Kufur Nikmat; Kisah Si
Lepra, Si Botak, dan Si Buta
Hidup adalah ujian, dan tidak ada
ruang dalam segala sisi dalam hidup dan kehidupan ini hampa dari ujian. Sang
Penguji adalah Sang Pencipta yang hanya pada-Nya wajib beribadah: Allah
subhanau wa ta'ala (SWT).
Banyak menusia terlena akan kehidupan
dunia, sehingga segala nikmat yang Allah karuniakan padanya, ia sangka hanyalah
dari jerih payahnya semata, dan Allah tidak campur tangan, otoritas Tuhan telah
digeser secara sengaja maupun tidak yang puncaknya, ingkar akan kewujudan
Tuhan. Inilah imbas dari gerakan sekularisme yang menggeser Tuhan dari ruang
publik, lalu meletakkan dalam pojok-pojok kehidupan.
Karena itu, agama mengajarkan, supaya selalu ingat
akan tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk menghamba pada Allah yang merupakan
bagian dari manifestasi rasa syukur atas segala bentuk nikmat yang dikaruniakan
Allah pada segenap hamba-Nya.
Begitu banyak nikmat, baik yang lahir maupun yang
tersembunyi. Harta, tahta, keluarga, adalah nikmat lahir yang mendatangkan
kebahagiaan, demikian pula, kesehatan, keimanan, serta rasa puas juga bagian
dari nikmat yang sangat mahal dan tak bisa ditukar dengan apa pun.
Nikmat itulah menjadi ujian bagi umat manusia, agar
senantiasa besyukur, terutama dalam keadaan senang dan bahagia, dan bersabar
atas musibah dan ksusahan yang menimpa dirinya, semua itu mendatangkan kebaikan
bagi seorang mukmin.
Semoga kita terhindar dari golongan yang ingkar
nikmat, sehingga azab Allah terhindar, dan nikmat-nikmat lain terus menyusul
dan bertambah hingga ajal menjemput, sebagaimana firman Allah, La'in syakartum
la'azdidannakum wala'in kafartum, inna adzaby lasyadid, (QS. 14: 7).
Dalam sebuah hadis yang bersumber
dari Abu Hurairah, dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dalam "Kitab
Al-Anbiya'" Bab, Ma Dzukira 'an Bani Israil, (no.3277), Rasulullah SAW
bersabda, Terdapat tiga orang di Bani Israil: orang lepra, orang botak, dan
orang buta. Allah ingin menguji mereka, maka Allah mengutus malaikat --dalam
wujud manusia-- kepada mereka. Kemudian malaikat mendatangi orang lepra dan
berkata, "Apa yang kamu sukai?" Orang lepra menjawab, "Warna
yang bagus, kulit yang indah; orang-orang telah merasa jijik melihatku."
Maka dihapuslah kulit yang buruk tersebut, lalu diberikan warna yang cerah dan
kulit yang mulus. Kemudian malaikat berkata, "Harta apa yang paling kamu
sukai?" Si Lepra menjawab, "Onta!" Maka ia pun diberi onta yang
sedang bunting, lalu malaikat berkata, Kamu diberkati dengannya.
Malaikat lalu
mendatangi orang yang terkena penyakit botak, dan bertanya, "Apa yang
paling kamu sukai?" Si Botak menjawab, "Rambut yang indah, karena hal
ini tidak ada padaku; orang-orang telah merasa jijik terhadapku!" Maka
atas kuasa Allah, ia pun diberi rambut yang indah. Lalu malaikat kembali
bertanya, Harta apa yang paling kamu sukai? Si Botak menjawab,
"Sapi!" Lalu diberikan padanya sapi yang bunting, lalu malaikat
berpesan, Kamu diberkati dengan hal ini!
Malaikat lalu mendatangi orang yang buta dan berkata,
Apa yang paling kamu sukai? Orang buta menjawab, Agar Allah mengembalikan
penglihatanku, sehingga aku dapat melihat manusia lagi! Maka, dihapuslah hal
tersebut dan Allah mengembalikan penglihatan kepadanya. Kemudian malaikat
bertanya lagi, Harta apa yang paling kamu sukai? Ia pun menjawab, Domba! Maka
diberikanlah padanya domba yang bunting.
Lambat laun, setelah melewati masa yang cukup panjang,
piaraan ketiga orang di atas beranak pinak. Lelaki mantan pengidap lepra,
memiliki lembah yang dipenuhi onta, sedang mantan botak juga memiliki lembah
yang dipenuhi sapi, dan si mantan buta, juga memiliki lembah yang penuh dengan
domba.
Maka malaikat pun kembali datang kepada mantan lepra
dengan rupa dan kondisi seperti orang lepra sebelumnya, dan berkata, Lelaki
miskin, kami tidak dapat mencari nafkah lagi dalam perjalananku, maka kami
hanya bisa mengadu kepada Allah dan kepadamu, aku meminta kepadamu, demi Dzat
yang memberikan warna kulit yang cerah dan mulus kepadamu, dan telah memberikan
harta, aku meminta onta untuk bekal perjalananku! Maka lelaki yang asalnya
lepra itu berkata kepada malaikat yang menyamar, Sesungguhnya hak-hak masih
banyak! Maka malaikat pun berkata padanya, Sepertinya aku mengenalmu, bukankah
kamu dulu orang lepra yang orang-orang merasa jijik terhadapmu, dan fakir yang
diberi karunia oleh Allah? Si mantan lepra pun menjawab, Aku telah mewarisi
sebagai orang besar dari orang besar! Maka, malaikat yang menyamar berkata,
Apabila kamu berbohong, maka Allah akan menjadikanmu sebagaimana sebelumnya!
Lalu malaikat pun mendatangi orang yang sebelumnya
botak, dengan menyamar seperti keadaan orang botak sebelumnya. Lalu malaikat
itu berkata, sebagaimana dikatakan pada mentan pengidap lepra, dan ia pun
menjawab sebagaimana jawaban si lepra, dan malaikat mengingatkan, Apabila kamu
berbohong, maka Allah akan menjadikanmu sebagaimana sebelumnya!
Kemudian malaikat mendatangi orang yang dulunya buta,
dan menyamar sebagaimana keadaan orang buta itu, dan berkata, Lelaki miskin,
ibnu sabil, aku kehabisan bekal dalam perjalananku. Maka, tidak ada lagi tempat
mengadu kecuali kepada Allah dan kepadamu. Aku memintamu, demi Dzat yang
mengembalikan penglihatan kepadamu, aku meminta domba sebagai bekal dalam
perjalananku! Maka orang yang dulu buta itu berkata, Dahulu aku buta, maka
Allah mengembalikan penglihatanku, dahulu aku miskin, kemudian Allah
menjadikanku kaya. Maka Ambillah apa yang kamu inginkan. Demi Allah, pada hari
ini aku tidak menyusahkanmu dengan melarang apa yang kamu ambil! Lalu malaikat
menyamar itu berkata, Peganglah hartamu. Sesungguhnya kalian sedang diuji.
Allah telah ridha kepadamu dan murka terhadap dua sahabatmu, Si Lepra dan si
Botak!
Setu-Bekasi, 16 Sep. 2014. Ilham
Kadir, Sekretaris Pemuda KPPSI Sulsel
Pikirkan dan Syukurilah!
Artinya, ingatlah setiap nikmat yang
Allah anugerahkan kepada Anda. Karena Dia telah melipatkan nikmat-Nya dari
ujung rambut hingga ke bawah kedua telapak kaki.
{Jika kamu menghitung nikmat
Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya.}
(QS. Ibrahim: 34)
Kesehatan badan, keamanan negara,
sandang pangan, udara dan air, semuanya tersedia dalam hidup kita. Namun
begitulah, Anda memiliki dunia, tetapi tidak pernah menyadarinya. Anda
menguasai kehidupan, tetapi tak pernah mengetahuinya.
{Dan, Dia menyempurnakan
nikmat-Nya kepadamu lahir dan batin.}
(QS. Luqman: 20)
Anda memiliki dua mata, satu lidah,
dua bibir, dua tangan dan dua kaki.
{Maka nikmat Rabb kamu yang
manakah yang kamu dustakan?}
(QS. Ar-Rahman: 13)
Apakah Anda mengira bahwa, berjalan
dengan kedua kaki itu sesuatu yang sepele, sedang kaki acapkali menjadi bengkak
bila digunakan jalan terus menerus tiada henti? Apakah Anda mengira bahwa
berdiri tegak di atas kedua betis itu sesuatu yang mudah, sedang keduanya bisa
saja tidak kuat dan suatu ketika patah?
Maka sadarilah, betapa
hinanya diri kita manakala tertidur lelap, ketika sanak saudara di sekitar Anda
masih banyak yang tidak bisa tidur karena sakit yang mengganggunya? Pernahkah
Anda merasa nista manakala dapat menyantap makanan lezat dan minuman dingin
saat masih banyak orang di sekitar Anda yang tidak bisa makan dan minum karena sakit?
Coba pikirkan, betapa besarnya fungsi pendengaran,
yang dengannya Allah menjauhkan Anda dari ketulian. Coba renungkan dan raba
kembali mata Anda yang tidak buta. Ingatlah dengan kulit Anda yang terbebas
dari penyakit lepra dan supak. Dan renungkan betapa dahsyatnya fungsi otak Anda
yang selalu sehat dan terhindar dari kegilaan yang menghinakan.
Adakah Anda ingin menukar mata Anda dengan emas
sebesar gunung Uhud, atau menjual pendengaran Anda seharga perak satu bukit?
Apakah Anda mau membeli istana-istana yang menjulang tinggi dengan lidah Anda,
hingga Anda bisu? Maukah Anda menukar kedua tangan Anda dengan untaian mutiara,
sementara tangan Anda buntung?
Begitulah, sebenarnya Anda berada dalam kenikmatan
tiada tara dan kesempumaan tubuh, tetapi Anda tidak menyadarinya. Anda tetap
merasa resah, suntuk, sedih, dan gelisash, meskipun Anda masih mempunyai nasi
hangat untuk disantap, air segar untuk diteguk, waktu yang tenang untuk tidur
pulas, dan kesehatan untuk terus berbuat.
Anda acapkali memikirkan sesuatu yang tidak ada,
sehingga Anda pun lupa mensyukuri yang sudah ada. Jiwa Anda mudah terguncang
hanya karena kerugian materi yang mendera. Padahal, sesungguhnya Anda masih
memegang kunci kebahagiaan, memiliki jembatan pengantar kebahagian, karunia,
kenikmatan, dan lain sebagainya. Maka pikirkan semua itu, dan kemudian
syukurilah!
وَفِىٓ أَنفُسِكُمۡۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ
{Dan, pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak
memperhatikan.}
(QS. Adz-Dzariyat: 21)
Pikirkan dan renungkan apa yang ada pada diri,
keluarga, rumah, pekerjaan, kesehatan, dan apa saja yang tersedia di sekeliling
Anda. Dan janganlah termasuk golongan...
يَعۡرِفُونَ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُنڪِرُونَہَا
{Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka
mengingkarinya.}
(QS. An-Nahl: 83)
Dari buku Laa Tahzan DR. 'Aidh al-Qarni
Tanyakan
Pada Hatimu
عن وابصة بن معبد رضي الله عنه قال : أتيت رسول الله صلى الله عليه و سلم , فقال: جئت تسأل عن البر؟ قلت: نعم. قال: استفت قلبك. البر مااطمأن إليه النفس واطمأن إليه القلب. والإثم ماحاك في النفس و تردد في الصدر وإن أفتاك الناس وأفتوك
Dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu ‘anhu beliau
berkata: Aku datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian
beliau berkata: “Kamu datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab:
Benar. Kemudian beliau bersabda: “Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah
apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang
menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal
tersebut merupakan kebaikan.”
(HR. Ahmad (4/227-228), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir
(22/147), dan Al Baihaqi dalam Dalaailun-nubuwwah (6/292))
Syaikh ‘Utsaimin menjelaskan makna hadits di atas
bahwa yang dimaksud dengan al birru adalah kebaikan yang banyak.
Adapun dosa, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menjelaskan bahwa ia adalah, “Apa saja yang meragukan dalam
hatimu.”
Imam An Nawawi mengatakan dalam
menjelaskan makna hadits ini bahwa
hadits ini merupakan dalil bahwa setiap orang hendaknya melihat kembali hatinya
ketika dia akan melakukan suatu pekerjaan. Jika jiwanya menjadi tentram ia akan
melakukannya, dan jika jiwanya menjadi tidak tentram maka ia tinggalkan
perbuatan tersebut. (Syarhul Arba’in An Nawawiyyah)
Di antara pelajaran
penting yang terkandung dalam hadits di atas sebagaimana telah disebutkan oleh
syaikh Utsaimin rahimahullah adalah:
- Keutamaan akhlak mulia, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjadikan akhlak yang mulia sebagai sebuah kebaikan.
- Timbangan perbuatan dosa adalah ketika jiwa merasa
ragu dan hati menjadi tidak tenang.
- Seorang mukmin tidak suka aib-aibnya diketahui orang
lain. Hal ini bertolak belakang dengan orang yang tidak punya malu, ia tidak
peduli jika aib-aibnya diketahui oleh orang lain.
- Seseorang hendaknya melihat kepada hatinya, bukan
apa yang difatwakan oleh orang lain. Karena terkadang orang-orang yang tidak
berilmu berfatwa kepadanya, akan tetapi hatinya masih ragu dan tidak
menyukainya. Jika demikian maka hendaknya dia tidak mengembalikan perkaranya
terhadap fatwa orang yang tidak berilmu, akan tetapi hendaknya ia kembalikan
kepada apa yang ada pada dirinya.
- Selagi seseorang mampu untuk melakukan ijtihad maka
ia tidak boleh melakukan taklid. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya): “Meskipun orang-orang memberi fatwa
kepadamu dan mendukungmu.”
Wallahu Ta’ala A’lamu bish showwab