Dalam sebuah diskusi
di PP Muhammadiyah sekitar tahun 2003, mantan Menteri Agama Tarmizi Taher
menyatakan bahwa di dunia ini yang menang adalah yang kuat. Kebenaran dan
keadilan kadang dikalahkan oleh kekuatan.
Inilah nampaknya yang terjadi di Timur Tengah saat ini.
Amerika dan Rusia seperti tidak mau kehilangan dominasi dunianya menunjukkan
kekuatan militer di Timteng. Rusia negara yang dibangun dengan jutaan darah
rakyatnya oleh Lenin, kini membantu penuh presiden Suriah Bashar Assad. Rusia
tidak peduli Bashar salah atau tidak, zalim atau adil.
Rusia mengerahkan pesawat-pesawat militer terbaiknya ke
Rusia. Terakhir Rusia menempatkan tank tempur tercanggihnyaT-90 ke Aleppo
Suriah. Tank ini sudah pernah digunakan dalam konflik di Chechnya dan Ukraina,
namun ini pertama kalinya T-90 dikirim langsung ke medan perang, demikian
disampaikan Tim Ripley, analis yang menulis untuk Jane’s Defence Weekly,
seperti dikutip Telegraph.
Selain mengirim pesawat dan tank, Rusia juga mengirim
pasukan-pasukan tempur yang terlatih untuk memback-up diktator Bashar Assad.
Banyak analis politik yang menyatakan, bila Rusia tidak mendukung Bashar
habis-habisan, Suriah mungkin sudah jatuh ke gerilyawan oposisi. Apakah ke
ISIS, Jabhatun Nushrah, atau Free Syrian Army.
Hubungan Bashar dengan Rusia memang sudah lama
–sebagaimana hubungan Bashar dengan Iran. Rusia membantu peralatan militer
dinasti Assad sejak lama. Tentu hubungan militer Suriah-Rusia sekarang ini ada
imbalan konsesi dari Bashar untuk Putin. Apakah jaminan eksplorasi minyak atau
pembukaan jaringan-jaringan bisnis lainnya.
Begitu pula masalah di Irak. Perdana Menteri Irak Haidar
al Abadi akan segera jatuh bila Amerika tidak memback-upnya. Kurdi dan pasukan
pemerintah Irak kini hanya minoritas kecil di negeri Seribu Satu Malam itu.
Tapi begitulah Negara Superpower. Ia tidak mau hilang kendalinya mengatur Timur
Tengah. Bagi Amerika invasinya ke Irak tahun 2003 bukan sebuah kesalahan, meski
saat itu jutaan orang dari Eropa, Asia dan negerinya sendiri memprotesnya.
Seperti diketahui ambisi tamak Bush terhadap minyak Irak saat itu mengakibatkan
hancurnya negara Irak dan korban lebih dari 1 juta rakyat Irak.
Para analis politik menyatakan bahwa invasi Amerika ke
Irak bukan semata-mata untuk menjatuhkan Saddam Husein, tapi untuk menguasai
ladang-ladang minyak Irak yang menggiurkan. Salah satu ladang sumur minyak di
Irak saja dapat menghasilkan hampir dua juta barel per hari. Bayangkan di
Indonesia saja total hanya bisa memproduksi minyak sekitar 900 ribu barel per
hari.
Karena itu tidak heran bila kapal induk Amerika ada yang
dinamakan George W Bush. Karena jasa Bush menginvasi Irak –sehingga bisa
menguasai ladang-ladang minyak di sana—ingin dikenang terus oleh militer
Amerika. Menlu Amerika John Kerry dalam pertemuan dengan para wakil 23 negara
di Roma Italia kemarin (2/2) menyatakan bahwa masyarakat internasional tidak
ingin kekhalifahan palsu punya akses atas minyak yang nilainya miliaran dolar.
Begitu juga dalam kasus Yaman. Militer Amerika ikut
mempersiapkan pesawat-pesawat tempurnya untuk membantu Arab Saudi memerangi
pemberontak Houthi. Yaman kini juga dalam krisis, karena di sana terjadi
konflik antara Saudi, pemberontak Syiah Houthi dan al Qaida.
Begitu pula krisis di Libia merembet hingga kini, adalah
terutama karena nafsu Amerika menggulingkan Muammar Qaddafi. Pasukan NATO yang
dkomandani Amerika menggunakan pesawat-pesawat tempur tercanggihnya di Libia,
hingga akhirnya Qaddafi terbunuh.
000
Walhasil, pendapat ahli politik Prof Amien Rais agar
negara adi daya membiarkan dunia Arab mengatur dirinya sendiri menarik untuk
dicermati. Selama Amerika dan Rusia merasa dirinya ras yang super dan berhak
mengatur dunia, maka perdamaian dunia hanya akan menjadi angan-angan.
Pengamat politik Amerika John L Esposito juga pernah
menyarankan agar pemerintah Amerika mengevaluasi politik luar negerinya (untuk
terciptanya perdamaian dunia).
Biarkan Irak, Suriah, Libia dan lain-lain mengatur
negaranya sendiri, maka seiring dengan berjalannya waktu akan terjadi
‘perbaikan dan perdamaian’ di negara itu. Perdamaian yang terjadi dalam sebuah
negara biasanya akan menular pada perdamaian hubungan dengan negara-negara
lain.
Kerakusan atau ketamakan ekonomi seringkali menjadi
sumber peperangan. Wallahu alimun hakim.*IZ