Akidah Syiah berbedah dengan Ahlus Sunnah. Mereka
meyakini imamah
Syiah meyakini Imam-imam mereka
melebihi Nabi, dan siapa saja yang tidak meyakini Imamah, maka dianggap telah
kafir
Oleh: Achmad Reza Hutama Al-Faruqi
SEJARAH Islam
mencatat bahwa hingga saat ini terdapat dua macam aliran besar dalam Islam.
Keduanya adalah Ahlus Sunnah (Sunni) dan Syi’ah.
Pada
akhir-akhir ini di Indonesia khususnya,
dan di Negara-negara Islam umumnya, Syiah telah muncul memprogandakan persatuan
dengan madzhab Ahlus Sunnah wal jamaah. Hal ini mengindikasikan bahwa: pertama,
Syiah siap bersatu atau bertoleransi dengan Ahlus Sunnah dan kedua, dengan kata
lain, Syiah boleh menyebarkan faham dan revolusi Syiah ke Negara-negara lain
atau mensyiahkan orang-orang Sunni yang belum Syiah.
Dua tawaran
Syiah ini menyimpan ketidakpastian dan memerlukan beribu-ribu penjelasan serta
sejuta kejujuran.
Sebab
pembahasan soal Syiah bukan masalah fiqih atau membahas masalah furu’iyyah,
tapi telah menjadi wacana teologi.
Sebenarnya
perlu diketahui bahwa Syiah pada mulanya adalah bukan madzhab akidah, tapi
kelompok politik yang kemudian dikembangkan menjadi madzhab akidah. (Lihat
Hamid Fahmy, Ahlus Sunnah dan Syiah,ISLAMIA,
(Jakarta: Vol VIII No 1 April 2013, hal 3.).
Diantara
akidah-akidah orang Syiah adalah Imamah, al-‘Ismah, Al-Ghoibah, At-Taqiyyah,
Ar-Roj’ah, Al-Bada’, Ahl Bait. Dalam hal ini, penulis akan membahas tentang
konsep Imamah menurut orang Syiah, karena konsep inilah awal dari semua
akidahnya.
Sejarah
singkat Syiah dari Politik ke Teologi
Munculnya
aliran Syiah yang berkembang dari gejolak politik hingga akhirnya masuk dalam
teologi memang sudah banyak sekali isu yang ada.
Gejolak ini
bermulai dari Isu adanya sengketa politik antara para Sahabat Nabi dan ahl Bait
mengenai jabatan Khalifah setelah pasca wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam yang telah dikobarkan oleh Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi yang
mengaku Islam). Maka dari itu, tersebarlah propoganda bahwa Abu Bakar, Umar bin
Khatab, dan Utsman bin affan adalah merampas hak khalifah dan Ali bin abi
thalib disodorkan sebagai hak resmi jabatan khalifah.
Di antara 2
propoganda tersebut adalah (1). Mengangkat teologi tashayyu’ (mencintai ahl
bait berlebihan), (2). Pendiskualifikasian jumlah besar sahabat Nabi di
pengikut keturunannya.
Imam
at-Thabari dalam bukunya “ar-Rusul
wa al-Mulk” mengatakan
bahwa “propoganda yang ditanamkan kepada orang-orang awam yang baru masuk
Islam, mereka menyebarkan adanya sengketa politik sambil menyembunyikan maksud
mereka itu”. Serta masyarakat awam diprovokasi dengan isu bahwa ahl bait
bermusuhan dengan sahabat, ini yang terjadi di daerah sekitar Mesir dan Iraq.
(Lihat Tarikh Ibn Khaldun).
Akidah
Imamahnya
Imamah
menurut Syiah adalah seperti kenabian, dan menganggap utusan Allah setelah
Nabi. Dan para Imam-iman yang diyakini menurut Syiah ada 12 Imam: (1). Ali bin
abi Thalib, (2). Hasan bin Ali, (3). Husein bin Ali, (4). Abu Muhammad Ali bin
Husein (Zainal Abidin), (5). Abu Ja’far Muhammad bin Ali (al-Baqir), (6). Abu
Abdullah Ja’far bin Muhammad (as-Shadiq), (7). Abu Ibrahim Musa bin Muhammad
(al-Kaadim), (8). Abu Husein Ali bin Musa (ar-Ridaa), (9). Abu Ja’far Muhammad
bin Ali (al-Jawad), (10). Abu Hasan Ali bin Muhammad (al-Hadi), (11). Abu
Muhammad Hasan bin Ali (al-Asykari), (12). Abu al-Qosim Muhammad bin Hasan
(al-Mahdi). (Lihat Ahmad Haris Suhaimi, Tausiq as-Sunnah baina as-Syiah
al-Imamiyah wa ahlu as-Sunnah, (hal 73).
Dan ada
beberapa Ushul Fiqh menurut Syiah ada empat: (1). Al-Kitab, (2). As-sunnah,
(3). Al-Ijma’, (4). Al-Akl. Menurutnya bahwa al-Kitab yang dimaksud adalah
al-Qur’an akan tetapi setelah dikodifikasi oleh para Imam mereka, dan mereka
akan mengikutinya. Dan as-Sunnah menurut Syiah adalah sumber kedua setelah
al-Kitab, dan tidak ada perbedaan antara Muslimin pada waktu itu, kecuali pada
perbedaan antara Imamiyah dan Ahlus Sunnah dalam memutuskan batasan sunnah.
Menurut
mereka bahwa sunnah itu bukan hanya datang dari Rasulullah saja, akan tetapi
datang juga dari para Imam-imam dua belas. Dan Ijma’ hanya bersandarkan pada
Imam yang ma’sum. (Lihat Ahmad Haris Suhaimi, Tausiq as-Sunnah baina as-Syiah
al-Imamiyah wa ahlu as-Sunnah, (hal 107).
Menurut Syiah, para Imam pun membawa ajaran-ajaran Syiah pada pengikutnya, ini
sangat berbeda jauh dengan Ahlus Sunnah.
Perbedaan
mendasar
Rukun Iman
bagi orang Syiah ada lima, yaitu (1). Percaya Kepada Keesaan Allah swt, (2).
Percaya kepada Keadilan Ilahi (al-Adalah), (3). Percaya kepada Kenabian, (4).
Percaya Kepada Imamah (Imamah), (5). Percaya kepada Hari Kiamat. Ini berbedah
jauh dari rukun iman Ahlus Sunnah.
Mereka meyakini imam mereka melebih dari para Nabi, dan mereka menggangap imam
mereka ma’sum.
Dari rukun
Islam nya pun berbeda. Rukun Islam versi Syiah adalah; (1). Shalat, (2). Puasa,
(3). Zakat, (4). Haji, (5). Al-Wilayah. (Lihat Kesesatan Aqidah dan Ajaran
Syiah di Indonesia, hal. 9-10).
Maka dari sini jelas sekali, bahwa akidah Syiah dengan Ahlus Sunnah sangat
berbeda sekali.
Muhammad
Ahmad al-Turkamaniy (Ulama Syiah) dalam pembahasan “aqaid
al-Imamiyah” mengatakan
bahwa Nabi telah menunjuk Ali r.a sebagai penggantinya dan khalifah di muka
bumi”.
Padahal Nabi
tidak pernah menunjuk ali sebagai khalifah setelahnya. Justru Abu bakarlah yang
ditunjuk oleh Nabi, hal ini terbukti karena Abu bakar disuruh untuk menjadi
Imam Masjid.
Bahkan
diisukan, Abu Bakar dan Umar merampas khalifah ketika wafatnya rasul, serta Abu
Bakar dan Umar ketika pemilihan tidak mengajak Ali? benarkah itu? Memang Abu
bakar dan Umar ketika pemilihan tidak mengajak Ali karena situasi yang tidak
aman ketika itu, dan Ali sibuk mengurusi jenazah Nabi. Dan ketika Abu Bakar
terpilih menjadi khalifah pun, Ali tidak protes dan malah justru ali dengan
senang hati, karena terpilihnya Abu bakar khalifah stelah Nabi. (Lihatan-Nahju
al-Balaghah). *
Ketika Abu Bakar terpilih menjadi
khalifah, beliatu berpidato yang isinya; “Demi Allah, sungguh tak kuduga
sebelumnya kalau aku telah dibebani tanggungjawab amat besar yang tak
sepadan dengan kemampuanku. Aku lebih bahagia kalau kedudukan ini ditempati oleh
orang yang kuat diantara kalian, tapi orang itu sudah mengajukan alasan
penolakannya dan diterima oleh kaum Muhajirin.” (Lihat Sirah
Ibn Hisham dan al-Bidayah
wa an-Nihayah, 305). Hal
ini bisa disimpulkan bahwa Abu Bakar tidak merampas kekhalifahan stelah
wafatnya Nabi.
Dan jika
mereka (Syiah) jika memang meyakini bahwa Ali sebagai Imam mereka, seharusnya
ikut apa yang dikatakan dan dipercayai oleh Ali, dan tidak seharusnya mencaci
maki para Sahabat, karena dikisahkan oleh al-Majlisi dari at-Tusi bahwa Ali
pernah berkata tentang Sahabatnya: “Aku berpesan pada kalian mengenai para
sahabat Rasulullah janganlah kalian mencaci maki mereka, karena mereka adalah
para Sahabat Nabi kalian. Mereka adalah para Sahabat yang tak pernah
mengada-ada sedikitpun juga dalam urusan agama. Mereka tidak pernah member
tenggang rasa pada pelaksana bid’ah, sungguh demikianlah yang dipesankan
Rasulullah kepadaku.” (Lihat tafsir Hasan
al-Askari, p. 65, al-Burhan Juz 2,
p.228, Ihsan Ilahi dhahir dalama buku al-Syiah
wa ahlul bait.)
Dalam
teologi Imamah Syiah dibuku “al-Hukumah al-Islamiyah” milik al-Khumaini
meyakini bahwa Imam-imam Syiah adalah Tuhan-tuhan yang memiliki sifat-sifat
Tuhan, yang tidak lupa, tidak mengantuk dan tidak tidur.
Para Imam
Syiah memperkenalkan sifat-sifat Allah yang tidak terdapat dalam al-Qur’an
seperti al-Bada’ (sifat Allah yang baru mengetahui sesuatu setelah kejadian),
dan mereka meyakini bahwa para Imam mereka sudah mengetahui lebih dahulu hal
yang belom terjadi. (Lihat bukunya al-Khulaiyini di Ushul al-Kafi).
Ini bisa
dibuktikan ketika kejadian pembunuhan Husein bin Ali di Karbala, dengan sifat
inilah, para Imam yang lebih mengetahuinya dibandingkan dengan Allah, maka dari
itu mereka mengkultuskan dengan sifat ini ke Allah.
Dalam buku Ushul
al-Kafi, buku rujukan Syiah dikatakan, mereka meyakini bahwa
Ali adalah penentu Syurga dan Neraka, mengetahui baik dan buruk, mengetahui
yang rinci dan ghaib.
Maka dari
itu, menurut mereka yang tidak meyakini para Imam itu termasuk kafir.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas sudah jelas, bahwa Syiah meyakini Imam-imam mereka melebihi
Nabi, dan siapa saja yang tidak meyakini Imamah, maka dianggap telah kafir oleh
Syiah.*
Penulis
adalah peserta program Kaderisasi Ulama (PKU) IX Universitas Darussalam Gontor
(UNIDA) Gontor
Bahaya Ajaran Imamah Dalam Syiah. SYIAH
& Ambisi Merebut Negeri Ahlussunnah
Tanggapan Majlis Islam Suriah Atas
Kebusukan Mulut Ali Khamenei Laknatullah 'Alaihi. Menunjukan Iran Dan
Gerombolan Qum Kelompok Takfiri Tulen.
Mengapa Syiah Menggunakan Istilah
Takfiri-Wahabi? Kelompok Takfiri sebenarnya Syiah, Kelompok Radikal Jika
Merujuk Definisi BNPT
Mengapa Syiah Menggunakan Istilah
Takfiri-Wahabi?
Syiah – Grup Takfiri Terbesar Dunia.
Kejahatan Syi'ah Khomeini Dan Iran