Krisis kemanusiaan yang
menimpa rakyat Suriah mengundang reaksi banyak pihak. Komisi Hukum dan
Undang-Undang MUI, Dr. Abdul Chair Ramadhan menilai bahwa yang terjadi di
Aleppo, Suriah merupakan bagian dari Arab Spring yang sebelumnya pernah terjadi
di beberapa kawasan Timur Tengah.
“Berbicara Aleppo tidak
bisa dipisahkan dengan krisis kawasan di Timur Tengah. Ini bagian dari Arab
Spring yang sebelumnya terjadi, dan akan terjadi penguatan atau hegemoni Syiah
di kawasan Suriah. Semua negara terutama Barat, Amerika dengan sekutunya,
Israel dengan Yahudinya, Iran dengan Syiahnya menginginkan terjadinya krisis di
Timur Tengah,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Rabu (11/05).
Menurutnya, dalam
konflik Suriah Syiah memiliki tujuan geopolitik dalam rangka penguasaan ruang.
Penguasaan ruang itu sangat berharga bagi Syiah, terutama di Timur Tengah untuk
mengupayakan hegemoni atau dominasi Syiah di dalamnya.
“Sehingga ini akan
menguntungkan bagi Syiah Iran, dalam rangka ekspansi idiologi yang mereka
kembangkan dengan berbagai cara dan ini didukung oleh daya gentar Iran.
Katakanlah yang sangat signifikan adalah pengayaan nuklir, ditambah lagi
pengusaan jalur transportasi minyak dunia. Lewat Teluk Persia yang dia klaim
dan dia kuasai, dan Laut Yaman,” imbuhnya.
Di kawasan daratan,
katakanlah Suriah ini, Barat pun meyakini bahwa Armageddon akan terjadi di
Damaskus. Semua para ahli, pemikir, intelijen Barat, Yahudi, Iran, ini semua
mengakui bermula Armageddon adalah di Suriah, Syam.
“Ini akan menjadi suatu
kepentingan yang sangat menentukan siapa yang menguasai wilayah itu, maka dia
akan jadi pemenang dalam peperangan akhir zaman. Inilah yang menjadi sub target
ekspansi, baik itu ekspansi ideologis politik maupun militer Iran untuk
menguasai baik langsung maupun tidak langsung kawasan Timur Tengah. Tinggal
hanya ada satu lawan, rival dari Syiah Iran adalah Saudi Arabia. Saudi Arabia
dan Iran ini memang akan menjadi dua kekuatan yang sangat bersaing, dan ada
kepentingan barat untuk memelihara konflik ini,” jelasnya.
Akan tetapi, lanjutnya,
jika kita melihat sejarah berdirinya Iran, tidak bisa dilepaskan dari
keterliabatan Amerika Serikat dan Israel yang turut membesarkan militer Syiah
di masa Syah Pahlevi. Dan pada saat perang antara Iran dan Iraq, ada dukungan
dari kedua negara ini (Amerika dan Israel).
“Sekarang bagaimana
dengan Iran, Israel, dengan Amerika. Pasti mereka ada kepentingan untuk
mewujudkan siapa yang akan menjadi pemenang. Sehingga Iran wajar selalu
mengkampanyekan terhadap Amerika perlawanan terhadap Israel. Tapi itu hanya
apologi, itu hanyalah kebohongan belaka,” tegasnya.
Dengan Aleppo, kata dia,
Suriah dan lain-lain, hal ini terkait dengan geopolitik atau ruang hidup. Bagi
Iran, hidup itu diterjemahkan dalam konsep Al-Wilayah, yang menjadi bagian dari
salah satu rukun Islam Syiah. Sedangkan Al-Imamah adalah bagian yang bersifat
elementer dalam rukun iman Syiah. Al-Imamah targetnya adalah orangnya, tapi
kalau Al-Wilayah adalah skup kekuasaanya. Yaitu kekuasaan yang tidak terbatas
hanya dalam teritori Iran. Jadi mencakup seluruh dunia.
“Tetapi untuk menguasai
dunia tahap awalnya adalah menguasai Timur Tengah. Kalau Timur Tengah semuanya
sudah dikuasai, dalam hal ini yang paling signifikan adalah Syam. Ini selangkah
lagi, akan menguasai Arab Saudi, itu data besarnya. Hanya satu yang belum
mereka kuasai secara efektif adalah Suriah, karena masih bergejolak. Dan kedua
adalah Saudi Arabia,” ulasnya.
Ia menjelaskan bahwa
berlakunya doktrin Imamah itu jelas dicantumkan dalam pasal konstitusi Iran.
“Doktrin Wilayah dimasukkan dalam pasal dua konstitusi Iran, Wilayatul Faqih
dimasukkan dalam pasal lima konstitusi Iran,” lanjut dia.
“Inilah yang menjadi
dasar pijakan ekspansi ideologi mereka untuk menguasai terutama adalah Timur
Tengah dan selanjutnya adalah seluruh negara, terutama negara muslim. Rivalnya
adalah Saudi Arabia, Timur Tengah, dan secara geopolitik ia berhadapan dengan
Amerika Serikat,” tandasnya.
Reporter: Taufiq Ishak