran punya
catatan menyebarluaskan fitnah, keresahan, dan kekacauan di kawasan ini,"
lapor kantor berita SPA mengutip seorang pejabat luar negeri Saudi yang tidak
disebutkan namanya.
"Selama periode waktu yang sama, Kerajaan
(Saudi) mengambil kebijakan yang menahan diri kendati menderita sebagai
konsekuensi dari kebijakan yang terus menerus agresif dari Iran."
Pejabat itu mengatakan kebijakan Iran utamanya
didasarkan pada ide mengekspor revolusi.
"Iran merekrut milisi syiah di Irak,
Lebanon, Suriah dan Yaman," kata pejabat itu seraya menuduh Iran menyokong
terorisme dan melancarkan berbagai pembunuhan.
SPA menyiarkan bukti 58 titik yang disiapkan
kementerian luar negeri Saudi, "untuk melukiskan kebijakan agresif Iran
dan menyangkal "kebohongan-kebohongan nyata" dari Tehran, termasuk
sebuah artikel Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di New York Times
pekan lalu.
Zarif menyatakan Saudi Arabia berusaha
menghentikan kesepakatan nuklir Iran dengan negara-negara besar dan menutup
dialog di Timur Tengah.
"Beberapa orang di Riyadh tidak hanya terus
menghambat normalisasi namun juga berusaha menjerumuskan seluruh kawasan ke
konfrontasi," tulis Zarif dengan menyatakan Saudi takut Iranofobia runtuh.
"Arab Saudi sepertinya takut bahwa
hilangnya layar asap masalah nuklir akan mengekspos ancaman nyata dunia, yakni
kesponsoran aktifnya kepada ekstremisme kekerasan," sambung Zarif seperti
dikutip AFP.
KOLEKSI DUSTA PEMERINTAH IRAN : Kalau Nggak Bohong,
Bukan Syi’ah Namanya !!!
January 7, 2016
Al-Imam Asy-Syafii berkata :
لَمْ أَرَ أَحَدًا أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ
الرَّافِضَةِ
“Aku tidak melihat seorangpun
yang paling bersaksi dusta lebih dari para Rofidhoh” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubro no 21433)
Kalau tidak hobi dusta bukan syi’ah namanya…wong
taqiyyah (berdusta) merupakan aqidah yang prinsipil bagi kaum syi’ah.
http://www.tabayyunnews.com/2016/01/koleksi-dusta-pemerintah-iran-kalau-nggak-bohong-bukan-syiah-namanya/
http://www.tabayyunnews.com/2016/01/koleksi-dusta-pemerintah-iran-kalau-nggak-bohong-bukan-syiah-namanya/
Karena Nabi Muhammad ﷺ tidak
pernah mendoakan kehancuran untuk raja manapun kecuali Raja Persia.
Beliau bersabda:
اللهم مزق ملكه
“Ya Allah, robekkanlah Kerajaan Persia.” (HR.
Baihaqi)
Ketika Raja Persia telah runtuh, maka tidak akan ada
Raja Persia selanjutnya.
Rasulullah bersabda:
إِذَا هَلَكَ كِسْرَى فَلاَ كِسْرَى بَعْدَهُ
“Jika Raja Persia telah runtuh, maka tidak akan
mungkin ada Kerajaan Persia selanjutnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Lihat, Nabi ﷺ telah
memberi kabar untuk kita di jauh-jauh hari bahwasanya tidak akan mungkin ada
kemenangan utuh bagi Iran.
Maka sampai saat ini, tidak ada peperangan manapun
yang dipimpin oleh Iran, bahwa mereka akan menang, tidak akan ada…
Masifnya media massa cetak maupun
elektrnik di Indonesia yang akhir-akhir ini memblow up atau memberitakan soal
Daulah Islamiyyah/Islamic State (IS/ISIS) harus dilihat masyarakat, para tokoh
dan umat Islam secara jernih, adil dan bijak.
Pasalnya, menurut anggota dewan syuro
Aliansi Nasional Anti Syi’ah (ANNAS), Habib Achmad Zein Alkaf, issue tersebut
digulirkan pada saat kaum Syi’ah di Indonesia sedang gencar-gencarnya dan
aktif-aktifnya melalukan ancaman dan teror terhadap berbagai tabligh akbar dan
kajian untuk membongkar dan menyadarkan masyarakat Indonesia tentang kesesatan
dan bahaya Syi’ah.
Untuk itu, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul
Ulama Jawa Timur (PWNU Jatim) ini mensinyalir adanya campur tangan kaum Syi’ah
didalam pemberitaan soal IS/ISIS, agar perbuatan Syi’ah yang harusnya masuk
dalam ranah kriminal tersebut tidak terekspos oleh media massa.
Ketua Umum Front Anti Aliran Sesat (FAAS) Jatim
ini juga menyoroti minimnya pemberitaan media massa soal kasus penyerangan
terhadap kampung Az Zikra KH Muhammad Arifin Ilham beberapa waktu lalu yang
dilakukan oleh para preman Syi’ah.
Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim ini
mengingatkan pemerintah, dalam hal ini kepolisian, agar bersiap-siap jika
dikemudian hari kaum Syi’ah berbuat anarkis dan mengancam kedaulatan NKRI.
Sebab, di Indonesia ini Syi’ah merupakan gerakan yang paling berbahaya, dan
IS/ISIS bukanlah sebuah ancaman.
“Mereka harus bertanggung jawab apabila terjadi
hal hal yang tidak diinginkan. Bagi Indonesia yang paling berbahaya justru
Syi’ah, bukan ISIS,” tegas Habib Zein kepada Panjimas.com pada Sabtu
(14/3/2015). . [GA/Ronin]
http://www.syiahindonesia.com/2016/01/tokoh-nu-bagi-indonesia-syiah-yang.html
http://www.syiahindonesia.com/2016/01/tokoh-nu-bagi-indonesia-syiah-yang.html